"Jika lelah maka berhenti lah sejenak, manusia tidak dituntut untuk terus berjuang.
Ada kalanya kita butuh istirahat, dan jangan kejar seseorang yang tidak mau dikejar, percuma!"---"Oh ini yang ngakunya pacar gue tapi kemaren jalan sama cowo, mana mau-mau aja lagi diajak ke rumahnya. Dibayar berapa lo?" Gio menghampiri Salsa yang baru saja menginjakan kakinya di lantai dua. Menatapnya nyalang, penuh amarah membuat Salsa mundur beberapa langkah saat Gio semakin mendekatinya dan memojokannya sampai pada dinding yang berada di balik tangga.
"Alah! Gue gak nanya! Nggak penting juga gue tau lo dari mana aja sama dia. Asal lo tau," tunjuk Gio tepat pada wajah Salsa, "gue nggak perduli!" tegas Gio.
"Tapi kenapa kamu marah?" tanya Salsa membera
Salsa baru saja pulang dari sekolah, kini dia sudah berada di kamarnya dengan kondisi kamar yang begitu berantakan, beberapa benda kini sudah berpindah tempat serta pintu lemari dan laci yang kebuka, ntah apa yang sedang Salsa cari."Nah akhirnya ketemu juga."Salsa membawa kotak berbentuk persegi itu pada meja belajarnya, ia akan membukanya di sana. Kotak tersebut Salsa gunakan untuk menyimpan barang-barang yang menurutnya perlu disimpan di tempat yang aman, dan Salsa menyimpan beberapa hadiah dari Mamahnya di sana.Salsa mengeluarkan seluruh isi kotak tersebut secara bergantian, ternyata ada satu benda yang sempat ia cari-cari sedari kemarin, dan sepertinya Salsa lupa bahwa dia sempat menyimpannya di sana."Astagaa ... ternyata di sini!" Salsa mengambil sebuah gelang yang waktu itu dia beli saat di Bogor. Lebih tepatnya Gio yang membelinya dan memberikannya satu untuk Salsa.Semenj
Salsa termenung dalam duduknya, pulpen yang berada pada tangannya ia ketuk-ketukkan pada meja membuatnya menghasilkan sedikit bunyi yang memecahkan keheningan kelas 12 IPS 1. "Salsa, kamu sudah selesai?" tanya sang guru yang berada di depan sana. Salsa begitu larut dalam pikirannya sampai-sampai dia tidak mendengar ucapan gurunya tadi. Sebenarnya Salsa sedang memikirkan tentang Gio, siapa lagi yang Salsa pikirkan jika bukan Gio? Ntah mengapa walaupun menyiksa Salsa menyukainya, apa lagi Salsa sangat serindukan sosok tersebut yang akhir-akhir ini telah menghilang. Raganya memang ada, tetapi tidak dengan jiwanya. Semenjak kecelakaan waktu itu Gio benar-benar hilang ingatan dan ntah mengapa sifat dan sikapnya pada Salsa yang dulu juga ikut menghilang. "Apa boleh gue ragu kalo dia bukan Gio?" monolog Salsa, tangannya berhenti mengetuk meja dengan penanya kini tangan tersebut beralih untuk menompang pipinya
Garaga kini telah sampai pada sebuah taman yang cukup jauh dari lokasi perumahannya, ntah apa yang membuat Salsa membawanya ke tempat ini padahal terdapat taman juga yang berada tidak jauh dari perumahan Salsa, dan mereka juga bisa saja bertemu di cafe atau restoran bukan? Biar pun jaraknya cukup jauh Garaga tetap datang karena sepertinya ada hal penting yang ingin Salsa bicarakan.Sebelumnya Garaga menunggu Salsa di dalam mobil karena beberapa menit lalu Salsa mengirimnya pesan jika dia masih dalam perjalanan.Kini sudah hampir 30 menit berlalu Garaga pun memutuskan untuk keluar dari mobilnya lalu mulai memasuki kawasan taman tersebut guna mencari keberadaan Salsa, mungkin saja Salsa sudah tiba tetapi lupa memberitahunya.Setelah mengelilingi tempat tersebut dan ternyata tidak ada Salsa, Garaga mencoba untuk menelpon Salsa yang sedari tadi tak kunjung datang, Garaga mulai menelponnya satu panggilan, dua panggilan,
Dendam.Ketika satu kata itu tersimpan pada lubuk hati seseorang, sampai kapan pun hidupnya penuh dengan ketidakpuasan. Ia rela mengorbankan siapa saja dan apa saja hanya untuk membalaskan dendamnya, terlebih lagi ketika menyangkut sebuah perasaan dan juga hati."Tangan ini ternyata masih bersih, tanpa turun tangan pun semuanya akan segera hancur." Seorang pria yang sudah tua itu kini tengah menatap dua bersaudara yang salah satunya akan mulai mengungkap identitas aslinya."Bangun lo!" seru Rio membangunkan Gio yang kini tengah terduduk lemah pada sebuah kursi kayu yang berada di tengah-tengah ruangan kosong tersebut. Tangan dan kakinya terikat kuat oleh tali tambang, ketika Gio berusaha melepaskan diri dari tali tersebut justru malah memperburuk keadaan, tali itu semakin mengikat kuat dan menyebabkan pergelangan tang
Bahagia itu akan datang tepat pada waktunya, semua orang menunggu waktu di mana kebahagiaan itu akan tiba sampai-sampai mereka melupakan sesuatu jika hal sekecil atom pun mampu membuat orang tersenyum.0_0Salsa diam termengu dalam duduknya. Menunduk lesu, matanya menatap ujung sepatu miliknyanya yang terkena sedikit lumpur, beralih pada tali sepatu yang terikat tidak benar. Sudut bibir Salsa sedikit terangkat dikala mengingat kebersamaanya dengan Gio, biasanya jika Gio melihat tali sepatunya yang terikat tidak benar dia akan marah-marah dan terus berbicara.Lalu Gio akan berakhir mengatakan, 'bisa nggak kalo nggak ceroboh? Kayaknya lo idup cuman buat bikin gue repot ya, ini jangan sampe lepas lagi kalo lepas langsung benerin, nanti kalo gak sengaja keijek talinya lo bakal jatuh gue kan gak mau liat lo luka.' Begitulah Gio
Manusia selalu gegabah memutuskan suatu keputusan ketika emosi menyelimuti.•-•Betapa jahatnya takdir yang membuat rindu ini bergerumuh tanpa henti, tanpa pengobatan akan kehadirannya walau hanya lewat mimpi. ^-^---"Bokap gue punya villa di puncak, tapi villa itu udah kosong sih bisa jadi Bokap gue suru Rio bawa Gio ke tempat itu 'kan?" ucap Garaga setelah sekian lama dia berpikir sambil menunggu Ethan yang tengah melacak lokasi di mana keberadaan Gio."Bisa jadi, kita harus coba cek ke sana," ucap Darren menanggapi."Tapi, villa itu udah kosong sejak 5 tahun yang lalu apa mungkin?" tanya Garaga terselip sedikit rasa ragu dalam benaknya.
Jangankan orang yang baru kita kenal, Bahkan seseorang yang berkata mencintai kita pun dia bisa pergi karena setelah kamu, Masih ada prioritas yang lebih besar yang dia prioritaskan.Sekarang satu rombongan terpisah menjadi dua, mobil Garaga sudah jalan lebih dulu sedangkan mobil Ethan sempat tertinggal karena harus mengisi bahan bakar, begitu juga dengan Galih yang membawa motor, dia selalu membuntuti mobil Ethan. Galih membawa motor sendiri dengan alasan tidak ingin mabuk karena naik mobil, sebenarnya tidak sampai muntah-muntah hanya saja perutnya selalu tidak enak jika terlalu lama di dalam mobil.Kini mobil Ethan melaju dengan sangat lancar melewati jalanan dengan aspal hitam serta udara yang cukup sejuk karena mereka sudah memasuki kawasan bukit, terlihat dari sekitar yang penuh dengan pepohonan dan udara yang berbeda.Sebenarnya jarak yang mereka tempuh masih sangat jauh, Ethan melihatnya
Bugh! Satu pukulan tersebut mampu membuat seseorang tersungkur, beberapa pria berbadan besar dengan seragam yang sama-sama serba hitam itu langsung maju bersiap untuk membalas tetapi, langsung dihentikan oleh Dirga yang mengangkat tangannya sambil berusaha bangun dibantu dengan beberapa anak buahnya, dengan sombongnya dia meludah tepat di hadapan Agra. Agra yang sudah tak lagi dapat menahan amarahnya dia kembali maju dan meraih kerah kemeja Dirga, lagi-lagi beberapa anak buah Dirga maju bersiap menghentikan Agra tetapi Dirga melarangnya dan membiarkan Agra. "Hentikan semua ini!" ucap Agra penuh penekanan. Prok! Prok! Prok!... Dirga tertawa sambil berte