Home / Pendekar / SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA / 126. Dulpara Dianiaya Dua Orang Tidak Dikenal

Share

126. Dulpara Dianiaya Dua Orang Tidak Dikenal

Author: CahyaGumilar79
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Dengan demikian, Dulpara segera bergerak hendak meraih sebilah pedang yang ada di dinding ruangan tersebut. Namun, belum sempat tangannya meraih pedang tersebut, kepalanya sudah lebih dulu dihantam oleh salah seorang dari kedua pria itu.

Walau demikian, Dulpara tidak menyerah begitu saja. Ia tidak menghiraukan rasa sakit di kepalanya.

Dengan gerakan yang sangat cepat, Dulpara menyalip ke samping, berkelit dan menyusupkan satu tendangan keras tepat mengenai dada lawannya. Namun, orang tersebut bukanlah pendekar biasa, tendangan keras dari Dulpara tidak berpengaruh apa-apa baginya.

"Kau tidak mungkin dapat mengalahkan kami," kata pria itu sambil tertawa lepas.

"Kurang ajar!" geram Dulpara.

Dengan demikian, Dulpara kembali melancarkan serangannya terhadap dua orang pria tersebut. Namun, serangannya itu kembali gagal

Dengan cepat dua orang pria tersebut menghindar ketika tendangan keras diarahkan oleh Dulpara kepada mereka.

Tanpa diketahui oleh Dulpara, salah seorang lawannya langs
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    127. Ramandika Bertemu Ki Dewangga

    Setelah berbincang dengan Ki Dunggala dan para pendekar lainnya, Ramandika bangkit dan langsung pamit kepada semua yang ada di ruangan tersebut."Kalian lanjutkan saja perbincangan kalian, aku mau beristirahat dulu," kata Ramandika lirih."Baik, Ketua," jawab semuanya secara bersamaan.Ramandika hanya tersenyum, lalu segera melangkah menghampiri kedua istrinya yang sedang berbincang santai di ruangan tengah kediamannya.Melihat kedatangan suami mereka, kedua wanita cantik itu tampak semringah."Duduklah, Kakang! Kami punya makanan enak untukmu," sambut Lasmina sambil tersenyum lebar memandang wajah Ramandika yang sudah ada di hadapannya.Ramandika hanya tersenyum lebar menatap wajah Lasmina, lalu duduk di hadapan kedua istrinya."Makanan apa, Nyimas?" tanya Ramandika kepada Lasmina.Dengan cepat Rinjani menggeser makanan ke arah suaminya, seolah tak mau didahului oleh Lasmina. "Ini Kakang, coba saja dulu!" kata Rinjani."Terima kasih, Nyimas," ucap Ramandika langsung meraih sepotong m

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    128. Ramandika Bertemu Nyai Sumantir

    Setelah berlalunya Ki Dewangga, Ramandika pun kembali melanjutkan perjalanan menuju kadipaten Kuta Waringin untuk menemui Ki Bagus Toka. Ramandika mengabaikan saran Ki Dewangga, ia nekat melanjutkan perjalanan.Ketika matahari terbit, Ramandika sudah sampai di tempat tujuan. Ia beristirahat sejenak di tepi hutan sebelum melanjutkan perjalanan masuk ke wilayah kadipaten Kuta Waringin."Aku harus beristirahat sejenak di tempat ini, semoga saja tempat ini aman. Tidak ada orang jahat yang menggangguku," desis Ramandika sambil berbaring di atas rumput hijau yang ada di bawah pohon besar.Ramandika menarik napas dalam-dalam, menikmati segarnya udara pagi. Setelah itu, ia mulai memejamkan matanya dan terlelap tidur, karena semalaman ia menempuh perjalanan yang lumayan jauh dan belum tidur sama sekali.Di saat Ramandika terlelap tidur, ada dua orang pria yang kebetulan melintas di jalan tersebut. Mereka sama sekali tidak mengenali Ramandika, namun mereka memiliki niat jahat karena melihat Ram

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    129. Sikap Angkuh Ki Bagus Toka

    Ramandika pun balas tersenyum dan langsung pamit kepada wanita paruh baya itu."Aku tidak bisa berlama-lama di sini, aku harus melanjutkan perjalanan menuju Padepokan Harmala.""Baiklah, semoga kau selamat sampai tujuan," ucap Nyai Sumantir.Dengan demikian, Ramandika pun langsung menghentakkan kakinya terbang meninggalkan wanita paruh baya yang berparas cantik itu."Tampan sekali dia, jika saja dia mau singgah di pondokku. Sudah pasti akan aku rayu dia agar terpikat kepadaku," desis Nyai Sumantir. Sejatinya, Nyai Sumantir sudah mengenal lama Ramandika. Namun, ia bersikap pura-pura baru mengenalnya, karena takut rahasianya terbongkar. Nyai Sumantir dulunya adalah orang pertama yang memusuhi Ramandika, semua propoganda ia lakukan terhadap para pendekar, agar mereka membenci Ramandika.Namun, kebenciannya terhadap Ramandika berubah menjadi suka, ketika dirinya tahu bahwa Ramandika memiliki ketampanan dan budi pekerti baik. Selain itu, Ramandika pun terbukti tidak bersalah, hal itulah y

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    130. Pertarungan di Halaman Padepokan Harmala

    Ramandika sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Meskipun harus mengucurkan darah di tempat itu, ia rela demi meyakinkan Ki Bagus Toka agar tak lagi menuduh dan melakukan penghinaan terhadap dirinya.Ki Ranggawa tidak berkata apa pun, ketika menyaksikan Ramandika mulai menampakkan taringnya. Ki Ranggawa tampak kagum akan keberanian Ramandika. Namun di sisi lain, ia juga merasa cemas akan keselamatannya."Meskipun Ramandika sudah mendapatkan didikan ilmu silat yang mumpuni dari Ki Ageng Penggir. Namun, dirinya masih memiliki kelemahan, aku khawatir kelemahannya dimanfaatkan oleh Bagus Toka." Ki Ranggawa berkata lirih kepada seorang murid padepokan tersebut yang memihak kepadanya."Aku pun berpikir sama seperti yang Aki pikirkan. Akan tetapi, aku yakin Ramandika mampu menghadapi mereka," sahut pendekar itu. Meskipun ragu, namun dirinya sangat yakin akan kemampuan yang dimiliki oleh Ramandika.Ki Ranggawa beranggapan, Ramandika akan sukar mengalahkan dua anak

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    131. Ramandika Berhasil Mengalahkan Ki Bagus Toka

    Secara diam-diam, Ramandika mulai mengerahkan tenaga dalamnya. Tanpa banyak bicara lagi, ia langsung menyerang para pendekar itu dengan menggunakan gerakan yang sangat luar biasa, cepat dan sukar dideteksi.Salah seorang dari kedua pendekar itu menjadi korban pertama keganasan jurus yang baru saja dikeluarkan oleh Ramandika.Tubuh lawannya melayang terbang terdorong dahsyatnya kekuatan ilmu tenaga dalam Ramandika, terdengar suara jeritan pilu yang menggema, kemudian suara tersebut hilang seiring dengan jatuhnya tubuh pendekar tersebut.Ramandika sudah berhasil mengalahkan satu dari dua pendekar yang merupakan anak buah Ki Bagus Toka. Setelah itu, ia kembali melakukan serangan berikutnya terhadap pendekar yang satu lagi."Kurang ajar!" geram Ki Bagus Toka, "dia sangat kuat sekali," desisnya lagi sambil menyaksikan detik-detik pertarungan anak buahnya yang masih bertahan melawan Ramandika."Rasakan ini!" teriak Ramandika menyapu kaki lawannya dengan tendangan keras yang memiliki kekuata

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    132. Kehadiran Delima Wulan

    Ki Bagus Toka hanya meringis menahan rasa sakit akibat terkena sabetan pedang pusaka Naga Geni. Meskipun demikian, ia tidak mengindahkan peringatan Ki Ranggawa.Pria paruh baya itu bersikeras menolak untuk menyerah, walau sudah mengalami luka parah.'Rupanya Ranggawa sudah terpengaruh oleh Ramandika, kurang ajar sekali dia!' batin Ki Bagus Toka, kesal dengan sikap kawannya itu.Selang beberapa saat kemudian, terdengar suara bentakan keras dari seseorang yang tiba-tiba datang."Kejam sekali kau Ramandika!" Itu adalah suara Banasta—putra Ki Bagus Toka.Tiba-tiba saja, berkelebatan sinar senjata yang tersorot sinar bulan purnama dengan suara gaduh. Tampak juga beberapa pendekar dari Padepokan Harmala sudah maju secara bersamaan hendak menghampiri Ramandika. Jumlah mereka sangat banyak sekali, dan mereka pun sepertinya siap melakukan serangan terhadap Ramandika yang sudah melukai guru mereka dan membunuh dua murid senior padepokan tersebut.Setelah berada di hadapan Ramandika, Banasta dan

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    133. Serangan Senyap Ki Ranggawa

    Perkataan Ramandika ternyata menyinggung jiwa dan perasaan Delima Wulan. Seketika itu, tumbuh rasa emosi dalam diri pendekar wanita tersebut. Sehingga, ia pun berkata, "Apakah kau menolak karena menyepelekan kemampuanku?" "Delima, kau jangan salah paham! Bukannya aku merendahkan kepandaian yang kau miliki. Tapi ini semua adalah persoalanku sendiri yang tidak seharusnya orang lain turut campur," jelas Ramandika menatap tajam wajah Delima Wulan. Delima Wulan tidak mengindahkan perkataan Ramandika. Tanpa banyak bicara lagi, ia menghunus pedangnya dan langsung menyerang Banasta. "Delima Wulan memang sangat keras kepala," desis Ramandika sambil mengelus dada. Ramandika sudah tak dapat melarang wanita cantik itu, ia harus membela kehormatannya sendiri dan juga melindungi Delima Wulan yang sedang bertarung membela dirinya. Maka, Ramandika pun kembali mengangkat pedang pusakanya, ia langsung menyerbu ke dalam barisan para pendekar yang sudah mengepungnya. Para pendekar itu pun sudah mulai

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    134. Kehadiran Ki Basyar Asad

    Banasta tampak marah sekali melihat Ramandika dan Delima Wulan sudah keluar dari arena pertarungan."Kurang ajar! Mereka sudah memanfaatkan kelengahan kita," geram Banasta, dalam sorot matanya terdapat kemarahan dan emosi tinggi.Setelah itu, ia memerintahkan anak buahnya agar mengevakuasi ayahnya supaya langsung diobati, karena Ki Bagus Toka sudah mengalami luka yang sangat parah.Dengan sigap, beberapa orang pendekar langsung mengevakuasi guru mereka untuk segera diberi perawatan. Selain itu, mereka juga mengevakuasi dua jasad kawan mereka yang binasa di tangan Ramandika.Dengan suara rendah, Banasta berkata kepada para pendekar yang ada di belakangnya, "Kita jangan melepaskan mereka berdua!" serunya, "kita harus menangkap mereka, karena mereka harus bertanggung jawab atas kematian dua kawan kita!" sambungnya tampak berapi-api.Sorot matanya begitu tajam, Banasta terus memperhatikan gerak-gerik Ramandika dan Delima Wulan. Kemudian, ia berkata dengan suara datar, "Jika kalian berhasi

Latest chapter

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    162. Menyatukan Tanah Gurusetra

    Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    161. Kekalahan Pasukan Sayap Timur

    Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    160. Pasukan Sayap Timur Mulai Terdesak

    Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    159. Ramandika dan Pasukannya Sudah Siap Berperang

    Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    158 Kelompok Sayap Timur Berhasil Melakukan Penculikan

    Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    157. Ramandika Tiba di Kadipaten Dembaga Pura

    Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    156. Teror dari Kelompok Pendekar Sayap Timur

    Sebulan setelah berdirinya kerajaan Gurusetra Jaya. Tiba-tiba saja, penduduk yang ada di perbatasan wilayah kerajaan Gurusetra Jaya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.Mereka adalah kelompok pendekar sayap timur yang masih bertahan di wilayah tersebut, dan mereka masih loyal terhadap pihak pemerintah kerajaan Gurusetra pimpinan Prabu Mahesa.Meski posisi mereka sudah terhimpit oleh pasukan kerajaan Gurusetra Jaya, namun mereka masih berusaha menganggu dan memberikan teror-teror terhadap pihak kerajaan Gurusetra Jaya dan rakyat kerajaan tersebut.Ada banyak penduduk di wilayah tersebut yang dibantai dan diculik oleh para pendekar jahat dari kelompok sayap timur. Bahkan, mereka disiksa habis-habisan oleh para pendekar itu. Hanya sedikit orang yang berhasil kabur menyelamatkan diri.Radisa dan Janeja merasa kecolongan dengan adanya peristiwa tersebut. Mereka baru mengetahuinya setelah mendapat kabar dari salah seorang penduduk yang berhasil lolos dari cengkraman para pendekar say

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    155. Rinjani Diangkat Menjadi Ratu

    Keesokan harinya ....Ramandika sudah memerintahkan beberapa orang prajurit untuk menjemput kedua istrinya. Lasmina yang berada di desa Singkur dan Rinjani di bukit Sancang."Semua anggota kelompok kita harus semuanya ikut ke sini! Mulai hari ini kita akan membangun wilayah kepatihan ini secara mandiri, karena wilayah ini secara resmi sudah terpisah dari wilayah Gurusetra," kata Ramandika di sela pembicaraannya dengan Radisa dan Janeja yang ia beri tugas untuk menjemput kedua istrinya dan juga semua anggota kelompok Halimun yang masih ada di desa Singkur dan bukit Sancang."Baik, Ketua. Kami akan segera bersiap untuk berangkat ke sana," kata Radisa sambil merangkapkan kedua telapak tangannya. Begitu juga yang dilakukan oleh Janeja, bersikap penuh hormat terhadap Ramandika.Setelah itu, mereka bangkit dan bersiap untuk segera berangkat ke desa Singkur dan bukit Sancang. Radisa dan Janeja langsung berbagi tugas."Aku dan para prajuritku akan menjemput Nyimas Raden Rinjani, dan kau bersa

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    154. Senapati Dukira Tewas di Tangan Kardala

    Dengan penuh rasa percaya diri, Panglima Darsaka dan ratusan prajurit yang masih bertahan, langsung melangkah mendekati pasukan Halimun, mereka kembali melakukan perlawanan. Sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain melawan untuk mempertahankan diri.Para prajurit kelompok Halimun telah menggenggam senjata mereka masing-masing, dan bersiap menyambut serangan dari pasukan kerajaan Gurusetra yang jumlahnya sudah semakin berkurang.Pada saat itu, Ramandika terpaksa harus membunuh Patih Amukaraga, karena dia tak mau bertekuk lutut. Sejatinya, Ramandika tak berniat melakukan tindakan seperti itu, namun Patih Amukaraga yang terus melakukan serangan berbahaya terhadap dirinya, sehingga Ramandika memutuskan untuk membinasakan sang patih.Sorak sorai para prajurit Halimun terdengar bergemuruh, mereka merayakan kemenangan. Seiring dengan tewasnya Patih Amukaraga di tangan Ramandika—pemimpin mereka. Selain itu, Panglima Darsaka dan para prajuritnya pun sudah berhasil ditangkap dalam keadaan hidu

DMCA.com Protection Status