"Waktu tantenya dokter Herlina meninggal, saya ikut takziah Mas Hendy ke sana. Bertemu juga dengan mamanya dokter Herlina. Ketemu juga dengan papa tirinya. Jujur saya kaget, karena yang saya ketahui, Pak Danu itu istrinya bukan Tante Karlina. Beliau langganan di toko ayah, Ma. Kalau ke sana selalu bersama istrinya yang berhijab. Cantik dan anggun.""Bu Karlina memang istri kedua, El. Tapi dia pinter. Bisa mendapatkan apapun yang ia mau. Bisa nyekolahin anaknya jadi dokter, bangun klinik juga. Punya beberapa salon."Istri pertama Pak Danu cukup kelewat sabar menurut mama. Mungkin juga sudah ke tahap 'terserah'. Ketiga anak-anaknya juga sukses. Malah anak Pak Danu sama Bu Karlina yang susah diatur. Beberapa kali kena kasus narkoba. Sampai sekarang juga belum nikah. Dia cuman bantuin mamanya di salon. Clubbing dan bersenang-senang saja kerjaannya."Ternyata mama mertuanya tahu banyak tentang kehidupan mereka. Jadi banyak alasan kenapa Bu Putri tidak merestui andai Hendy menikahi Herlina.
Spontan Elvira mendelik, mencubit lengan Hendy, seraya melirik ke arah mertuanya. Bagaimana kalau mereka mendengar. Malu.Hendy menahan sakit di lengannya. Elvira ini memang hobi mencubit. Padahal apa yang membuat malu dengan kata 'pijitin'."Obatnya sudah diminum?""Siang tadi sudah.""Nanti malam diminum lagi."Elvira mengangguk samar."Mas tidak bisa lama. Harus kembali ke rumah sakit, karena masih ada operasi. Mungkin jam sembilan malam sudah kembali ke sini.""Ya, nggak apa-apa. Ada Mama di sini. Ayah baru saja pulang. Nanti habis maghrib ke sini lagi.""Maafkan mas kalau tidak bisa menunggu full time di sini.""Iya, nggak apa-apa. Aku ngerti.""Hen, kita bicara sebentar di luar." Pak Bakti menyela setelah mendengar anaknya hendak kembali ke rumah sakit. Lelaki itu langsung keluar kamar."Bentar, ya." Hendy menepuk lengan istrinya kemudian menyusul sang papa duduk di bangku kayu depan kamar perawatan."Kamu sudah menghubungi Ndaru?""Sudah. Setelah papa ngasih nomer ponselnya, la
SEBELUM BERPISAH- Rizal Muzzafar Seorang pria tinggi dengan kemeja abu-abu. Rambutnya tertata rapi, wajahnya bersih dengan sorot mata tenang melangkah menghampiri Pak Azman, Arman, dan Hasna."Assalamu'alaikum," ucapnya dengan nada sopan."Wa'alaikumsalam."Mereka terkejut menyadari siapa tamu tak terduga itu. Rizal dengan penampilan yang jauh berbeda dengan sosok pemuda sederhana dari keluarga miskin yang pernah mereka kenali dulu. Sekarang tubuhnya lebih berisi, gagah, dan tampak dewasa."Silakan duduk." Arman mempersilakan. Ia menunjuk kursi yang biasa untuk menerima para tamu. Bagaimanapun juga, Rizal datang pasti sebagai customer."Saya dari Powerhouse Architects, Pak. Ingin menindaklanjuti tentang pemesan beberapa furniture yang kemarin sudah dipesan oleh staf kantor." Rizal bicara dengan nada formal. Tidak perlu basa-basi. Sebab selama ini pun dia tidak pernah diterima sebagai kekasih Elvira."Maaf, apa bisa saya melihat pesanan yang sudah dibuat?"Pak Azman, Arman, diam terc
"Dia datang ke sini dengan sikap sopan dan baik. Matanya saja nggak ada sorot kebencian saat memandang kita. Yang lalu biarlah berlalu. Kita lupakan. Toh Elvira sudah menjadi istri dokter Hendy."Justru kita harus curiga itu pada seseorang yang mungkin kecewa dengan dokter Hendy yang menikahi Elvira. Kita nggak tahu kan, sebelumnya dia dekat dengan siapa?"Kita fokusnya hanya ke El supaya bisa lepas dari Rizal. Kita nggak mikir latar belakang dokter Hendy. Bisa jadi dia punya pacar sebelum menikahi adik kita. Selama ini kita mikirnya hanya untuk jodohin mereka."Siapa tahu mantannya nggak terima. Orang kaya, dokter pula, pasti mantannya juga bukan dari kalangan sembarangan. Orang kaya dan pemuda miskin seperti Rizal, permasalahannya tidak sama. "Kalau orang miskin paling sindir-sindiran karena kekasihnya berpaling. Paling parah, hanya cakar-cakaran secara langsung. Orang kaya ini sistemnya beda, Mas. Dia bisa bayar orang untuk bertindak secara diam-diam penuh strategi. Bukankah ini l
"Oke. Aku nggak boleh menuduh tanpa bukti. Kalau gitu aku turun dulu, Mas." Elvira mengulurkan tangan untuk bersalaman. Hendy malah menariknya dan memeluk sejenak. Mencium istrinya mesra. Biar lelaki yang mengendarai mobil di depan itu bisa melihatnya. Tadi Elvira sudah bilang kalau akan bertemu Rizal hari ini. Kemudian Elvira turun seraya menenteng tasnya. Pada saat yang bersamaan mobil Rizal memasuki pintu pagar. Lelaki itu memang sempat melihat bagaimana Hendy mencium Elvira. Rizal tersenyum getir.Elvira melambaikan tangan saat sang suami tersenyum memandangnya seraya bergerak pergi dengan mobilnya."Pagi, El." Sapa Rizal yang melangkah dari parkiran ke arah pintu kantor."Pagi. Maaf kalau pekerjaan sempat tertunda beberapa hari.""Nggak apa-apa. Aku tahu kondisimu dari cerita Ranty. Keadaanmu bagaimana sekarang?""Alhamdulillah. Aku sudah sehat. Sudah dua hari aku masuk kerja. Kemarin dikasih tahu sama Mbak Angel kalau hari ini kamu ke kantor untuk membahas rencana pembangunan g
SEBELUM BERPISAH- Akhirnya Hendy TahuElvira melirik sekilas ponselnya di atas meja yang berpendar. Hendy menelepon tapi diabaikannya. Dia sedang meeting dengan Rizal, Angel, dan tim pelaksana pembangunan gedung baru.Rizal tengah memaparkan desain kantor cabang baru yang akan dibangun. Di layar proyektor, sketsa modern gedung berlantai dua itu tampak memukau, mencerminkan keahlian Rizal sebagai arsitek yang handal."Bu Angel, seperti yang bisa Anda lihat, kami mencoba mengoptimalkan ruang untuk efisiensi kerja tim. Area di lantai dua kami desain agar menciptakan kolaborasi yang lebih dinamis," jelas Rizal dengan nada tenang. Ia juga memandang pada Elvira yang tengah fokus memperhatikan presentasinya."Oke, seperti kesepakatan sebelumnya, Pak Rizal. Big bos sudah setuju dengan desain ini. Dan kami nggak ingin merubahnya lagi. Konsepnya sudah tepat," jawab Angel. "Bagaimana menurutmu, El?" Angel memandang Elvira."Saya hanya ingin memastikan, apakah area parkir ini sudah cukup luas un
Hendy menghela nafas panjang. "Aku kehilangan banyak waktu di rumah, Her. Di rumah sakit saja jadwalku padat. Aku tidak seperti dulu lagi. Aku sudah menikah."Herlina terdiam, tapi dadanya tercubit. Hendy berubah. Tidak lagi seperti Hendy yang baru awal menikah. Apakah dia sudah jatuh cinta pada istrinya? Apa mereka sudah benar-benar menjalani perannya sebagai pasangan yang menikah?Padahal di awal, Herlina melihat Hendy tidak begitu peduli pada Elvira. Mereka terlihat berjarak. Tapi sekarang, melihat kekhawatiran Hendy saat istrinya sakit kemarin, seolah menjawab bahwa hubungan mereka memang sudah berubah. "Maaf, aku mau makan siang dulu. Sebelum kembali ke ruang operasi." "Oke. Kalau gitu aku mau ngajak Mbak Ema untuk makan siang. Semoga dia longgar." jawab Herlina.Tanpa merespon Hendy bangkit dari duduknya. Herlina pun sama. Mereka pergi ke arah yang berbeda. Wanita itu tidak tahu apa yang membuat partner-nya gusar. Bukan karena tegangnya di kamar operasi. Tapi tegang memikirkan
Segelas air hangat dibawa Elvira masuk kamar. Jarak beberapa menit kemudian, Hendy keluar kamar mandi dalam keadaan wangi dan segar."Mas, sudah makan?""Sudah. Ke sini, mas ingin bicara."Mereka duduk di atas tempat tidur. Hendy mengambil ponselnya. Kemudian menunjukkan foto dua orang lelaki pada istrinya. "El, coba mendekat. Mas udah nggak bau obat." Hendy menarik pelan lengan istrinya."Perhatikan baik-baik wajah dua lelaki ini. Apakah dia yang nyamperin pas ban motormu kempes?"Elvira serius memperhatikan. Dadanya berdegup kencang. Rasa ketakutan akan peristiwa itu masih menjadi trauma baginya.Dia perempuan cerdas yang daya ingatnya tajam. "Yang pakai anting ini, Mas. Iya, aku ingat. Dia yang turun duluan nyamperin aku." Elvira tambah yakin setelah melihat lelaki itu pakai anting. Hendy merangkul istrinya supaya tidak panik. "Yang satunya bukan?""Bukan. Yang mengemudi waktu itu ada tato jangkar di lehernya. Tubuhnya lebih besar dari pada ini." Elvira menunjuk gambar salah satu
Hendy mengerti dengan perasaan istrinya. Apalagi Elvira begitu dekat dengan Ranty. Diraihnya jemari sang istri untuk digenggam. "Tidak usah sedih. Lakukan apa yang membuatmu nyaman untuk sekarang ini. Mas selalu ada buatmu.""Ya. Makasih banyak, Mas." Elvira tersenyum di antara mata yang berkaca-kaca."Apa Rizal sekarang menjalin hubungan dengan putri Pak Bahtiar?""Aku nggak tahu. Aku nggak mencari tahu."Mereka saling pandang. "Hari jadwal periksa, kan?" Hendy mengalihkan pembicaraan. "Hu um. Mas, nanti pulang jam berapa? Kalau pulang terlalu malam, biar aku periksa di rumah sakit saja. Hari Kamis ini ada dokter Nely, kan?""Ada. Kamu nggak apa-apa ke rumah sakit?"Elvira menggeleng. Sudah waktunya ia melawan trauma terhadap rumah sakit. Selama bertahun-tahun, aroma obat dan suasana steril rumah sakit menjadi bayang-bayang menakutkan yang sulit ia hapus. Tentang ibunya, tentang ayahnya juga yang dirawat di tempat itu. Tetapi ia sadar, ini tidak bisa dibiarkan selamanya. Sebab sebe
Pagi itu langit terlihat begitu cerah. Memasuki bulan Mei, hujan sudah mulai jarang. Sebentar lagi musim kemarau tiba.Elvira berdiri di depan meja dapur, tangannya sibuk memotong buah alpukat. Untuk dibuat jus kesukaan Hendy. Wajahnya terlihat ceria, seolah kenangan akan ayahnya telah tersimpan dengan damai di sudut hati. Kehilangan yang sempat merenggut warna hidupnya, kini tergantikan oleh kehangatan yang diberikan sang suami.Suara langkah kaki Hendy terdengar mendekat. Bersamaan dengan terciumnya aroma parfum maskulin yang menjadi favorit suaminya.Hendy sudah rapi dan siap berangkat ke rumah sakit. Tadi malam ada panggilan darurat jam dua pagi. Inilah yang membuatnya gelisah belakangan ini. Elvira sedang hamil sedangkan kesibukannya di rumah sakit membuatnya tidak tega meninggalkan sang istri sendirian di rumah.Memang Elvira tidak setiap hari sendirian. Mamanya sering mengunjungi dan menemani hingga Hendy pulang dari rumah sakit.Dipeluknya pinggang Elvira dari belakang. Sekara
SEBELUM BERPISAH - Suami yang KerenSetelah beberapa kali mencoba memulihkan rekaman yang telah terhapus, akhirnya mereka menemukan rekaman tanggal 29 Desember.Rizal tampak tegang, jantung Ranty berdegup kencang. Layar menampilkan, Elvira melangkah menuju ruang meeting membawa map di tangannya. Ketika hendak masuk, wanita itu berhenti dan merapatkan telinga ke pintu yang sedikit terbuka. Beberapa lama berdiri dan menunduk di sana. Kemudian berbalik arah, kembali ke belakang. Tidak lama kemudian, Elvira pergi membawa tasnya.Ranty menahan napas melihat rekaman itu. Tangannya juga gemetar. Sedangkan Rizal menghela nafas pelan, seraya menyandarkan tubuh ke punggung kursi. Meski saat itu dia tidak ikut bicara, tapi Elvira pasti mendengar ucapan Ranty. "El mendengar semuanya, Ran. Saat kamu membandingkan sikap keluarganya dan keluarga Pak Bahtiar."Mata Ranty berkaca-kaca. Seolah dia diingatkan kembali dengan gamblang, apa yang diucapkan waktu itu. "Apa ini yang membuat El memutuskan un
Hari keenam langit mendung seakan mencerminkan apa yang akan terjadi. Hendy baru saja selesai operasi dan ingin menemui istrinya di ruang ICU. Saat mendekati tempat itu, ia mendengar tangisan dari arah depan ruang ICU. Pria itu segera berlari cepat saat melihat Elvira terjatuh di lantai, menangis histeris."Ayah!" jerit Elvira. Suaranya penuh dengan kesedihan yang tidak bisa dilukiskan. Hendy meraih tubuh Elvira yang ditahan oleh Hasna. Dipeluknya tubuh sang istri yang menggigil dan terguncang. Ia tahu tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi pelindung bagi Elvira dalam momen kehilangan ini.Sejak tadi malam, Hendy sebenarnya sudah tahu kalau kondisi mertuanya semakin menurun. Namun ia hanya bicara pada Arman dan Amar.***L***Rumah Pak Azman dipenuhi para pelayat. Mulai dari kerabat, tetangga perumahan, hingga rekan bisnis, dan para pelanggan. Para dosen rekan Amar, rekan kerja Isti juga. Ranty dan Angel juga datang. Ranty hanya
Elvira menepis ketakutan yang teramat sangat. Sedangkan Hendy lebih khawatir lagi karena istrinya sedang hamil. Lelaki itu mengusap pelan perut yang membulat disaat Elvira sibuk menghapus air mata dengan tisu. Semoga bayi mereka selalu baik-baik saja. Sejak awal kehamilan, Elvira mengalami banyak tekanan."Ayo, Mas. Kita pergi sekarang." Elvira tidak ingin terlambat."Oke." Hendy bangkit dari duduknya. Meraih ponselnya di nakas. Elvira mengambil tas dan mengenakan masker dobel. Dalam perjalanan, Elvira hanya diam. Rasa khawatir membuncah tidak bisa dibendung meski Hendy mengatakan kalau ayahnya pasti baik-baik saja.Sampai di rumah sakit, Elvira disambut oleh dua kakak lelaki dan juga iparnya. "Ayah bagaimana, Mas?" tanya Elvira pada Arman."Ayah masih di pantau oleh dokter," jawab Arman."Kita doakan ayah segera sadar." Amar mengusap bahu sang adik."Mas, aku ingin bertemu ayah!" Elvira memandang suaminya. Hendy mengangguk, lalu merangkul bahu sang istri dan membawanya masuk ruang
SEBELUM BERPISAH - Hari yang BeratUsai mandi, Hendy tidak langsung keluar. Dia mengirimkan pesan pada asistennya yang masih di rumah sakit untuk menanyakan kondisi sang mertua. Ketika sudah mendapatkan balasan, Hendy baru keluar menemui istrinya."Sudah selesai?" Hendy menghampiri Elvira yang baru mematikan kompor."Hu um. Mas, mau makan sekarang?""Kita makan sama-sama.""Aku belum mandi.""Makan dulu baru mandi. Karena mas mau ngajak kamu ke luar.""Ke mana?" Elvira heran."Makan dulu, mandi, baru mas kasih tahu." Hendy tersenyum seraya mengambil dua piring di rak. Elvira yang bingung manut saja. Mau diajak ke mana? Biasanya sang suami langsung saja bicara tanpa berteka-teki.Dikarenakan dirinya juga lapar, Elvira pun duduk dan makan. Tapi entah kenapa perasaannya tidak enak. Namun ia tidak banyak bertanya. "Mau tambah lagi nasinya?""Nggak, Mas. Aku dah kenyang. Oh ya, kita mau ke mana?" Tidak sabar juga, akhirnya Elvira bertanya lagi. Perasaannya pun tak enak.Hendy tersenyum,
Lima belas menit kemudian, Herlina baru menyusul. Hendy langsung memesan minum dan mix plater yang berisi kentang goreng dan nugget."Jadi Rizal itu akunmu?" tanpa basa-basi, Hendy langsung bertanya setelah Herlina duduk."Ya. Akhirnya kamu tahu." Tidak ada pilihan selain mengakui. Dia sudah tertangkap basah."Kenapa membuat email dengan nama pria itu? Dia lelaki yang baik. Tega kamu memfitnahnya. Aku kenal Rizal lebih dari yang kamu tahu."Dahi Herlina mengernyit heran. "Dia mantan kekasih istrimu yang sekarang masih terikat hubungan pekerjaan atau bisa juga lebih dari itu."Hendy tidak menanggapi. Sepertinya Herlina belum tahu kalau sudah tiga hari ini Elvira berhenti kerja. "Dari mana kamu mendapatkan foto-foto mereka?""Apa susahnya mendapatkan semua itu. Akun lama Facebook Rizal selalu mengunggah kebersamaan mereka." Herlina kembali penuh percaya diri untuk menutupi ketakutan karena sudah kepergok tadi."Siapa yang kamu bayar untuk mengambil video pertemuan mereka tiga hari yang
Sudah tiga hari ini Elvira menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga. Ada yang aneh dan ia merasa kesepian. Biasa aktif dengan pekerjaan, sekarang menjadi pengangguran. Ah, tidak juga. Di rumah dia masih mendesain setelah Hendy berangkat ke rumah sakit dan selesai beres-beres.Elvira memasak pagi dan sore. Siang sambil mendesain ia menonton televisi. Tidak lagi sibuk dengan media sosialnya. Sudah tiga hari ini ia tidak melihat acara 'live' akunnya Nirvana Elegance. Sebab jujur saja hatinya masih sedih dan merasa kehilangan.[Sepi tanpamu, El.] Ranty mengirimkan pesan. Mungkin meluangkan waktu di sela jam kerjanya. Saat itu baru menunjukkan pukul 10.00.[Nanti kamu akan terbiasa juga, Ran. Tetap semangat, ya. Raih mimpimu.][Bagaimana denganmu?][Aku sedang bahagia menikmati hari-hariku. Awalnya sepi. Tapi kalau ingat calon bayiku, aku kembali bersemangat. Ini keputusanku dan aku nggak akan menyesalinya.][Semua kehilangan karena kamu resign.][Hanya beberapa hari saja dan setelah i
SEBELUM BERPISAH- Ketahuan Hendy menghubungi seseorang usai menerima email, yang mengirim video pertemuan Elvira, Rizal, dan Ranty di sebuah kafe. Ini tidak bisa dibiarkan. Siapa sebenarnya pemilik akun dengan atas nama Rizal itu. Sampai bisa mengambil video saat mereka melakukan pertemuan sore tadi di kafe."Kasih saya waktu dua hari sampai seminggu, Dok. Saya akan menemukan pemiliknya," jawab Ndaru di seberang."Oke, Pak Ndaru. Saya tunggu."Untuk melakukan pencarian seperti ini, Hendy tidak punya waktu untuk mengerjakannya. Dia membayar kembali Ndaru. Sebenarnya ia pun tahu, kalau untuk mengetahui identitas seseorang dari hanya dari email saja, belum tentu akan berhasil. Tapi ia yakin, Ndaru yang sudah berpengalaman mungkin punya cara untuk menemukan siapa pemilik akun itu.Lelaki itu menghela nafas panjang. Elvira memang sudah meminta izin menemui Rizal, Ranty, dan Angel untuk perpisahan mereka. Tapi di video itu Angel tidak ada. Apa yang ditampilkan di video mengusik jiwa Hend