Sorot lampu lima watt yang memperlihatkan dengan jelas salah satu tangan Supri yang berlumuran darah kental dengan bau busuk yang menyengat, membuat dirinya merasa ketakutan.Kondisi yang gelap gulita ketika dia membuang air kecil di semak-semak membuatnya tidak menyadari bahwa rasa basah dari dedaunan yang dia anggap air adalah darah yang kini menempel di tangan, wajah bahkan celananya.Supri benar-benar panik, tubuhnya sempat terhenti sesaat ketika Tono dan Adi berteriak dengan kencang ke arahnya pada saat itu.Apalagi,Posisi dia berdiri saat ini, hanyalah beberapa meter dari pintu rumah Jeje yang terbuka dengan sangat jelas. Sehingga, semua teriakan dari Tono dan Adi tak dia hiraukan sesaat.Karena, tepat di salah satu sudut matanya, dia melihat dengan jelas sesuatu yang berdiri dan menatapnya dengan tatapan yang sangat menakutkan.Sosok yang dibalut dengan kain kafan, dengan wajahnya yang pucat dengan leher yang sedikit menekuk ke arah kiri akibat benturan keras dari atas pohon p
KreaaakkkSuara decit lantai yang terbuat dari kayu kini terdengar dengan keras, tepat ketika Adi kembali ke rumah Jeje sendirian pada malam itu.Ruangan yang ada di dalam rumahnya kini tampak kosong, dan hal itu terlihat dengan jelas oleh kedua matanya sendiri ketika dirinya kembali masuk ke rumah itu untuk memastikan apa yang dikatakan Tono pada saat itu.“Banggg!”“Bangg Ucokkk!”Adi mencoba memanggil-manggil Ucok dari luar rumah, dia seperti enggan untuk masuk dan memeriksa dengan seksama dimana mayat Jeje tiba-tiba hilang dari pandangannya.Bahkan, dia merasa ragu untuk melangkah pada saat ini, apalagi dirinya kini sendirian dan tidak ada satu orang pun yang menemani dirinya di rumah tersebut.Sempat dia menoleh ke tempat duduk yang tadi dia tempati bersama dengan Tono dan Supri beberapa waktu yang lalu.Tempat duduk yang berantakan akibat rokok, kopi dan cemilan bekas mereka makan yang belum sempat mereka bersihkan. Namun, kini ada pemandangan lain yang berbeda, dia melihat satu
BlugSuara pintu yang tertutup terdengar dengan keras, Supri yang benar-benar ketakutan pada saat itu kini hanya bisa menyender menghalangi pintu rumahnya agar tidak ada lagi yang masuk selain dirinya.Hah hah hah,Suara nafasnya benar-benar memperlihatkan bahwa Supri sangat tegang dan tidak karuan, setelah kejadian yang membuatnya ketakutan hingga berlari sekuat tenaga.Dia melihat, sebuah ruangan yang sedikit agak gelap tepat di depan matanya, sebuah ruangan yang menjadi ruangan tengah dari rumahnya sendiri pada saat itu.Tidak ada meja ataupun kursi disana, yang ada hanyalah sebuah tikar dan satu lemari dan jam dinding yang menempel di atas lemari itu.Supri memang bukan orang yang berada, dia datang ke Desa Muara Ujung ini karena memang sebuah keterpaksaan. Dirinya yang kerja serabutan di Ibu Kota tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, apalagi gara-gara itu, dua anak yang dia cintai harus meregang nyawa karena kekurangan gizi karena kurangnya susu dan makanan yang hanya dised
ARGGGGGHHHHHHHH!!!Teriakan dari Supri tiba-tiba menggema dengan sangat keras ke seluruh desa, sebuah teriakan dari semua ketakutan yang tertanam dalam dirinya sendiri dan keluar secara menyeluruh dari dalam mulutnya pada malam itu.Tono yang masih berada diluar dan mengejar Supri dari kejauhan pun mendengar teriakan tersebut, sebagai salah satu teman yang hidup dilingkungan yang sama dengannya, juga sebagai saudara jauh dari istrinya. Tono langsung mempercepat langkahnya menuju rumah Supri yang letaknya paling ujung di antara rumah-rumah yang berjejer di desa transmigrasi itu.Cahaya bulan yang kini terang, bersamaan dengan bintang-bintang yang menyinari Tono yang sedang berlari menuju rumahnya Supri di tengah malam, membuat dirinya tidak terlalu kesulitan untuk melangkahkan kakinya di jalanan yang masih berupa tanah merah dengan banyaknya lubang dengan genangan air yang masih menggenang bekas hujan beberapa hari kemarin.Namun, tampaknya Desa Muara Ujung yang dia lewati seperti berb
Di sebuah dinding rumah yang berwarna putih dan kusam dengan lampu lima watt yang menyinarinya dengan cahayanya redup, terlihat Tono sedang bersembunyi dan mencoba lari dari sesuatu. Nafasnya terengah-engah, dia menyandarkan tubuhnya ke arah dinding yang ada di dekatnya, wajahnya terlihat penuh akan ketidakpercayaan akan sesuatu, sesuatu yang dia lihat di dalam rumah Supri yang gelap itu. “Kenapa?” “Kenapa ada dia?” “Dia kan seharusnya sudah mati.” Tono yang sedang mencoba untuk menyembunyikan dirinya di salah satu rumah yang ada disana, beberapa kali menengok ke arah rumah Supri yang letaknya agak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Dia benar-benar tidak menyangka, Desa Muara Ujung yang seharusnya ada orang didalamnya kini mendadak sepi, seperti tidak ada kehidupan sama sekali di dalamnya. Rumah-rumah yang berjejer pada malam itu tampak tidak berpenghuni, karena beberapa kali dia mengetuk-ngetuk pintu rumah ketika dia berlari namun tidak ada jawaban sama sekali dari orang-oran
Duaggg, duagggg, bragggggSebuah jendela kecil yang tertutup rapat secara tiba-tiba pada saat itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Bersamaan dengan sebuah telapak kaki yang terlihat untuk mendobrak jendela kecil itu dari dalam rumah.“Maafin gue Ibunya Jeje, udah bikin rusak jendela Ibu” katanya sambil memaksakan tubuhnya keluar dari rumah itu dengan tergesa-gesa.Adi yang awalnya berada di dalam rumah Jeje yang tertutup dengan keadaan yang gelap gulita dari dalam sana, tiba-tiba melarikan diri dengan mendobrak jendela kamar hingga dirinya bisa keluar dari dalam rumah.Setelah tahu bahwa jendela yang hanya ditutup oleh papan-papan kayu sudah terbuka dengan lebar, dia langsung memegang pinggiran jendela itu dengan kedua tangannya, memaksa tubuhnya agar bisa keluar dengan sangat cepat.Apalagi, ketika kedua tangan dan kepalanya sudah terlihat keluar jendela. Wajahnya kembali panik karena dari dalam rumah tiba-tiba ada sebuah suara yang kembali memanggilnya untuk masuk kembali ke dal
“A, A, A, Ayuuuuuuu?”“Ke, ke kenapa menyerupai Ayu?”Adi benar-benar tidak percaya, sesosok gadis kecil yang seharusnya tertidur pulas pada malam ini kini muncul di hadapannya dari balik bayangan hitam yang mengunci dirinya di dalam rumah Jeje beberapa saat yang lalu.Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali, kedua tangannya diangkat ke atas dan di gosokan ke arah matanya seakan-akan tidak percaya atas apa yang dia lihat.“Gak, gak mungkin!”“Kenapa harus Ayu?”“Tidak, tidak, ini adalah makhluk yang lain, yang sedang menyerupai Ayu pada malam ini.”“Ayu adalah anak yang baik, dia sudah menjadi anak yatim karena Satria meninggal.”“Atau mungkin…..”HihihihihiHihihihihiHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAAyu yang berdiri dengan rambutnya yang terurai panjang, tiba-tiba tertawa dengan sangat keras. Sebuah suara tertawa yang perlahan-lahan berubah, dari yang awalnya sebuah tertawa dari anak kecil yang menakutkan, kini menjadi sebuah suara tertawa dengan nada yang berat, seperti suara dari s
“Gob*og!”“Bikin kaget aja, ngapain lo di sana?”Supri yang sedang ketakutan kini cemberut karena yang dia lihat ada di dalam tong ternyata Tono, dia duduk dengan kakinya yang di dekatkan ke tubuhnya, dengan wajah yang benar-benar pucat menatap Supri dengan tatapan yang pasrah karena nasib dirinya ternyata sama seperti Supri dan Adi yang diteror sepanjang malam ini.“Lah lo ngapain di atas sana?” kata Tono yang bertanya balik ke Supri yang melihatnya dari luar.Supri yang masih ketakutan tidak menjawab pertanyaan Tono, dia hanya menengok ke arah kiri dan kanan. Lalu tak lama, dia mengangkat salah satu kakinya dan memasukkannya ke dalam tong tersebut.“Eh, eh, eh, ngapain lo masuk, gak muat ini tong, hey! Duh ni kaki mana berlumpur lagi ampe netes ke kepala.”“Hey, hey, nyari tempat sembunyi lain sono, lo gak tahu gue lagi bersembunyi dari para dedemit itu,” kata Tono yang berusaha menahan kaki Supri yang ingin masuk ke dalam sana dengan terpaksa.“Biarin gue masuk juga Ton, gue bener-
Suasana Bandung pada sore itu sangatlah ramai. Maklum, liburan panjang membuat banyak orang terutama dari ibukota mengunjungi Bandung untuk sekedar ke restoran atau ke tempat-tempat wisata yang bisa membuat pikiran mereka kembali fresh setelah penat oleh pekerjaan mereka di setiap harinya. Aku, yang menjadi penulis dari cerita ini, kini mempunyai hobby baru, selain menuangkan tulisanku di dalam karyaku, aku juga kini menjadi seorang podcaster amatir dengan gimmick sebagai duo demit yang seringkali mengomentari manusia dalam podcastku. Cerita horor yang aku tulis dalam keadaan serius, membuatku harus mencari kesibukan lain sehingga aku bisa melepas tawa meskipun obrolannya masih sama tentang tahayul, mitos, juga para mahluk yang ada di sekitar kita. Matahari sore itu tampaknya sedikit mendung, tepat ketika aku keluar studio. Aku hari ini berencana untuk bertemu seseorang yang ingin bercerita di tempat kerjanya yang sekarang. Sebuah cerita yang mungkin saja bisa aku angkat menjadi cer
Sebuah desa yang menjadi mitos dalam keluarga dirinya, yang katanya desa itu ditinggalkan oleh ayahnya sendiri karena suatu hal yang tidak dia ketahui kini berada tepat beberapa meter di depan matanya.Pepohonan yang lebat serta ilalang yang menutupi hingga melebihi tubuhnya membuat desa ini sangat susah untuk diketahui. Bahkan warga di Desa Muara Damar yang kini menjadi sebuah kecamatan besar pun tidak mengetahui bahwa ada desa di tengah hutan seperti ini.Bahkan mereka pun terlihat enggan untuk berjalan selama enam jam lebih hanya untuk ke tempat ini, karena mereka takut hewan buas yang mungkin akan menerkam mereka di tengah hutan. Mereka pun sebenarnya tidak mengetahui bahwa ada sebuah desa terlupakan di tengah hutan yang tinggalkan oleh penghuninya yang salah satunya ayahnya sendiri.Ayahnya masih ingat bagaimana dia tiba-tiba terbangun seperti mimpi, dan terbangun di pagi hari di dekat rawa-rawa seberang Desa Muara Damar bersama dengan para warga yang lain. Namun semuanya tidak i
Aku masih ingat Bu Cucu berkata ‘TAHAAAAAN!’ dengan keras di dekatku, aku benar-benar tidak kuat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku, rasa sakit disertai rasa dingin benar-benar aku rasakan di dalam tubuhku, seperti ada ratusan jarum yang menusuk-nusukku dari dalam.Sungguh cara yang gila yang aku lakukan, namun sudah tidak ada cara lain lagi karena hal itu harus aku lakukan.Butuh waktu lima belas menit hingga tuselak itu seluruhnya masuk ke dalam tubuh, tubuhku yang merasakan sesuatu yang asing langsung melakukan penolakan dan ingin memuntahkannya, namun Bu Cucu berkata bahwa aku harus bisa menahannya hingga tuselak itu bersemayam di dalam tubuhku dengan segel dari Bu Cucu agar tidak bisa memberontak dari dalam sana.Hingga akhirnya.Aku melihat Ayu yang awalnya berdiri dengan tegap tiba-tiba jatuh seketika dengan luka darah yang mengucur dari punggungnya, jantungnya mendadak berhenti tepat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku.Aku sempat berteriak dan ingin menangkap tub
Srak, srak, srak, Tanah yang berwarna coklat tua disertai dengan banyak sekali akar-akar pohon yang berada di dalam tanah kini secara perlahan aku pindahkan kembali setelah aku gali selama beberapa jam ini. Sinar matahari yang terik sangatlah terasa dengan bau keringat yang menyengat karena dari semalam aku tidak sempat membersihkan diri atas apa yang terjadi. Aku mengangkat tanganku, menutupi wajahku yang penuh keringat, melihat langit yang kini biru dengan sedikit awan di atas sana. Apa yang terjadi semalam kini kembali berubah menjadi normal kembali ketika matahari tiba. Namun bedanya, kini semuanya telah usai. Desa Muara Ujung yang awalnya ramai, penuh dengan canda tawa, penuh dengan rasa semangat dari orang-orang yang hidupnya kembali ke titik nol di tempat ini, kini harus terusir oleh apa yang keluargaku lakukan. Haaaaaahhh Aku menghela nafas panjang, tepat ketika aku menyelesaikan pekerjaanku sekarang, aku menurunkan cangkul yang aku bawa di tanah, dan memandang sebuah pek
Kedua tanganku benar-benar berkeringat, aku menahan Ayu agar tidak bisa bergerak dengan cara apapun, parang yang aku tancapkan masih terlihat menembus punggungnya.Aku sengaja menusuknya ke arah dada, agar parang itu tidak tertahan oleh tulang rusuk yang bisa menyulitkanku ketika aku menahan Ayu.Aku benar-benar menjadi pembunuh sekarang, pembunuh dari anak tiriku sendiri, meskipun tubuhnya kini di selimuti oleh sesuatu kekuatan yang gelap yang membuatnya bisa bergerak meskipun seharusnya tubuhnya telah mati akibat luka yang dia terima.Namun tetap saja, aku adalah bagian dari pembunuhan itu, pembunuhan terhadap anak kecil tidak berdosa yang didalamnya terdapat suatu makhluk yang mengerikan.Aku yakin, Ayu sekarang sudah tiada, dia hanyalah sebuah tubuh kosong yang diambil Alih oleh tuselak.Sehingga, ketika Bu Cucu mengambil tuselak itu dengan kedua tangannya, maka tubuhnya akan seketika berhenti bergerak.“TAHANN MINAH, SEDIKIT LAGI!” kata Bu Cucu yang dengan sigap menarik bayangan
‘Aku harus bertanggung jawab.’‘Aku harus mengakhiri semua ini.’‘Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena kalau Bu Cucu meregang nyawa, maka para warga desa tidak bisa lagi melarikan diri dan mereka bisa menjadi korban.’Suara-suara itu berkecamuk dalam diriku, ditengah-tengah suasana genting yang bisa saja mengakibatkan nyawaku melayang.Aku melihat ke sekeliling ketika sebuah angin yang sangat besar menghempaskan semua yang ada di sekitarku sehingga banyak dari mereka yang terpental ke segala arah.Banyak anak kecil yang terlepas dari pangkuan ibunya, banyak juga para orang tua yang terjatuh dan terguling di semak-semak. Semuanya benar-benar kacau.Apalagi, Bu Cucu sudah tampak kelelahan dengan luka yang dia terima pada saat itu.Tanganku tiba-tiba bergetar hebat, parang yang masih aku pegang dengan erat aku lihat dengan seksama.Keberanian dan ketakutan tercampur aduk saling beradu satu sama lain di dalam diriku pada saat itu.Apakah yang akan aku lakukan sekarang, apakah aku
Situasinya benar-benar kacau, sebagian warga terlihat masih khawatir meskipun sudah melewati Ayu dan berdiam diri di pohon yang ditunjuk oleh Ucok pada saat itu, sedangkan sebagian lagi masih dilanda ketakutan karena situasinya sangat genting dan bisa menyebabkan nyawa mereka melayang seketika.Tangisan anak-anak yang mereka bawa terdengar menggema disana, belum lagi jeritan-jeritan dari para wanita yang melihat Ayu bergerak dan melayangkan bayangan hitam itu ke arah mereka yang tidak bisa menghindar di saat-saat seperti itu.Apalagi, mereka lebih ketakutan ketika tepat beberapa meter di dekat mereka, mereka melihat sesosok orang yang sudah meninggal kembali muncul, mereka masih mengingat dengan jelas bagaimana pemakaman itu berlangsung, dan bagaimana tubuhnya yang busuk dengan tumbuhan-tumbuhan rawa yang menjerat tubuhnya sewaktu mereka menemukannya dalam keadaan yang tidak bernyawa.Beberapa yang kaget akan hal itu bahkan terjatuh ke tanah dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Rumor
Semua warga Desa Muara Ujung yang ingin melarikan diri disana begitu tercengang ketika mereka semua melihat Bu Cucu yang berusaha menghentikanku pada saat itu, tubuhnya basah bercampur darah dan luka yang terlihat cukup parah dari apa yang mereka lihat.Suara Bu Cucu yang berada di depan, di antara aku, dan Ucok serta Ayu yang berada tak jauh dariku pada saat itu tampaknya tidak terdengar oleh sebagian warga.Namun, Ucok yang tahu atas apa yang diperintahkan oleh Bu Cucu langsung berbalik, dengan sedikit berteriak dia langsung memerintahkan semua warga untuk berlari agar bisa melewati Ayu yang kini kondisinya sudah sangat parah karena dikendalikan oleh tuselak yang ada di dalam tubuhnya.“SEMUANYA, DENGARKAN ABA-ABA DARIKU, APABILA BU CUCU SUDAH BISA MENAHAN MAKHLUK ITU, KALIAN LANGSUNG BERLARI KE ARAH POHON YANG ADA DI UJUNG SANA, KARENA MAKHLUK ITU TIDAK AKAN BISA MENGEJAR KALIAN APABILA KALIAN SUDAH SAMPAI DISANA!”Ucok dengan cepat berbalik kepada Ali, Tono, Supri dan Adi.“Kal
Suara-suara cemoohan, keraguan, makian bahkan sumpah serapah terlontar dari mulut mereka yang ada di sekitarku. Juga dari sebuah tanda tanya atas apa yang aku lakukan ini tidak aku dengarkan. Para warga yang berada di sana langsung berkata tentangku, tentang Ayu dan tentang Satria.Sebuah kemarahan yang tidak bisa mereka lampiaskan dengan sebuah tindakan, sehingga mereka hanya bisa melampiaskan hal itu hanya dengan sebuah kata-kata yang itu pun keluar secara perlahan dengan orang terdekat di antara mereka.Rasa takut yang menyelimuti karena di depan mereka ada sesosok Ayu yang menjadi sebuah iblis yang bisa merenggut nyawa mereka semua membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa.Kemarahan mereka sengaja ditahan karena mereka takut Ayu akan menyerang mereka dan berakhir dengan kematian yang mengerikan seperti Pak Dani dan Ki Sakti yang sekilas mereka lihat ketika mereka berjalan keluar desa.Aku berusaha mengeluarkan keberanianku, Ayu dengan lehernya yang patah dan tersenyum sinis kepad