Mobil Adrian menerobos ganas masuk ke dalam properti Antonio. Ia menekan gasnya lebih cepat dari pada ia menarik nafasnya. Menggila. Ya Adrian menggila karena khawatir keselamatan istrinya. Ia tidak lagi berpikir apa yang akan menantinya di dalam sana. Ia tidak lagi ingin berpikir, ia hanya ingin segera membuat kesempatan agar Henri bisa menyelamatkan Sarah. Ia sudah membuat Henri berjanji agar menyelamatkan Sarah bagaimana pun cara dan resikonya. Ia tahu Antonio begitu sinting hingga bisa melakukan semua cara untuk memiliki Sarah dan Adrian takut jika Sarah menolak maka pria sinting itu akan mencelakainya. Darah mengalir deras di pembuluh darahnya, jantungnya berdebar keras dan tangan di kemudinya basah oleh keringat ketika ia kembali menekan pedal gas dengan tekanan penuh. Adrian tidak melihat siapapun di tanah Antonio dan ia yakin Henri dan anak buahnya sudah bergerak mencari jalan masuk yang aman untuk memback-up kegilaan Adrian untuk menerobos masuk. Bukan sekali dua kali Henri
Anak buah Henri sudah berada di depan pintu pondok ketika bunyi tembakan dari pistol Bernard meletus. Dengan sigap kedua anak buah Henri bersembunyi dan meletuskan amunisi balasan. Saat Bernard dan anak buah Henri terlibat baku tembak, Henri mengirim lagi satu anak buahnya untuk berlari menuju batu besar. Ia berencana mengepung Bernard di batu besar."Sial Bernard bisa terpojok kalau terus begini!" seru Antonio kesal melihat baku tembak di bawah bukit. "Kalian berdua! Cepat turun lindungi Bernard." ucap Antonio sambil memaki."Lalu siapa yang akan melindungimu bos!" tanya si anak buah banyak mulut."Saya bukan anak balita yang harus dijaga! Cepat bantu Bernard amankan wanita itu tetap di pondok! Antonio melihat kedua anak buahnya turun dengan lincah membantu Bernard.Henri melihat dua mafia turun untuk membantu Bernard, ia segera meletuskan pistolnya dan mengenai dada satu anak buah Antonio."Sial!" ucap Antonio melihat anak buahnya rubuh, ia lalu memutar untuk turun ke area baku temb
"Sarah melihat d tengah kamar itu sebuah ranjang besar dan seorang laki-laki bertubuh indah seperti patung-patung Dewa Yunani sedang berbaring di situ. Sarah mendekati ranjang itu dan mendekati laki-laki bertubuh Dewa itu. Ia mengenali pria itu. Wajah tampan itu dan tubuhnya yang menggairahkan.Mata laki-laki tampan itu terbuka ketika tubuh Sarah mendekat. "Adrian...." ya pria itu Adrian, Sarah ingat ini adalah dimana malam di mana mereka bertemu dan bercinta pertama kali.Dorongan membuat Sarah menyentuh dada bidang itu dan mencium bibir laki-laki itu. "Ya ciuman ini, harum nafas dan rasa bibir yang melesak melumatnya dengan kuat benar-benar melekat di ingatanku.""Aaarrrggh..." satu geraman kasar terlontar dari mulut pria yang masih melumatnya. Tubuh Sarah kini terbakar gairah. Gairah yang siap melahap seluruh tubuh seksinya.Keduanya saling berpautan. Lidah mereka saling merasai. Mencicipi api gairah di tubuh keduanya. Ciuman mereka semakin intens ketika tangan laki-laki itu m
Butuh dua puluh tahun untuk kembali ke kota ini, waktu yang sangat lama dengan perjalanan yang sangat panjang tapi ia yakin ini akan sangat sebanding. Leo menatap rumah lamanya yang dulu ia tinggali bersama ibunya. Wanita cantik bermata teduh yang telah menghembuskan nafasnya lebih dulu.Rumah itu kembali ditatapnya, rumah yang sudah terbengkalai dengan banyak semak belukar yang mengelilinginya. Pagar besinya yang sudah berkarat berderit ketika ia mendorong untuk membukanya.Pagar besi itu mungkin berumur sama dengan Leo, atau bahkan lebih tua sedikit karena rumah ini merupakan rumah warisan nenek Leo dari ibunya. Mereka terpaksa pindah ke sini ketika ayahnya resmi menjadi tahanan.Walaupun ayah dan ibunya tidak pernah bercerai namun mereka juga tidak pernah tinggal dalam satu atap. Dan meski ia tidak tinggal dengan ayahnya, Leo tidak pernah merasa kekurangan dalam materi. Ayahnya selalu memberikan Leo semua yang terbaik. Hadiah-hadiah selalu diantarkan untuk Leo ketika ia berulang ta
"Apa kau yakin telah mendapatkan persetujuan dad mu Becca?" Reina membenarkan kacamata hitamnya yang bertengger di hidungnya yang mancung."Of course, sangat nggak mungkin aku pergi tanpa persetujuan mereka silly!" Becca menertawai Reina yang sedang duduk di sebelahnya."Lalu apa mereka tahu kita akan pergi ke pantai selama beberapa hari?" tanya Reina lagi."Yap mereka tahu dan setuju. Semua perizinan telah beres. Sekarang berkonsentrasilah dalam mengemudi kalau tidak kita tidak akan pernah sampai ke pantai Rei!" Becca menolehkan wajah sahabatnya ke depan untuk menyetir dengan benar."Okey bos! Let's go, beach we are coming!" Reina berteriak dan menambah kecepatan mobilnya mengantarkan mereka ke rumah pantai tujuan mereka.Sesampainya mereka ke rumah pantai milik keluarga Rebecca, Reina menurunkan tas dan barang-barang bawaannya."Aku tidak sabar untuk berjemur dan bermain di pantai." ucap Reina membantu Rebecca menurunkan tas dan bawaan sahabatnya."Ya asal kau jangan komplain lagi se
"Terima kasih telah menolongku!" ucap Rebecca dengan tulus."Ya untung saja aku sedang berada di sana." jawab Leo dengan tenang."A-aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak datang tadi." isakan kecil membuat tubuh Rebecca bergetar. Membuat Leo menoleh ke arahnya. "Kamu boleh tenang, sekarang kamu aman." Leo menaruh tangannya di bahu Rebecca bermaksud menenangkan namun yang terjadi malahan Rebecca seperti tersetrum aliran listrik dan membuat nya terkejut."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Leo ketika merasa bahu Rebecca tiba-tiba menengang. "O-oh nggak apa-apa, aku baik-baik saja hanya saja..." karena terlalu gelisah tersentuh tangan Leo, Rebecca menggeser duduknya dan membuat lututnya yang terluka tergesek celana denimnya sendiri."Aw...." dahi Rebecca berkerenyit menahan perih. Membuat Leo menoleh ke arah lutut Rebecca dan berkata dengan cepat. "Kita harus mengobati itu dulu, tempatku lebih dekat dari sini. Kita ke sana untuk mengobati itu!" tunjuk Leo dengan sedikit miri
Secara refleks Rebecca menutup pintu beach house itu. Senyuman di wajah Leo telah membuat Rebecca hilang akal. Rebecca terlalu gugup melihat pria yang baru saja ia bicarakan dengan Reina datang sehingga tangannya menjadi dingin dan tubuhnya menjadi kaku. Ia berdiri diam di depan pintu. Membuat Reina bingung melihat sikapnya yang aneh."Siapa tamunya Becca? Kok kamu malahan tutup pintunya sih?" tanya Reina merasa ada sesuatu yang janggal dengan sikap sahabatnya yang tiba-tiba diam.Rebecca hanya diam sambil menatap pintu di depannya. Membuat Reina gregetan dan menghampirinya segera."Hey kenapa? Siapa yang datang? Kenapa kamu seperti habis melihat hantu?" Reina menepuk bahu sahabatnya dengan sedikit keras. Berusaha untuk menyadarkan Rebecca dalam lamunannya."O-oh itu, itu dia Rei! Itu dia!" Rebecca berbisik gugup, seolah-olah ia takut suaranya dapat didengar oleh seseorang."Siapa? Dia itu siapa?" tanya Reina ikut-ikutan penasaran sekarang."Dia pria yang kita bicarakan tadi, penolon
Adrian baru saja hendak pulang dari kantornya ketika ia mendapatkan telepon dari putrinya yang sedang berlibur di salah satu beach house milik keluarga mereka."Dad, are you busy?" tanya Rebecca dengan suara senang yang tidak bisa ia sembunyikan."No, actually dad baru mau pulang dari kantor. I guess something good happen to you baby? do you want to tell me about it?""Hmmm actually you are right dad! Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan tapi kurasa aku akan langsung cerita sendiri padamu saat aku pulang nanti.""Okay princess, aku tidak sabar menunggumu pulang dan bercerita.""Okey dad, take care and see you next week."Adrian tersenyum ketika menutup telepon putrinya. Ia merapikan tas kerjanya dan meraih jasnya. Ia sudah menyuruh pulang supirnya dan menyetir mobilnya sendiri. Malam ini ia memiliki janji kencan dengan istri tercintanya. Adrian mengarahkan mobilnya menuju tempat lokasi syuting Sarah dan menjemputnya di sana. Adrian mengajak Sarah untuk dinner di salah satu restoran d