Suara dari Ayu yang tiba-tiba berubah menjadi suara Satria dengan nada yang sangat berat membuatku tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang.
Bahkan, kini Ayu yang sedang dirasuki lagi oleh Satria melompat ke arahku dengan sangat cepat, salah satu tangannya berubah seperti cakar hewan dan ingin melukaiku di tempat itu.
Lompatannya sungguh tidak masuk di akal, dia seperti hewan buas yang akan menerkamku dan ingin mengoyak-ngoyak tubuhku dengan tangannya yang kecil itu.
Aku benar-benar tidak siap, karena aku masih shock dengan keadaan Ayu yang benar-benar parah daripada sebelumnya. Tubuhnya yang penuh luka dan darah yang mengucur membuat batinnya kini pasti sedang merasakan sakit yang amat sangat. Namun dia tidak bisa meminta tolong kepada siapapun karena tubuhnya sedang diambil alih oleh ayahnya sendiri yang menginginkannya mati menyusul dirinya.
Otakku berputar dengan cepat, dan kali ini otakku membuat tubuhku ikut bergerak, di saat rasa lelah yang aku rasakan.
Settt
Tubuhku secara reflek dimiringkan, tepat sepersekian detik tangan Ayu sampai ke arah mataku. Tangannya memang kecil, namun dengan kondisi seperti itu Ayu bisa mudah merobek wajahku pada saat itu.
Aku benar-benar tidak percaya, sesaat aku dengan jelas melihat tangan Ayu melewati wajahku dengan sangat dekat. Hanya beberapa centimeter jaraknya denganku pada saat itu.
Hingga akhirnya,
Bruggg
Ayu terjatuh di antara rerumputan yang ada di belakangku. Tubuhnya berguling-guling beberapa kali hingga akhirnya tubuhnya terhenti ketika tubuhnya menabrak batu yang ada di ujung sana.
Arggghhhhh
Suara jeritan menggema di udara, tampaknya Ayu kembali sadar ketika tubuhnya berguling dan menabrak batu yang ada disana. tubuhnya yang terkapar mengerang, tangannya yang penuh luka kini memegang punggungnya akibat rasa sakit yang dirasakan olehnya.
Aku yang melihat perubahan itu sontak langsung menghampirinya, karena aku tahu tubuhnya kembali sadar setelah dia terguling beberapa kali pada saat itu.
Namun,
Krotak, krotak
Setelah beberapa langkah aku berlari mendekatinya. Tiba-tiba tubuhnya kembali melakukan gerakan yang aneh, kepalanya seperti digelengkan ke kiri dan ke kanan. Bahkan kedua tangannya kini seperti memukulnya beberapa kali dengan sekuat tenaga.
Pemandangan yang sungguh sangat-sangat mengerikan untuk aku lihat. Karena, suara erangan dari Ayu yang kesakitan tiba-tiba berubah kembali.
Satria yang masih berada di dalam tubuh Ayu sepertinya tidak menginginkan Ayu untuk kembali mengambil alih tubuhnya lagi.
Malah, dia melukai Ayu dengan tubuhnya sendiri agar tubuhnya bisa di ambil alih lagi olehnya meskipun kondisinya sudah seperti itu.
“DIAM KAU!”
“SEHARUSNYA KAU IKUT MATI DENGANKU!”
Nada bicara Ayu berubah, tubuhnya yang awalnya hanya menggelengkan kepala saja. Kini malah semakin menyeramkan dan sangat sadis untuk disaksikan, tubuhnya kini berguling-guling kembali disana, tangan kanan dan kirinya seperti ingin memukul satu sama lain.
Bahkan aku dengan jelas melihat perubahan wajahnya yang berubah secara tiba-tiba, wajah yang mengekspresikan rasa sakit yang luar biasa, dan wajah yang diliputi kemarahan yang saling bergantian satu sama lain.
Aku yang masih berdiri tak jauh dari Ayu hanya bisa memandanginya. Tidak ada yang bisa aku perbuat, tidak ada yang bisa aku lakukan sekarang, meskipun otakku berputar mencari cara agar Ayu bisa kembali mengambil alih lagi tubuhnya, tapi aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
Ayu yang berada di ujung sana masih berjibaku dengan hantu Satria yang merasuki tubuhnya.
Hingga akhirnya.
Ayu yang awalnya berguling-guling di tanah, secara perlahan bangkit dan berdiri dengan senyuman yang mengerikan. Dia kembali menyeringai kepadaku dengan rambutnya yang terurai panjang.
Luka-luka di tubuhnya bertambah banyak, baju dan celananya sobek di beberapa sisi. Salah satu tangannya terlihat lunglai, sepertinya ada sesuatu yang patah sehingga tangannya bisa seperti itu.
Tampaknya, Satria kembali mengambil alih tubuh Ayu pada saat itu, karena aku bisa dengan jelas tatapannya yang berubah. Seperti sebuah tatapan yang tadi aku lihat ketika tubuh Ayu ingin menerkamku dengan sekuat tenaga.
Namun, kini ada sesuatu yang tampak berbeda. Meskipun mulutnya menyeringai kepadaku dengan darah yang keluar dari mulutnya, namun di dalam tatapan yang tajam kepadaku, ada tetesan-tetesan air mata yang mengalir.
Tetesan dari air mata yang membasahi pipinya dan bercampur dengan darah yang berada di wajahnya sebelum akhirnya jatuh ke tanah.
Ayu menangis, dia benar-benar menangis. dia pada saat ini sedang meminta tolong kepadaku yang hanya bisa berdiri dan tidak melakukan apa-apa pada saat itu.
Batinnya mungkin ingin sekali berteriak, tapi dia hanya bisa menangis sebagai pertanda bahwa dia sedang benar-benar butuh bantuanku sekarang.
Jujur, aku benar-benar tidak tega melihat anak sekecil itu harus tersiksa dengan sangat berat oleh hantu ayahnya sendiri.
Sehingga…
Tap, tap, tap,
Secara tidak sadar aku berjalan selangkah demi selangkah, mendekati Ayu yang kini berdiri disana dengan wajahnya yang berubah menjadi mengerikan.
Aku sudah tidak mempedulikan rasa takutku sekarang, rasa iba dan rasa cemas yang aku rasakan kini lebih besar daripada rasa takutku akan hantu dari suamiku sendiri.
Aku sudah tidak peduli, apabila tubuhnya yang sedang diambil alih akan mencakar ku atau akan menggigitku ketika aku mendekatinya, karena air mata yang keluar dari matanya membuatku harus melakukan hal ini.
Aku berjalan mendekatinya, namun semakin aku mendekat, seperti ada sebuah tekanan yang sangat kuat yang membuat diriku sedikit bergetar karena aura yang dikeluarkan oleh Ayu pada saat itu.
Namun, aku tetap memaksakan diriku, meskipun semakin dekat aku berjalan. kulitku terasa ditusuk-tusuk oleh jarum kecil yang banyak.
Hingga akhirnya, ketika beberapa langkah lagi aku berjalan mendekatinya.
Tiba-tiba, Ayu kembali berkata kepadaku, wajahnya benar-benar marah, karena beberapa kali dia melarangku untuk ikut campur dengan urusannya.
“SUDAH AKU BILANG!”
“JANGAN KAMU IKUT CAMPUR URUSANKU DENGAN ANAK INI!”
“KARENA DIA HARUS IKUT MATI BERSAMAKU!”
Aku tetap tegar mendengar perkataan itu, tubuhku tidak bergeming meskipun suaranya terdengar sangat keras di depannya.
“Aku tidak bisa membiarkan Ayu mati, dia layak untuk hidup di tempat ini bersamaku, Satria,” kataku dengan nada yang sedikit sedih karena melihat tubuh mungilnya itu terus-menerus mengeluarkan air mata tanpa henti.
“TIDAK, DIA.... HARUS... TETAP... MATI MINAH!”
“MATIIIIII…!”
“KARENA KALAU TIDAK…”
“MAKA.......”
Plak
Secara tidak sadar, sebuah tamparan keras aku layangkan kepada Ayu. Aku benar-benar tidak sadar melakukan hal itu. Aku hanya ingin Ayu tersadar dan melakukan apapun agar dirinya bisa kembali menjadi Ayu yang aku kenal.
Aku tidak tahu apakah cara ini berhasil atau tidak. Namun, ketika aku menampar keras Ayu dengan salah satu tanganku pada saat itu.
Mata Ayu tiba-tiba terpejam, mulutnya yang awalnya terbuka kini mendadak tertutup, dan tubuhnya yang awalnya berdiri kini ambruk dan terkapar di tanah.
Ayu mendadak tidak sadar ketika aku menampar wajahnya, namun aku masih merasakan hembusan nafas dan jantungnya yang masih berdetak dengan normal.
Sontak, aku langsung terduduk tepat di dekat Ayu yang tergeletak di sana. air mata kembali muncul dari kedua mataku, melihat kondisi Ayu yang tampak berantakan dengan luka yang memenuhi sekujur tubuhnya.
Sambil menangis, aku mengangkat Ayu dengan kedua tanganku. Dan berkata kepadanya yang tidak sadarkan diri di sana.
“Aku tidak akan membiarkan kamu diambil oleh hantu ayahmu sendiri, terlepas apa yang terjadi di antara kalian berdua. Namun kamu sudah sepantasnya hidup dengan layak bersamaku di tempat ini.”
Sinar berwarna merah ke kuning-kuningan akhirnya muncul secara perlahan di ufuk timur, sinar yang disertai dengan burung-burung hutan yang berkicau dengan indahnya membuat suasana menjadi syahdu.Apalagi sinarnya yang hangat, membuat orang yang awalnya terlelap tidur secara pelan-pelan terbangun dengan sendirinya, di iringi dengan hawa sejuk yang berhembus ketika pintu dan jendela rumah mereka yang dibuka lebar. Membuat mereka bersemangat untuk menyongsong hari baru karena hari sudah berganti dan mereka harus kembali bekerja ke kebun masing-masing yang ada dibelakang rumah.Beginilah desa transmigrasi yang kita tinggali, sebagai desa perintis yang letaknya sangat jauh dari keramaian, dengan jarak yang berpuluh-puluh kilometer melewati hutan lebat dan rawa-rawa membuat kami harus bekerja keras setiap paginya, menggarap lahan pertanian yang sudah pemerintah beri untuk kami kelola.Dengan harapan, desa ini akan maju seperti desa-desa yang sudah lebih dulu ada di tanah ini. Kami tinggal d
BrakSuara pintu rumah tiba-tiba dibuka dengan sangat keras. Sebuah rumah yang mirip dengan yang Minah tinggali dari bentuk dan rupa terlihat dengan jelas, tetapi rumah ini difungsikan untuk menjadi sebuah Puskesmas kecil dengan kamar tambahan sebagai kamar pasien di sebelah kiri.Ruangan pertama ada ruangan tunggu, yang hanya beralaskan beberapa tikar sebagai alas dan tempat duduk pasien untuk menunggu. Tidak ada kursi yang berjejer, tidak ada meja resepsionis seperti Puskesmas-puskesmas lain yang ada di kota, semuanya begitu sederhana.Yang ada hanyalah sebuah gambar-gambar di dinding tentang pemeliharan kesehatan tubuh yang dikirim oleh pemerintah setempat, juga sebuah meja kecil tempat Pak Ridwan menerima semua pasiennya sebelum nantinya dia cek di ruangan yang ada dibelakangnya.Pak Ridwan tampak panik. Ayu yang awalnya dibawa Minah langsung dia gendong dan dia bawa masuk ke dalam rumah, dia masuk ke ruang tunggu dan berbelok ke arah kiri dimana kamar pasien itu berada.Dengan ce
Aku langsung membisu mendengar apa yang dibicarakan oleh Pak Ridwan pada saat itu. Dia menatapku dengan sangat tajam seperti sedang mengintrogasiku di tengah-tengah Ayu yang masih terbaring lemas dan tidak sadarkan diri disana. “Jawab Minah! Apakah ini ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib?” katanya dengan tatapan yang serius. “Aku tahu akan perubahan mimik mukamu ketika aku berbicara seperti itu Minah.” “Wajahmu seakan ketakutan ketika aku berkata hal gaib, yang berarti semalam ada sesuatu yang menerormu, apalagi di dalam rumah sekarang hanya kalian berdua dan tidak ditemani oleh Satria yang sudah tiada.” Pertanyaan demi pertanyaan Pak Ridwan lontarkan kepadaku pada saat itu, matanya terus-menerus menatapku tajam tanpa sedikit berpaling sedikitpun. Semakin lama, wajahku semakin tertunduk. Aku tidak tahu kenapa Pak Ridwan tahu akan hal itu, apakah dia memang tahu apa yang terjadi antara Satria dan Ayu sehingga dia berusaha mengintrogasiku sekarang. Aku hanya bisa terdiam, k
Ruangan yang menjadi ruang tunggu pasien menjadi saksi bisu atas apa yang Pak Ridwan katakan. Dia sangat serius menceritakan tentang latar belakang Satria yang tidak aku ketahui. Satria yang aku kenal dari tempat kerjaku rupanya penuh misteri, bahkan sahabatnya sendiri pun mengiyakan hal itu. Pak Ridwan terus saja bercerita tentang Satria, tentang masa lalunya yang dia ketahui. Ternyata Satria dahulu mempunyai watak yang keras, idealis, berpikir cepat akan masalah-masalah yang dihadapinya. Bahkan, dia ikut ke tempat transmigrasi ini mempunyai alasan tersendiri, bukan semata-mata dia ikut dengan Pak Ridwan untuk tinggal di desa ini. Aku benar-benar tertegun, setiap kata yang keluar dari Pak Ridwan aku serap semua. Aku tidak berani memotong apa yang dia katakan, mataku terus-menerus menatap lurus ke arah Pak Ridwan dan merekam semua perkataan yang dia keluarkan. ‘Jadi, sebenarnya siapakah orang yang kini menjadi suamiku ini?’ Apalagi, Pak Ridwan dengan gamblang meyakini bahwa aku d
Langit yang awalnya terang dan menyinari Desa Muara Ujung yang terpencil itu kini secara perlahan-lahan memudar, digantikan oleh awan hitam dan diiringi oleh rintik-rintik hujan yang membasahi desa hingga malam tiba. Tidak ada lagi cahaya bulan yang biasanya menerangi malam dengan bintang-bintang yang bertaburan di atas sana, semuanya tergantikan oleh tetesan-tetesan air hujan yang secara perlahan-lahan turun sepanjang malam tanpa henti. Desa Muara Ujung akan semakin terisolasi ketika hujan tiba, karena rawa-rawa yang ada di sekitar desa tersebut airnya akan meluap, bahkan tak jarang selama tiga bulan mereka tinggal di desa tersebut. Sudah ada dua kali air yang naik hingga ke kebun-kebun yang sedang mereka kelola. Memang, inilah tantangan bagi para penduduk desa, iklim yang sangat berbeda dengan tempat tinggal mereka membuat mereka harus berpikir beberapa kali akan tanah yang mereka garap. Karena hujan seperti ini bisa membahayakan tanaman-tanaman yang mereka tanam di belakang rumah
Zraaass Suara hujan yang tidak henti-hentinya mengguyur Desa Muara Ujung pada malam itu, membuat suasana yang awalnya tenang menjadi sedikit kelam. Apalagi hujan yang sangat deras adalah sebuah hambatan bagi para warga untuk beraktifitas di keesokan harinya. Karena mungkin saja, hujan itu akan menggenangi sebagian tempat dan kebun-kebun mereka yang mengakibatkan mereka harus bekerja keras agar tanaman mereka tidak rusak oleh guyuran hujan yang sekarang terjadi. Selain itu, kita semua tahu, hujan pada malam hari sangat erat hubunganya dengan sesuatu yang tidak terlihat, sesuatu yang sering muncul entah darimana dan mengganggu tidur kita semalaman penuh. Hawa yang sangat dingin, juga perasaan yang terasa sunyi dan sepi ketika hujan tiba, membuat tubuh pun serasa menggigil ketakutan, indera perasa kita akan semakin sensitif atas semua suara-suara yang muncul di tengah-tengah suara hujan yang terdengar keras diluar rumah. Aku yang kini duduk dan menemani Ayu yang sedang tertidur pun m
[10 May 1996 hujan yang begitu deras kini semakin menambah kesepian yang aku alami bersama Ayu, aku sungguh tidak percaya atas apa yang terjadi kemarin malam. Di saat sosok yang aku cintai kini mendadak berubah menjadi sosok yang ingin aku hindari sekarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi antara kamu dengan Ayu, aku tidak tahu kenapa kamu melakukan itu. Aku harap, itu bukanlah dirimu yang sebenarnya, namun itu adalah makhluk lain yang menyerupai dirimu yang sedang mengincar anakmu yang kini tertidur di dekat ku pada saat ini. Aku tidak pernah berpikir, anak sekecil ini akan mengalami kejadian yang mengerikan, mengalami sesuatu yang mungkin saja akan terpatri dalam dirinya bahwa ayahnya sendiri menjadi hantu dan menerornya semalaman. Koper kuning yang Pak Ridwan bicarakan belum sempat aku buka, koper yang kini berdebu karena disimpan di atas lemari membuatku berpikir, sebenarnya ada apa di balik hidupmu yang misterius itu. Apa hubunganya orang-orang yang membencimu dengan Ayu yan
Zraaass... Tengah malam sudah berlalu, namun air hujan yang turun tampaknya masih belum menunjukan tanda-tanda berhenti. Suasana malam yang seharusnya diambil alih oleh suara-suara hewan malam yang aktif mencari makan saat langit bertabur bintang dan sinar bulan yang menjadi raja di malam hari, kini justru berubah menjadi awan hitam yang terus memuncahkan percikan-percikan air dari atas sana. Hawa dingin yang menusuk kulit membuat siapa saja ingin berada di tempat yang hangat, di selimuti oleh selimut tebal atau berdiam diri di dekat perapian. Namun kali ini tampaknya ada sesuatu yang berbeda. Pak Ridwan yang entah bagaimana bisa berpindah dari rumahnya sendiri, kini justru duduk dan tidak berdaya di suatu tempat yang tampak tidak asing. Suatu tempat yang berada di ujung hutan, yang berbatasan dengan kebun warga yang ada di belakang. Suatu tempat, yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi sahabatnya yang ikut bersama dirinya untuk tinggal di desa ini. Batu nisan yang han
Suasana Bandung pada sore itu sangatlah ramai. Maklum, liburan panjang membuat banyak orang terutama dari ibukota mengunjungi Bandung untuk sekedar ke restoran atau ke tempat-tempat wisata yang bisa membuat pikiran mereka kembali fresh setelah penat oleh pekerjaan mereka di setiap harinya. Aku, yang menjadi penulis dari cerita ini, kini mempunyai hobby baru, selain menuangkan tulisanku di dalam karyaku, aku juga kini menjadi seorang podcaster amatir dengan gimmick sebagai duo demit yang seringkali mengomentari manusia dalam podcastku. Cerita horor yang aku tulis dalam keadaan serius, membuatku harus mencari kesibukan lain sehingga aku bisa melepas tawa meskipun obrolannya masih sama tentang tahayul, mitos, juga para mahluk yang ada di sekitar kita. Matahari sore itu tampaknya sedikit mendung, tepat ketika aku keluar studio. Aku hari ini berencana untuk bertemu seseorang yang ingin bercerita di tempat kerjanya yang sekarang. Sebuah cerita yang mungkin saja bisa aku angkat menjadi cer
Sebuah desa yang menjadi mitos dalam keluarga dirinya, yang katanya desa itu ditinggalkan oleh ayahnya sendiri karena suatu hal yang tidak dia ketahui kini berada tepat beberapa meter di depan matanya.Pepohonan yang lebat serta ilalang yang menutupi hingga melebihi tubuhnya membuat desa ini sangat susah untuk diketahui. Bahkan warga di Desa Muara Damar yang kini menjadi sebuah kecamatan besar pun tidak mengetahui bahwa ada desa di tengah hutan seperti ini.Bahkan mereka pun terlihat enggan untuk berjalan selama enam jam lebih hanya untuk ke tempat ini, karena mereka takut hewan buas yang mungkin akan menerkam mereka di tengah hutan. Mereka pun sebenarnya tidak mengetahui bahwa ada sebuah desa terlupakan di tengah hutan yang tinggalkan oleh penghuninya yang salah satunya ayahnya sendiri.Ayahnya masih ingat bagaimana dia tiba-tiba terbangun seperti mimpi, dan terbangun di pagi hari di dekat rawa-rawa seberang Desa Muara Damar bersama dengan para warga yang lain. Namun semuanya tidak i
Aku masih ingat Bu Cucu berkata ‘TAHAAAAAN!’ dengan keras di dekatku, aku benar-benar tidak kuat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku, rasa sakit disertai rasa dingin benar-benar aku rasakan di dalam tubuhku, seperti ada ratusan jarum yang menusuk-nusukku dari dalam.Sungguh cara yang gila yang aku lakukan, namun sudah tidak ada cara lain lagi karena hal itu harus aku lakukan.Butuh waktu lima belas menit hingga tuselak itu seluruhnya masuk ke dalam tubuh, tubuhku yang merasakan sesuatu yang asing langsung melakukan penolakan dan ingin memuntahkannya, namun Bu Cucu berkata bahwa aku harus bisa menahannya hingga tuselak itu bersemayam di dalam tubuhku dengan segel dari Bu Cucu agar tidak bisa memberontak dari dalam sana.Hingga akhirnya.Aku melihat Ayu yang awalnya berdiri dengan tegap tiba-tiba jatuh seketika dengan luka darah yang mengucur dari punggungnya, jantungnya mendadak berhenti tepat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku.Aku sempat berteriak dan ingin menangkap tub
Srak, srak, srak, Tanah yang berwarna coklat tua disertai dengan banyak sekali akar-akar pohon yang berada di dalam tanah kini secara perlahan aku pindahkan kembali setelah aku gali selama beberapa jam ini. Sinar matahari yang terik sangatlah terasa dengan bau keringat yang menyengat karena dari semalam aku tidak sempat membersihkan diri atas apa yang terjadi. Aku mengangkat tanganku, menutupi wajahku yang penuh keringat, melihat langit yang kini biru dengan sedikit awan di atas sana. Apa yang terjadi semalam kini kembali berubah menjadi normal kembali ketika matahari tiba. Namun bedanya, kini semuanya telah usai. Desa Muara Ujung yang awalnya ramai, penuh dengan canda tawa, penuh dengan rasa semangat dari orang-orang yang hidupnya kembali ke titik nol di tempat ini, kini harus terusir oleh apa yang keluargaku lakukan. Haaaaaahhh Aku menghela nafas panjang, tepat ketika aku menyelesaikan pekerjaanku sekarang, aku menurunkan cangkul yang aku bawa di tanah, dan memandang sebuah pek
Kedua tanganku benar-benar berkeringat, aku menahan Ayu agar tidak bisa bergerak dengan cara apapun, parang yang aku tancapkan masih terlihat menembus punggungnya.Aku sengaja menusuknya ke arah dada, agar parang itu tidak tertahan oleh tulang rusuk yang bisa menyulitkanku ketika aku menahan Ayu.Aku benar-benar menjadi pembunuh sekarang, pembunuh dari anak tiriku sendiri, meskipun tubuhnya kini di selimuti oleh sesuatu kekuatan yang gelap yang membuatnya bisa bergerak meskipun seharusnya tubuhnya telah mati akibat luka yang dia terima.Namun tetap saja, aku adalah bagian dari pembunuhan itu, pembunuhan terhadap anak kecil tidak berdosa yang didalamnya terdapat suatu makhluk yang mengerikan.Aku yakin, Ayu sekarang sudah tiada, dia hanyalah sebuah tubuh kosong yang diambil Alih oleh tuselak.Sehingga, ketika Bu Cucu mengambil tuselak itu dengan kedua tangannya, maka tubuhnya akan seketika berhenti bergerak.“TAHANN MINAH, SEDIKIT LAGI!” kata Bu Cucu yang dengan sigap menarik bayangan
‘Aku harus bertanggung jawab.’‘Aku harus mengakhiri semua ini.’‘Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena kalau Bu Cucu meregang nyawa, maka para warga desa tidak bisa lagi melarikan diri dan mereka bisa menjadi korban.’Suara-suara itu berkecamuk dalam diriku, ditengah-tengah suasana genting yang bisa saja mengakibatkan nyawaku melayang.Aku melihat ke sekeliling ketika sebuah angin yang sangat besar menghempaskan semua yang ada di sekitarku sehingga banyak dari mereka yang terpental ke segala arah.Banyak anak kecil yang terlepas dari pangkuan ibunya, banyak juga para orang tua yang terjatuh dan terguling di semak-semak. Semuanya benar-benar kacau.Apalagi, Bu Cucu sudah tampak kelelahan dengan luka yang dia terima pada saat itu.Tanganku tiba-tiba bergetar hebat, parang yang masih aku pegang dengan erat aku lihat dengan seksama.Keberanian dan ketakutan tercampur aduk saling beradu satu sama lain di dalam diriku pada saat itu.Apakah yang akan aku lakukan sekarang, apakah aku
Situasinya benar-benar kacau, sebagian warga terlihat masih khawatir meskipun sudah melewati Ayu dan berdiam diri di pohon yang ditunjuk oleh Ucok pada saat itu, sedangkan sebagian lagi masih dilanda ketakutan karena situasinya sangat genting dan bisa menyebabkan nyawa mereka melayang seketika.Tangisan anak-anak yang mereka bawa terdengar menggema disana, belum lagi jeritan-jeritan dari para wanita yang melihat Ayu bergerak dan melayangkan bayangan hitam itu ke arah mereka yang tidak bisa menghindar di saat-saat seperti itu.Apalagi, mereka lebih ketakutan ketika tepat beberapa meter di dekat mereka, mereka melihat sesosok orang yang sudah meninggal kembali muncul, mereka masih mengingat dengan jelas bagaimana pemakaman itu berlangsung, dan bagaimana tubuhnya yang busuk dengan tumbuhan-tumbuhan rawa yang menjerat tubuhnya sewaktu mereka menemukannya dalam keadaan yang tidak bernyawa.Beberapa yang kaget akan hal itu bahkan terjatuh ke tanah dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Rumor
Semua warga Desa Muara Ujung yang ingin melarikan diri disana begitu tercengang ketika mereka semua melihat Bu Cucu yang berusaha menghentikanku pada saat itu, tubuhnya basah bercampur darah dan luka yang terlihat cukup parah dari apa yang mereka lihat.Suara Bu Cucu yang berada di depan, di antara aku, dan Ucok serta Ayu yang berada tak jauh dariku pada saat itu tampaknya tidak terdengar oleh sebagian warga.Namun, Ucok yang tahu atas apa yang diperintahkan oleh Bu Cucu langsung berbalik, dengan sedikit berteriak dia langsung memerintahkan semua warga untuk berlari agar bisa melewati Ayu yang kini kondisinya sudah sangat parah karena dikendalikan oleh tuselak yang ada di dalam tubuhnya.“SEMUANYA, DENGARKAN ABA-ABA DARIKU, APABILA BU CUCU SUDAH BISA MENAHAN MAKHLUK ITU, KALIAN LANGSUNG BERLARI KE ARAH POHON YANG ADA DI UJUNG SANA, KARENA MAKHLUK ITU TIDAK AKAN BISA MENGEJAR KALIAN APABILA KALIAN SUDAH SAMPAI DISANA!”Ucok dengan cepat berbalik kepada Ali, Tono, Supri dan Adi.“Kal
Suara-suara cemoohan, keraguan, makian bahkan sumpah serapah terlontar dari mulut mereka yang ada di sekitarku. Juga dari sebuah tanda tanya atas apa yang aku lakukan ini tidak aku dengarkan. Para warga yang berada di sana langsung berkata tentangku, tentang Ayu dan tentang Satria.Sebuah kemarahan yang tidak bisa mereka lampiaskan dengan sebuah tindakan, sehingga mereka hanya bisa melampiaskan hal itu hanya dengan sebuah kata-kata yang itu pun keluar secara perlahan dengan orang terdekat di antara mereka.Rasa takut yang menyelimuti karena di depan mereka ada sesosok Ayu yang menjadi sebuah iblis yang bisa merenggut nyawa mereka semua membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa.Kemarahan mereka sengaja ditahan karena mereka takut Ayu akan menyerang mereka dan berakhir dengan kematian yang mengerikan seperti Pak Dani dan Ki Sakti yang sekilas mereka lihat ketika mereka berjalan keluar desa.Aku berusaha mengeluarkan keberanianku, Ayu dengan lehernya yang patah dan tersenyum sinis kepad