Mereka masuk rumah dan langsung pamitan. Herlina masih sempat menawari makan malam, tapi Hendy menolak dengan halus. Ia menggandeng sang istri hingga ke mobil yang terparkir di luar pagar."Sebelum pulang kita makan dulu," kata Hendy saat mereka sudah duduk di mobil."Iya."Mobil meninggalkan depan rumah Herlina. Setelah tantenya tiada, otomatis Herlina yang akan menempati rumah itu bersama seorang asisten rumah tangga."Laki-laki tadi siapa namanya, Mas?""Pak Danu.""Ayah tirinya dokter Herlina?""Ya.""Aku pernah melihat laki-laki itu. Tapi bukan Bu Karlina yang bersamanya. Seorang wanita anggun berhijab.""Di mana kamu melihatnya?""Di kantor ayah. Apa Bu Karlina istri kedua?"Hendy mengangguk samar. Dan Elvira tidak melanjutkan pembahasan. Kelihatannya sang suami tidak ingin menceritakan kisah keluarga teman baiknya. Oke. Bukan masalah buat Elvira. Malas kalau ujungnya berdebat dengan suami gara-gara perempuan yang sama.Dia bisa tahu cerita tentang Pak Danu dengan menanyakannya
Apa benda itu dari Rizal? Bukankah Ranty bilang kalau lelaki itu menunjukkan perhatiannya dengan memberikan beberapa benda. Kadang buket bunga, makanan kesukaan Elvira, atau hanya sekedar kalimat puitis."Rizal bukan orang kaya, Dok. Tapi dia pekerja keras. Kalau gajian, ia sempatkan membeli sesuatu untuk El. Meski itu bukan barang mahal. Sebagai bentuk perhatian, bahwa El itu sangat berarti dalam hidup dia."Hendy memperhatikan kotak kaca dengan teliti saat menyadari ada tulisan di sana. "Happy B'day, El." Hanya itu saja. Kemudian ada tanggal di bawahnya. 3 September. Segera Hendy bangkit dari duduknya. "Mas tunggu di kamar, ya.""Iya," jawab Elvira seraya menoleh sekilas.Masuk kamar, Hendy langsung membuka laci lemari paling bawah. Di mana ia menyimpan surat-surat penting di sana. Diambilnya kartu keluarga. Ternyata benar, Elvira lahir di tanggal 3 September. Berarti gelang itu hadiah untuk ulang tahunnya. Dan ia semakin yakin kalau benda itu yang memberikan adalah Rizal. Hati ya
SEBELUM BERPISAH - Jangan Kasih TahuElvira memperhatikan sekeliling. Daripada menelepon dan menunggu di sana, sementara gerimis mulai deras, lebih baik ia menaiki motornya mencari tempat berteduh.Mana suasana mulai gelap. Ia takut kalau ada orang yang berniat jahat. Dalam keadaan ban bocor, Elvira menaiki motornya pergi dari tempat itu. Agak kesusahan, tapi dia harus pergi juga dari sana.Motor yang ia kendarai oleng. Suara ban berdecit pelan terdengar samar di antara suara hujan. Jalanan itu sepi, hanya beberapa kendaraan yang sesekali lewat dengan kecepatan tinggi, mengabaikan keberadaannya.Telepon suaminya belum tentu dijawab. Dia pasti sibuk. Telepon Arman, kakaknya tidak ada di kantor. Telepon Ranty jelas tidak mungkin. Rizal? Sudahlah, jangan menambah masalah lagi.Di tengah kekalutan itu, sekelompok pemuda dengan tiga motor melintas dan memperlambat laju kendaraan mereka ketika melihat Elvira. Salah satu dari mereka menoleh dan tersenyum lebar. Merapatkan motornya pada El
Hendy yang baru keluar dari ruang operasi, dihampiri oleh Herlina yang muncul dari ujung lorong. "Sudah kelar?""Ya," jawab Hendy singkat seraya melepas penutup kepalanya."Bisa ngobrol sebentar saja.""Bentar," jawab Hendy kemudian mengambil ponsel di saku celana. Ia terkejut membaca pesan dari Elvira. Hendy berlari meninggalkan Herlina dan masuk ke ruangannya. Tanpa melepaskan seragam warna biru yang dipakai, diambilnya kunci mobil yang ia simpan di laci. Kemudian menemui dokter Fadli, dokter ortopedi yang baru saja bekerja bersamanya di ruang operasi.Sambil nyetir, ia memasang bluetooth earphone di telinga. Menghubungi sang istri. Tapi panggilan tidak dijawab. Hendy khawatir dan berusaha konsentrasi di tengah padatnya lalu lintas dan hujan.Dia terus melaju ke arah tempat yang disebutkan sang istri. Pesan itu dikirim Elvira hampir setengah jam yang lalu. Hendy akhirnya sampai di lokasi yang dipenuhi tumbuhan semak dan ilalang. Dia menyisir tempat itu seraya memperhatikan tepian j
Ranty menggeleng. Dia tidak akan menceritakan yang sebenarnya. Khawatir nanti malah memperkeruh hubungan Elvira dan Hendy kalau sampai Rizal merasa tidak terima, iba, dan ingin merebut Elvira. Toh Hendy sudah ada kepedulian dengan menyusul Elvira ke Jakarta.Namun demikian, meski Ranty menutupi. Rizal sudah tahu semuanya. Dia memilih untuk tidak membahasnya. "Ran, aku harus pergi. Jangan bilang ke El kalau aku yang membawanya ke sini. Kamu hubungi suaminya. Ceritakan seperti tadi aku menemukannya. Tapi jangan sebut namaku. Kamu saja yang mengaku menolongnya."Dahi Ranty mengernyit, tapi ia mengerti maksud Rizal. Ranty sampai terharu. Segitunya Rizal berusaha menjaga diri dari tenggelam dalam kisah lamanya. Meski Ranty yakin, cinta Rizal masih besar."Aku nggak punya nomer telepon dokter Hendy, Zal."Rizal meraih tas Elvira di bangku sebelahnya. "Ini tasnya El. Ponselnya pasti ada di dalam."Ranty mengangguk sambil menerima tas yang sudah kotor itu."Aku akan mengantarkan dua bapak it
SEBELUM BERPISAH- Rasa Itu Tetap Ada"Motorku gimana, Mas?" tanya Elvira."Sudah diurus sama sopirnya papa. Tidak usah memikirkan tentang motor. Yang penting kamu selamat."Elvira mengangguk pelan. Air matanya mengalir di sudut netra. Hendy mengelap dengan telapak tangannya yang besar. Membingkai wajah pucat itu dan menatapnya lekat. Tanpa peduli ada Ranty, Hendy mencium kening istrinya.Ranty menunduk memperhatikan layar ponsel."Kalau mas datang lebih cepat. Kamu pasti tidak akan mengalami hal ini. Maafkan mas."Senyum tipis terbit di bibir Elvira. Senyum melawan rasa pedih. Dia bukan hanya sedih memikirkan perihnya luka-luka di tubuhnya. Tapi bau obat dan aroma khas rumah sakit membuatnya tidak nyaman. Ingin muntah saja rasanya.Apalagi bau obat di seragam yang dipakai Hendy, begitu tercium kuat. Tapi tidak mungkin menyuruh suaminya menjauh."Kalau aku ketangkap sama dua laki-laki itu. Entah apa yang terjadi denganku," gumamnya lirih."Aku ingat waktu berlari di lahan ilalang dan
"Tubuhku terasa sakit semua. Kakiku terasa perih juga." Elvira mengeluh. Merasakan tubuhnya remuk redam. "Nanti kalau kamu sudah sembuh. Kita bisa nyalon bareng. Spa bareng." Ranty menghibur.Tidak lama kemudian, Hendy sudah kembali dengan beberapa tentengan. Menu makan malam, air minum, snack, baju dan jilbab."Kita makan dulu. Setelah ini kamu harus minum obat," kata Hendy yang membuat Elvira merinding. Seperti mendengar nama musuh bebuyutan yang disebut oleh suaminya."Mas suapi, ya." "Nggak usah, Mas. Bantu saja aku duduk. Kita bisa makan bersama-sama."Karena istrinya memaksa, akhirnya Hendy membantunya duduk. Elvira meringis menahan perih dan nyerinya tubuh."Obatnya diminum sekarang." Hendy mengambil obat di atas meja. Beberapa saat setelah mereka selesai makan.Elvira tidak berkata apa-apa, tapi tatapannya seolah menolak. Hendy duduk memperhatikan istrinya."Dipatahin kecil-kecil saja, Mas," pintanya."Pilnya tidak terlalu besar. Lihat ini. Kalau dipatahin, kamu akan meminum
Bahkan peristiwa tadi pun tidak ia ceritakan pada ibunya. Daripada nanti mereka akan terus membahas tentang Elvira. Lebih baik diam saja. Berbagai cara sudah ia lakukan supaya bisa melupakan. Nyatanya banyak hal yang membuat mereka terus saja saling berkaitan. Terutama soal pekerjaan.Rizal tidak mungkin meninggalkan pekerjaan itu dengan melimpahkannya pada arsitek lain. Ini tentang kepercayaan dan tanggungjawabnya pada perusahaan dan big bos yang sangat percaya padanya. Selalu memberikan peluang demi peluang meski dia karyawan baru. Jika ingin berkembang, dia tidak boleh menghindari tantangan apapun, kendati hatinya remuk redam.Membangun karir dan mencari peluang sekarang tidak gampang. Orang miskin seperti dirinya tidak boleh 'baperan' yang bisa menyebabkan kandasnya masa depan. Sakit ya biarlah, hati hancur juga tak mengapa. Asal masih bisa bernapas dan terus bekerja. Jujur, ia sangat bersemangat jika ada jadwal yang membuatnya bertemu Elvira. Meski di depan sang pujaan hati, ia
Hendy mengerti dengan perasaan istrinya. Apalagi Elvira begitu dekat dengan Ranty. Diraihnya jemari sang istri untuk digenggam. "Tidak usah sedih. Lakukan apa yang membuatmu nyaman untuk sekarang ini. Mas selalu ada buatmu.""Ya. Makasih banyak, Mas." Elvira tersenyum di antara mata yang berkaca-kaca."Apa Rizal sekarang menjalin hubungan dengan putri Pak Bahtiar?""Aku nggak tahu. Aku nggak mencari tahu."Mereka saling pandang. "Hari jadwal periksa, kan?" Hendy mengalihkan pembicaraan. "Hu um. Mas, nanti pulang jam berapa? Kalau pulang terlalu malam, biar aku periksa di rumah sakit saja. Hari Kamis ini ada dokter Nely, kan?""Ada. Kamu nggak apa-apa ke rumah sakit?"Elvira menggeleng. Sudah waktunya ia melawan trauma terhadap rumah sakit. Selama bertahun-tahun, aroma obat dan suasana steril rumah sakit menjadi bayang-bayang menakutkan yang sulit ia hapus. Tentang ibunya, tentang ayahnya juga yang dirawat di tempat itu. Tetapi ia sadar, ini tidak bisa dibiarkan selamanya. Sebab sebe
Pagi itu langit terlihat begitu cerah. Memasuki bulan Mei, hujan sudah mulai jarang. Sebentar lagi musim kemarau tiba.Elvira berdiri di depan meja dapur, tangannya sibuk memotong buah alpukat. Untuk dibuat jus kesukaan Hendy. Wajahnya terlihat ceria, seolah kenangan akan ayahnya telah tersimpan dengan damai di sudut hati. Kehilangan yang sempat merenggut warna hidupnya, kini tergantikan oleh kehangatan yang diberikan sang suami.Suara langkah kaki Hendy terdengar mendekat. Bersamaan dengan terciumnya aroma parfum maskulin yang menjadi favorit suaminya.Hendy sudah rapi dan siap berangkat ke rumah sakit. Tadi malam ada panggilan darurat jam dua pagi. Inilah yang membuatnya gelisah belakangan ini. Elvira sedang hamil sedangkan kesibukannya di rumah sakit membuatnya tidak tega meninggalkan sang istri sendirian di rumah.Memang Elvira tidak setiap hari sendirian. Mamanya sering mengunjungi dan menemani hingga Hendy pulang dari rumah sakit.Dipeluknya pinggang Elvira dari belakang. Sekara
SEBELUM BERPISAH - Suami yang KerenSetelah beberapa kali mencoba memulihkan rekaman yang telah terhapus, akhirnya mereka menemukan rekaman tanggal 29 Desember.Rizal tampak tegang, jantung Ranty berdegup kencang. Layar menampilkan, Elvira melangkah menuju ruang meeting membawa map di tangannya. Ketika hendak masuk, wanita itu berhenti dan merapatkan telinga ke pintu yang sedikit terbuka. Beberapa lama berdiri dan menunduk di sana. Kemudian berbalik arah, kembali ke belakang. Tidak lama kemudian, Elvira pergi membawa tasnya.Ranty menahan napas melihat rekaman itu. Tangannya juga gemetar. Sedangkan Rizal menghela nafas pelan, seraya menyandarkan tubuh ke punggung kursi. Meski saat itu dia tidak ikut bicara, tapi Elvira pasti mendengar ucapan Ranty. "El mendengar semuanya, Ran. Saat kamu membandingkan sikap keluarganya dan keluarga Pak Bahtiar."Mata Ranty berkaca-kaca. Seolah dia diingatkan kembali dengan gamblang, apa yang diucapkan waktu itu. "Apa ini yang membuat El memutuskan un
Hari keenam langit mendung seakan mencerminkan apa yang akan terjadi. Hendy baru saja selesai operasi dan ingin menemui istrinya di ruang ICU. Saat mendekati tempat itu, ia mendengar tangisan dari arah depan ruang ICU. Pria itu segera berlari cepat saat melihat Elvira terjatuh di lantai, menangis histeris."Ayah!" jerit Elvira. Suaranya penuh dengan kesedihan yang tidak bisa dilukiskan. Hendy meraih tubuh Elvira yang ditahan oleh Hasna. Dipeluknya tubuh sang istri yang menggigil dan terguncang. Ia tahu tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi pelindung bagi Elvira dalam momen kehilangan ini.Sejak tadi malam, Hendy sebenarnya sudah tahu kalau kondisi mertuanya semakin menurun. Namun ia hanya bicara pada Arman dan Amar.***L***Rumah Pak Azman dipenuhi para pelayat. Mulai dari kerabat, tetangga perumahan, hingga rekan bisnis, dan para pelanggan. Para dosen rekan Amar, rekan kerja Isti juga. Ranty dan Angel juga datang. Ranty hanya
Elvira menepis ketakutan yang teramat sangat. Sedangkan Hendy lebih khawatir lagi karena istrinya sedang hamil. Lelaki itu mengusap pelan perut yang membulat disaat Elvira sibuk menghapus air mata dengan tisu. Semoga bayi mereka selalu baik-baik saja. Sejak awal kehamilan, Elvira mengalami banyak tekanan."Ayo, Mas. Kita pergi sekarang." Elvira tidak ingin terlambat."Oke." Hendy bangkit dari duduknya. Meraih ponselnya di nakas. Elvira mengambil tas dan mengenakan masker dobel. Dalam perjalanan, Elvira hanya diam. Rasa khawatir membuncah tidak bisa dibendung meski Hendy mengatakan kalau ayahnya pasti baik-baik saja.Sampai di rumah sakit, Elvira disambut oleh dua kakak lelaki dan juga iparnya. "Ayah bagaimana, Mas?" tanya Elvira pada Arman."Ayah masih di pantau oleh dokter," jawab Arman."Kita doakan ayah segera sadar." Amar mengusap bahu sang adik."Mas, aku ingin bertemu ayah!" Elvira memandang suaminya. Hendy mengangguk, lalu merangkul bahu sang istri dan membawanya masuk ruang
SEBELUM BERPISAH - Hari yang BeratUsai mandi, Hendy tidak langsung keluar. Dia mengirimkan pesan pada asistennya yang masih di rumah sakit untuk menanyakan kondisi sang mertua. Ketika sudah mendapatkan balasan, Hendy baru keluar menemui istrinya."Sudah selesai?" Hendy menghampiri Elvira yang baru mematikan kompor."Hu um. Mas, mau makan sekarang?""Kita makan sama-sama.""Aku belum mandi.""Makan dulu baru mandi. Karena mas mau ngajak kamu ke luar.""Ke mana?" Elvira heran."Makan dulu, mandi, baru mas kasih tahu." Hendy tersenyum seraya mengambil dua piring di rak. Elvira yang bingung manut saja. Mau diajak ke mana? Biasanya sang suami langsung saja bicara tanpa berteka-teki.Dikarenakan dirinya juga lapar, Elvira pun duduk dan makan. Tapi entah kenapa perasaannya tidak enak. Namun ia tidak banyak bertanya. "Mau tambah lagi nasinya?""Nggak, Mas. Aku dah kenyang. Oh ya, kita mau ke mana?" Tidak sabar juga, akhirnya Elvira bertanya lagi. Perasaannya pun tak enak.Hendy tersenyum,
Lima belas menit kemudian, Herlina baru menyusul. Hendy langsung memesan minum dan mix plater yang berisi kentang goreng dan nugget."Jadi Rizal itu akunmu?" tanpa basa-basi, Hendy langsung bertanya setelah Herlina duduk."Ya. Akhirnya kamu tahu." Tidak ada pilihan selain mengakui. Dia sudah tertangkap basah."Kenapa membuat email dengan nama pria itu? Dia lelaki yang baik. Tega kamu memfitnahnya. Aku kenal Rizal lebih dari yang kamu tahu."Dahi Herlina mengernyit heran. "Dia mantan kekasih istrimu yang sekarang masih terikat hubungan pekerjaan atau bisa juga lebih dari itu."Hendy tidak menanggapi. Sepertinya Herlina belum tahu kalau sudah tiga hari ini Elvira berhenti kerja. "Dari mana kamu mendapatkan foto-foto mereka?""Apa susahnya mendapatkan semua itu. Akun lama Facebook Rizal selalu mengunggah kebersamaan mereka." Herlina kembali penuh percaya diri untuk menutupi ketakutan karena sudah kepergok tadi."Siapa yang kamu bayar untuk mengambil video pertemuan mereka tiga hari yang
Sudah tiga hari ini Elvira menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga. Ada yang aneh dan ia merasa kesepian. Biasa aktif dengan pekerjaan, sekarang menjadi pengangguran. Ah, tidak juga. Di rumah dia masih mendesain setelah Hendy berangkat ke rumah sakit dan selesai beres-beres.Elvira memasak pagi dan sore. Siang sambil mendesain ia menonton televisi. Tidak lagi sibuk dengan media sosialnya. Sudah tiga hari ini ia tidak melihat acara 'live' akunnya Nirvana Elegance. Sebab jujur saja hatinya masih sedih dan merasa kehilangan.[Sepi tanpamu, El.] Ranty mengirimkan pesan. Mungkin meluangkan waktu di sela jam kerjanya. Saat itu baru menunjukkan pukul 10.00.[Nanti kamu akan terbiasa juga, Ran. Tetap semangat, ya. Raih mimpimu.][Bagaimana denganmu?][Aku sedang bahagia menikmati hari-hariku. Awalnya sepi. Tapi kalau ingat calon bayiku, aku kembali bersemangat. Ini keputusanku dan aku nggak akan menyesalinya.][Semua kehilangan karena kamu resign.][Hanya beberapa hari saja dan setelah i
SEBELUM BERPISAH- Ketahuan Hendy menghubungi seseorang usai menerima email, yang mengirim video pertemuan Elvira, Rizal, dan Ranty di sebuah kafe. Ini tidak bisa dibiarkan. Siapa sebenarnya pemilik akun dengan atas nama Rizal itu. Sampai bisa mengambil video saat mereka melakukan pertemuan sore tadi di kafe."Kasih saya waktu dua hari sampai seminggu, Dok. Saya akan menemukan pemiliknya," jawab Ndaru di seberang."Oke, Pak Ndaru. Saya tunggu."Untuk melakukan pencarian seperti ini, Hendy tidak punya waktu untuk mengerjakannya. Dia membayar kembali Ndaru. Sebenarnya ia pun tahu, kalau untuk mengetahui identitas seseorang dari hanya dari email saja, belum tentu akan berhasil. Tapi ia yakin, Ndaru yang sudah berpengalaman mungkin punya cara untuk menemukan siapa pemilik akun itu.Lelaki itu menghela nafas panjang. Elvira memang sudah meminta izin menemui Rizal, Ranty, dan Angel untuk perpisahan mereka. Tapi di video itu Angel tidak ada. Apa yang ditampilkan di video mengusik jiwa Hend