Beranda / Pendekar / SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA / 30. Dendaka dan Somala Kembali Berulah

Share

30. Dendaka dan Somala Kembali Berulah

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dengan demikian, Ramandika dan kedua kawannya langsung bangkit dan segera melangkah ke arah dapur untuk keluar dari rumah tersebut melalui pintu belakang.

Sementara itu, Ki Durga langsung menyambut kedatangan orang kepercayaan Kuwu Sangkan yang sudah menunggu di beranda kediamannya.

Setelah membuka pintu, Ki Durga langsung menyambut tamunya itu dengan sikap ramah, "Ki Ronggo! Silakan duduk, Ki!" ucap Ki Durga sambil tersenyum lebar.

"Tidak perlu!" jawab pria paruh baya itu dengan sikap angkuhnya. "Apakah kau sudah mendapat kabar dari Ki Sugri?" sambungnya.

Ki Durga mengerutkan keningnya, ia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh pria angkuh itu. 'Maksud Ki Ronggo apa? Apakah akan ada kabar merugikan lagi?' batin Ki Durga.

Meskipun demikian, Ki Durga tetap bersikap biasa-biasa saja dan tidak menampakkan keheranannya di hadapan Ki Ronggo.

"Mohon maaf, Ki. Kabar tentang apa?"

"Oh ... berarti Ki Sugri belum datang ke sini?" jawab Ki Ronggo balas bertanya.

"Belum, Ki." Ki Durga menjawa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    31. Perjalanan Menuju Lembah Naga

    Dua hari kemudian ....Ramandika dan kedua kawannya sudah pergi meninggalkan desa Singkur. Ki Durga dan warga desa lainnya banyak memberikan perbekalan kepada Ramandika, berupa makanan dan minuman dan bahkan sebagian dari mereka ada yang memberikan uang kepada Ramandika.Ketika matahari sudah berada di atas kepala, Ramandika dan kedua kawannya sudah berada di sebuah desa. Mereka tengah beristirahat di sebuah warung makan. Mereka baru saja selesai makan siang, dan saat itu tengah menikmati waktu istirahat, duduk-duduk santai di beranda warung sambil berbincang-bincang santai."Apakah kita akan melanjutkan perjalanan ini hingga larut malam?" tanya Kuntala mengarahkan pandangannya ke wajah Ramandika."Tidak Kuntala, kita akan bermalam di suatu tempat dalam perjalanan jika hari sudah gelap," jawab Ramandika lirih, "Besok pagi barulah kita lanjutkan perjalanan ini. Kita akan berjalan ke selatan, melewati hutan Kalen," sambungnya."Maksudmu, hutan yang ada di ujung perbatasan?" tanya Kuntal

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    32. Pertarungan di Dalam Perkebunan Rempah-rempah

    Ramandika menarik napas sejenak, lalu menjawab lirih, "Kalau berbahaya sebaiknya kita cari cara lain agar mereka bisa memberikan jalan. Terkecuali jika terpaksa mengharuskan kita untuk bertindak, maka bertindaklah!"Sandika dan Kuntala hanya mengangguk-angguk saja mendengarkan penuturan Ramandika sebagai tanda bahwa mereka mengerti dengan apa yang dikatakan oleh kawan mereka itu."Tapi ingat, kita melawan hanya untuk mengelabui mereka saja, setelah ada celah untuk kabur, maka kita harus lari menghindari mereka. Karena tidak mungkin kita terus melawan mereka yang berjumlah banyak," kata Ramandika melanjutkan perkataannya."Kenapa harus kabur? Apakah kau tidak yakin dengan khodam yang ada dalam pedang pusakamu itu?" tanya Sandika menatap wajah Ramandika."Bukan masalah percaya atau tidaknya akan kekuatan gaib yang ada di dalam pedangku. Seperti yang aku ketahui bahwa khodam pedang ini hanya akan keluar jika aku menderita saja, dia akan menolong di waktu-waktu tertentu saja," jawab Raman

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    33. Kebaikan Ki Jenang

    Mendengar seruan Ki Jenang, Sonda dan Karba langsung menghentikan serangannya. Mereka mundur beberapa langkah ke belakang, demikian juga dengan Ramandika.Ki Jenang yang sudah berada di tengah-tengah kedua belah pihak langsung memarahi Sonda dan Karba."Sikap kalian sungguh tidak terpuji, apa salah mereka melewati jalur ini?" "Mohon maaf, Ki. Kami rasa ... mereka ini adalah para pencuri yang sengaja memasuki perkebunan ini," jawab Sonda tetap teguh dengan dugaannya."Apakah kau yakin dan sudah memiliki bukti atas tuduhanmu itu?" tanya Ki Jenang.Sonda dan Karba hanya terdiam saja, mereka tidak berani menjawab pertanyaan pria paruh baya itu. Apa yang dikatakan oleh Ki Jenang memang benar bahwa mereka tidak memiliki bukti kuat menuduh Ramandika dan kedua kawannya sebagai pencuri.Melihat sikap kedua anak buahnya yang diam saja, Ki Jenang hanya tersenyum saja. Lalu berpaling ke arah Ramandika dan kedua kawannya.Bertanyalah ia, "Tolong jelaskan apa maksud kalian memasuki perkebunan ini?

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    34. Kuntala Diserang Pria Tidak Dikenal

    Ketiga pemuda itu kembali melanjutkan perjalanan mereka memasuki sebuah desa kecil yang ada di ujung timur wilayah kerajaan Dongkala.Mereka hanya beristirahat sebentar saja di desa tersebut. Mereka khawatir ada prajurit yang menghampiri mereka, karena pada saat itu, di desa tersebut tengah berlangsung pesta rakyat yang dikawal ketat oleh para prajurit dari kademangan."Kenapa kita tidak beristirahat di desa yang tadi, Ramandika?" tanya Kuntala dengan bercucuran peluh di keningnya."Kau tidak melihat di sana banyak prajurit kerajaan Dongkala?" Ramandika balas bertanya sambil menatap wajah Kuntala yang sudah duduk bersandar pada pohon besar yang ada di pinggir jalan tersebut. "Mereka akan mencurigai kita jika kita berhenti di desa itu," sambung Ramandika."Lantas, apakah tempat yang kita tuju masih jauh?" tanya Kuntala lagi."Kau lihat itu!" desis Ramandika menudingkan jari telunjuknya ke arah bukit yang ada di sebelah selatan dari posisinya berdiri."Bukit apa itu Ramandika? Indah sek

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    35. Narasoma Sang Penjaga Hutan

    Kuntala sudah tidak berdaya lagi, ia tidak bisa melakukan perlawanan sedikit pun, karena tubuhnya dihimpit tubuh kekar pria tersebut."Maafkan aku Ki Sanak. Aku berburu hanya untuk makan aku dan kedua kawanku saja, tak ada maksud lain selain itu, dan aku tidak tahu jika rusa yang aku bunuh baru saja melahirkan."Mendengar perkataan Kuntala, amarah yang ada pada diri pria itu sedikit menurun. Cengkraman tangannya seketika ia lepaskan, kemudian dia bangkit.Pria itu menarik napas dalam-dalam. Dua bola matanya terus menatap ke arah Kuntala. "Kau aku maafkan. Tapi ingat, jangan sampai hal seperti ini kau ulangi lagi!" kata pria itu memberikan peringatan, "Aku Narasoma, semenjak kecil aku terlahir di dalam hutan ini. Semua binatang yang ada di hutan ini adalah saudaraku, aku benci kepada manusia yang berani menyakiti mereka!" sambungnya langsung melangkah meraih rusa yang tergeletak di atas tanah.Dia mencabut bambu runcing yang menancap di leher rusa tersebut. Aneh sekali, hanya dengan se

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    36. Perbincangan Ki Ageng Penggir dengan Bisama

    Kuntala mengangguk sebagai isyarat bahwa dirinya paham dengan apa yang dikatakan oleh Ramandika."Aku rasa, orang itu tidak bermaksud jahat. Tapi, justru kau yang dianggap jahat karena sudah memburu rusa di hutan ini," kata Sandika berkesimpulan."Benar, Sandika. Aku juga memahaminya, kemungkinan besar tidak akan terjadi hal buruk menimpaku, jika aku tidak berburu rusa sembarangan," tanggap Kuntala sangat mengerti dengan apa yang sudah diungkapkan oleh Sandika."Hutan ini dari dulu memiliki banyak misteri. Kata pamanku, hutan ini memiliki penjaga, entahlah penjaganya itu bangsa manusia atau bangsa halus, karena kehadirannya sangat misterius," ungkap Ramandika.Setelah lama berbincang-bincang, Ramandika bangkit dan langsung mengumpulkan kayu kering yang hendak ia bakar karena hari sudah mulai gelap."Mudah-mudahan saja malam ini tidak turun hujan," desis Ramandika.Malam itu, mereka hanya memakan pisang setengah tua yang mereka dapatkan dari belakang saung, pisang tersebut mereka bakar

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    37. Pesta Kecil Menyambut Kedatangan Ramandika

    Ki Ageng Penggir tersenyum lebar, lalu menjawab pertanyaan murid seniornya itu, "Banyak sekali kesamaan antara aku dengan Ramandika, salah satunya adalah dia memiliki dratumba atau titisan. Tentu kau tidak akan tahu apa yang menitis dalam diri Ramandika dan juga dalam diriku, karena keduanya sama."'Apa yang dikatakan oleh guru memang benar, aku sendiri merasakan hal itu. dratumba dari roh suci ada pada diri guru dan juga Ramandika,' kata Bisama dalam hati.Meskipun dirinya sudah mengetahui bahwa ada tanda-tanda dratumba dalam diri Ramandika dan juga dalam diri sang guru. Bisama tidak berani mengungkapkannya, ia takut salah jika mengatakannya di hadapan Ki Ageng Penggir."Warmala tidak mungkin menyerahkan pedang pusaka berusia ratusan tahun kepada Ramandika secara cuma-cuma, jika dirinya tidak yakin kalau Ramandika itu mampu merawat pusaka tersebut," imbuh Ki Ageng Penggir."Benar, Guru. Apa yang Guru katakan itu memang sesuai fakta," kata Bisama yakin dengan ucapan gurunya.Sejatinya

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    38. Ramandika Diajak ke Lembah Naga

    Ki Ageng Penggir hanya tersenyum saja dalam menanggapi pertanyaan Ramandika. Tentu hal tersebut membuat Ramandika semakin penasaran saja.Karena belum mendapatkan jawaban yang pasti dari sang guru, maka Ramandika pun memberanikan diri untuk bertanya lagi, "Mohon maaf, Guru. Jika bukan Guru, lantas siapa yang akan mengajari aku jurus pamungkas itu?""Nanti kau akan tahu sendiri, sekarang kau makan saja dulu! Nanti sekitar tengah malam, kita akan pergi ke Lembah Naga," jawab Ki Ageng Penggir bangkit dari duduknya.Tanpa banyak berkata lagi, ia langsung melangkah keluar dari pendapa. Pria paruh baya itu langsung berjalan menuju pondoknya yang berada di sebelah barat dari pendapa tersebut."Siapa kira-kira yang akan mengajarkan aku jurus pamungkas itu? Apakah Ki Bisama atau ada orang lain selain dia?" gumam Ramandika penuh rasa penasaran."Ramandika!" teriak Sena dari halaman padepokan tempat ia berkumpul dengan murid-murid Padepokan Lembah Naga.Ramandika berpaling ke arah sahabatnya itu

Bab terbaru

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    162. Menyatukan Tanah Gurusetra

    Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    161. Kekalahan Pasukan Sayap Timur

    Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    160. Pasukan Sayap Timur Mulai Terdesak

    Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    159. Ramandika dan Pasukannya Sudah Siap Berperang

    Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    158 Kelompok Sayap Timur Berhasil Melakukan Penculikan

    Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    157. Ramandika Tiba di Kadipaten Dembaga Pura

    Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    156. Teror dari Kelompok Pendekar Sayap Timur

    Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    155. Rinjani Diangkat Menjadi Ratu

    Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    154. Senapati Dukira Tewas di Tangan Kardala

    Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu

DMCA.com Protection Status