Share

BAB 91

last update Last Updated: 2023-04-14 06:51:21

Dua Minggu kemudian,

Entah kenapa, dia masih hidup dan bernapas sampai detik ini meski rasanya penderitaannya tidak ada habisnya. Kendra benar-benar menyiksanya habis-habisan. Seluruh tubuhnya terasa sakit, tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Mungkin dia memang harus pasrah menunggu kematian seperti yang selalu dikatakan Kendra untuk menakutinya.

"Kau terlihat berantakan."

Abigail sontak mengangkat kepalanya dengan susah payah saat mendengar seruan seseorang yang sangat dikenalnya itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang menggema di dalam kepalanya meski yang dia lakukan saat ini hanya bergeming memandangi lelaki yang duduk di sofa merah maroon tidak jauh darinya sembari menyesap sebotol vodca dan memandanginya dengan tatapan yang sama sekali tidak dikenalnya. Bukan tatapan hangat penuh janji manis menggiurkan yang dulu diberikan.

"Kau—" Abigail menelan salivanya dengan susah payah, berusaha untuk berbicara meski tenggorokannya terasa sakit. "Ternyata ka
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 92

    Abigail mengeryit, Dom mengalihkan tatapannya ke arah lain dan diam memandangi sesuatu seperti sedang melamun."Malam itu di acara pesta Tuan muda Geovani, aku mengutus seseorang untuk menyelinap dan memberimu racun. Meski dosis kecil yang tidak akan sampai membunuhmu, tapi aku sangat ingin melihat reaksinya." Dom kembali menatapnya. "Hasilnya fantastis dan semakin menguatkan dugaanku. Lucca tanpa menyadari kekalutannya, yang sebelumnya mati-matian menghindarimu tanpa pikir panjang langsung menghampirimu. Kalau saja dia tidak melihat anak buahku yang lari, mungkin dia sendiri yang akan membawamu ke rumah sakit. Apa kau tahu kenapa dia menghilang setelah malam itu?" Abigail tercengang. "Dia memburu anak buahku sampai mendapatkannya, seperti srigala yang marah karena matenya terluka, memaksanya untuk berbicara dan berakhir membunuhnya dengan sadis karena tidak mendapatkan informasi apapun." Dom tersenyum miring. "Itulah yang disebut dengan kemarahan karena mencintai seseorang. Dia lebih

    Last Updated : 2023-04-14
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 93

    "Kau—" Abigail berlinang air mata. "Membiarkan Lucca membunuhnya?" Dom memalingkan wajah, di tegaknya vodkanya sampai habis tak bersisa dan membuangnya dengan kuat hingga membentur dinding dan pecah di lantai. Dom nampak penuh penyesalan dan menderita. "BAJINGAN LUCCA!!" teriaknya sarat putus asa. Abigail tidak sanggup berkata-kata. Pantas saja saat mereka bergelantungan di pinggir tebing, Brianna sama sekali tidak melihat ke arah Lucca tapi ke arahnya... atau lebihnya ke arah Dom yang menarik tangannya. Memberikan senyuman terakhirnya untuk lelaki yang dicintainya sampai akhir dan jatuh ke lautan luas bersama dengan perjuangan mereka yang sia-sia. Tatapan dan senyuman itu untuk Dom. Abigail benar-benar tidak berpikir sampai sejauh itu. "Kau—" Tiba-tiba Dom mencengkram dagunya dengan kuat hingga Abigail harus menahan rasa sakitnya. Tatapan kebencian itu menyelimuti matanya "Kau harus membantuku mendapatkan kebebasan atau perjuangan kekasihku akan sia-sia. Aku tidak mau kematianny

    Last Updated : 2023-04-14
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 94

    Serafine yang juga sempat terhempas, bangkit dan loncat dari atas untuk sampai ke bawah dan mendekati Dom yang tergeletak begitu saja lalu menekan kepalanya dengan kaki, nampak tidak berdaya. Namun dari semua itu, kedatangan sosok Lucca Alonzo yang memakai kaca mata hitam dan membawa senjata besar di punggung bersama anak buahnya yang langsung menyebar membuat Abigail tercengang. "Semuanya terkendali, Tuan," ucap serafine. Dom bergerak-gerak di bawah kakinya dan berdesis, "Sialan kau Lucca Alonzo!!" Lucca alonzo tersenyum miring, tidak sekalipun menatapnya, melempar senjata yang dia bawa ke salah satu bawahannya seraya mendekat ke Dom lalu menendang wajahnya hingga terlentang dan menginjak dadanya sembari merapikan jaketnya. "Kau bernyali juga, Dom. Kau pasti sudah tahu kalau aku selalu bisa membaca pergerakanmu tapi kenapa kau begitu nekat melakukan semua ini. Sampai harus melarikan diri ke Maroko seperti ini. Sudah bagus aku memeliharamu di mansion dan memberikan kehidupan yang

    Last Updated : 2023-04-14
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 95

    Abigail sama sekali tidak mengenali siapa lelaki yang berdiri dengan senyuman angkuh di atas sana selain namanya, Artur. Seseorang yang pernah dia selamatkan dari kemarahan Lucca, hingga dia berikrar akan menjadi penjaga Abigail dan itu memang dia buktikan beberapa kali dengan pernah menolongnya hingga harus melawan keinginan Tuannya. Bagi Abigail, lelaki itu dia anggap seperti teman. Memberikan sedikit rasa tenang di hatinya juga rasa percaya bahwa dalam dunia mafia, masih ada yang memiliki kebaikan hati berlandaskan balas budi meski nyawa taruhannya.Namun apa yang Abigail lihat saat ini, juga kenyataan mengejutkan tentang motif Dom sesungguhnya, seharusnya Abigail tidak boleh mempercayai siapapun. Tatapan arogan, dagu yang terangkat angkuh, sikap permusuhan yang terlihat, aura kepemimpinan yang nyata, sikap menantang yang frontal, tidak memiliki rasa takut terhadap The Black Rose dan memiliki tujuan yang terpampang jelas sangat berbeda dengan Artur yang pernah dikenalnya yang di

    Last Updated : 2023-04-15
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 96

    DOR!DOR!DOR!Artur membidik Lucca yang sigap menghindar. Masing-masing anak buah mereka saling menembak dan melumpuhkan beberapa. Namun anak buah Lucca dengan cepat bisa di atasi. Yang tertinggal hanya Lucca seorang yang berkelahi dengan anak buah Artur. "Lemahkan dia!!!" Perintah Artur ke lima anak buahnya yang masih tersisa dan maju mengitari Lucca sementara dia sendiri mundur dari medan perang dan menunggu."Kenapa tidak kau saja yang melakukannya sendiri, hmm?" Lucca masih nampak begitu kuat, bahkan berani menantang Artur padahal dia hanya sendirian. Abigail hanya bisa menggigit bibirnya menahan rasa takutnya sendiri."Aku memiliki anak buah yang terlatih di sini, untuk apa aku mengotori tanganku. Kita akan bertemu sebentar lagi—" ucapnya dengan seringaian iblis. "Diujung nyawamu.""Pengecut!” decih Lucca sebelum menghajar dua lelaki berjubah yang bergerak mendekat. Gerakan kaki dan tangannya selaras, lincah menghindar dan memberi pukulan untuk keduanya. Abigail melihat dengan

    Last Updated : 2023-04-15
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 97

    "Cepat lemahkan pertahanannya," perintah Artur. Abigail sekarang mengerti apa yang Artur tunggu sejak tadi, jika Lucca sudah tidak sanggup membalas lagi, maka itulah waktunya Artur untuk memberikan sentuhan terakhir, yaitu membunuh Lucca."Go to hell....." desis Lucca. Maju menyerang yang paling dekat, dengan sisa-sisa kekuatannya dia menghindari serangan lawan yang memegang pisau hingga melihat sebuah tembakan yang tergeletak di antara mereka. Dengan gerakan cepat dia maju tanpa gentar, begitu juga penyerangnya yang mengacungkan pisau dan berakhir saling bertabrakan hingga Lucca terhempas ke belakang bersama lelaki itu di atasnya.Abigail ternganga, tidak tahu siapa yang akhirnya terluka karena tidak bisa melihatnya dengan jelas sampai ceceran darah seseorang tergenang di lantai. Artur bahkan ikut berdiri tegak, memperhatikan dengan seksama. Keduanya sama-sama belum bergerak bangun karena Lucca sendiri terlihat kesakitan. Napasnya naik turun tidak beraturan membuat Abigail ketakutan

    Last Updated : 2023-04-15
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 98

    Setelah menghabisi semua musuhnya tanpa ampun dan belas kasihan, Lucca mengarahkan tatapan bengisnya ke Abigail yang ketakutan. Salahnya karena mempercayai Dom yang ingin membalaskan dendam dan menjadi umpan untuk menjebak Lucca. Wajar saja kalau lelaki itu marah besar. Meski seharusnya Lucca tidak perlu datang hingga mendapat luka tembak, luka tikam dan juga pukulan menyakitkan yang membuat kepala, tangan dan kakinya berdarah. Abigail mengatupkan bibir, menatap mata Lucca dengan linangan air mata, begitu sedih melihat keadaannya. Meski berjalan agak sempoyongan, lelaki itu tetap mendekat dan berdiri tidak jauh di depannya masih dengan senjata api di tangan. Abigail harus mendongak untuk melihat wajahnya lebih jelas, terlihat begitu murka dan menakutkan. Terbelalak saat Lucca mengarahkan mata pistolnya ke kepala. Apakah ini saatnya dia mati? Abigail tidak tahan melihat mata merah yang begitu dingin itu dan memilih menundukkan pandangan seraya memejamkan mata. "Aku akan selalu mend

    Last Updated : 2023-04-15
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 99

    Flashback On Lucca POV Roma, Italia Seharusnya mudah saja bagi Lucca untuk melenyapkan Dom saat masih berada di mansionnya. Sejak menjadi tawanan akibat kesepakatan, Lucca tidak pernah mempercayai laki-laki itu sekalipun dia tidak pernah melakukan hal yang membahayakan nyawanya. Namun sikap Dom selama ini justru dianggap Lucca seperti duri dalam daging yang sewaktu-waktu bisa menjadi ancaman yang mematikan bagi dirinya. Dendam itu pasti ada di dalam hatinya dan Lucca yakin, selama bertahun-tahun, Dom pasti memikirkan cara agar dia bisa bebas darinya dan kembali ke kehidupan mafia yang selama ini telah mengasingkannya. Sama seperti Dom, Lucca juga melihat kesempatan untuk membongkar kedoknya lewat sosok Abigail. Lucunya, pemicu hal itu karena Dom merasa yakin jika Abigail adalah sosok wanita yang berbeda di matanya. Padahal Lucca sama sekali tidak melihatnya seperti itu. Wanita lemah itu tidak boleh mempengaruhi pikirannya. Namun dia biarkan saja Dom mengira jika memang begitulah

    Last Updated : 2023-04-16

Latest chapter

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 190

    Perlahan matanya terbuka, retinanya mencoba menyesuaikan dengan sekitar hingga perlahan semua panca indranya mulai berfungsi kembali. Dadanya terasa panas dan di perutnya terasa sakit. Lucca mengerjapkan mata dan menyadari jika dia sedang berada di sebuah ruangan. "Thanks God." Bisikan lembut itu membelai indra pendengarnya. Suara seseorang yang akan dia respon dan dengar di manapun dia berada. Nada suaranya terdengar sarat dengan kekhawatiran dan juga kelegaan. Sentuhan tangannya membuat Lucca perlahan mencari keberadaan istrinya yang berada tepat di sampingnya. Menatap dengan lembut meski nampak merah akibat dari menangis. "Kau membuatku hampir jantungan," ocehnya, mengelus permukaan telapak tangannya dengan tangannya sendiri. "Aku sampai tidak bisa melakukan apapun dengan benar." Lucca tersenyum, untuk satu-satunya wanita yang bisa melihat senyumannya di dunia ini. "Aku berhasil membunuhnya." Kenyataan bahwa dia sendiri yang sudah membunuh Ravel membuat Lucca sangat puas. Lela

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 189

    Entah kenapa, Lucca tidak terlalu suka mendengar kata-kata itu meskipun benar kalau Serafine hanya pengawalnya. Tapi dia lebih dari itu. Bagi Lucca sendiri, dia sudah seperti sosok teman yang sudah lama sekali menemaninya melakukan banyak kejahatan. Kesetiaan wanita itu padanya membuat Lucca kagum. Meskipun tidak pernah mengatakannya ataupun memikirkannya, keberadaan wanita itu begitu berarti. Bukan dalam arti berarti seperti Abigail yang dia cintai tapi perasaan lain yang sulit sekali dia jelaskan. Tapi dia tidak akan memberikan orang kepercayaanya itu untuk Mike yang pastinya akan menjualnya nanti dengan harga tinggi. "Dia sudah tidak bersamaku. Jadi, kalau kau tidak menginginkan hal yang lain dan tetap bersikeras seperti ini. Aku akan pakai cara kasar untuk membuka mulutmu itu!!" Lucca menghunuskan tatapan membunuhnya membuat Mike nampak terlihat waspada. "Kalau begitu lupakan tentang Ravel Brigton." Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam suara Mike yang wajahnya nampak serius. "

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 188

    Washington DC, New YorkMike Lawson bukanlah orang yang bisa ditemui dengan mudah. Memiliki beberapa club yang tersebar di negara bagian Amerika dan memiliki jaringan prostitusi skala besar untuk kalangan elit. Mike Lawson jelas tidak akan mudah diintimidasi tapi bukan Lucca Alonzo namanya jika dia tidak bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkannya."Wah, ini pertama kalinya kita bertemu." Mike yang duduk di sofa mewah di dalam ruangan di salah satu club malamnya tertawa ketika melihatnya masuk, tanpa undangan tentunya. Seseorang berkulit hitam yang sukses membesarkan namanya di Amerika karena kemampuan bisnisnya. "Aku jadi penasaran, apa yang diinginkan seorang Lucca Alonzo dariku." Tatapannya tidak memperlihatkan jika dia takut. "Seorang wanita perawan seksi yang bisa diperlakukan sesuka hati?"Lucca berhenti beberapa meter darinya, memberi jarak dan berdiri dengan santai tapi waspada."Hanya satu hal, aku ingin tahu di mana bajingan Ravel Brigton bersembunyi saat ini.""Ravel--" M

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 187

    "Kau mau main-main dengan Lucca Alonzo,hmm?""Ti-dak-- Erggh."Lelaki yang berada di bawah kakinya mengerang tertahan saat Lucca semakin menekan kepalanya ke lantai. Duduk di kursi dalam ruang tertutup yang gelap, hanya di sinari cahaya matahari yang menembus melalui satu-satunya ventilasi udara yang ada di sana. Mengelus permukaan pistol di tangannya, tidak peduli lelaki di bawah kakinya sudah tergeletak tidak berdaya."To-long--" ucapnya terbata. "Le-pas-kan a-ku."Lucca mengalihkan tatapan ke bawah, tersenyum miring penuh nafsu membunuh."Melepasmu?" Lucca tertawa sarkas. "Kau pikir bisa lolos setelah memata-matai keluargaku. Kau jangan bermimpi!!""A-ku ti-dak--"BUKK!"Uhuukk..Uhuuukk..."Satu hantaman kaki Lucca di punggungnya membuat lelaki itu langsung batuk darah. Lucca berdiri, mendorong tubuh di lantai itu agar terlentang menghadapnya. Satu matanya sudah buta tertembus timah panas, lengan tangannya bengkok dan darah keluar dari sela hidung dan bibirnya. Dihunuskannya mata p

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 186

    "Baguslah kalau kau suka. Lucia juga sepertinya senang sekali."Abigail mengangguk, mengelus pipi bayi perempuannya yang tertawa melihatnya."Tapi kenapa tiba-tiba kita kemari? Aku tidak ingat kau pernah bilang akan membawaku ke sini."Lucca tersenyum miring, begitu mencurigakan. "Nanti kau juga akan tahu."Abigail menyimpitkan mata, "Kau menyembunyikan sesuatu ya?"Lucca tersenyum, "Tentu saja tidak."Abigail mendesah, kembali memalingkan wajah ke depan menikmati leindahan yang terhampar di depannya. Yacht membawa mereka berkeliling kota dari sungai dan Abigail sudah tidak sabar untuk menjelajah di sekitar kota dengan berjalan kaki. Kota impian yang seperti negeri dongeng. Membuat siapapun betah berada di sini meski Swiss mendapat predikat kota yang mahal."Aku membawamu ke sini sesuai permintaanmu," ujar Lucca membuat Abigail langusng menoleh dengan wajah bingung."Aku?""Ya." Lucca mencium pipi Lucia. "Aku hanya mengabulkannya saja seperti jin dalam dongeng."Abigail tertawa, "Oh,

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 185

    Air laut membasahi baju renangnya, pelukannya semakin menguat, tatapannya lurus ke depan dan rasa kebebasan itu semakin menguat. Untuk sedetik saja dia ingin melupakan hal-hal yang mengganggu pikirannya. Saat ini hanya ada mereka berdua, hanya dua manusia biasa yang memimpikan kebebasan yang sama. Just Abigail dan Lucca. Tanpa nama Alonzo di belakangnya. "Berteriaklah Abi!" Teriak Lucca, melakukan beberapa kali manuver ke sana kemari. Abigail perlahan melebarkan senyumannya, mulai menikmati sampai akhirnya berteriak kencang dan suaranya diterbangkan angin laut. Hingga mereka berteriak dan tertawa bersama. Beginikah rasanya kebebasan itu? Mesin perlahan memelan, riak air yang terciprat tidak sekencang sebelumnya, hingga jetski bergerak pelan mengikuti arus di lautan. Mereka berada jauh dari bibir pantai tapi bisa melihat sosok kecil di kejauhan. "Kau senang?" Lucca memegang lengannya dengan satu tangannya. Abi menyandarkan dagunya di bahu Lucca."Rasanya menyenangkan." "Lucia ya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 184

    "Abi, kau siap?"Abigail menyambut uluran tangan Lucca yang menunggu di dermaga di mana ada jetski yang akan mereka gunakan berada."Hmm, entahlah." Abigail melihat ke arah lautan luas yang terbentang di depannya. "Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah melakukan ini."Lucca menatapnya dalam, penuh arti. Menarik tubuh mereka merapat dan mengelus pipinya."Aku selalu membuatmu kesulitan ya hingga kau sepertinya lupa bagaimana caranya bahagia seperti orang-orang lainnya."Perkataan Lucca tidak salah. Berurusan dengannya membuat hidup Abigail tidak lagi mudah seperti dulu."Sebelum bertemu denganmu, aku tidak perlu mewaspadai apapun yang ada disekitarku," ucapnya jujur. "Melewati banyak kejadian mengerikan yang mempertaruhkan nyawa membuatku tidak lagi bisa menikmati hal-hal yang dulu membuatku bahagia.""Kau seharusnya membenciku karena membuat hidupmu seperti itu," lirih Lucca, tatapan bersalahnya membuat Abigail tidak bisa memalingkan wajah. Memandangi mata hijaunya, menatap bayan

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 183

    Abigail tertawa dan Lucca bahagia melihat senyuman itu. Sesuatu yang menjadi motivasinya, penyemangatnya juga alasan eksistensinya di dunia ini. Sama seperti dia yang tidak bisa membayangkan Serafine sehidup semati dengan seseorang, wanita itu pasti juga tidak membayangkan jika dia akan berada di titik ini.Lucca menarik Abigail ke depan tubuhnya, memeluknya dari belakang dan menatap kejauhan. Mereka masih berada di Paris dan besok sore akan pulang dan berlayar menggunakan kapal pesiar ke Spanyol."Apa yang akan kau lakukan jika bertemu kembali dengan adik tirimu?"Pertanyaan Abigail menyentaknya sesaat. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya sebelum ini karena dia memang tidak peduli pada wanita itu. Hanya Aldrick satu-satunya yang mungkin akan mencari wanita itu hingga keujung dunia karena lelaki itu menyukai adik tirinya yang dia bela bahkan dengan tubuhnya sendiri yang tidak peduli sekalipun Lucca melubangi jantungnya dengan senjata api. Bukan alibi untuk tidak saling menya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 182

    Dua bulan kemudian, "Bukankah semua baik-baik saja sekarang?" Lucca yang sedang bermain dengan Lucia diatas tempat tidur mereka di dalam kapal pesiar mewah yang sedang melaju di tengah Samudra menuju ke Spanyol mengalihkan tatapannya ke Abigail. "Tidak. Selama Ravel masih bersembunyi, dia masih menjadi ancaman." Abigail terdiam sesaat, "Aku takut dengan hal yang dia rencanakan di belakang kita selama membiarkan kita bahagia saat ini." "Aku akan menangkapnya. Tenang saja, sayang." Lucca menepuk-nepuk pelan paha Lucua. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun." Abigail diam, tersenyum saat Lucca mengelus pipinya lembut. Perasaan takut itu tidak hilang karena Ravel yang menjadi sumber masalah belum berhasil tertangkap. Lucca beberapa kali hampir berhasil menangkapnya namun selalu gagal karena kelicikan lelaki itu. Abigail tidak akan pernah tenang meski beberapa bulan ini, tidak ada hal mengerikan yang terjadi. "Aku rindu Shine," desah Abigail. "Kau bisa menemuinya nanti. Aku janj

DMCA.com Protection Status