Hari berikutnya. Kali ini Gema bangun lebih awal. Setelah sholat Subuh, dia langsung berkutat di dapur, seorang diri tanpa dibantu oleh ART.
Ya, begitulah seperti yang dibayangkan. Dia sedang memasak. Ceritanya itu membuat sarapan untuk semua orang dengan penuh semangat dan antusias. Tangan kanannya memegang pisau dan asyik memotong bawang-bawangan.Siapa yang bilang, cowok enggak bisa masak? Tentu saja bisa. Cowok pun bisa memasak bila ada kemauan.Sementara itu, di atas kompor yang sedang menyala. Dia sedang menghangatkan sayur yang kemarin Anita masak. Kemarin malam, sayur itu tidak habis. Dari pada dibuang, mending dihangatkan kembali. Toh rasanya juga masih enak.Senyuman sumringah terpencar sempurna di wajah tampan pemuda dua puluh lima tahun itu. Entah jin mana yang telah merasukinya, sehingga suasana hatinya kali ini tampak sangat bahagia?Setelah memotong bawang, sekarang dia mengiris cabai. Kemudian mengeluarkan bahan makanan d"Yuk kita nikah!" BRUSSSHH!Anita menyemburkan air yang sedang diminumnya, saking terkejutnya mendengar ajakan Gema, yang seperti mengajak bocil jajan permen.Kalimat ajakannya itu loh, yang membuat Anita seperti disambar petir di siang hari. Padahal tidak ada angin tidak ada hujan. Anita menepuk-nepuk dadanya karena terbatuk-batuk akibat mendengar ajakan Gema yang mendadak itu."Minumlah!" Gema menyodorkan gelas berisi air putih. Namun, Anita malah mengambil gelas yang lain dan bukan yang Gema berikan. Itu yang dinamakan penolakan keras. Hal tersebut membuat pemuda dua puluh lima tahun itu, menjadi diam. Kendati demikian, tidak ada kalimat protes yang terlontar dari mulutnya."Alhamdulillah," ucap Anita setelah menghabiskan setengah air putih itu."Kamu baik-baik aja?" tanya Gema penuh kehati-hatian.Anita terperanjat bangun dari tempatnya. Spontan, mengambil jarak beberapa langkah dari Gema.
EMPAT BULAN BERSELANG. Dalam Islam. Wanita yang sudah menikah, lalu ditinggal suami, entah itu bercerai atau mati, harus menjalani masa ida, selama tiga bulan lebih. Anita pun telah melewati masa idanya. Tiga bulan lalu. Di malam itu, Gema Dirgantara, yang tidak lain adalah anak dari mendiang suaminya itu, memintanya untuk menikah. Sebagaimana janji Gema kepada Angga Wijaya, ketika disambangi dalam mimpi.Semula Anita ragu untuk menerima permintaan tersebut. Pernikahan ini adalah hal yang tabu bagi keduanya. Namun, setelah melewati pertimbangan yang panjang. Pada akhirnya Anita setuju. Ya. Hari ini lebih tepatnya. Anita dan Gema akan melangsungkan pernikahan. Tidak banyak yang dagang dalam acara ini. Hanya orang-orang tertentu dan inti saja.Salah satunya adalah Juna. Ya! Sang sahabat datang untuk menjadi saksi di pernikahan terpenomenal abad ini. "Saya nikahan dan kawinkan ananda Anita Apsari binti Almarhum Sueb dengan Gema
Malam yang panjang itu, telah berlalu. Sangat indah bagi dua insan yang baru saja sah menjadi sepasang suami istri itu. "Sayang, bangun yuk! Kita sholat subuh berjamaah," ucap Gema lembut dan dielusnya pipi chubby sang istri tercinta. Anita tampak masih memejamkan matanya. Ada suara raungan kecil seperti anak kucing yang minta diberi susu. "Bangun, Sayang. Kita sholat subuh berjamaah." Gema kembali berkata manis. Kini dia membelai kepala Anita penuh cinta. Senyuman merekah sempurna di wajah tampan pemuda yang kini telah berstatus suami itu. Perlahan-lahan, Anita mulai membuka matanya. Entah mengapa, ia begitu mengantuk? Apa mungkin karena efek .. ehem. Jadi begini? Seluruh tubuhnya seperti ditimpah beban ratusan kilogram. Rasanya remuk semua. Secara samar-samar, Anita melihat Gema yang sedang tersenyum lebar. Ketampanannya semakin terpancar setelah menikah. Apa lagi habis mala
"Kemu kenapa, Sayang?" tanya Gema sedikit panik, lantaran Anita yang langsung memeluknya tepat saat ia membuka mata. Selain itu, Anita sedikit terisak. Tentu menimbulkan pertanyaan besar di benak Gema."Aku mimpiin Mas Angga. Dia tiba-tiba datang dan mengajakku berbicara," aku Anita berterus-terang.Secara gamblang, Anita mengungkapkan isi mimpi yang baru saja ia alami. Dia juga menambahkan, bahwasanya Angga Wijaya yang hadir dalam mimpinya itu, mengucapkan selamat atas pernikahan ini. Tidak luput, ia juga menyampaikan permohonan maaf untuk Gema."Antarkan aku ke makam Mas Angga. Aku ingin pergi ke sana," pinta Anita memelas.Dia melepaskan pelukannya, menatap lekat sang suami penuh harap.Gema yang sempat tertegun itu, tampak menunjukkan senyuman setelah berhasil mendapatkan kembali kesadarannya. Namun, tatapan matanya seolah sedang mengartikan hal lain."Iya, Sayang. Selesai sarapan kita pergi ke makam ayah." Gema menyetujui pe
"Aku punya buktinya! Bukti kalau Gema, berjanji akan menikahiku!" seru Manda pernah percaya diri. Manda mengangkat ponselnya, menunjukkannya di hadapan Anita dan Gema. Ia memutar sebuah video. Menampilkan dirinya yang sedang berada di tempat hiburan malam, bersama dengan Gema. Dari video terlihat, Gema yang sedang mabuk. Alias di bawah pengaruh alkohol. "Kalian perhatikan baik-baik videonya dan dengan perkataan yang Gema ucapkan di video ini!" Manda berucap penuh keyakinan. Yakin, bahwa ia akan menang. Gema mengerutkan keningnya. Begitu juga dengan Anita. Gema secara samar-samar mengingat kejadian yang ada di dalam video itu. Manda membesarkan volume yang ada di video tersebut. Kira-kira seperti ini kalimat yang Gema lontarkan di dalam video tersebut. 'Aku udah janji bakalan nikahin kamu. Kamu tenang aja. Aku udah siapin maskawin buat halalin kamu.' 'Kamu pegang kata-kataku ini
Masih di hari yang sama. Malam pun datang menyapa. Anita sedang berdiri menghadap ke cermin. Dilihatnya raga sendiri dari pantulan kaca.Gema yang baru selesai mandi dan mengenakan setelan baju tidur itu, datang menghampiri.Dia memeluk sang istri dari belakang. Kepalanya merunduk dan bersandar di bahu Anita. Dilihat oleh Gema keromantisan ini dari pantulan cermin.Anita mengerjapkan matanya pelan. Kali ini tidak lagi ada kecanggungan seperti sebelum-sebelumnya. Mau dipeluk dengan baya bagaimanapun, dirinya tidak akan melayangkan protes. "Ada apa, Sayang? Mengapa, aku merasa kalau kamu lagi sedih?" Dari cermin, Gema bisa melihat. Ada garis merah di bawah mata Anita, yang menandakan bahwa istrinya baru saja menangis. Entah apa yang menjadi penyebab, air mata itu kembali jatuh membasahi pipi?Anita lantas memutar tubuhnya. Namun, pelukan itu sama sekali tidak terlepas. Dia menatap lekat kedua mata pria yang kini telah menjadi mah
"Boleh, aku mengatakan sesuatu?" tanya Anita penuh keraguan. "Sebenarnya, ada hal yang ingin sekali aku wujudkan.""Apa itu, Sayang? Katakanlah." Gema menjawabnya yakin. Walau dia belum tahu, apa yang Anita inginkan."Kalau aku membuka sekolah untuk anak-anak yang kurang mampu. Apa kamu akan mengizinkannya?"Akhirnya, kalimat itu lolos juga dari mulutnya, meskipun sempat ragu untuk mengungkapkan hal tersebut.Gema mengubah posisinya menjadi duduk menghadap sang istri. "Bagus itu, Sayang. Aku dukung penuh keinginan kamu itu," ungkapnya antusias. "Kamu enggak marah sama rencana aku itu?" Anita kembali bertanya dengan penuh keraguan.Gema menggeleng cepat, "enggak, Sayang. Malah aku bakalan dukung kamu sepenuhnya ...""Keinginan kamu itu, sangatlah mulia, Sayang. Aku sebagai suami, sudah sepatutnya mendukung niat baik kamu itu. Kamu enggak perlu izin seperti ini. Aku bakalan dukung, apa pun itu, selama hal tersebut membuat
Setelah mendatangi toko material, Gema dan Anita memutuskan untuk kembali ke rumah. Setidaknya langkah awal untuk mewujudkan mimpi Anita itu, sudah berjalan lantar sejauh ini. Hanya tinggal pembangunannya saja. Baik Gema maupun Anita sama-sama berharap, bahwa langkah baik ini tidak mengalami kendala dan diakhiri nanti bisa memberi manfaat luar biasa bagi mereka yang membutuhkan, seperti yang Anita harapkan.."Boleh aku katakan sesuatu?" ungkap Anita ragu-ragu.Gema menoleh, "katakanlah, Sayang. Kau bebas berbicara," jawabnya dan kembali fokus pada jalanan di depan sana."Terima kasih karena kamu sudah membantuku sampai sejauh ini. Keinginanku ini tidak akan bisa terwujud, jika kau tidak membantu."Ada banyak hal yang telah Anita lewati, termasuk menikah dengan pemuda yang pada awalnya berstatus, kekasih, lalu anak tiri dan pada akhirnya menjadi suami. Gema menepikan mobilnya terlebih dahulu. Dia tidak ingin membahayak
SEMBILAN TAHUN KEMUDIAN!•"Dirga! Jangan kencang-kencang larinya, Nak!" teriak Anita, sembari mengejar bocah laki-laki yang berlari sambil membawa pesawat mainan di tangannya."Hap! Ayah berhasil menangkap sang pilot kecil yang nakal ini." Gema Dirgantara, langsung menggendong sang putra, setibanya di rumah. Bocah kecil itu, sedang bermain kejar-kejaran dengan Bundanya. Anita."Ah, Ayah! Tidak lucu. Kenapa Ayah menangkapku?! Aku sedang terbang tinggi sekali dengan pesawat ini!" ucap bocah kecil itu mengomel, saat sang Ayah menyudahi imajinasi yang sedang tinggi-tingginya itu.Gema menurunkan bocah kecil kesayangannya, yang diberi nama Dirga Mahendra Wijaya."Baiklah, sang pilot kecil. Sekarang, saatnya pesawat itu mendarat." Gema menggoda sang putra seraya menarik hidung mungil itu."Heum ..." Dirga menunjukkan kesan tidak suka. Gema pun tersenyum dan mengacak-acak pucuk kepala bocah kecilnya. Permata paling berharga bagi keluarga ini."Ayah tumben sudah pulang? Biasanya Ayah pulang
"Gimana perjalan tadi, Sayang? Kamu merasa nyaman kan?" "Heum, iya. Aku merasa nyaman banget." Sepasang suami istri itu, berjalan sambil bergandengan tangan. Belum ada tiga puluh menit, pesawat dari yang dari dari Swees baru saja mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta, Anita dan Gema berjalan meninggalkan area kedatangan. Senyuman indah terukir di wajah sepasang suami istri yang baru saja pulang dari berbulan madu. Cerah dan penuh kebahagiaan. Sekitar lima belas hari, keduanya menghabiskan waktu berduaan, menikmati keindahan kota Swees dan sekitarnya. "Cepat tangkap dia!" "Tolong siapa pun! Tangkap pencuri itu!" "Jangan biarkan dia lolos!" Seorang pria, mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam dan celana yang panjangnya sebatas menutupi lutut, serta topi hitam menutupi kepalanya itu, berlari kencang, membuat para pengunjung bandara kocar-kacir. Dia membawa sebuah senjata api di tangan kanannya. Hal tersebutlah yang membuat orang-orang di bandara meras
"Kamu sudah pulang, Sayang?" ucap Anita, menyambut kedatang Gema, seraya mencium punggung tangannya, sebagai tanda bakti seorang istri kepada suami. "Iya. Hari ini aku sangat lelah sekali," keluh Gema, terlihat memijat-mijat lehernya yang terasa kaku dan pegal. "Kamu mandi dulu, habis itu aku pijitin," tawar Anita, tersenyum menggoda seraya melingkarkan tangannya di leher Gema. "Heum, pijit lehernya aja atau yang lainnya juga?" Anita sontak melotot, "apaan si kamu? Nakal deh. Ya, aku pijit lehernya aja lah." Sebagai bentuk kekesalannya, Anita mencubit pinggang Gema, tapi bukannya merasa bersalah, Gema malah keenakan. "Udah, ih. Sana mandi dulu. Entar aku pijitin. Semuanya," pisiknya pelan dan memberi penekanan pada kata terakhir. Gema tersenyum sumringah. Angan-angannya langsung membayangkan sesuatu yang nikmat dalam pelukan hangat. "Ok deh, Sayang." Muach ... Dia mencium pipi istirnya, baru setelah itu mempercepat langkahnya menujunya kamar. Anita geleng-gelen
[Lu lagi di mana?][Lagi di rumah sakit. Ada apa?] Gema tersenyum lembut, saat menyuapi Anita dan mengobrol dengan seseorang di telpon.[Siapa yang sakit? Anita?][Iya. Ceritanya panjang pokoknya. Itu mah bahas nanti aja. Lu sendiri, kenapa telpon?][Gue udah berhasil nangkap ni tikus.]Gema beranjak bangun, matanya melebar sempurna. Sendok yang digenggam pun sampai lepas. [Seriusan? Jadi, tuh tikus berhasil lu tangkap?][Iya, seriusan lah. Gue mana pernah bohong soal kerjaan. Udah, dijelasinnya belakangan aja. Sekarang harus gue bawa kemana ni tikus? Gue si belum apa-apain dia, tapi anak buah gue, udah bikin dia babak belur. Hahaha.]Gema memijat keningnya, sudah menduga hal ini akan terjadi. Dia menoleh ke belakang, lalu tersenyum kepada Anita.Melihat adanya perubahan sikap Gema yang mendadak, membuat Anita bertanya-tanya, siapakah yang menelpon?[Kasih tahu aja lokasinya di mana? Biar gue langsung ke sana.][Di Kalimantan.][Apa?] Gema sangat terkejut sampai-sampai napasnya sepert
Gema langsung membawa Anita ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, begitu juga dengan Sari dan satpam yang berjaga di rumahnya. Dikarenakan mengalami luka berat akibat dipukuli berulang kali sampai tidak sadarkan diri, Pamannya juga harus dilarikan ke rumah sakit. Namun, diawasi oleh pihak yang berwajib. Gema ingin, pria keparat itu langsung dijebloskan ke penjara, setelah sadar nanti. Gema telah memastikan, pria itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Pelecehan terhadap wanita berstatus istri, adalah kejahatan besar. . Di salah satu ruang perawatan. Anita masih terbaring lemas di ranjang. Tangannya dipasangi selang infus. "Maafkan aku, Sayang. Seandainya aku tidak terlambat sampai rumah, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi," ungkap Gema penuh dengan penyesalan. Dia menggenggam erat-erat tangan Anita. Mengecupnya berulang kali. Bahkan kepalanya terus tertunduk. Rasa bersalahnya tidak bisa hilang begitu saja. Bayangan bagaimana tangan-tan
Anita yang hendak ke dapur pun, tiba-tiba berlari, langkahnya berbalik, tidak jadi ke dapur ketika mendengar suara pintu terbuka. Dia sangat yakin kalau Gema yang datang.Langkahnya berhenti. Tubuhnya mematung dan mantanya membola, saat mendapati yang membuka pintu bukanlah Gema, melainkan pria lain, yang sosoknya tidak terlalu asing."Paman." Satu kata lolos dari bibirnya. Anita tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Halo, Sayangku. Bagaimana kabarmu hari ini? Kamu baik-baik saja kan di rumah ini? Maafkan Mas yang baru datang," racau pria itu setengah mabuk.Satu hal yang membuat Anita terkejut, tidak lain adalah kondisi pria itu dalam keadaan mabuk. Setengah kesadarannya hilang karena pengaruh alkohol. Bahkan botol minuman keras masih ada digenggamnya."Gema belum pulang! Dia masih di kantor!" Anita meninggikan suaranya sambil berjalan mundur. Dia sangat ketakutan. Takut pria itu melakukan hal yang bukan-bukan."Mas datang bukan untuk menanyakan anak brengsek itu, tapi kedata
Hari yang baru telah datang menyapa. Pagi-pagi sekali, Gema sudah berangkat bekerja. Tidak dapat dipungkiri, masalah yang terjadi di perusahaan tidak bisa dianggap enteng."Apa tim keamanan sudah mengecek rekaman CCTV?" tanya Gema sangat serius, sambil berjalan melewati lobby."Tim keamanan sudah selesai ngecek semua rekaman CCTV dan pelakunya sudah diketahui identitasnya," jawab Roy tidak kalah seriusnya dengan Gema."Baiklah. Coba kita lihat. Siapa tikus kecil itu, yang telah membuat kekacauan di Wijaya Group?" Gema menyeringai kecil. Dia mempercepat langkahnya menujunya lift di sana. Sementara Roy, mengekor di belakang. ***RUANG PENGAWASAN CCTV PERUSAHAAN."Apa kalian menemukan pelakunya?" Pertanyaan Gema langsung membuat seluruh orang yang ada di ruangan itu, bangun dari tempat masing-masing."Apa kapan benar-benar sudah menemukan pelakunya?" Gema ngulang pertanyaan lagi."Sudah, Pak. Dia lah pelakunya. Dia menyusup ke ruang data keuangan saat malam hari," beber salah orang st
"Gema Dirgantara!" Seseorang berseru dengan lantai. Gema lantas menurunkan Anita dari gendongannya. Semula berniat untuk melepas lelah di dalam kamar pun, pupus sudah. Sepasang pengantin itu, menatap lurus pria dewasa yang nyelonong masuk tanpa mengucap salah. "Gema Dirgantara! Di kamar kamu?" Dia kembali berteriak, seolah rumah ini adalah miliknya, sehingga tidak perlu pakai tatak rama untuk masuk."Aku di sini, Paman?" Gema menyahut, lalu berjalan menuruni anak-anak tangga dan Anita mengekor di belakangnya."Siapa dia?" Anita berbisik."Dia adalah Pamanku. Lebih tepatnya, adik dari almarhum Bunda," jawab Gema sedikit menjelaskan. Anita mengangguk dan membuka mulutnya membentuk huruf O kecil."Ada urusan apa, malam-malam gini datang ke sini?" Gema langsung menjatuhkan pertanyaan yang masuk ke intinya. "Memangnya kenapa, jika aku datang malam-malam begini? Apakah ada peraturan tertulis untuk datang berkunjung ke rumah keponakan sendiri?" Gema menghela napas panjang. Sudah menjad
Malam telah menyapa. Anita mondar-mandir seperti setrikaan di ruang tengah. Cemas menunggu kepulangan Gema. Sejak siang tadi, Anita belum mendapat kabar apapun tentang Gema. Suaminya sempat mengirim pesan singkat, yang mengatakan. Dirinya baik-baik saja. Tidak perlu khawatir."Sudah jam sembilan, tapi dia belum pulang juga. Semoga tidak terjadi apa-apa kepadanya," harap Anita tak tenang. Entah sudah yang keberapa kali, Anita melihat jam yang terpampang di dinding. Duduk tak tenang dan makan pun tak enak. "Bu. Mau saat buatkan sesuatu? Sejak siang, Ibu belum makan apa-apa," tawar Sari, yang datang dari arah dapur.Sedari tadi, Sari terus memperhatikan Anita yang mondar-mandir. Sesama wanita, Sari pun dapat merasakan kecemasan yang sedang Anita rasakan saat ini. "Nanti saja, Bi Sari. Saya masih cemas menunggu Gema pulang. Lagi pun, untuk saat ini saya tidak memiliki nafsu untuk makan." Anita mengepalkan tangannya di dada. Beberapa kali dia menelan ludahnya sendiri, demi menyamarkan