Malam harinya aku berunding dengan Bang Usman. Apa mungkin suamiku yang hanya lulusan SMP bisa meminpin perusahaan raksasa tersebut. Kami tentu harus belajar dari bawah. Aku dan suamiku tertarik juga dengan usaha restaurant. Mungkin disitulah keputusan Bang Usman. Keesokan harinya kami sekeluarga diajak ibu mertua belanja di mall. Mataku terkagum kagum melihat tingginya gedung gedung menjulang, ramainya wara wiri kendaraan. Maklum hidupku di kampung dan aku hampir tidak pernah ke kota. " Narti nanti jangan ndeso kamu. Buat malu saja," ucap Tante Maya ketus sepertinya dia melihatku yang melihat gedung gedung pencakar langit saat di mobil." Biarin kenapa sih Mir. Dia menantuku," bela ibu mertua.Aku tersenyum." Ma af tante kalau kelihatan norak soalnya pemandangan di kota berbeda dengan di desa saya. Saya orang desa bukanya biasa kalau terkagum kagum dengan pemandangan kota ? Pun dengan orang kota pasti akan terkagum kagum dengan asrinya suasana desa. Hidup itu sawang sinawang tant
Saat ku lihat pemandangan diluar, ekor mataku menangkap seseorang yang sangat ku kenal mengorek sampah. Dia seperti Kang Sabar.Bergegas aku keluar mengejar sosok itu. Tak kuhiraukan panggilan suami dan ibu mertua ku bersahutan. Aku keluar restoran dan sosok itu sudah tidak ada. Rasanya tadi benar yang ku lihat adalah Kang Sabar. Tapi mana mungkin Kang Sabar mengorek sampah." Eneng kenapa?" tanya Bang Usman menyusulku." Bang aku tadi seperti melihat Kang Sabar mengorek ngorek sampah,"" Mana mungkin Kang Sabar seperti itu neng. Mungkin eneng salah lihat,"Bang Usman menggandeng tangan ku untuk masuk restoran lagi. Tapi pikiranku terus berkecamuk dengan keadaan yang barusan aku lihat. Apa benar tadi Kang Sabar. Semoga Tuhan selalu melindungi kakak ku dimanapun dia berada." Ada apa Narti ?" tanya ibu mertua.Aku yang belum kembali konsentrasi tidak mampu menjawab pertanyaan ibu mertua."Narti tadi salah lihat orang bu. Dikira kakak nya," jawab suamiku." Tante lihat tadi kamu berlar
"Heh wanita kampung. Yakin sekali kamu. Perjanjian perjodohan itu tetap berlaku," ucap Bu Astri dengan berkacak pinggang.Perjanjian Perjodohan ?Permainan apa yang mereka lakukan sebenarnya ? Kalau begini caranya, lebih baik aku pulang kampung lagi daripada melihat suamiku mendua." Maya, perjanjian perjodohan itu tetap berlaku walaupun Fandi sudah berkeluarga karena perjanjian itu tampa pengecualian,"Aku terduduk lemas. Kenapa cobaan demi cobaan menghampiriku disaat aku tengah mengandung malaikat titipan Tuhan.Apa kebaikan mertuaku selama ini hanya setingan belaka? Apa kedatanganku disini hanya untuk disakiti ? Ah semoga apa yang aku fikirkan tidak akan terjadi.Ku lihat ibu mertua ku memandang dengan geram. Sepertinya beliau marah besar." Kita sama sama wanita, Astri. Apa kamu tega menyakiti wanita yang telah sah menjadi seorang istri Fandi. Dan istrinya tengah mengandung. Dasar tidak punya hati. Ayok Fandi, Narti,Yuli kita pergi dari sini." ucap ibu mertuaku sambil melangkah p
Bang Usman menoleh kearah ku. Sepertinya ia tahu perasaanku. Aku hanya membuang pandangan ke arah lain. Dia menggenggam tanganku." Neng, bukan maksud abang ingin mendua. Abang cuma ingin sama eneng. Bukan dengan yang lain,"Aku melengos kesal." Janji adalah hutang neng. Kita harus mengambil kesepakatan bersama. Agar bisa menemukan jalan keluar terbaik. Tidak baik masalah dibiarkan berlarut larut," ucap suamiku lagi." Narti kamu tenang saja. Ibu akan berusaha semampu ibu. Fandi tidak akan menikahi Tina. Ibu juga tidak setuju. Mereka hanya mengincar harta," jelas ibu.Aku memandangi mereka. Ada raut serius di wajahnya. Aku mengenal suamiku lama. Mengapa aku meragukan kejujuran dan kesetiaanya ? Tapi bukankah setiap orang bisa berubah ?" Percayalah," Suami dan Ibu mertuaku menggenggam erat tanganku." Bismillah. Semoga kepercayaanku tidak engkau sia sia kan bang," Ibu mertuaku tersenyum. Ada rasa damai melihat senyuman beliau. Mungkin karena aku rindu sosok emak." Lalu bagaimana ta
Tetapi aku berhenti saat merasakan perutku seperti mau haid tapi lebih sakit lagi. Aku berpegangan kursi. Suamiku buru buru menghampiriku." Neng kenapa ?" tanyanya dengan wajah penuh khawatir." Perutku bang. Sakit sekali. Seperti mau melahirkan. Tolong bang." rintihku.Seketika cairan putih menyembul begitu saja. Mungkin ini air ketuban ku. Ya Tuhan semoga tidak terjadi apa apa.Bang Usman bingung. Refleks dia menggendong ku yang entah sudah bertambah berapa kilo berat badanku memuju mobil.Mobil membelah keramaian kota. Tapi kemacetan menjadi hal biasa yang menghiasi kota besar." Tuan , bagaimana ini macet parah tampaknya dari depan ?" tanya Pak Asmat, sopir yang disuruh ibu mengantar kami. Ia ikut khawatir." Eneng sudah tidak tahan bang," air mataku bercucuran merasakan perut yang mulai kontraksi tak karuan." Pak Asmat saya tidak berpengalaman di kota pak. Bagaimana ini pak?" tanya suamiku tak kalah panik.Susah sekali hidup di kota besar yang apa apa harus ke rumah sakit. Kala
Mbak Lastri berlari terlalu kencang. Aku tak mampu untuk mengejarnya. Mungkin aku harus ke desa menemui Kang Sabar. Aku takut terjadi apa apa denganya. Atau aku bertanya saja dengan Aliya. Ahh bahkan aku belum bertanya tentang kelanjutan rekruitmen karyawan di rumah makan." Dia siapa Narti ? Kenapa kamu antusias sekali mengejarnya ?" tanya ibu mertua." Dia kakak ipar saya bu. Dulu kehidupanya membaik, tetapi kenapa sekarang dia menjadi baby sister. Narti takut ada yang tidak beres bu,"" Paling akal akalan kamu saja Narti. Supaya keluarga mu ikut menikmati semua ini. Sengaja kamu suruh kakak ipar mu menjadi baby sister,". Seperti biasa Tante Mira selalu menyinyiriku."Astagfirulloh. Bahkan mereka saja tidak menganggap Narti saudara, tante. Bagaimana mungkin Narti punya fikiran seperti itu ?"Sedih juga dituduh memanfaatkan harta ibu mertua. Sama sekali aku tak silau dengan harta. Karena kelak semuanya harus dihisab." Sudah neng, kapan kapan kita mengunjungi rumah di desa. Supaya ki
" Ada apa kesini ? Mau pamer ?" tanya Leli ketus.Aku mengelus dada. Kenapa masih sama saja sifat Leli. Kalau dulu aku dibenci karena miskin. Mengapa sekarang saat semua berputar aku masih saja dibenci ? Apakah aku memang sudah tidak dianggap kakak lagi olehnya ?" Astagfirulloh Lel. Apa yang mbak banggakan ? Semua yang kita punya hanyalah titipan,"Leli mencibirkan bibirnya." Sok alim," ucapnya.Aku mengelus dada. Berusaha menabahkan hati kembali. Tujuanku kesini bukan membuat keributan. Tetapi ingin mengetahui keberadaan Kang Sabar." Leli, mbak kesini bukan mau mengajak bertengkar. Mbak ingin mencari tau keberadaan keluarga Kang Sabar. Dimana mereka Lel ?"" Perduli apa Mbak Narti sama saudara ?"Ya Allah. Kenapa teganya Leli berkata seperti itu. Dulu saat aku tinggal di kampung, mereka bahkan tidak tau dan tidak mau tau keadaan ku. Yang di fikiran mereka hanya membenciku." Lel, tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi," pintaku memohon.Leli mendekatiku. Ku kira dia akan ber
"Nggak tau. Sudah lama Nisa tidak keluar rumah," jawabnya tanpa ada bias khawatir sedikitpun. Aku heran dengan adik ku satu ini. Enteng sekali fia menjawab. Apa tak ada sedikitpun rasa khawatir untuk Nisa dan Kang Sabar. Mata hatinya benar benar sudah tertutup oleh harta dunia." Lel, apa kamu tidak khawatir dengan Nisa ?" ucapku sehalus mungkin." Ngapain khawatir ? Apa saudara saudara ku juga akan mengkhawatirkanku ? Pasti mereka juga sibuk dengan urusan mereka sendiri sendiri. Yang terpenting sekarang itu mencari uang yang banyak. Agar tidak bergantung pada orang lain. Kayak Mbak Narti. Oppss keceplosan," ucapnya kembali menyinyiriku." Maksudmu ?"" Ya mbak Narti jadi kaya kan bukan karena usaha. Karena kebetulan saja," Aku mendengkus kesal." Rezeki sudah ada yang mengatur Lel," ucapku tegas. Seraya meninggalkanya masuk kedalam mobil.Kadang terlintas di pikiranku menyesal akan keputusanku meninggalkan kampung ini. Kedua saudara ku Kang Sabar dan Nisa tak jelas keadaanya. Berib
Lima belas tahun kemudian..." Fandi, perkenalkan ini Fania. Anak dari rekan bisnis, ibu," kata ibu seraya memperkenalkan seorang wanita cantik, berkulit putih, tinggi semampai.Fandi hanya membalas uluran tanganya. Disertai senyum yang sedikit dipaksakan.Sudah puluhan kali mungkin, ibu mengenalkan Fandi pada wanita yang bisa di bilang cantik untuk ukuranya, tetapi sama sekali tidak ada satupun yang bisa mengetuk pintu hatinya." Ibu, sudah jangan terus menerus membawa wanita di hadapanku. Umurku juga sudah semakin tua. Aku muak," keluh Fandi pada ibunya." Ibu hanya ingin anak ibu punya pendamping itu saja. Ibu ingin ada yang menemani masa tua mu. Tidak seperti ibu yang kesepian." Ada Yumna bu. Dia kelak yang menemani ku,"Bu Maya menghembuskan nafas dengan kasar. Membuang pandangan ke luar jendela. Sedikitpun ia tidak dapat menyelami pikiran putranya itu." Kamu sadar kan Fandi. Yumna diasuh oleh Narti. Jadi kemungkinan besar ia juga akan dekat dengan ibunya. Untuk merebut hak asu
POV USMAN ARI FANDIAku tak menyangka bahwa langkahku berbakti pada surga ku benar benar menggores hati separuh jiwaku. Bukan segera mengharap kepergian Tina. Tetapi ku kira setelah kepergian Tina, semua akan berjalan kembali normal. Namun nyatanya Narti memiliki hati yang kokoh. Pernah suatu waktu dia berkata bahwa dia bukanya tidak menuruti suami. Tetapi dia lebih takut bahwa suaminya tak mampu berbuat adil.Ya aku harus akui. Karena dialah cinta sejatiku. Bahkan kebersamaan dengan Tina yang kata oramg memiliki kecantikan bak bidadari pun namun nyatanya cinta ini tetap tidak mau berbagi." Aku telah berhijrah. Aku telah berubah. Tidakah sedikit saja engkau mengatakan sayang padaku, bang ?" tanya Tina suatu malam." Kalau kamu berhijrah demi manusia, itu salah Tin,"" Permata indah memang tidak dilihat dari harta dan kecantikan raga. Tetapi dari keikhlasan dan ketulusan seorang wanita. Dan itu bagimu hanya ada pada Mbak Narti,"" Ma afkan aku Tin. Tapi memang itulah kenyataanya. Seki
" Aku sama sekali tidak tahu, neng. Jangan menuduh sembarangan tanpa bukti. Nanti bisa jadi fitnah." kata Bang Usman." Aku telusuri riwayat siapa saja yang mengunjungi Yuli. Ada nama Tante Mira. Apa salah jika saya bertanya ?"Bang Usman menyuruh asisten rumah tangga untuk memanggilkan Tante Mira. Dan selalu dengan wajah yang angkuh ia melangkah. Tatapan sinis tak pernah lepas dari pandanganya saat menatapku." Mau apa lagi kamu kesini ?" tanyanya ketus." Saya kesini bertanya secara baik baik. Apa Bu Mira mendoktrin Yuli agar membenci saya ?"" Bisa dijaga mulut kamu itu ? Jangan asal tuduh," " Saya bertanya bukan menuduh,". Aku berusaha menenangkan diri agar tidak larut dalam emosi." Sama saja,"" Ma af Bu Mira. Saya telusuri riwayat siapa saja yang mengunjungi Yuli. Terakhir tertera nama anda. Maka dari itu saya bertanya. Letak salahnya dimana ?"Bu Mira melengos menatap arah lain. Aku yakin ada yang tidak beres dengan nya. Dari bahasa tubuhnya. Dari mimik wajahnya." Kenapa Bu
" Ma afkan aku, Nis,". Leli langsung menjatuhkan diri di hadapan Nisa.Nisa diam mematung. Dia melirik ke arahku seolah penuh tanda tanya. Aku hanya mengangguk." Siapa ?" tanya Nisa seraya mengangkat Leli dari kaki nya. Dengan malu sekaligus takut, Leli memberanikan diri mendongakan wajahnya. Ku lihat wajah Nisa memerah tanganya mengepak. Aku pegang tangan itu. Aku takut Nisa berbuat nekat. " Kenapa setelah semuanya hancur baru berujar ma af ?" " Aku bertaubat Nis. Ma afkan aku,"" Andai ma af mbak berguna,"jawab Nisa singkat. Seraya meninggalkan Leli yang masih diam mematung di tempatnya.Aku terhenyak dengan perkataan Nisa. Sakit itu terlalu dalam." Nis, coba kamu fikirkan. Leli sudah menuai karmanya. Tolong ma afkan dia Nis. Kasihan dia,"" Mbak, mau dia menuai karma,mau dia mati pun tidak bisa menggantikan apa yang sudah hilang kan,"" Nis,mbak tau. Mbak juga belum pernah berada di posisimu. Tetapi kita sama nis.Sama sama pernah di khianati dalam ikatan suci pernikahan. Tetapi
" Leli," panggilku. Tidak salah dia Leli. Aku mengenalinya walaupun dengan penampilan yang berbanding terbalik dengan yang terakhir aku temui tempo hari.Wanita yang ku panggil hanya melengos masuk kedalam lagi dengan menelangkupkan tangan ke wajah. Seolah enggan menemui ku. Karena rasa penasaran yang tinggi, ku kejar dia. Kalau memang dia bukan Leli, kenapa harus lari.Ku buka tirai tanpa pintu itu dengan hati hati. Kepala ku menyembul kedalam. Wanita itu menangis di ujung ranjang yang reyot. Bahunya terguncang. Aku duduk di sampingnya. Ku pegang pelan ujung tanganya." Benar. Ini Leli adik mbak ?" tanya ku sehalus mungkin.Dia histeris. Berdiri dengan berlinangan air mata." Mau apa mbak kesini ? Mau menghinaku sekaligus mengusirku ? Hancurkan aku sekalian mbak," ucapnya pilu.Ku genggam tanganya. Ku dudukan lagi dia di sisiku. Tanganya masih bergetar. Tangisnya belum reda." Lel, mau seperti apapun aku ini adalah kakakmu. Setiap orang pasti punya salah dan masa lalu,"Serta merta L
" Sombong kamu Narti. Berapa sih uang mu dari hasil kerjamu menjadi babu di negara orang ? Paling tidak sampai setahun juga sudah habis," hina Tante Mira." Itu urusan saya Tante. Mau berapapun, setelah ini saya akan rebut hak asuh anak anak dari kalian,"" Apa bisa kamu menghidupi anak mu dengan layak hah ?" Seorang anak tidak perlu orang tua yang kaya. Tapi orang tua yang bahagia. Permisi,"Aku berpamit ke kamar Yuli. Putri ku tergolek lemah di ranjang. Badan kurusnya semakin membuat hatiku menjadi miris. Kupegang tanganya. Ku ciumi berulang ulang. Tak henti hentinya aku meminta ma af karena telah meninggalkanya.Mata itu terbuka perlahan." Bu, Yuli tidak tahan. Tolong belikan Yuli bu," ucapnya memelas. Tetapi air mataku semakin tumpah ruah. Permintaan yang tidak mungkin akan aku turuti." Yuli lawan ya nak. Itu haram. Yuli harus bisa," " Hanya dengan itu Yuli tenang bu. Tolong," kata Yuli bergetar.Ya Tuhan apa yang selama ini dialami Yuli. Hingga dia mengharapkan ketenangan. A
"Stop. Yuli tidak akan ikut siapa siapa,". Yuli akhirnya membuka suara setelah orang tuanya terlibat debat tak berujung. Tetapi jawabanya membuat hatiku mendesir. Apakah dia benci kepada ke egoisan orang tua nya ini. " Yuli punya istana sendiri," lanjutnya. Aku menyipitkan mata. Menautkan alis. Bertemu tatap dengan Nisa. Nisa mengisyaratkan terjadi sesuatu yang tidak beres dengan Yuli. Yuli melangkah pergi meninggalkan kami. Dengan refleks aku mengejar nya. Tetapi naas tangan Tante Mira berhasil menahanku." Mau kemana kamu ? Ini bukan rumah kamu. Tolong bersikap sopan."Ku hempaskan tangan Tante Mira yang mencengkram erat tanganku. Ini adalah reflek seorang ibu yang merasa bahwa putri kandungnya bermasalah. " Kang, tidakah kamu merasa aneh dengan Yuli ?"" Tidak ada yang aneh. Justru Yuli menikmati kehidupan ini,"Aku hanya menggeleng kepala dengan pemikiranya saat ini. Apa dia hanya disibukan dengan pekerjaan tanpa memperhatikan anaknya." Ma af ya semunaya. Ini cuma pendapat s
Yuli mana Nis ?"" Emm ma afkan saya mbak," Nisa menunduk. Raut mukanya berubah menjadi gelisah. " Yuli kenapa Nis ?"" Yuli dibawa Kang Usman mbak. Aku sudah mempertahankanya. Tapi mereka mengancam menjebloskan ke penjara tentang penculikan. Bagaimanapun bapak mereka masih ada mbak. Ma afkan aku mbak. Aku gagal menjaga mereka,". Nisa bersujud di kaki ku.Aku menangis. Bukan untuk menyalahkan Nisa. Tapi aku muak dengan perlakuan keluarga Kang Usman. Padahal dulu jelas jelas Yuli yang bersikeras ikut denganku. Dan Tante Mira mengatakan bahwa anak anak ku tidak ada disitu. Bahkan mengataiku tak becus menjaga anak anak. Betapa munafiknya mereka." Bangunlsh, Nis. Kamu tidak bersalah,"" Tapi aku gagal menjaga amanat dari Mbak Narti,"" Setiap kesulitan pasti ada ada jalan keluar yang menyertai Nis. Nanti kita bicarakan ya," kataku mengajaknya untuk masuk.Rumah Nisa tergolong mewah. Furniture nya menambah asri dan cantiknya rumah ini. Ruman dengan gaya eropa pasti membuat bangga pemilik
" Mbak boleh pinjam uang mu Nis ? Mbak ingin mengadu nasib di luar negeri. Mbak janji akan menggantinya,"Sebenarnya aku malu sekaligus takut dikira mengincar hasil penjualan rumah Nisa. Juga aku bingung bagaimana bicaranya untuk menitipkan anak anak ku pada Nisa.Nisa terdiam. Aku benar benar takut ia tersinggung. Lalu sejurus kemudian ia justru tersenyum." Tidak usah pinjam mbak. Ini adalah hak mba Narti. Dulu kami menjual rumah emak tanpa memberi hak yang seharusnya mbak Narti peroleh. Ini uang mbak Narti yang pernah Nisa pakai,"Air mataku luruh seketika. Keadaan yang mengguncang jiwa raga serta psikis Nisa nyatanya benar benar membuatnya berubah haluan. Membuatnya benar benar berubah ke arah yang lebih baik." Terimakasih banyak ya Nisa," ucapku terharu." Kenapa harus pergi keluar negeri mbak ? Apa tidak ada jalan keluar yang lain ? Kasian anak anak mbak. Apalagi Yumna masih kecil,"" Kalau aku terus terusan disini, entah kapan bisa membuat bahagia mereka. Aku tidak mau kehidup