Beranda / Pendekar / SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA / 23. Menjelang Keberangkatan ke Gurusetra

Share

23. Menjelang Keberangkatan ke Gurusetra

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Entahlah, aku tidak mengenalinya, dan aku baru melihatnya," jawab Kuntala pelan.

"Sepertinya, nenek tua itu seorang pengelana," timpal Sandika.

Perempuan berusia senja itu terus melangkah semakin mendekati Ramandika dan kedua kawannya.

"Sampurasun," ucapnya lirih.

"Rampes," jawab Ramandika dan kedua kawannya serentak.

Dua bola matanya bergulir ke arah Ramandika, lalu berkata lirih. "Kau memiliki tameng yang sangat luar biasa, dan kau akan menjadi seorang kesatria pilih tanding!"

Ketiga pemuda itu tampak terkejut mendengar pernyataan perempuan tua tersebut.

"Kesatria?!" Ramandika terkejut mendengar kalimat yang diucapkan oleh perempuan berusia senja itu. "Apakah Nenek mengetahui apa yang ada dalam tubuhku?" tanya Ramandika menambahkan.

"Aku tidak mungkin bicara kalau aku tidak tahu apa-apa tentang dirimu," jawabnya. "Kakek buyutmu di masa lampau adalah seorang pendekar sakti. Jadi, kau memiliki garis keturunan dari para pendekar masa lalu," pungkasnya langsung melangkah berlalu dari
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    24. Kuntala Hanyut ke Dalam Sungai

    Dua hari berikutnya ....Ramandika, Sandika, dan Kuntala sudah berangkat meninggalkan desa Yowa. Pagi itu, mereka berjalan menyusuri jalan setapak memasuki hutan belantara hendak menuju wilayah perbatasan.Ketiga pemuda itu mengambil jalur pintas sesuai saran Ki Warmala, karena mereka khawatir mendapatkan penghadangan dari para prajurit kerajaan Dongkala jika menempuh jalur utama.Menjelang tengah hari, mereka telah sampai di perbatasan. Namun, mereka tampak bingung melihat kondisi sungai yang hendak mereka sebrangi. Sungai tersebut memiliki arus yang sangat deras, sudah dapat dipastikan mereka akan kesulitan jika harus menyebrangi sungai itu."Arus sungai ini deras sekali, bagaimana caranya kita bisa menyebrangi sungai ini?" desis Ramandika tampak bingung."Sepertinya di pegunungan Sanca yang merupakan hulu sungai ini, sedang berlangsung hujan lebat, sehingga arus sungai ini begitu deras," jawab Sandika."Lantas, apa yang harus kita lakukan agar bisa menyebrangi sungai ini?" timpal K

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    25. Kuntala Dibawa Siluman Bukit Api

    Ramandika dan Sandika tampak ragu untuk menepikan rakit tersebut, karena mereka takut jika orang tua itu adalah jelmaan siluman atau bangsa jin yang menguasai hutan tersebut.Karena menurut rumor yang beredar bahwa di hutan tersebut terdapat markas siluman api yang selama ini selalu menghantui para penduduk yang ada di sekitar wilayah tersebut."Hai, kemarilah! Kalian jangan takut, aku tidak akan jahat terhadap kalian!" seru orang tua itu, "Jika kalian ingin segera menemukan kawan kalian, maka mendekatlah! Aku akan memberitahu di mana kawan kalian berada."Ramandika dan Sandika saling berpandangan, mereka masih belum percaya dengan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh sosok orang tua tersebut."Apakah kau percaya dengan ucapan orang tua itu?" bisik Sandika kepada Ramandika."Sebenarnya aku ragu, tapi kita coba saja. Mudah-mudahan, dia bukan sosok makhluk yang jahat yang akan mencelakai kita," jawab Ramandika."Baiklah," desis Sandika segera menepikan rakit tersebut."Naiklah ke sini!"

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    26. Berhadapan dengan Dua Sosok Siluman Menyeramkan

    Dengan demikian, Ramandika dan Sandika langsung mengikuti saran orang tua misterius itu. Mereka berjalan naik ke puncak bukit berharap dapat menemukan Kuntala.Apa yang dikatakan oleh orang tua misterius itu memang benar, di puncak bukit tersebut berdiri sebuah gubuk kecil yang tampak samar hanya diterangi sinar bulan yang tidak terlalu terang karena terhalang gumpalan awan."Sepertinya itu gubuk yang dimaksud oleh orang tua aneh tadi," desis Ramandika berpaling ke arah Sandika."Benar Ramandika, aku rasa memang itu tempatnya. Tidak ada gubuk lain di puncak bukit ini selain gubuk itu.""Baiklah, kita ke sana sekarang! Tapi ingat, kita harus waspada!" kata Ramandika lirih, "Walau bagaimanapun makhluk yang akan kita hadapi bukanlah dari kalangan manusia. Mereka adalah siluman yang memiliki tipu muslihat," sambungnya.Lalu, keduanya melangkah mendekati gubuk tersebut. Mereka berjalan sangat berhati-hati penuh kewaspadaan.Setelah dekat, tepat berada di depan gubuk kecil itu. Mereka terke

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    27. Kuntala Berhasil Diselamatkan

    Sementara itu, Sandika masih berdiri di pinggir arena, karena Ramandika melarangnya untuk ikut bertarung.Ketika berhadap-hadapan dengan dua siluman itu, Ramandika berkata dalam hati, 'Sepertinya mereka ini bukan siluman sembarangan. aku harus berhati-hati.'Beberapa saat kemudian, terdengar suara bisikan gaib ke telinga Ramandika, "Hunus pedangmu! Niscaya mereka akan ketakutan." Demikianlah suara tanpa wujud itu terdengar jelas di telinga Ramandika.Ramandika menarik napas dalam-dalam, kemudian langsung menghunus pedangnya, dan mengarahkan pedang tersebut kepada dua sosok siluman itu."Majulah kalian!" tantang Ramandika.Dua sosok siluman itu tampak takut ketika melihat ketajaman pedang tersebut. Selain itu, pedang dalam genggaman tangan Ramandika mengeluarkan sinar yang tentu sangat menyilaukan pandangan mereka, ada kekuatan besar dari pedang itu yang tak bisa mereka lawan.Ramandika mengayunkan pedangnya hendak menyabetkan pedang tersebut ke arah dua siluman yang ada di hadapannya.

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    28. Tiba di Kediaman Rawinta

    Ketika matahari mulai naik, Ramandika dan kedua kawannya kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju ke barat."Berapa hari kita akan sampai di tempat tujuan?" tanya Kuntala mengarah kepada Ramandika."Perjalanan menuju ke tempat tujuan, memerlukan waktu sekitar dua hari dua malam," jawab Ramandika."Ternyata jauh juga yah? Aku pikir sore ini kita akan tiba di sana," kata Sandika lirih."Ya memang seperti ini jika ditempuh hanya dengan berjalan kaki. Tapi, jika menggunakan kuda kemungkinan tidak akan memakan waktu begitu lama," jelas Ramandika sambil terus berjalan diikuti oleh Sandika dan Kuntala.Dalam perjalanan tersebut, beberapa kali mereka melakukan istirahat. Tanpa bekal makanan atau uang sepeser pun, untuk makan dan minum saja, mereka hanya mengandalkan sesuatu yang mereka temui di hutan dan kebun yang mereka lalui. Apa saja sekiranya bisa mereka makan dan minum.Singkat cerita ....Dua hari kemudian, ketika menjelang sore hari, Ramandika dan kedua kawannya sudah tiba di desa

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    29. Berbincang-bincang dengan Ki Durga

    Kemudian, Ki Durga menjawab pertanyaan Ramandika, "Sugri adalah ketua kelompok pengacau keamanan di wilayah ini. Dia dan anak buahnya selalu membuat resah warga, setiap hari selalu meminta jatah kepada para penduduk. Di balik aksinya itu, ada sosok yang selama ini selalu melindunginya, dia adalah Kuwu Sangkan."Belum sempat Ramandika berkata lagi, seorang gadis cantik datang menghampiri. Gadis itu membawa makanan dan minuman untuk disuguhkan kepada Ramandika dan kedua orang kawannya.Gadis tersebut meletakkan nampan yang berisi makanan dan minuman tepat di atas meja di hadapan Ramandika dan kedua kawannya."Silakan, Kakang!" ucap gadis itu sambil tersenyum manis mengarah kepada Ramandika dan kedua kawannya."Terima kasih, Rasmi," jawab Ramandika balas tersenyum.Rasmi hanya tersenyum sambil mengangguk pelan, kemudian ia langsung kembali melangkah ke ruang dapur.Ki Durga menarik napas dalam-dalam. "Sebaiknya kalian nikmati dulu makanan dan minumannya. Setelah itu, kita lanjutkan kemba

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    30. Dendaka dan Somala Kembali Berulah

    Dengan demikian, Ramandika dan kedua kawannya langsung bangkit dan segera melangkah ke arah dapur untuk keluar dari rumah tersebut melalui pintu belakang.Sementara itu, Ki Durga langsung menyambut kedatangan orang kepercayaan Kuwu Sangkan yang sudah menunggu di beranda kediamannya.Setelah membuka pintu, Ki Durga langsung menyambut tamunya itu dengan sikap ramah, "Ki Ronggo! Silakan duduk, Ki!" ucap Ki Durga sambil tersenyum lebar."Tidak perlu!" jawab pria paruh baya itu dengan sikap angkuhnya. "Apakah kau sudah mendapat kabar dari Ki Sugri?" sambungnya.Ki Durga mengerutkan keningnya, ia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh pria angkuh itu. 'Maksud Ki Ronggo apa? Apakah akan ada kabar merugikan lagi?' batin Ki Durga.Meskipun demikian, Ki Durga tetap bersikap biasa-biasa saja dan tidak menampakkan keheranannya di hadapan Ki Ronggo."Mohon maaf, Ki. Kabar tentang apa?""Oh ... berarti Ki Sugri belum datang ke sini?" jawab Ki Ronggo balas bertanya."Belum, Ki." Ki Durga menjawa

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    31. Perjalanan Menuju Lembah Naga

    Dua hari kemudian ....Ramandika dan kedua kawannya sudah pergi meninggalkan desa Singkur. Ki Durga dan warga desa lainnya banyak memberikan perbekalan kepada Ramandika, berupa makanan dan minuman dan bahkan sebagian dari mereka ada yang memberikan uang kepada Ramandika.Ketika matahari sudah berada di atas kepala, Ramandika dan kedua kawannya sudah berada di sebuah desa. Mereka tengah beristirahat di sebuah warung makan. Mereka baru saja selesai makan siang, dan saat itu tengah menikmati waktu istirahat, duduk-duduk santai di beranda warung sambil berbincang-bincang santai."Apakah kita akan melanjutkan perjalanan ini hingga larut malam?" tanya Kuntala mengarahkan pandangannya ke wajah Ramandika."Tidak Kuntala, kita akan bermalam di suatu tempat dalam perjalanan jika hari sudah gelap," jawab Ramandika lirih, "Besok pagi barulah kita lanjutkan perjalanan ini. Kita akan berjalan ke selatan, melewati hutan Kalen," sambungnya."Maksudmu, hutan yang ada di ujung perbatasan?" tanya Kuntal

Bab terbaru

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    162. Menyatukan Tanah Gurusetra

    Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    161. Kekalahan Pasukan Sayap Timur

    Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    160. Pasukan Sayap Timur Mulai Terdesak

    Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    159. Ramandika dan Pasukannya Sudah Siap Berperang

    Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    158 Kelompok Sayap Timur Berhasil Melakukan Penculikan

    Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    157. Ramandika Tiba di Kadipaten Dembaga Pura

    Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    156. Teror dari Kelompok Pendekar Sayap Timur

    Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    155. Rinjani Diangkat Menjadi Ratu

    Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    154. Senapati Dukira Tewas di Tangan Kardala

    Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu

DMCA.com Protection Status