"Kalau Mas menyukainya, kenapa nggak memperjuangkannya?" Elvira berusaha tetap setenang mungkin. Ketenangan yang sejak tadi membuat suaminya begitu khawatir. Namun Elvira tidak tahu akan hal itu."Apa yang harus aku perjuangkan. Sedangkan kami tidak terikat sebuah hubungan. Perasaanku lebih condong ke simpati padanya. Kalau mama dan papaku tidak setuju, aku lebih memilih berteman baik saja.""Pantesan Mas selalu membelanya. Sadar nggak kalau dia sudah berusaha mencari simpati pada Mbak Ema karena telepon hari Sabtu itu?"Hendy mengangguk pelan. "Ya. Mas minta maaf. Herlina tidak pernah begini sebelumnya. Mas bukan membela, El. Tapi begitulah Herlina yang mas kenal selama ini. Kaget juga saat dia ....""Karena dia mencintaimu," potong Elvira. Mereka saling pandang. Kemudian Hendy tersenyum samar. "Kita sudah menikah, El.""Belum terlambat untuk mengakhiri, kalau sebenarnya kalian saling mencintai." Suara Elvira bergetar. Meski bagaimanapun buruknya hubungan mereka, tapi pernikahan itu
SEBELUM BERPISAH- Kenyataan itu MenyakitikuMendengar pengakuan istrinya, Hendy yang semula sudah resah kini tambah tegang luar biasa. Degup jantungnya berpacu hebat. Wajah itu tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut sekaligus kekhawatiran yang dalam. Tatapannya tajam dan tidak bergeser sedikit pun dari wanita cantik di sebelahnya.Perasaannya yang tidak tenang sejak kemarin siang, saat melihat interaksi antara Elvira dan arsitek itu kini terjawab sudah. "Aku harus jujur daripada timbul fitnah di kemudian hari. Lebih baik aku yang ngasih tahu Mas Hendy daripada Mas mengetahuinya dari orang lain. Sepertinya sekarang ini, ada orang yang sibuk mencari tahu tentangku."Gestur tubuh Hendy tidak bisa menyembunyikan betapa ia tidak tenang saat itu."Kalian putus setelah kamu dipaksa menikah denganku?" Suara Hendy terdengar berat."Kami memang sudah putus, beberapa bulan sebelum pernikahan kita. Tapi kami masih berkomunikasi sebagai teman. Persis seperti kisah Mas dan dokter Herlina. Kami k
Mungkin lebih baik ia melihat Elvira yang mengomel, menatap tajam sebagai bentuk protes akan sesuatu. Ketenangannya kini meresahkan. Apa karena bertemu lagi dengan mantan kekasihnya yang membuat Elvira kian percaya diri. Elvira perempuan independen yang tidak takut jika terpaksa harus sendiri. Sadar sedang diperhatikan, Elvira tetap tenang memandang kejauhan. Jalani saja ke depan bagaimana. Tidak perlu ia menceritakan pada Hendy bagaimana big effort Rizal padanya selama ini. Bagaimana ia dihargai dan diprioritaskan oleh lelaki itu. Mendung kembali mengepung. Mengalahkan sinar sang surya yang baru muncul dari peraduannya. Gerimis halus turun. Hawa makin dingin. Hendy berdiri dan meraih lengan istrinya. "Kita ke dalam," ajaknya.Di kamar hotel suasana jelas lebih hangat. Hendy duduk di atas ranjang yang sudah dirapikan seprainya oleh Elvira.Dia masih terkejut dengan kenyataan yang baru saja diakui oleh istrinya. Staycation yang direncanakan untuk membahas tentang hubungan mereka dan
"Dress code-nya warna apa, Ma?""Biru. Ema bilangnya victoria blue. Tapi mama nyebutnya biru aja. Ribet mengingatnya, El.""Iya, Ma. Nanti saya lihat dulu di butik. Kalau misalnya nggak ada yang pas, nanti kita bikin sendiri saja.""Oke." Bu Putri tersenyum senang seraya menerima secangkir teh yang diangsurkan sang menantu. Elvira kemudian ke depan mengantarkan teh untuk papa mertua dan suaminya. Bu Putri ikut bergabung.Mumpung ada kesempatan, ada keinginan Elvira untuk bertanya tentang Herlina pada sang mama mertua. Namun niat itu ia urungkan. Sekarang harus berhati-hati mengambil tindakan. Jika sampai ditegur oleh Bu Putri, Elvira khawatir jika diputar balikan faktanya oleh dokter itu. Playing victim. Cerita ke semua orang untuk mencari simpati dan menjatuhkannya secara halus.Mungkin sekarang ini, diam saja lebih baik. Fokus pada diri untuk bekerja dan menjaga kehormatannya sebagai seorang istri.***L***Pagi yang dingin setelah hujan semalaman. Bahkan masih menyisakan mendung se
SEBELUM BERPISAH- Resah"Nggak usah mandang aku begitu." Elvira membalas tatapan tajam suaminya. "Kenapa baru cerita sekarang?""Karena baru sekarang waktu yang tepat. Aku nggak mau Mas tahu dari orang lain dengan cerita yang berbeda. Yang bisa saja ditambah-tambahi."Hendy menghela nafas panjang."Setelah menikah, kami nggak pernah lagi komunikasi. Di Jakarta waktu itu, adalah pertemuan pertama setelah kami berpisah. Terakhir kami bertemu, saat aku memberitahunya kalau aku akan menikah." Buru-buru Elvira mengalihkan pandangan dengan sibuk mengelap tangannya. Dia selalu sedih jika ingat pertemuan terakhirnya dengan Rizal."Lihat Mas, El." Hendy meraih lengan Elvira supaya menghadap ke arahnya. Dia bisa menangkap kesedihan di wajah istrinya."Sudah jam berapa ini. Aku harus siap-siap," elak Elvira. Dia harus menyembunyikan matanya yang berkabut. Dia tidak ingin seperti itu, tapi susah mengendalikannya. Kemudian tergesa hendak masuk kamar. "Tunggu!" Hendy meraih lengan istrinya. "Ri
Hendy berusaha memusatkan seluruh perhatiannya pada tugas. Pekerjaan sebagai dokter anestesi membutuhkan ketelitian dan konsentrasi tinggi. Ia harus memastikan pasien tetap stabil selama prosedur. Namun, setiap kali ia berusaha fokus, pikiran tentang Elvira dan Rizal kembali mengganggu.Tidak jarang, perselingkuhan terjadi karena kehadiran cinta lama yang belum selesai.Suara monitor detak jantung dan deru alat bantu pernapasan memenuhi ruangan operasi. Hendy berdiri di dekat kepala pasien, fokus pada peralatan anestesi yang mengontrol kondisi pasien selama operasi berlangsung. Di seberang, dokter Zani sedang bersiap bersama asisten bedahnya."Dok, pasien stabil?" tanya dokter Zani dibalik maskernya.Hendy mengangguk mengacungkan jempolnya sambil memeriksa monitor. "Tekanan darah 110/70, oksigenasi baik. Sedasi dalam batas optimal."Dokter Zani melanjutkan arahan pada tim bedahnya untuk memulai operasi. Seperti biasa, mereka menadahkan tangan sejenak untuk berdoa.Hendy menghela nafas
Namun Herlina tahu bahwa Hendy tidak sepenuhnya jujur. Pasti ada sesuatu antara lelaki itu dan istrinya."Baiklah kalau gitu, aku mau ke poli. Semoga operasi nanti sukses, Dok.""Thank's." Hendy menjawab tanpa memandang pada wanita yang beranjak pergi. Diambilnya kembali ponsel dan mengetik pesan untuk Elvira.[Kita makan malam di rumah. Aku akan menunggumu nanti.] Kirim dan tetap abu-abu hingga ia kembali bersiap ke ruang operasi.***L***Rizal memperhatikan Elvira yang tengah merapikan berkasnya di atas meja. Mereka baru saja selesai meeting sore itu. Big bos juga sudah pamitan di antar oleh Angel ke luar ruangan. Desir luka dan kehilangan itu, selalu ada tiap kali ia mengingat atau bertemu seperti ini. Dikala dirinya sudah pantas untuk perempuan yang sangat dicintainya, tapi jarak yang terbentang sudah tak terbatas. "Jaga diri, Zal. El itu istri orang. Bersikaplah sebagai lelaki sejati yang tahu tempatmu di mana. Bekerjalah secara profesional," pesan sang ibu tadi malam."Tujuank
SEBELUM BERPISAH - Di Sebuah Pesta Diberi kabar kalau ayahnya sakit, dada Elvira berdebar-debar. Khawatir, cemas, dan takut. Ayahnya ini tipe orang yang tidak pernah mengeluh. Apalagi setelah ibunya Elvira tiada. Sakit kalau masih bisa ditahan, Pak Azman akan diam saja. Minum obat, istirahat sejenak, kemudian beraktivitas kembali. Dia tidak suka merepotkan anak-anaknya.Paling ayahnya akan cerita pada Mak Imah. Anak-anak tahunya dari perempuan yang seharusnya mereka panggil budhe itu.Elvira melihat jarum jam di pergelangan tangan. Pukul setengah empat. Niat hendak berbincang dengan Angel dan Ranty ditunda saja. Ke butik juga bisa besok. Dia harus segera pulang.Namun harus memberitahu Hendy lebih dulu. Di teleponnya sang suami. Semoga tidak mengganggunya. Namun panggilan tidak segera dijawab. Elvira mengetik pesan. [Barusan Mbak Hasna ngabari kalau ayah sakit, Mas. Aku mau langsung ke sana sekarang mumpung masih belum hujan.]Setelah mengirim pesan, Elvira berkemas-kemas. Kemudian
Hari keenam langit mendung seakan mencerminkan apa yang akan terjadi. Hendy baru saja selesai operasi dan ingin menemui istrinya di ruang ICU. Saat mendekati tempat itu, ia mendengar tangisan dari arah depan ruang ICU. Pria itu segera berlari cepat saat melihat Elvira terjatuh di lantai, menangis histeris."Ayah!" jerit Elvira. Suaranya penuh dengan kesedihan yang tidak bisa dilukiskan. Hendy meraih tubuh Elvira yang ditahan oleh Hasna. Dipeluknya tubuh sang istri yang menggigil dan terguncang. Ia tahu tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi pelindung bagi Elvira dalam momen kehilangan ini.Sejak tadi malam, Hendy sebenarnya sudah tahu kalau kondisi mertuanya semakin menurun. Namun ia hanya bicara pada Arman dan Amar.***L***Rumah Pak Azman dipenuhi para pelayat. Mulai dari kerabat, tetangga perumahan, hingga rekan bisnis, dan para pelanggan. Para dosen rekan Amar, rekan kerja Isti juga. Ranty dan Angel juga datang. Ranty hanya
Elvira menepis ketakutan yang teramat sangat. Sedangkan Hendy lebih khawatir lagi karena istrinya sedang hamil. Lelaki itu mengusap pelan perut yang membulat disaat Elvira sibuk menghapus air mata dengan tisu. Semoga bayi mereka selalu baik-baik saja. Sejak awal kehamilan, Elvira mengalami banyak tekanan."Ayo, Mas. Kita pergi sekarang." Elvira tidak ingin terlambat."Oke." Hendy bangkit dari duduknya. Meraih ponselnya di nakas. Elvira mengambil tas dan mengenakan masker dobel. Dalam perjalanan, Elvira hanya diam. Rasa khawatir membuncah tidak bisa dibendung meski Hendy mengatakan kalau ayahnya pasti baik-baik saja.Sampai di rumah sakit, Elvira disambut oleh dua kakak lelaki dan juga iparnya. "Ayah bagaimana, Mas?" tanya Elvira pada Arman."Ayah masih di pantau oleh dokter," jawab Arman."Kita doakan ayah segera sadar." Amar mengusap bahu sang adik."Mas, aku ingin bertemu ayah!" Elvira memandang suaminya. Hendy mengangguk, lalu merangkul bahu sang istri dan membawanya masuk ruang
SEBELUM BERPISAH - Hari yang BeratUsai mandi, Hendy tidak langsung keluar. Dia mengirimkan pesan pada asistennya yang masih di rumah sakit untuk menanyakan kondisi sang mertua. Ketika sudah mendapatkan balasan, Hendy baru keluar menemui istrinya."Sudah selesai?" Hendy menghampiri Elvira yang baru mematikan kompor."Hu um. Mas, mau makan sekarang?""Kita makan sama-sama.""Aku belum mandi.""Makan dulu baru mandi. Karena mas mau ngajak kamu ke luar.""Ke mana?" Elvira heran."Makan dulu, mandi, baru mas kasih tahu." Hendy tersenyum seraya mengambil dua piring di rak. Elvira yang bingung manut saja. Mau diajak ke mana? Biasanya sang suami langsung saja bicara tanpa berteka-teki.Dikarenakan dirinya juga lapar, Elvira pun duduk dan makan. Tapi entah kenapa perasaannya tidak enak. Namun ia tidak banyak bertanya. "Mau tambah lagi nasinya?""Nggak, Mas. Aku dah kenyang. Oh ya, kita mau ke mana?" Tidak sabar juga, akhirnya Elvira bertanya lagi. Perasaannya pun tak enak.Hendy tersenyum,
Lima belas menit kemudian, Herlina baru menyusul. Hendy langsung memesan minum dan mix plater yang berisi kentang goreng dan nugget."Jadi Rizal itu akunmu?" tanpa basa-basi, Hendy langsung bertanya setelah Herlina duduk."Ya. Akhirnya kamu tahu." Tidak ada pilihan selain mengakui. Dia sudah tertangkap basah."Kenapa membuat email dengan nama pria itu? Dia lelaki yang baik. Tega kamu memfitnahnya. Aku kenal Rizal lebih dari yang kamu tahu."Dahi Herlina mengernyit heran. "Dia mantan kekasih istrimu yang sekarang masih terikat hubungan pekerjaan atau bisa juga lebih dari itu."Hendy tidak menanggapi. Sepertinya Herlina belum tahu kalau sudah tiga hari ini Elvira berhenti kerja. "Dari mana kamu mendapatkan foto-foto mereka?""Apa susahnya mendapatkan semua itu. Akun lama Facebook Rizal selalu mengunggah kebersamaan mereka." Herlina kembali penuh percaya diri untuk menutupi ketakutan karena sudah kepergok tadi."Siapa yang kamu bayar untuk mengambil video pertemuan mereka tiga hari yang
Sudah tiga hari ini Elvira menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga. Ada yang aneh dan ia merasa kesepian. Biasa aktif dengan pekerjaan, sekarang menjadi pengangguran. Ah, tidak juga. Di rumah dia masih mendesain setelah Hendy berangkat ke rumah sakit dan selesai beres-beres.Elvira memasak pagi dan sore. Siang sambil mendesain ia menonton televisi. Tidak lagi sibuk dengan media sosialnya. Sudah tiga hari ini ia tidak melihat acara 'live' akunnya Nirvana Elegance. Sebab jujur saja hatinya masih sedih dan merasa kehilangan.[Sepi tanpamu, El.] Ranty mengirimkan pesan. Mungkin meluangkan waktu di sela jam kerjanya. Saat itu baru menunjukkan pukul 10.00.[Nanti kamu akan terbiasa juga, Ran. Tetap semangat, ya. Raih mimpimu.][Bagaimana denganmu?][Aku sedang bahagia menikmati hari-hariku. Awalnya sepi. Tapi kalau ingat calon bayiku, aku kembali bersemangat. Ini keputusanku dan aku nggak akan menyesalinya.][Semua kehilangan karena kamu resign.][Hanya beberapa hari saja dan setelah i
SEBELUM BERPISAH- Ketahuan Hendy menghubungi seseorang usai menerima email, yang mengirim video pertemuan Elvira, Rizal, dan Ranty di sebuah kafe. Ini tidak bisa dibiarkan. Siapa sebenarnya pemilik akun dengan atas nama Rizal itu. Sampai bisa mengambil video saat mereka melakukan pertemuan sore tadi di kafe."Kasih saya waktu dua hari sampai seminggu, Dok. Saya akan menemukan pemiliknya," jawab Ndaru di seberang."Oke, Pak Ndaru. Saya tunggu."Untuk melakukan pencarian seperti ini, Hendy tidak punya waktu untuk mengerjakannya. Dia membayar kembali Ndaru. Sebenarnya ia pun tahu, kalau untuk mengetahui identitas seseorang dari hanya dari email saja, belum tentu akan berhasil. Tapi ia yakin, Ndaru yang sudah berpengalaman mungkin punya cara untuk menemukan siapa pemilik akun itu.Lelaki itu menghela nafas panjang. Elvira memang sudah meminta izin menemui Rizal, Ranty, dan Angel untuk perpisahan mereka. Tapi di video itu Angel tidak ada. Apa yang ditampilkan di video mengusik jiwa Hend
Lelaki itu mengambil ponsel dari saku celana saat ada bunyi notifikasi. Membuka benda itu sambil melangkah di lorong rumah sakit. Kembali ada email masuk yang mengirim foto Elvira dan Rizal. Ketenangannya terusik oleh hal-hal begini. Padahal hubungannya dengan sang istri mulai menghangat belakangan ini. Ia mencurigai Herlina. Dia begitu yakin kalau pelakunya adalah wanita itu. Tidak sulit bagi Herlina untuk mendapatkan foto-foto mereka, entah bagaimana itu caranya.Hendy terus melangkah ke parkiran. Dia tidak akan membiarkan, tapi bukan sekarang. Pasti akan ada waktu yang tepat untuk menegurnya. Kendati mereka masih bertemu setiap hari.Kalau sampai Herlina tahu Elvira berhenti kerja, memang dia membayar orang untuk mencari informasi itu.Sesampainya di rumah, Elvira sudah menyambutnya di depan pintu. Senyum wanita itu merekah, menyembunyikan apa yang terjadi tadi siang. "Aku khawatir Mas pulang malam, padahal aku sudah masak sup iga kesukaan, Mas." "Kalau pulang telat, Mas pasti
"Aku sedih banget. Selama ini kita selalu bersama-sama. Sekolah, kuliah, jalan-jalan, kerja, selalu barengan." Mata Ranty memerah.Elvira tersenyum getir lantas memandang Ranty. "Nggak selamanya selalu bersama, Ran. Tapi kita masih bisa bertemu, berkomunikasi, meski sudah nggak menjadi rekan kerja lagi. "Kalau bukan aku, pasti kamu juga bisa memutuskan hal begini jika ada sesuatu yang membuatmu harus pergi. Dengan Rizal pun sama. Setelah projek selesai, kita pun akan terputus sebagai partner kerja." Elvira memandang Rizal yang saat itu juga memperhatikannya dengan mata yang memerah.Entah ini kesedihan yang ke berapa lagi. Luka dari perempuan yang sama. Dulu dia harus pergi, mulai mengobati hati. Ketika mulai terbiasa, kembali dipertemukan di Jakarta. Dan tuntutan pekerjaan membuat mereka kembali bertemu dan menjadi partner kerja. Rizal kembali terbawa oleh perasaannya yang masih tetap sama. Nyaman dan menjadi lebih bersemangat, meski ia sadar sesadar-sadarnya kalau Elvira itu sudah
SEBELUM BERPISAH - Perpisahan Sore Itu Ketika Elvira dan Ranty hendak bangkit dari duduknya, saat bersamaan pintu ruangan diketuk lalu masuklah Angel. Wanita yang tengah sarat mengandung itu tampak kepayahan. Ranty mengambilkan kursi untuk duduk bosnya."Ada apa, Mbak?" tanya Ranty."Nggak ada apa-apa. Kalian mau nemui Rizal, kan?""Ya," jawab Ranty."Oke. Aku juga pasrah pada kalian berdua tentang renovasi kantor di Sidoarjo."Hening."Ada apa nih, kalian tampak sedih gitu?" Angel memperhatikan Elvira dan Ranty bergantian. Dia merasakan sesuatu yang berbeda.Ranty memandang Elvira. Biarlah Rizal menunggu, tapi ia harus memberitahu bosnya sekarang juga. Siapa tahu Angel bisa membuat Elvira merubah keputusan. "El mau resign, Mbak."Angel terperanjat. Matanya membulat memandang Elvira. "Kenapa resign?"Elvira memberikan alasan persis seperti yang diucapkan pada Ranty baru saja. Bicara dengan tenang, seolah tanpa beban."Mbak mau lahiran, El. Kalau kamu berhenti kerja, siapa lagi yang