Arggghh!
Aku merenyit kesakitan ketika pecahan-pecahan kaca itu aku injak, wajahku tak kuasa menahan rasa sakit ketika aku berlari ke arah kamar Ayu pada saat itu.
Aku panik, benar-benar panik, aku tidak memperdulikan kakiku yang kini berlumuran darah segar yang menetes ke lantai.
Suasana benar-benar terasa mencekam ketika aku berlari ke arah kamar, jarak yang seharusnya dekat pun terasa jauh, apalagi ditambah dengan rasa sesak yang aku rasakan, seperti sedang menembus beberapa orang yang saling berdesakan di ruangan yang kecil ini.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk cepat sampai ke arah kamar, meskipun aku harus berjibaku dengan rasa sakit dan sesak yang aku rasakan sekarang.
Namun,
Ketika aku beberapa langkah lagi sampai ke depan kamar. Di balik sebuah tirai kamar yang terbuka, aku melihat seseorang yang sedang berdiri tegak dan memandang ke arahku.
Lampu kamar yang terang membuatnya seperti bayangan yang berdiri di pintu kamar dengan tirai yang tersibak.
Aku sontak berhenti, aku tak kuasa menahan rasa percayaku atas apa yang aku lihat pada saat itu. Karena, itu adalah Ayu, Ayu yang awalnya tertidur pulas setelah kepalanya aku elus kini berdiri dengan tatapan yang berbeda.
Sebuah sorot mata kebencian yang tidak mungkin diperlihatkan oleh anak seumuran Ayu kepada orang tuanya, sorot mata yang tajam, yang penuh akan aura hitam yang membuatku sedikit bergidik ketakutan.
Ingin sekali aku melangkahkan kakiku kembali dan mendekatinya pada saat itu. Namun anehnya, tubuhku terasa kaku. Ada tekanan yang besar yang membuatku tidak bisa bergerak.
Bahkan,
“…….”
Aku tidak bisa mengeluarkan suaraku sama sekali, beberapa kali aku membuka mulutku ketika memanggil namanya, namun tidak ada suara yang keluar.
Aku hanya bisa terdiam disana, melihat Ayu dengan tatapan yang menakutkan ke arahku pada saat itu.
Dia menatapku agak lama, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa disana.
Hingga,
Tap, tap,
Ayu tiba-tiba memalingkan pandangannya dariku, dan berjalan secara perlahan keluar dari kamar.
Suasana benar-benar berubah ketika Ayu berjalan sekarang, dia seperti sedang digerakan oleh sesuatu yang tidak terlihat yang memaksanya untuk berjalan. Karena aku mendengar dengan jelas suara langkah kakinya yang kaku, bahkan terkesan dipaksakan sehingga menimbulkan bunyi tulang yang saling beradu di dalam tubuh Ayu.
‘Arghhhh kenapa aku tidak bisa menggerakan tubuhku pada saat ini?’
‘Aku yakin, itu pasti Satria yang masuk ke dalam tubuh Ayu, tapi kenapa, kenapa dia membawa tubuh Ayu berjalan keluar kamar?’ Pikirku.
Aku berusaha menggoyang-goyangkan tubuhku secara paksa, pikiran dan tubuhku mendadak tidak sinkron satu sama lain, aku memaksakan tubuhku agar bisa segera bergerak menyusul Ayu yang sedang berjalan ke arah dapur sekarang. Karena aku takut, akan ada sesuatu kepada Ayu apabila aku membiarkannya.
‘Ayolah, bergeraklah!’
‘Argggggghhhh!’
Butuh waktu agar aku bisa bergerak kembali, dengan rasa sesak di dada yang semakin terasa, juga rasa perih yang aku rasakan sekarang. Aku akhirnya bisa bergerak dan kembali melangkahkan kakiku untuk mendekati Ayu yang pada saat ini sudah hampir memasuki dapur.
“Ayuuuu, mau kemana Ayuuu?” kataku yang kini berteriak dan bisa mengeluarkan suara kembali.
Apa yang aku teriakan tampaknya tidak bisa membuat langkah Ayu terhenti, dia terus melangkah secara perlahan ke arah dapur. Entah apa yang dia akan perbuat kepada tubuh Ayu yang mungil itu, aku takut dia akan melakukan hal yang berbahaya sehingga membuat tubuh Ayu terluka.
Aku terus berlari mengejar Ayu, bahkan aku sempat memegang pundaknya dan berusaha menahannya agar dirinya tidak berjalan lagi pada saat itu.
Namun,
Tepat ketika aku memegang pundaknya, aku melihat dengan seksama, kepala Ayu yang tiba-tiba berputar dan menoleh ke arahku.
Aku menggelengkan kepala ketika aku melihatnya, karena kepalanya berputar sebanyak seratus delapan puluh derajat ke arahku, yang disertai dengan suara tulang leher yang saling beradu satu sama lain.
Wajah mungilnya kini berubah menjadi wajah yang menyeramkan, sorot matanya yang berubah menjadi sorot mata yang melotot tajam ke arahku. Senyumannya yang tiba-tiba berubah menyeringai, sehingga menambah kesan seram ketika aku melihatnya.
Wajah Ayu tampak tersenyum jahat kepadaku. Bahkan setelah dia memalingkan wajahnya, secara tiba-tiba dia berkata kepadaku dengan nada yang menakutkan, sebuah suara laki-laki yang menyatakan bahwa aku tidak boleh ikut campur dalam urusan ini.
“Kamu tidak boleh ikut campur Minah, ini adalah urusan aku dengan Ayu!”
Ayu berkata seperti itu dengan tekanan yang sangat gelap, seperti ada asap hitam yang menyelimuti tubuh Ayu yang membuatku tertekan.
Apalagi, dia menepis tanganku di pundaknya dengan sangat kuat oleh salah satu tangannya yang mungil itu
Bahkan, ketika dia mengangkat tangannya yang menepis tanganku. Aku yang berdiri disana tiba-tiba terhempas dengan sangat kuat, seperti ada sesuatu tekanan yang menghempaskanku sehingga tubuhku yang sedang berdiri ini tiba-tiba melayang dan menabrak dinding yang ada disana.
Braakkk
Arggghhh
Aku merintih kesakitan, rasa sakit di punggung akibat menabrak dinding kayu membuat tanganku reflek memegang punggungku pada saat itu. Dan pada saat yang bersamaan, kepala Ayu yang awalnya melihatku ke belakang kini kembali seperti semula, bahkan dia berjalan kembali ke arah dapur secara perlahan dan tidak memperdulikanku yang ada disana.
Aku benar-benar tersiksa sekarang, rasa sakit oleh pecahan kaca masih terasa olehku, dada yang terasa sesak, juga rasa sakit di punggung membuatku sangat menderita.
Namun, entah mengapa aku seperti tidak ingin membiarkan Ayu diambil alih oleh Satria sekarang. Aku tidak mau Ayu mati dengan cara seperti itu, dia masih kecil, dia yang seharusnya bisa menjalani hidup lebih panjang kini harus menderita karena teror yang dilakukan oleh ayahnya sendiri.
Aku sudah berjanji untuk melindunginya setelah Satria meninggal.
Aku juga sebagai ibu tidak akan membiarkan Ayu bernasib seperti itu, sehingga aku yang merasa kesakitan ini kembali bangkit dan kembali mengejar Ayu ke arah dapur, yang dimana disana ada pintu belakang yang langsung mengarah ke arah kebun.
Benar saja, ketika aku melangkahkan kakiku dengan rasa sakit yang aku rasakan sekarang, aku mendengar sebuah pintu belakang yang terbuka dari arah dapur. Dan sepertinya, Ayu akan dibawa keluar sekarang oleh Satria yang kini masuk ke dalam tubuhnya Ayu.
Aku langsung mempercepat langkahku, meskipun beberapa kali aku harus berjinjit karena aku merasakan perih ketika aku berlari dengan kaki yang masih berdarah.
Namun,
Lagi-lagi…
Sepertinya Satria tidak mau aku mengejar Ayu sekarang, dia tidak ingin aku ikut campur dalam urusan mereka.
Karena
Ketika aku sampai ke dapur, langkahku kembali terhenti ketika aku melihat benda-benda dapur tiba-tiba melayang disana.
Panci, katel, teko, gelas, piring, talenan, bahkan pisau dan perkakas-perkakas untuk keperluan berkebun pun melayang tak tentu arah dan saling menabrak satu sama lain di udara.
Hawa dingin yang tiba-tiba muncul dari arah pintu dapur yang terbuka membuat suasana semakin mengerikan dan menakutkan.
Samar-samar aku melihat Ayu tetap melangkahkan kaki kecilnya ke arah kebun yang gelap gulita, namun aku kini tidak bisa semena-mena melangkah karena kondisi dapur yang kini penuh dengan benda melayang yang sengaja menghalangiku untuk bergerak.
Apalagi, di saat itulah, aku kembali mendengar sebuah suara, suara dari Satria yang tampak marah karena aku tetap mengejar Ayu meskipun tubuhku sudah terhempas dan menabrak dinding.
“Sudah ku bilang…”
“KAMU TIDAK BOLEH IKUT CAMPUR!”
Seeeet
Semua benda-benda yang ada di dapur tiba-tiba melayang ke arahku pada saat itu, aku yang awalnya berdiri pun langsung refleks berjongkok dengan kedua tangan yang menutupi kepalaku agar benda-benda itu tidak membuatku terluka.
Bruaaaaak
Prang, Prang, Prang,
Situasinya benar-benar kacau sekarang, gelas-gelas juga piring pecah ketika menabrak dinding yang ada di dekatku, teko dan katel serta peralatan masak saling bertabrakan satu sama lain.
Bahkan, pisaupun terlihat menancap ke dinding ketika semua benda yang melayang itu mendekatiku dengan sangat cepat.
Hingga akhirnya, tak lama benda-benda yang melayang itu berjatuhan dan berserakan di sekitarku pada saat itu. Dan pada saat yang bersamaan, Ayu terus berjalan tanpa alas kaki di kebun belakang rumah.
Entah mau dibawa kemana Ayu pergi sekarang. Namun yang pasti apabila aku tidak menyelamatkannya pada malam ini, maka aku khawatir Ayu akan kehilangan nyawanya dengan kondisi yang mengenaskan di tengah kebun yang gelap itu.
Cahaya sinar bulan purnama terlihat lebih redup dari sebelumnya, bintang-bintang dilangit yang seharusnya berkilauan kini mendadak menghilang, digantikan oleh awan hitam tipis yang menutupi langit malam sehingga sinarnya yang awalnya membuat tenang kini menjadi kelam.Hawa diluar cukup dingin, bahkan lebih dingin dari sebelumnya, suasana yang mencekam membuat semua orang yang keluar pada malam itu pasti akan bergidik ketakutan.Apalagi aku, yang pada saat ini sedang berjalan menyusuri kebun di belakang rumah dengan kewaspadaan penuh untuk mencari Ayu yang hilang entah kemana.Semua warga yang tinggal di Desa Muara Ujung memang memiliki kebun yang luas di belakang rumahnya, kebun-kebun sebanyak dua hektar yang dikelola oleh masing-masing keluarga menjadikannya sebagai sumber pendapatan dan penghidupan bagi mereka yang pindah dan menetap di desa ini.Sehingga, apabila kita memasuki kebun tersebut kita bisa saja tersesat saking luasnya, apalagi pada malam hari, dimana tidak ada peneranga
Belaian lembut dari tanganku sepertinya membuat Ayu sedikit agak tenang, suara tangisan yang awalnya keras kini terasa perlahan-lahan berhenti setelah aku mengusap-usap kepalanya.Kondisi tubuh Ayu benar-benar parah, baju dan celananya tampak sobek seperti terkena sesuatu yang menyentuh tubuhnya dengan keras. Sehingga dia tampak menggigil kedinginan di dalam isak tangis yang dia rasakan sekarang.Namun, tubuhnya yang kecil dan mungil itu tampak masih sehat dan bugar tanpa ada bekas luka di seluruh tubuhnya.Aku merasakan hal aneh dengan tubuh Ayu, karena aku yang melihat sendiri ketika kepala Ayu berputar seratus delapan puluh derajat ke arahku ketika di dalam rumah, kini terlihat kembali normal.Aku bahkan memeriksa lehernya, karena aku dengan jelas melihat kulitnya yang mengkerut ketika kepalanya berputar dengan suara tulang-tulang yang saling beradu satu sama lain.Tapi, tetap saja, leher Ayu tampak normal, tidak ada bekas luka dari leher yang diputar secara paksa pada saat itu. Be
Jujur, pikiranku kini kembali di kacaukan ketika aku melakukan kesalahan yang membuat Ayu menghilang kembali pada saat itu.Tangan yang awalnya aku pegang erat sengaja aku lepas, karena aku mendengar sebuah suara dari semak-semak hutan yang bergerak di dalam kegelapan.Namun, rupanya suara-suara itu sengaja ada agar aku lengah dan membuatku melepaskan tangan Ayu sehingga dirinya di tarik oleh sesuatu hingga menghilang kembali di dalam hutan yang sangat gelap ini.Aku yang memaksakan diri memasuki semak-semak hutan tidak bisa melihat jejaknya sama sekali sekarang, semak-semak hutan yang rimbun dengan banyaknya tumbuhan yang berduri disana. Membuatku tidak bisa memaksakan diri lebih jauh ke dalam sana, tubuh Ayu yang kecil mungkin saja bisa masuk, namun aku tidak.Sehingga, aku berhenti beberapa meter setelah aku masuk ke dalam semak-semak yang penuh duri itu, yang secara perlahan membuat tangan dan kakiku sedikit terluka sekarang.Rasa sakit yang aku rasakan sebelum kejadian ini masih
Suara teriakanku benar-benar menggema di tengah hutan, bahkan saking kerasnya aku melihat daun-daun yang berada di sekitarku bergerak secara perlahan.Aku benar-benar tidak tega melihat Ayu dibawa seperti itu oleh Satria, seorang ayah yang kini menjadi teror setelah dirinya meninggal.Tubuh Ayu benar-benar tidak berdaya, dan teriakanku sepertinya tidak membuat hantu Satria berhenti. Dia terus saja melayang sambil menyeret Ayu dengan kasar di tengah hutan.Aku yang tidak tahan dengan hal itu kini hanya bisa berlari. Aku sudah tidak peduli dengan sosok Satria yang menyeramkan sekarang, perasaanku untuk menyelamatkan Ayu kini lebih besar daripada aku harus takut kepada sosok hantu yang ingin membawa anaknya sendiri mati bersamanya pada malam ini.Aku sudah tidak berpikir jernih sekarang, semua khayalan dan realita kini sudah tercampur sepenuhnya. Aku yang sedang berpikir logis atas apa yang terjadi sekarang sudah tidak berlaku lagi.Karena semua kejadian yang menimpaku pada saat ini suda
Suara dari Ayu yang tiba-tiba berubah menjadi suara Satria dengan nada yang sangat berat membuatku tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang.Bahkan, kini Ayu yang sedang dirasuki lagi oleh Satria melompat ke arahku dengan sangat cepat, salah satu tangannya berubah seperti cakar hewan dan ingin melukaiku di tempat itu.Lompatannya sungguh tidak masuk di akal, dia seperti hewan buas yang akan menerkamku dan ingin mengoyak-ngoyak tubuhku dengan tangannya yang kecil itu.Aku benar-benar tidak siap, karena aku masih shock dengan keadaan Ayu yang benar-benar parah daripada sebelumnya. Tubuhnya yang penuh luka dan darah yang mengucur membuat batinnya kini pasti sedang merasakan sakit yang amat sangat. Namun dia tidak bisa meminta tolong kepada siapapun karena tubuhnya sedang diambil alih oleh ayahnya sendiri yang menginginkannya mati menyusul dirinya.Otakku berputar dengan cepat, dan kali ini otakku membuat tubuhku ikut bergerak, di saat rasa lelah yang aku rasakan.SetttTubuhku secara ref
Sinar berwarna merah ke kuning-kuningan akhirnya muncul secara perlahan di ufuk timur, sinar yang disertai dengan burung-burung hutan yang berkicau dengan indahnya membuat suasana menjadi syahdu.Apalagi sinarnya yang hangat, membuat orang yang awalnya terlelap tidur secara pelan-pelan terbangun dengan sendirinya, di iringi dengan hawa sejuk yang berhembus ketika pintu dan jendela rumah mereka yang dibuka lebar. Membuat mereka bersemangat untuk menyongsong hari baru karena hari sudah berganti dan mereka harus kembali bekerja ke kebun masing-masing yang ada dibelakang rumah.Beginilah desa transmigrasi yang kita tinggali, sebagai desa perintis yang letaknya sangat jauh dari keramaian, dengan jarak yang berpuluh-puluh kilometer melewati hutan lebat dan rawa-rawa membuat kami harus bekerja keras setiap paginya, menggarap lahan pertanian yang sudah pemerintah beri untuk kami kelola.Dengan harapan, desa ini akan maju seperti desa-desa yang sudah lebih dulu ada di tanah ini. Kami tinggal d
BrakSuara pintu rumah tiba-tiba dibuka dengan sangat keras. Sebuah rumah yang mirip dengan yang Minah tinggali dari bentuk dan rupa terlihat dengan jelas, tetapi rumah ini difungsikan untuk menjadi sebuah Puskesmas kecil dengan kamar tambahan sebagai kamar pasien di sebelah kiri.Ruangan pertama ada ruangan tunggu, yang hanya beralaskan beberapa tikar sebagai alas dan tempat duduk pasien untuk menunggu. Tidak ada kursi yang berjejer, tidak ada meja resepsionis seperti Puskesmas-puskesmas lain yang ada di kota, semuanya begitu sederhana.Yang ada hanyalah sebuah gambar-gambar di dinding tentang pemeliharan kesehatan tubuh yang dikirim oleh pemerintah setempat, juga sebuah meja kecil tempat Pak Ridwan menerima semua pasiennya sebelum nantinya dia cek di ruangan yang ada dibelakangnya.Pak Ridwan tampak panik. Ayu yang awalnya dibawa Minah langsung dia gendong dan dia bawa masuk ke dalam rumah, dia masuk ke ruang tunggu dan berbelok ke arah kiri dimana kamar pasien itu berada.Dengan ce
Aku langsung membisu mendengar apa yang dibicarakan oleh Pak Ridwan pada saat itu. Dia menatapku dengan sangat tajam seperti sedang mengintrogasiku di tengah-tengah Ayu yang masih terbaring lemas dan tidak sadarkan diri disana. “Jawab Minah! Apakah ini ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib?” katanya dengan tatapan yang serius. “Aku tahu akan perubahan mimik mukamu ketika aku berbicara seperti itu Minah.” “Wajahmu seakan ketakutan ketika aku berkata hal gaib, yang berarti semalam ada sesuatu yang menerormu, apalagi di dalam rumah sekarang hanya kalian berdua dan tidak ditemani oleh Satria yang sudah tiada.” Pertanyaan demi pertanyaan Pak Ridwan lontarkan kepadaku pada saat itu, matanya terus-menerus menatapku tajam tanpa sedikit berpaling sedikitpun. Semakin lama, wajahku semakin tertunduk. Aku tidak tahu kenapa Pak Ridwan tahu akan hal itu, apakah dia memang tahu apa yang terjadi antara Satria dan Ayu sehingga dia berusaha mengintrogasiku sekarang. Aku hanya bisa terdiam, k
Suasana Bandung pada sore itu sangatlah ramai. Maklum, liburan panjang membuat banyak orang terutama dari ibukota mengunjungi Bandung untuk sekedar ke restoran atau ke tempat-tempat wisata yang bisa membuat pikiran mereka kembali fresh setelah penat oleh pekerjaan mereka di setiap harinya. Aku, yang menjadi penulis dari cerita ini, kini mempunyai hobby baru, selain menuangkan tulisanku di dalam karyaku, aku juga kini menjadi seorang podcaster amatir dengan gimmick sebagai duo demit yang seringkali mengomentari manusia dalam podcastku. Cerita horor yang aku tulis dalam keadaan serius, membuatku harus mencari kesibukan lain sehingga aku bisa melepas tawa meskipun obrolannya masih sama tentang tahayul, mitos, juga para mahluk yang ada di sekitar kita. Matahari sore itu tampaknya sedikit mendung, tepat ketika aku keluar studio. Aku hari ini berencana untuk bertemu seseorang yang ingin bercerita di tempat kerjanya yang sekarang. Sebuah cerita yang mungkin saja bisa aku angkat menjadi cer
Sebuah desa yang menjadi mitos dalam keluarga dirinya, yang katanya desa itu ditinggalkan oleh ayahnya sendiri karena suatu hal yang tidak dia ketahui kini berada tepat beberapa meter di depan matanya.Pepohonan yang lebat serta ilalang yang menutupi hingga melebihi tubuhnya membuat desa ini sangat susah untuk diketahui. Bahkan warga di Desa Muara Damar yang kini menjadi sebuah kecamatan besar pun tidak mengetahui bahwa ada desa di tengah hutan seperti ini.Bahkan mereka pun terlihat enggan untuk berjalan selama enam jam lebih hanya untuk ke tempat ini, karena mereka takut hewan buas yang mungkin akan menerkam mereka di tengah hutan. Mereka pun sebenarnya tidak mengetahui bahwa ada sebuah desa terlupakan di tengah hutan yang tinggalkan oleh penghuninya yang salah satunya ayahnya sendiri.Ayahnya masih ingat bagaimana dia tiba-tiba terbangun seperti mimpi, dan terbangun di pagi hari di dekat rawa-rawa seberang Desa Muara Damar bersama dengan para warga yang lain. Namun semuanya tidak i
Aku masih ingat Bu Cucu berkata ‘TAHAAAAAN!’ dengan keras di dekatku, aku benar-benar tidak kuat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku, rasa sakit disertai rasa dingin benar-benar aku rasakan di dalam tubuhku, seperti ada ratusan jarum yang menusuk-nusukku dari dalam.Sungguh cara yang gila yang aku lakukan, namun sudah tidak ada cara lain lagi karena hal itu harus aku lakukan.Butuh waktu lima belas menit hingga tuselak itu seluruhnya masuk ke dalam tubuh, tubuhku yang merasakan sesuatu yang asing langsung melakukan penolakan dan ingin memuntahkannya, namun Bu Cucu berkata bahwa aku harus bisa menahannya hingga tuselak itu bersemayam di dalam tubuhku dengan segel dari Bu Cucu agar tidak bisa memberontak dari dalam sana.Hingga akhirnya.Aku melihat Ayu yang awalnya berdiri dengan tegap tiba-tiba jatuh seketika dengan luka darah yang mengucur dari punggungnya, jantungnya mendadak berhenti tepat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku.Aku sempat berteriak dan ingin menangkap tub
Srak, srak, srak, Tanah yang berwarna coklat tua disertai dengan banyak sekali akar-akar pohon yang berada di dalam tanah kini secara perlahan aku pindahkan kembali setelah aku gali selama beberapa jam ini. Sinar matahari yang terik sangatlah terasa dengan bau keringat yang menyengat karena dari semalam aku tidak sempat membersihkan diri atas apa yang terjadi. Aku mengangkat tanganku, menutupi wajahku yang penuh keringat, melihat langit yang kini biru dengan sedikit awan di atas sana. Apa yang terjadi semalam kini kembali berubah menjadi normal kembali ketika matahari tiba. Namun bedanya, kini semuanya telah usai. Desa Muara Ujung yang awalnya ramai, penuh dengan canda tawa, penuh dengan rasa semangat dari orang-orang yang hidupnya kembali ke titik nol di tempat ini, kini harus terusir oleh apa yang keluargaku lakukan. Haaaaaahhh Aku menghela nafas panjang, tepat ketika aku menyelesaikan pekerjaanku sekarang, aku menurunkan cangkul yang aku bawa di tanah, dan memandang sebuah pek
Kedua tanganku benar-benar berkeringat, aku menahan Ayu agar tidak bisa bergerak dengan cara apapun, parang yang aku tancapkan masih terlihat menembus punggungnya.Aku sengaja menusuknya ke arah dada, agar parang itu tidak tertahan oleh tulang rusuk yang bisa menyulitkanku ketika aku menahan Ayu.Aku benar-benar menjadi pembunuh sekarang, pembunuh dari anak tiriku sendiri, meskipun tubuhnya kini di selimuti oleh sesuatu kekuatan yang gelap yang membuatnya bisa bergerak meskipun seharusnya tubuhnya telah mati akibat luka yang dia terima.Namun tetap saja, aku adalah bagian dari pembunuhan itu, pembunuhan terhadap anak kecil tidak berdosa yang didalamnya terdapat suatu makhluk yang mengerikan.Aku yakin, Ayu sekarang sudah tiada, dia hanyalah sebuah tubuh kosong yang diambil Alih oleh tuselak.Sehingga, ketika Bu Cucu mengambil tuselak itu dengan kedua tangannya, maka tubuhnya akan seketika berhenti bergerak.“TAHANN MINAH, SEDIKIT LAGI!” kata Bu Cucu yang dengan sigap menarik bayangan
‘Aku harus bertanggung jawab.’‘Aku harus mengakhiri semua ini.’‘Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena kalau Bu Cucu meregang nyawa, maka para warga desa tidak bisa lagi melarikan diri dan mereka bisa menjadi korban.’Suara-suara itu berkecamuk dalam diriku, ditengah-tengah suasana genting yang bisa saja mengakibatkan nyawaku melayang.Aku melihat ke sekeliling ketika sebuah angin yang sangat besar menghempaskan semua yang ada di sekitarku sehingga banyak dari mereka yang terpental ke segala arah.Banyak anak kecil yang terlepas dari pangkuan ibunya, banyak juga para orang tua yang terjatuh dan terguling di semak-semak. Semuanya benar-benar kacau.Apalagi, Bu Cucu sudah tampak kelelahan dengan luka yang dia terima pada saat itu.Tanganku tiba-tiba bergetar hebat, parang yang masih aku pegang dengan erat aku lihat dengan seksama.Keberanian dan ketakutan tercampur aduk saling beradu satu sama lain di dalam diriku pada saat itu.Apakah yang akan aku lakukan sekarang, apakah aku
Situasinya benar-benar kacau, sebagian warga terlihat masih khawatir meskipun sudah melewati Ayu dan berdiam diri di pohon yang ditunjuk oleh Ucok pada saat itu, sedangkan sebagian lagi masih dilanda ketakutan karena situasinya sangat genting dan bisa menyebabkan nyawa mereka melayang seketika.Tangisan anak-anak yang mereka bawa terdengar menggema disana, belum lagi jeritan-jeritan dari para wanita yang melihat Ayu bergerak dan melayangkan bayangan hitam itu ke arah mereka yang tidak bisa menghindar di saat-saat seperti itu.Apalagi, mereka lebih ketakutan ketika tepat beberapa meter di dekat mereka, mereka melihat sesosok orang yang sudah meninggal kembali muncul, mereka masih mengingat dengan jelas bagaimana pemakaman itu berlangsung, dan bagaimana tubuhnya yang busuk dengan tumbuhan-tumbuhan rawa yang menjerat tubuhnya sewaktu mereka menemukannya dalam keadaan yang tidak bernyawa.Beberapa yang kaget akan hal itu bahkan terjatuh ke tanah dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Rumor
Semua warga Desa Muara Ujung yang ingin melarikan diri disana begitu tercengang ketika mereka semua melihat Bu Cucu yang berusaha menghentikanku pada saat itu, tubuhnya basah bercampur darah dan luka yang terlihat cukup parah dari apa yang mereka lihat.Suara Bu Cucu yang berada di depan, di antara aku, dan Ucok serta Ayu yang berada tak jauh dariku pada saat itu tampaknya tidak terdengar oleh sebagian warga.Namun, Ucok yang tahu atas apa yang diperintahkan oleh Bu Cucu langsung berbalik, dengan sedikit berteriak dia langsung memerintahkan semua warga untuk berlari agar bisa melewati Ayu yang kini kondisinya sudah sangat parah karena dikendalikan oleh tuselak yang ada di dalam tubuhnya.“SEMUANYA, DENGARKAN ABA-ABA DARIKU, APABILA BU CUCU SUDAH BISA MENAHAN MAKHLUK ITU, KALIAN LANGSUNG BERLARI KE ARAH POHON YANG ADA DI UJUNG SANA, KARENA MAKHLUK ITU TIDAK AKAN BISA MENGEJAR KALIAN APABILA KALIAN SUDAH SAMPAI DISANA!”Ucok dengan cepat berbalik kepada Ali, Tono, Supri dan Adi.“Kal
Suara-suara cemoohan, keraguan, makian bahkan sumpah serapah terlontar dari mulut mereka yang ada di sekitarku. Juga dari sebuah tanda tanya atas apa yang aku lakukan ini tidak aku dengarkan. Para warga yang berada di sana langsung berkata tentangku, tentang Ayu dan tentang Satria.Sebuah kemarahan yang tidak bisa mereka lampiaskan dengan sebuah tindakan, sehingga mereka hanya bisa melampiaskan hal itu hanya dengan sebuah kata-kata yang itu pun keluar secara perlahan dengan orang terdekat di antara mereka.Rasa takut yang menyelimuti karena di depan mereka ada sesosok Ayu yang menjadi sebuah iblis yang bisa merenggut nyawa mereka semua membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa.Kemarahan mereka sengaja ditahan karena mereka takut Ayu akan menyerang mereka dan berakhir dengan kematian yang mengerikan seperti Pak Dani dan Ki Sakti yang sekilas mereka lihat ketika mereka berjalan keluar desa.Aku berusaha mengeluarkan keberanianku, Ayu dengan lehernya yang patah dan tersenyum sinis kepad