Sekuat apapun Naka menolak, pada akhirnya dia harus menerima permintaan kepala rumah sakit. Mulai hari ini dia menjadi dokter pribadi Tuan Hansa sampai kondisi pria itu pulih kembali. Sebelum ke rumah sakit, Naka akan singgah terlebih dahulu ke rumah milyader itu."Memangnya kamu gak suka jadi dokter pribadinya? Mama malah bangga kamu dipercaya mengurus tuan Hansa," celetuk Reni ketika usai membaca portal berita di ponselnya.Pengusaha sukses itu hanya menginginkan Naka, bukan dokter lain, seakan tidak percaya pada orang lain selain dirinya."Tapi aku jadi dokter bukan karena mengejar materi, Ma. Kurang banyak apa warisan Papa untukku. Aku ingin mengabdi, membantu orang yang sedang sakit, tapi tidak punya uang," jawab Naka pagi itu saat sarapan bersama."Dalam dunia kerja manapun, baik itu jasa atau memang bertarung dalam dunia wara laba, tetap saja harus mendapatkan cuan," Dewa ikut menimpali. Sejak tadi mendengar pembahasan Reni dengan Dinda yang memberi semangat pada Naka karena me
"Apa yang terjadi pada suamiku? Aku dengar dia kembali koma?" Teriakan Sisil menggema di ruangan itu. Terlihat dia berpakaian seadanya, tanpa riasan berlebih. Bahkan bisa ditebak kalau wanita itu seperti baru saja bangun dari tidurnya.Naka mengamati wanita yang kini sudah ada di dekatnya. Air mata sudah membanjiri wajah wanita itu ketika masuk dan berada di dekat Hansa.Sisil mulai bersandiwara di depan Naka. Bagaimanapun Naka orang asing di rumah ini, jangan sampai dia mengetahui kelicikannya."Dia baik. Anda baru tiba?" Naka mulai memancing. Dia tahu kalau wanita itu tidak ada di rumah. Saat baru datang tadi, dia sempat bertanya pada Karyo."Itu... Iya, saya ada kerjaan penting. Anda tahu sendiri, kalau saat ini, saya menjadi wakil suami saya mengurus perusahaan," kilahnya berbohong. Mana ada orang dari kantor dengan pakaian sexy seperti baru pulang dari klub malam.Naka menunjukkan ekspresi tidak peduli. Sisil mengalihkan pandangan pada Laura yang masih berada di samping ayahnya.
"Ada apa, Sayang? Kamu terlihat tidak menikmati permainan kita?" Rey mengecup pundak telanjang Sisil. Keringat gadis itu masih membasahi tubuhnya hasil dari percintaan mereka.Biasanya gadis itu penuh gairah dan menggebu-gebu saat mereka bercinta, sangat berbeda dengan malam ini. Pikirannya terus tersita dengan rencana melenyapkan Laura.Sudah dua bulan dia memadu kasih dengan Rey, pria yang dulunya kaya raya, tapi karena sebuah kejahatan, dia harus mendekam di penjara. Keluarga mengupayakan hingga pria itu bisa keluar dengan jaminan. Dengan wajah tampan, dia memikat Sisil saat mereka bertemu di sebuah klub malam.Meski sudah tahu Rey sudah beristri dan punya anak, Sisil tidak peduli. Rey bisa memuaskan hasratnya yang tidak bisa didapatnya dari suaminya. Terlebih setelah Hansa sakit-sakitan, dan jarang menjamah Sisil, membuatnya semakin frustrasi. Hingga bertemu Rey, dan mulai menjalin hubungan gelap di belakang pasangan masing-masing."Hey, kenapa jadi diam aja? Cerita padaku." Rey m
Dinda bergerak gelisah menunggu kedatangan dokter Yuni. Hari ini mereka janji untuk mendengar hasil dari lab soal kesehatan mereka. Yang paling takut ada Dinda. Banyak pengetahuan seputar kesehatan dan kesuburan kandungan yang dia cari tahu melalui artikel di media sosial. Bagaimanapun ini adalah kehamilan pertama yang sangat dinanti. Dulu, dia bahkan tidak mengetahui kalau sedang mengandung Leon."Duduk lah, Sayang. Apa kamu tidak lelah sejak tadi mondar-mandir?" Dewa mengulurkan tangan pada Dinda, meminta istrinya untuk mau menempati bangku di sampingnya yang sejak tadi digunakan Dinda."Kenapa dokter Yuni lama? Mas, coba tanya lagi susternya."Baru lima menit lebih sedikit Dewa bertanya pada suster yang membantu Dokter Yuni bekerja di ruangannya, ini Dinda sudah menyuruh bertanya kembali.Namun, demi membuat hati istrinya tenang, Dewa pun bangkit dan menghampiri suster."Oh, mohon maaf, Bapak Ibu, Dokter Yuni berhalangan datang ternyata. Untuk hasilnya nanti diwakilkan oleh Dokter
Entah jenis jampi-jampi apa yang diberikan Sisil pada Hansa, pria itu terlihat percaya pada ucapan Sisil. Dia menunjukkan foto ketika Laura sedang tidur dengan pria lain di salah satu hotel yang ada di London.Foto itu dia simpan di ponsel sebagai bukti kalau suatu hari nanti dia difitnah dan diserang balik oleh Laura.Naka yang duduk tak jauh dari Hansa ikut mengamati foto itu. Jelas itu wajah Laura, tapi apakah memang Laura atau hanya editan, dia belum bisa memastikan.Hansa tertunduk, tampak malu dan juga kecewa. Laura yang berulang kali menjelaskan kalau semua tuduhan Sisil adalah kebohongan, tak juga mampu membuat ayahnya bisa percaya padanya. Hansa masih membisu, dan itu membuat Laura terluka."Kepala ku sakit, bawa aku ke tempat tidurku," pinta Hansa. Sigap, Sisil segera memapah Hansa meninggalkan semua yang ada di ruangan itu.Laura mengangkat kepala, melihat ke arah Naka. Ingin melihat apakah pria itu juga ikut percaya atas ucapan Sisil."Dokter... soal..."Laura mengurungkan
Dugaan Naka tampaknya salah. Mobil bergerak masuk ke sebuah rumah. Tidak terlalu besar, tapi terlihat nyaman. Seorang wanita tergopoh-gopoh datang membuka pintu pagar agar mobil bisa masuk.Naka masih mengamati dari dalam mobilnya, sengaja parkir tidak jauh dari mobil, memastikan jarak pandangnya tidak tertutupi. Kemungkinan mereka ingin bertemu kenalan.Naka membuang kecurigaannya, lalu memajukan mobil menuju rute semula. Leon terlihat sudah gelisah karena Naka terlalu lama menunda rencana mereka. Jadi, Naka akan melupakan apa yang dia lihat hari ini karena tidak pantas untuk dicurigai, toh, seperti kata Dewa, Rey sudah menjadi orang kepercayaan Sisil.Sepanjang hari itu Naka menemani Leon bermain dengan ketiga temannya. Farid, Fadli, dan Didi. Keempat anak itu bergembira hingga tak henti bermain. Naka hanya mengamati sembari tersenyum. Senangnya jadi anak-anak, tidak punya beban apapun. Setelah menjadi dewasa, masalah akan datang silih berganti, yang kadang buat frustrasi.Namun, it
"Brengsek!" umpat Dewa meremas surat yang baru saja dia baca. Sungguh memancing emosinya pagi ini. Padahal sebisa mungkin dia menjaga moodnya agar Dinda tetap nyaman di dekatnya, tapi begitu masuk ruang kerja dan melihat ada surat yang diletakkan di atas meja, mood Dewa berubah seketika."Surat apa, Pak?" tanya Dinda. Tetap saja wanita itu memegang teguh aturan yang dibuatnya sendiri. Meski hanya berdua, dia tetap memanggil 'Pak' pada Dewa kalau mereka sedang di kantor."Delusi grup sudah mengirimkan surat resmi kalau mereka ingin banding kembali soal hasil kerja sama itu. Tampaknya pengaruh Rey masih kuat meski Tuan Hansa sudah mulai kembali ke perusahaan.""Tuan Hansa? Bukannya masih sakit?""Naka bilang dia sudah sehat."Dinda tahu kegelisahan Dewa. Pria itu sudah bercerita soal Rey yang sudah keluar dari penjara. Dulu, istrinya memang pernah mendatangi Dinda, minta maaf dan memohon agar suaminya dibebaskan. Memikirkan nasib Alex, anak mereka, Dinda membujuk Dewa untuk mencabut lap
"Apa Dinda belum kembali?" tanya Dewa menghampiri meja Nania begitu dia keluar dari lift. Saat jam makan siang tadi, Dewa pergi bersama Naka menemui Tuan Hansa. Ajakan Dewa untuk makan siang disambut pria itu dengan senang hati. Dewa tidak mengatakan kalau sebenarnya dia akan membahas masalah Naka dengan Laura.Saat diperjalanan menuju restoran tempat mereka janjian, Dinda menghubunginya, meminta izin untuk pergi ke swalayan terdekat dari kantor untuk membeli beberapa keperluan rumah. Susu Leon dan juga susu pra hamil yang dianjurkan dokter untuk dia konsumsi juga sudah habis. Dewa pun memberi izin dengan catatan dia segera kembali dan harus dengan sopir."Belum, Pak," jawab Nania berdiri gugup. Tidak menyadari kalau bosnya sudah tiba, sementara dia sibuk tik-tokan, entah Dewa sempat lihat aksinya atau tidak, yang pasti Nania malu sekali.Dua jam berlalu sejak Dinda menghubunginya, tapi kenapa wanita itu belum kembali, membuatnya khawatir saja.Dewa berusaha menenangkan diri, menekan
Dewa hampir saja melompat, tapi yang bisa dilakukan hanya mengusap wajahnya. Dia menatap Dinda yang masih berbaring atas ranjang."Sayang, kita akan punya anak lagi?" Mata Dewa bahkan hampir berkaca-kaca. Masih seperti mimpi.Dinda tidak kalau terharunya dengan Dewa. dia bahkan memeluk suaminya dengan sangat erat membiarkan kemeja Dewa bahasa oleh air matanya.Baik dokter dan juga perawat yang ada di ruangan itu ikut tersenyum bisa merasakan kebahagiaan mereka.Setelah pulang dari rumah sakit, Dia memutuskan untuk tidak pergi ke kantor hari itu. Dia ingin menjaga cinta menghabiskan waktu bersama istrinya."Kamu ke kantor aja. Masa iya, jadi gak kerja," ucap Dinda yang masih geli melihat sikap overprotektif suaminya."Besok. kerjaan gampang ada John yang mengurusnya." Dinda tak lagi berani mendebat, mengikuti apa yang dikatakan Dewa.Sesampainya di rumah, Dewa tidak ingin segera memberikan kabar itu kepada Reni. Jangan karena histeria dan rasa gembira mereka membuat Dinda kelelahan. C
Laura masih merasakan debar jantungnya yang berdegup semakin cepat. Tubuhnya masih bersandar di balik pintu kamarnya.Setelah mendengar perbincangan para asisten rumah tangga itu, dia merasa tidak kuat untuk berdiri lebih lama di sana. Laura memutuskan untuk meninggalkan pintu dapur berjalan menuju kamarnya."Jadi, Mas Naka dan Mbak Dinda dulu pernah bertunangan dan Mas Naka sangat mencintainya?" batin Laura menghapus air matanya yang mulai deras menetes di pipi. Tubuhnya perlahan merosot dan terduduk di pintu.Laura begitu minder jadinya. Dibandingkan Dinda, dia hanya bocah yang sedang dimabuk cinta. Tidak punya pengalaman, dan terlihat seperti gadis kampung yang tidak bisa berdandan. Naka pasti malu jika membawanya nanti ke pertemuan."Oh, Tuhan. Apa yang harus aku lakukan? Kenapa begitu sakit mengetahui kenyataan ini?" cicitnya menunduk dan meletakkan kepala di dengkulnya yang dilipat menyatu ke dada.Sampai Naka pulang, Laura hanya diam. Naka sudah bertanya, ada apa, tapi Laura ha
Dinda mengabaikan keberadaan Dewa yang menunggunya keluar dari kamar mandi. Tidak hanya pengantin baru, semua keluarga ikut menginap di hotel tempat Naka dan Laura beristirahat sekaligus malam pertama."Sayang," panggil Dewa lembut. Dinda melirik, di tangan suaminya sudah ada sisir dan juga hair dryer. Dia menebak Dinda pasti keramas, jadi demi mendapatkan perhatian wanita itu, Dewa segera mengambil alat-alat itu."Apa?""Sini aku keringkan rambutmu," ucapnya sembari mengangkat kedua tangan. Dinda mendekat ke arah Dewa tapi bukan untuk menerima tawaran pria itu, melainkan mengambil alat itu dan mengerjakannya sendiri.Tidak akan mudah untuk mendapatkan maaf dari Dinda, terlebih Dewa sudah sengaja mendiamkan masalah itu hingga pesta selesai. Kalau memang tidak ada apa-apa antara dirinya dan Helen kenapa tidak langsung dijelaskan saja pada saat itu.Dia tentu tahu bahwa diamnya Dinda adalah karena kesal dengan sikap Dewa yang merangkul Helen."Sayang, udah, dong. Jangan diamin aku terus
Syukurlah, acara pernikahan Laura dan Naka berjalan dengan lancar. Baik acara akad ataupun saat ini resepsi berjalan.Semakin banyak para tamu undangan yang menghadiri pernikahan keduanya, hingga Dewa memasang pengamanan berlapis. Dia tidak mau ambil resiko ada penyusup yang mengacak-acak pesta adiknya.Jhon sudah memberi kabar kalau Rey tidak tertangkap, berhasil kabur dari kejaran polisi lagi meski keadaan fisiknya sudah parah."Kamu cantik sekali," bisik Naka di telinga Laura. Keduanya duduk di pelaminan, jadi raja dan ratu sehari."Kamu juga tampan, Mas" jawab Laura malu-malu. Membuat Naka jadi gemas."Hari ini kita sudah jadi satu. Husband and wife selamanya," bisik Naka membawa tangan Laura ke bibirnya, mencium penuh cinta."Kenapa masih cemberut, sih? Sayang banget wajah cantiknya. Udah dari subuh dandan, masak manyun, sih?" rayu Dewa kesekian kali.Dinda masih diam, masih marah. Kalau bukan karena Reni memaksa Dinda untuk berdansa dengan Dewa, saat ini pasti wanita itu memilih
"Kamu cantik sekali," ucap Dinda ikut menatap wajah Laura di cermin. Perias pengantin sudah selesai merias Laura hingga gadis cantik itu semakin tambah cantik.Hari ini adalah hari besar bagi Laura dan Naka. Mereka akan menikah. Setelah melewatkan beberapa Minggu masa pemulihan Naka, kini pria itu siap mempersunting wanita idamannya."Terima kasih, Kak," jawab Laura menggenggam tangan Dinda yang bertengger di atas pundaknya. Beruntung bisa memiliki ipar seperti Dinda, yang baik hatinya serta selalu bisa menjadi tempatnya bertanya.Laura masih belum percaya, seakan mimpi kalau pada akhirnya dia jadi menikah dengan pria yang dulu tanpa sengaja dia kenal karena bersembunyi di kamarnya.Takdir memang tidak ada yang tahu, dan dia bersyukur dengan takdir yang dilalui sekarang ini.Belum waktunya Laura keluar, jadi Dinda menemani di dalam kamar Naka yang nantinya akan menjadi kamar mereka berdua. Sementara Reni dan Dewa menyambut para tamu yang sudah mulai berdatangan.Acara digelar di rumah
"Papa pulang," teriak Leon berlari kecil menyongsong langkah Dewa masuk ke dalam rumah. Dari balkon kamarnya dia mendengar suara mobil Dewa memasuki halaman rumah.Dari tadi Leon menunggu kedatangan Dewa, ayahnya berjanji untuk menemaninya bermain game online yang sedang viral karena besok Leon tidak sekolah karena murid kelas enam ujian, maka anak-anak kelas satu hingga kelas lima diliburkan selama tiga hari.Harusnya Dewa memang sudah sampai di rumah tiga jam lalu, tapi karena menjalankan misinya memberi pelajaran pada Rey, pria itu jadi terlambat sampai di rumah.Kabar terakhir dari Jhon, mereka sudah melemparkan Rey tidak jauh dari kantor polisi. Bisa dipastikan pihak berwajib akan dengan mudah menemukannya.Kaki sebelah kanan Rey sudah dipatahkan oleh Dewa. Lengkingan kesakitan keluar dari mulut Rey. Beruntung, lokasi penyekapan itu jauh dari pemukiman warga.Tangan kanan Rey juga dibuat cacat dengan mematahkan dua tulang jari Rey. Sebenarnya, Dewa ingin menyayat perut Rey guna m
"Kenapa jadi cemberut? Katanya tadi rindu." Naka menggoyangkan tangan Laura yang sejak pintu ditutup Dinda hanya diam.Padahal hanya ada mereka berdua, tapi gadis itu masih menjaga lidah."Hey, Cantik, kok, aku dicuekin?" Naka masih mencoba membujuk Laura dengan menggoyang tangannya, terus menerus sampai gadis itu pun mau buka suara."Aku gak suka kamu dirawat gadis itu," ucap Laura buka suara. Tapi sedetik kemudian, dia menyesali perkataannya. Kata-kata itu hanya ada dalam benaknya tadi tanpa berniat mengatakan segera langsung. Tapi tanpa sadar justru kata-kata itu terucap begitu saja."Siapa? Mira? Dia 'kan memang pelayan di sini, dan ditugaskan Mama untuk membantu ku," jawab Naka dengan kening berkerut, bingung kenapa Laura mempermasalahkan pelayan di rumahnya."Tapi kenapa firasat ku bilang dia suka sama kamu."Naka lantas tersenyum. Dia paham, ternyata Laura cemburu pada Mira. Naka padahal bersikap biasa saja pada pelayannya itu, tapi dia tidak mungkin mengatakan hal itu pada Lau
"Bagaimana, apa kau sudah menemukan bedebah itu?" Dewa menyingkirkan berkas dari pandangannya kala Jhon masuk menghadap. Sampai ke lobang semut pun Dewa harus menemukan Rey."Belum, Bos. Tampaknya Nona Sisil menyembunyikan Rey. Kami sempat mengikutinya ke sebuah kontrakan dan sangat yakin kalau Rey ada di sana, tapi begitu tiba, Rey sudah pergi, bahkan tidak memberitahukan pada Sisil. Terlihat wanita itu juga menanyakan pada tetangga sekitar," terang Jhon menyiapkan mentalnya untuk kena semprot Dewa. Sangat mengenal baik karakter pria itu.Dewa mengepal tinjunya, menahan amarah hingga gigi gemeretak. Dia tidak bisa berdiam diri saja, sementara pria yang sudah menyakiti istrinya masih berkeliaran di luar sana."Bagaimana dengan istrinya?""Nihil, Bos. Istrinya juga membencinya, jadi tidak mungkin bersembunyi di sana.""Lantas, apa rencanamu?""Kami masih terus mengikuti Sisil. Saya yakin, cepat atau lambat Rey akan menghubungi Sisil sebagai penyuplai dana."Dewa tidak berkata apapun la
"Gimana keadaan kamu?" Laura sedikit malu-malu bertanya. Sejak tadi dia hanya duduk di sofa, mendengar pembicaraan Naka, Dewa dan Hansa. Sesekali dia melirik ke arah Naka. Hatinya harap-harap cemas dengan keadaan pria itu.Setelah mendapat kabar dari Dewa, Laura dan Hansa memutuskan untuk melihat Naka di rumah sakit. Gelisah dalam hati Laura bisa dibaca oleh sang ayah hingga memutuskan mengajak putrinya ikut bersamanya.Bukan mudah, di tengah mereka akan keluar rumah, keduanya berpapasan dengan Sisil yang entah baru pulang dari mana. Ini Sabtu, tidak ada agenda ke kantor."Kalian mau kemana?" Tatapan menyelidik dilayangkan pada Laura, lalu berpindah pada Hansa. Dalam hati bertanya cemas, apa mereka berniat ke kantor polisi. Sisil belum bisa menyimpulkan apakah Hansa sudah tahu sepak terjangnya, atau belum. Beberapa hari terakhir ini, mereka jarang bertemu. Setelah jatuh sakit waktu itu, Hansa memang tidur di kamar yang berbeda dengan Sisil. Meninggalkan wanita itu di kamar pribadi me