Surti menarik Joko masuk ke dalam mobil dengan kesusahan. Mereka pun meninggalkan rumah Darmi dengan terpaksa, meski tak tahu akan pergi ke mana. Niat hati, Joko ingin tinggal di rumah sang ibu dengan nyaman, kini Joko malah menerima kenyataan pahit bahwa sang ibu malah mengusirnya."Gimana ini sekarang, Mas?" Surti merajuk. "Ya, gimana lagi? Yang penting sekarang kita punya tempat tinggal dulu aja. Masalah kedepannya, gimana nanti aja." Tegas Joko. "Uangnya dari mana?" Surti semakin ketus. Firasatnya kini sudah tak enak. "Dari kamu dulu lah, Dek. Mas cuma punya 400ribu, sisa ongkos." Joko berucap dengan begitu entengnya. "Hah?!" Surti saat ini jadi kesal juga. Dia sebenarnya sudah bisa menebak kalau kini dialah yang akan keluar uang untuk biaya hidup mereka sekarang. Sungguh, Surti tak berpikir jauh ke sana saat dirinya ingin menikah dengan Joko. Pesona Joko yang selalu cuek ketika dia mendekatinya membuat Surti penasaran ingin menaklukkan hati lelaki jangkung itu. Namun kini, d
Nasi yang Joko kunyah pagi ini rasanya sangat sulit dia telan. Dia merasa seperti sedang memakan beling.Joko yang dulu biasanya makan sederhana di rumah bersama Lastri tapi kemudian makan enak di warung nasi padang, kini harus makan hanya dengan garam. Bukan garamnya yang membuat hati Joko kini merasa miris, tapi pikirannya yang tak bisa menghilangkan rasa bersalahnya pada Lastri. Kini dia mengingat bagaimana dia membiarkan Lastri makan hanya dengan sepotong telur dan sedikit nasi setiap hari, sedang dia enak-enakan makan di luar secara diam-diam. Penyesalan itu memang selalu datang di akhir. Apa yang dulu kita sia-siakan bisa saja di masa depan akan menjadi hal yang paling kita rindukan. Apalagi, perasaan berdosa itu akan selalu ada di setiap kita mengingat bahwa kita sudah melukai seseorang dengan ucapan atau tindakan kita. Netra Joko kini melirik ke arah Surti yang masih sibuk dengan kuku-kukunya. Perempuan yang baru sekitar seminggu menjadi istrinya itu sangat berbeda dengan La
"Bagus, ya? Masa idah belum selesai tapi udah punya gebetan baru." Tiwi tiba-tiba datang dari arah dapur menghampiri Darmi yang sedang menggoda Lastri. Tiwi memang belum pulang ke rumahnya lagi. Dia bilang, anak-anaknya masih betah berada di sana. Padahal yang sebenarnya adalah Tiwi ingin memantau semua yang Lastri lakukan. Sedangkan suaminya sendiri sudah berangkat sehari setelah keributan yang terjadi di keluarganya. Tiwi pun tak serta merta memberi tahu Joko kalau Lastri masih ada di rumah ibunya. Tiwi pikir, jika adiknya itu tahu, bisa-bisa Joko akan kembali mendekati Lastri. Entah kenapa Tiwi sangat tak menyukai Lastri dari semenjak adiknya menikah dengan Lastri. "Apaan kamu, Wi? Gak usah fitnah kamu!" sentak Darmi tak terima. "Siapa yang fitnah to, Buk'e. Wong udah jelas keliatan depan mata kalo dia itu udah bawa gandengan baru. Cerai aja belum, tapi udah kegatelan! Cih! Bisa aja nuduh Joko selingkuh sama janda gatel, gak taunya dia sendiri sekarang jadi janda gatel!" cibir
"Duh, Mas Teguh ke mana, sih? Kok di hubungin gak bisa. Aku kan, mau minta laporan laba rugi!" gerutu Tiwi yang kini sibuk berulang kali menghubungi suaminya tapi tak tersambung juga. "Ish! Nyebelin. Mentang-mentang gak aku awasin, kayaknya dia seenaknya sekarang hamburin duitnya."Selama ini, ternyata Tiwi bukan hanya mengatur Joko. Tapi, uang suaminya juga dialah yang mengatur. Teguh, suami Tiwi itu adalah seorang pemilik toko bahan bangunan yang cukup besar di Desanya. Dia merintis usahanya semenjak menikah dengan Tiwi. Dan tentu saja, modal awal yang di miliki Teguh untuk membuka toko tersebut adalah dari uang tabungan Tiwi. Maka dari itu, Tiwi mengatur semua keuangan yang masuk dan keluar dari toko tersebut. Kini, setelah seminggu dirinya tinggal di rumah Darmi, suaminya itu berubah menjadi sangat mencurigakan. Jarang menghubungi Tiwi dan bahkan tak memberikan laporan tentang uang yang masuk dan keluar setiap hari. Tiwi kemudian iseng membuka-buka stroy WAnya karena Teguh tak
Lastri pulang setelah dirawat selama seharian. Hidung yang terbentur ternyata mengalami infeksi, belum lagi kepalanya yang terluka juga membuatnya sering merasa pusing. Banyak hal yang Putra lakukan seharian menunggu Lastri. Selain banyak mengobrol tentang kehidupan sehari-hari, lelaki itu juga banyak bertanya tentang rencana kuliah Lastri. Dia bilang, dia juga seorang Dosen di universitas tempat Lastri akan menimba ilmu. Putra sangat antusias melihat semangat Lastri yang mau kembali mengejar cita-cita meskipun sedikit terlambat. Lelaki itu juga bercerita kalau dirinya memiliki usaha kecil di bidang otomotif. Jual beli dan servis dan reparasi. Sebuah kebetulan yang aneh menurut Lastri. Awalnya Lastri canggung dengan lelaki yang telah menolongnya dari kejaran Joko tersebut karena dia adalah seorang dosen, tapi karena pembawaan Putra yang santai dan ramah membuat Lastri mulai merasa nyaman untuk bercerita. Darmi juga seharian menemani Lastri bersama Putra. Dia sangat merasa antusias
Tiwi akhirnya memutuskan pulang tanpa memberikan kabar pada suaminya. Entah kenapa firasatnya mengatakan bahwa suaminya tengah menyembunyikan sesuatu darinya. Di tambah lagi, ucapan Yu Tati kemarin sore membuat pikirannya jadi tak tenang. "Suami itu jangan di tinggal lama-lama, Dek Tiwi. Lihat tuh, Dek Lastri dan Joko. Akhirnya Joko memiliki perempuan lain, kan, gara-gara Lastri tinggal-tinggal? Kita gak boleh biarin ada celah untuk pelakor."Kata-kata Yu Tati itu membuat Tiwi berpikir semalaman sebelum memutuskan untuk pulang menyusul suaminya. Apalagi, dia melihat story WA Jenita yang terus menunjukkan kemesraan dengan seseorang yang sepertinya sangat Tiwi kenali, membuat dirinya akhirnya memutuskan untuk pulang. "Kamu serius mau pulang, Wi? Padahal gak usah di dengerin itu omongan si pan tat. Bisa-bisanya dia malah bergosip seperti itu soal suamimu. Selama ini Buk'e lihat, suamimu itu sangat baik dan penurut. Tak pernah macam-macam. Lihat itu Dani dan Hani, kasihan mereka seperti
Lastri mematung sesaat ketika pandangannya beradu dengan sosok yang akhir-akhir ini sedang berusaha dia lupakan. Beruntung, tiba-tiba Putra datang dan memanggil laki-laki yang sudah memporak-porandakan hatinya kemarin. Lastri langsung menunduk dan bersembunyi, dia berusaha untuk menghindari Joko. Joko yang di panggil masuk oleh Putra ke ruangannya, sekilas kembali melirik ke arah mobil bosnya itu, ternyata tak ada siapapun di dalam sana. 'Apa aku tadi cuma berhalusinasi? Ah, mungkin ini karena efek aku terlalu merindukan Lastri,' batin Joko. Diapun bergegas masuk ke ruangan bosnya. "Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya Joko pada Putra atau yang selalu dia panggil Rendi. "Ini, Mas. Herry kan, hari ini gak bisa masuk. Dia mendadak harus ke luar kota katanya. Jadi, dia gak bisa handle bengkel hari ini. Mas Joko bisa handle untuk hari ini kan? Gantiin Herry.""Ga-gantiin, Mas Herry?" tanya Joko tak percaya. Pasalnya dia baru saja bekerja beberapa hari, dan kini dia malah di tunjuk u
Di ruang khusus kasir itu sayangnya CCTV tiba-tiba mati. Bukan tanpa sebab karena memang para pegawai yang sengaja membuatnya mati sehingga mereka bebas membuat drama seolah Joko yang telah mencuri uang. "Mas Joko, maaf sebelumnya, tapi ... apa kamu tadi mengambil uang di laci kasir saat Wulan ke toilet?" Bukan Putra yang bertanya, tapi Wulan. Dia yang diminta memanggil Joko malah langsung bertanya, bukan membiarkan sang bos yang melakukannya. "Uang? Enggak, aku gak ngambil uang, Lan. Memangnya ada apa?" ucap Joko heran. Wulan terlihat menggigiti kuku jarinya. Dia juga takut menjadi tersangka. Kalau bukan Joko berarti dialah yang harus tanggung jawab. "Ada yang mengambil uang. Selisih 500ribu, dan Bos marah," ucap Wulan pelan. "Mas Joko diminta datang ke ruangan Bos. Ayok!" Wulan mengajak Joko menemui Putra. Wulan mengetuk pintu dan langsung dipersilakan masuk. Putra sudah mengecek CCTV. Dan ternyata memang mendadak mati sebelum kejadian hingga sekarang. "Wulan sudah menjelaska