Ranty menggeleng. Dia tidak akan menceritakan yang sebenarnya. Khawatir nanti malah memperkeruh hubungan Elvira dan Hendy kalau sampai Rizal merasa tidak terima, iba, dan ingin merebut Elvira. Toh Hendy sudah ada kepedulian dengan menyusul Elvira ke Jakarta.Namun demikian, meski Ranty menutupi. Rizal sudah tahu semuanya. Dia memilih untuk tidak membahasnya. "Ran, aku harus pergi. Jangan bilang ke El kalau aku yang membawanya ke sini. Kamu hubungi suaminya. Ceritakan seperti tadi aku menemukannya. Tapi jangan sebut namaku. Kamu saja yang mengaku menolongnya."Dahi Ranty mengernyit, tapi ia mengerti maksud Rizal. Ranty sampai terharu. Segitunya Rizal berusaha menjaga diri dari tenggelam dalam kisah lamanya. Meski Ranty yakin, cinta Rizal masih besar."Aku nggak punya nomer telepon dokter Hendy, Zal."Rizal meraih tas Elvira di bangku sebelahnya. "Ini tasnya El. Ponselnya pasti ada di dalam."Ranty mengangguk sambil menerima tas yang sudah kotor itu."Aku akan mengantarkan dua bapak it
SEBELUM BERPISAH- Rasa Itu Tetap Ada"Motorku gimana, Mas?" tanya Elvira."Sudah diurus sama sopirnya papa. Tidak usah memikirkan tentang motor. Yang penting kamu selamat."Elvira mengangguk pelan. Air matanya mengalir di sudut netra. Hendy mengelap dengan telapak tangannya yang besar. Membingkai wajah pucat itu dan menatapnya lekat. Tanpa peduli ada Ranty, Hendy mencium kening istrinya.Ranty menunduk memperhatikan layar ponsel."Kalau mas datang lebih cepat. Kamu pasti tidak akan mengalami hal ini. Maafkan mas."Senyum tipis terbit di bibir Elvira. Senyum melawan rasa pedih. Dia bukan hanya sedih memikirkan perihnya luka-luka di tubuhnya. Tapi bau obat dan aroma khas rumah sakit membuatnya tidak nyaman. Ingin muntah saja rasanya.Apalagi bau obat di seragam yang dipakai Hendy, begitu tercium kuat. Tapi tidak mungkin menyuruh suaminya menjauh."Kalau aku ketangkap sama dua laki-laki itu. Entah apa yang terjadi denganku," gumamnya lirih."Aku ingat waktu berlari di lahan ilalang dan
"Tubuhku terasa sakit semua. Kakiku terasa perih juga." Elvira mengeluh. Merasakan tubuhnya remuk redam. "Nanti kalau kamu sudah sembuh. Kita bisa nyalon bareng. Spa bareng." Ranty menghibur.Tidak lama kemudian, Hendy sudah kembali dengan beberapa tentengan. Menu makan malam, air minum, snack, baju dan jilbab."Kita makan dulu. Setelah ini kamu harus minum obat," kata Hendy yang membuat Elvira merinding. Seperti mendengar nama musuh bebuyutan yang disebut oleh suaminya."Mas suapi, ya." "Nggak usah, Mas. Bantu saja aku duduk. Kita bisa makan bersama-sama."Karena istrinya memaksa, akhirnya Hendy membantunya duduk. Elvira meringis menahan perih dan nyerinya tubuh."Obatnya diminum sekarang." Hendy mengambil obat di atas meja. Beberapa saat setelah mereka selesai makan.Elvira tidak berkata apa-apa, tapi tatapannya seolah menolak. Hendy duduk memperhatikan istrinya."Dipatahin kecil-kecil saja, Mas," pintanya."Pilnya tidak terlalu besar. Lihat ini. Kalau dipatahin, kamu akan meminum
Bahkan peristiwa tadi pun tidak ia ceritakan pada ibunya. Daripada nanti mereka akan terus membahas tentang Elvira. Lebih baik diam saja. Berbagai cara sudah ia lakukan supaya bisa melupakan. Nyatanya banyak hal yang membuat mereka terus saja saling berkaitan. Terutama soal pekerjaan.Rizal tidak mungkin meninggalkan pekerjaan itu dengan melimpahkannya pada arsitek lain. Ini tentang kepercayaan dan tanggungjawabnya pada perusahaan dan big bos yang sangat percaya padanya. Selalu memberikan peluang demi peluang meski dia karyawan baru. Jika ingin berkembang, dia tidak boleh menghindari tantangan apapun, kendati hatinya remuk redam.Membangun karir dan mencari peluang sekarang tidak gampang. Orang miskin seperti dirinya tidak boleh 'baperan' yang bisa menyebabkan kandasnya masa depan. Sakit ya biarlah, hati hancur juga tak mengapa. Asal masih bisa bernapas dan terus bekerja. Jujur, ia sangat bersemangat jika ada jadwal yang membuatnya bertemu Elvira. Meski di depan sang pujaan hati, ia
SEBELUM BERPISAH- Rekaman CCTV "Mungkin nggak gampang menemukan pelakunya. Tapi jangan lupakan ini. Kalau memang ada unsur kejahatan lain. Pasti mereka akan mencari cara lagi untuk mencelakakan Elvira atau kamu. Bisa juga keluarga kita yang lain. Kita nggak tahu siapa musuh yang ada di sekitar kita."Bisa jadi rekan bisnis papa, rekan bisnis Pak Azman, bisa juga dari pihakmu atau dari Elvira. Segala kemungkinan bisa saja terjadi."Hendy mengangguk."Kamu pulang jam berapa hari ini?""Kalau sesuai jadwal, sore aku sudah sampai rumah, Pa. Kalau ada kendala bisa mundur. Kadang pasien tiba-tiba tensi naik, jadi mesti menunda operasi beberapa saat sampai kondisi pasien stabil.""Oke. Papa tunggu kamu pulang."Hendy mencium tangan papanya lantas tergesa ke parkiran. Suasana pagi masih gelap. Kabut tipis mengambang berbaur dengan embun dan sisa hujan semalam.Mobil bergerak meninggalkan klinik. Pikiran Hendy bercabang, tidak tenang. Dia sengaja lewat tempat di mana istrinya yang dikira ole
"Waktu tantenya dokter Herlina meninggal, saya ikut takziah Mas Hendy ke sana. Bertemu juga dengan mamanya dokter Herlina. Ketemu juga dengan papa tirinya. Jujur saya kaget, karena yang saya ketahui, Pak Danu itu istrinya bukan Tante Karlina. Beliau langganan di toko ayah, Ma. Kalau ke sana selalu bersama istrinya yang berhijab. Cantik dan anggun.""Bu Karlina memang istri kedua, El. Tapi dia pinter. Bisa mendapatkan apapun yang ia mau. Bisa nyekolahin anaknya jadi dokter, bangun klinik juga. Punya beberapa salon."Istri pertama Pak Danu cukup kelewat sabar menurut mama. Mungkin juga sudah ke tahap 'terserah'. Ketiga anak-anaknya juga sukses. Malah anak Pak Danu sama Bu Karlina yang susah diatur. Beberapa kali kena kasus narkoba. Sampai sekarang juga belum nikah. Dia cuman bantuin mamanya di salon. Clubbing dan bersenang-senang saja kerjaannya."Ternyata mama mertuanya tahu banyak tentang kehidupan mereka. Jadi banyak alasan kenapa Bu Putri tidak merestui andai Hendy menikahi Herlina.
Spontan Elvira mendelik, mencubit lengan Hendy, seraya melirik ke arah mertuanya. Bagaimana kalau mereka mendengar. Malu.Hendy menahan sakit di lengannya. Elvira ini memang hobi mencubit. Padahal apa yang membuat malu dengan kata 'pijitin'."Obatnya sudah diminum?""Siang tadi sudah.""Nanti malam diminum lagi."Elvira mengangguk samar."Mas tidak bisa lama. Harus kembali ke rumah sakit, karena masih ada operasi. Mungkin jam sembilan malam sudah kembali ke sini.""Ya, nggak apa-apa. Ada Mama di sini. Ayah baru saja pulang. Nanti habis maghrib ke sini lagi.""Maafkan mas kalau tidak bisa menunggu full time di sini.""Iya, nggak apa-apa. Aku ngerti.""Hen, kita bicara sebentar di luar." Pak Bakti menyela setelah mendengar anaknya hendak kembali ke rumah sakit. Lelaki itu langsung keluar kamar."Bentar, ya." Hendy menepuk lengan istrinya kemudian menyusul sang papa duduk di bangku kayu depan kamar perawatan."Kamu sudah menghubungi Ndaru?""Sudah. Setelah papa ngasih nomer ponselnya, la
SEBELUM BERPISAH- Rizal Muzzafar Seorang pria tinggi dengan kemeja abu-abu. Rambutnya tertata rapi, wajahnya bersih dengan sorot mata tenang melangkah menghampiri Pak Azman, Arman, dan Hasna."Assalamu'alaikum," ucapnya dengan nada sopan."Wa'alaikumsalam."Mereka terkejut menyadari siapa tamu tak terduga itu. Rizal dengan penampilan yang jauh berbeda dengan sosok pemuda sederhana dari keluarga miskin yang pernah mereka kenali dulu. Sekarang tubuhnya lebih berisi, gagah, dan tampak dewasa."Silakan duduk." Arman mempersilakan. Ia menunjuk kursi yang biasa untuk menerima para tamu. Bagaimanapun juga, Rizal datang pasti sebagai customer."Saya dari Powerhouse Architects, Pak. Ingin menindaklanjuti tentang pemesan beberapa furniture yang kemarin sudah dipesan oleh staf kantor." Rizal bicara dengan nada formal. Tidak perlu basa-basi. Sebab selama ini pun dia tidak pernah diterima sebagai kekasih Elvira."Maaf, apa bisa saya melihat pesanan yang sudah dibuat?"Pak Azman, Arman, diam terc
Hendy mengerti dengan perasaan istrinya. Apalagi Elvira begitu dekat dengan Ranty. Diraihnya jemari sang istri untuk digenggam. "Tidak usah sedih. Lakukan apa yang membuatmu nyaman untuk sekarang ini. Mas selalu ada buatmu.""Ya. Makasih banyak, Mas." Elvira tersenyum di antara mata yang berkaca-kaca."Apa Rizal sekarang menjalin hubungan dengan putri Pak Bahtiar?""Aku nggak tahu. Aku nggak mencari tahu."Mereka saling pandang. "Hari jadwal periksa, kan?" Hendy mengalihkan pembicaraan. "Hu um. Mas, nanti pulang jam berapa? Kalau pulang terlalu malam, biar aku periksa di rumah sakit saja. Hari Kamis ini ada dokter Nely, kan?""Ada. Kamu nggak apa-apa ke rumah sakit?"Elvira menggeleng. Sudah waktunya ia melawan trauma terhadap rumah sakit. Selama bertahun-tahun, aroma obat dan suasana steril rumah sakit menjadi bayang-bayang menakutkan yang sulit ia hapus. Tentang ibunya, tentang ayahnya juga yang dirawat di tempat itu. Tetapi ia sadar, ini tidak bisa dibiarkan selamanya. Sebab sebe
Pagi itu langit terlihat begitu cerah. Memasuki bulan Mei, hujan sudah mulai jarang. Sebentar lagi musim kemarau tiba.Elvira berdiri di depan meja dapur, tangannya sibuk memotong buah alpukat. Untuk dibuat jus kesukaan Hendy. Wajahnya terlihat ceria, seolah kenangan akan ayahnya telah tersimpan dengan damai di sudut hati. Kehilangan yang sempat merenggut warna hidupnya, kini tergantikan oleh kehangatan yang diberikan sang suami.Suara langkah kaki Hendy terdengar mendekat. Bersamaan dengan terciumnya aroma parfum maskulin yang menjadi favorit suaminya.Hendy sudah rapi dan siap berangkat ke rumah sakit. Tadi malam ada panggilan darurat jam dua pagi. Inilah yang membuatnya gelisah belakangan ini. Elvira sedang hamil sedangkan kesibukannya di rumah sakit membuatnya tidak tega meninggalkan sang istri sendirian di rumah.Memang Elvira tidak setiap hari sendirian. Mamanya sering mengunjungi dan menemani hingga Hendy pulang dari rumah sakit.Dipeluknya pinggang Elvira dari belakang. Sekara
SEBELUM BERPISAH - Suami yang KerenSetelah beberapa kali mencoba memulihkan rekaman yang telah terhapus, akhirnya mereka menemukan rekaman tanggal 29 Desember.Rizal tampak tegang, jantung Ranty berdegup kencang. Layar menampilkan, Elvira melangkah menuju ruang meeting membawa map di tangannya. Ketika hendak masuk, wanita itu berhenti dan merapatkan telinga ke pintu yang sedikit terbuka. Beberapa lama berdiri dan menunduk di sana. Kemudian berbalik arah, kembali ke belakang. Tidak lama kemudian, Elvira pergi membawa tasnya.Ranty menahan napas melihat rekaman itu. Tangannya juga gemetar. Sedangkan Rizal menghela nafas pelan, seraya menyandarkan tubuh ke punggung kursi. Meski saat itu dia tidak ikut bicara, tapi Elvira pasti mendengar ucapan Ranty. "El mendengar semuanya, Ran. Saat kamu membandingkan sikap keluarganya dan keluarga Pak Bahtiar."Mata Ranty berkaca-kaca. Seolah dia diingatkan kembali dengan gamblang, apa yang diucapkan waktu itu. "Apa ini yang membuat El memutuskan un
Hari keenam langit mendung seakan mencerminkan apa yang akan terjadi. Hendy baru saja selesai operasi dan ingin menemui istrinya di ruang ICU. Saat mendekati tempat itu, ia mendengar tangisan dari arah depan ruang ICU. Pria itu segera berlari cepat saat melihat Elvira terjatuh di lantai, menangis histeris."Ayah!" jerit Elvira. Suaranya penuh dengan kesedihan yang tidak bisa dilukiskan. Hendy meraih tubuh Elvira yang ditahan oleh Hasna. Dipeluknya tubuh sang istri yang menggigil dan terguncang. Ia tahu tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi pelindung bagi Elvira dalam momen kehilangan ini.Sejak tadi malam, Hendy sebenarnya sudah tahu kalau kondisi mertuanya semakin menurun. Namun ia hanya bicara pada Arman dan Amar.***L***Rumah Pak Azman dipenuhi para pelayat. Mulai dari kerabat, tetangga perumahan, hingga rekan bisnis, dan para pelanggan. Para dosen rekan Amar, rekan kerja Isti juga. Ranty dan Angel juga datang. Ranty hanya
Elvira menepis ketakutan yang teramat sangat. Sedangkan Hendy lebih khawatir lagi karena istrinya sedang hamil. Lelaki itu mengusap pelan perut yang membulat disaat Elvira sibuk menghapus air mata dengan tisu. Semoga bayi mereka selalu baik-baik saja. Sejak awal kehamilan, Elvira mengalami banyak tekanan."Ayo, Mas. Kita pergi sekarang." Elvira tidak ingin terlambat."Oke." Hendy bangkit dari duduknya. Meraih ponselnya di nakas. Elvira mengambil tas dan mengenakan masker dobel. Dalam perjalanan, Elvira hanya diam. Rasa khawatir membuncah tidak bisa dibendung meski Hendy mengatakan kalau ayahnya pasti baik-baik saja.Sampai di rumah sakit, Elvira disambut oleh dua kakak lelaki dan juga iparnya. "Ayah bagaimana, Mas?" tanya Elvira pada Arman."Ayah masih di pantau oleh dokter," jawab Arman."Kita doakan ayah segera sadar." Amar mengusap bahu sang adik."Mas, aku ingin bertemu ayah!" Elvira memandang suaminya. Hendy mengangguk, lalu merangkul bahu sang istri dan membawanya masuk ruang
SEBELUM BERPISAH - Hari yang BeratUsai mandi, Hendy tidak langsung keluar. Dia mengirimkan pesan pada asistennya yang masih di rumah sakit untuk menanyakan kondisi sang mertua. Ketika sudah mendapatkan balasan, Hendy baru keluar menemui istrinya."Sudah selesai?" Hendy menghampiri Elvira yang baru mematikan kompor."Hu um. Mas, mau makan sekarang?""Kita makan sama-sama.""Aku belum mandi.""Makan dulu baru mandi. Karena mas mau ngajak kamu ke luar.""Ke mana?" Elvira heran."Makan dulu, mandi, baru mas kasih tahu." Hendy tersenyum seraya mengambil dua piring di rak. Elvira yang bingung manut saja. Mau diajak ke mana? Biasanya sang suami langsung saja bicara tanpa berteka-teki.Dikarenakan dirinya juga lapar, Elvira pun duduk dan makan. Tapi entah kenapa perasaannya tidak enak. Namun ia tidak banyak bertanya. "Mau tambah lagi nasinya?""Nggak, Mas. Aku dah kenyang. Oh ya, kita mau ke mana?" Tidak sabar juga, akhirnya Elvira bertanya lagi. Perasaannya pun tak enak.Hendy tersenyum,
Lima belas menit kemudian, Herlina baru menyusul. Hendy langsung memesan minum dan mix plater yang berisi kentang goreng dan nugget."Jadi Rizal itu akunmu?" tanpa basa-basi, Hendy langsung bertanya setelah Herlina duduk."Ya. Akhirnya kamu tahu." Tidak ada pilihan selain mengakui. Dia sudah tertangkap basah."Kenapa membuat email dengan nama pria itu? Dia lelaki yang baik. Tega kamu memfitnahnya. Aku kenal Rizal lebih dari yang kamu tahu."Dahi Herlina mengernyit heran. "Dia mantan kekasih istrimu yang sekarang masih terikat hubungan pekerjaan atau bisa juga lebih dari itu."Hendy tidak menanggapi. Sepertinya Herlina belum tahu kalau sudah tiga hari ini Elvira berhenti kerja. "Dari mana kamu mendapatkan foto-foto mereka?""Apa susahnya mendapatkan semua itu. Akun lama Facebook Rizal selalu mengunggah kebersamaan mereka." Herlina kembali penuh percaya diri untuk menutupi ketakutan karena sudah kepergok tadi."Siapa yang kamu bayar untuk mengambil video pertemuan mereka tiga hari yang
Sudah tiga hari ini Elvira menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga. Ada yang aneh dan ia merasa kesepian. Biasa aktif dengan pekerjaan, sekarang menjadi pengangguran. Ah, tidak juga. Di rumah dia masih mendesain setelah Hendy berangkat ke rumah sakit dan selesai beres-beres.Elvira memasak pagi dan sore. Siang sambil mendesain ia menonton televisi. Tidak lagi sibuk dengan media sosialnya. Sudah tiga hari ini ia tidak melihat acara 'live' akunnya Nirvana Elegance. Sebab jujur saja hatinya masih sedih dan merasa kehilangan.[Sepi tanpamu, El.] Ranty mengirimkan pesan. Mungkin meluangkan waktu di sela jam kerjanya. Saat itu baru menunjukkan pukul 10.00.[Nanti kamu akan terbiasa juga, Ran. Tetap semangat, ya. Raih mimpimu.][Bagaimana denganmu?][Aku sedang bahagia menikmati hari-hariku. Awalnya sepi. Tapi kalau ingat calon bayiku, aku kembali bersemangat. Ini keputusanku dan aku nggak akan menyesalinya.][Semua kehilangan karena kamu resign.][Hanya beberapa hari saja dan setelah i
SEBELUM BERPISAH- Ketahuan Hendy menghubungi seseorang usai menerima email, yang mengirim video pertemuan Elvira, Rizal, dan Ranty di sebuah kafe. Ini tidak bisa dibiarkan. Siapa sebenarnya pemilik akun dengan atas nama Rizal itu. Sampai bisa mengambil video saat mereka melakukan pertemuan sore tadi di kafe."Kasih saya waktu dua hari sampai seminggu, Dok. Saya akan menemukan pemiliknya," jawab Ndaru di seberang."Oke, Pak Ndaru. Saya tunggu."Untuk melakukan pencarian seperti ini, Hendy tidak punya waktu untuk mengerjakannya. Dia membayar kembali Ndaru. Sebenarnya ia pun tahu, kalau untuk mengetahui identitas seseorang dari hanya dari email saja, belum tentu akan berhasil. Tapi ia yakin, Ndaru yang sudah berpengalaman mungkin punya cara untuk menemukan siapa pemilik akun itu.Lelaki itu menghela nafas panjang. Elvira memang sudah meminta izin menemui Rizal, Ranty, dan Angel untuk perpisahan mereka. Tapi di video itu Angel tidak ada. Apa yang ditampilkan di video mengusik jiwa Hend