Share

BAB 148

Penulis: irma_nur_kumala
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-28 11:17:43

Sebulan setelah perpisahan Shine & Zafier.

Swedia...

Abigail termangu menatap adiknya. Shine masih tetap ceria seperti biasanya, hanya saja tatapannya berbeda. Ada kesedihan yang nyata di sana juga rasa kesepian. Abigail mengerti benar apa yang dirasakan adiknya itu karena mereka berada dalam posisi yang sama, jauh dari suami. Duduk berdua di ayunan kayu di beranda belakang rumah peninggalan Robin untuk Mamanya, menghadap ke area taman asri penuh bunga yang terawat.

"Aku tahu kalau kamu sudah bisa mempercayai Zafier. Ciuman itu—"

"Ciuman itu seharusnya tidak terjadi jika saja Zaf tidak dipenuhi rasa penasaran pada wanita itu," sela Shine, duduk menghadapnya dengan tatapan berapi-api. Setelah pertengkaran yang berujung perpisahan mereka berdua hari itu, baru ini Abigail memiliki kesempatan untuk berbicara serius dengan Shine. Abigail dan Mamanya memang baru saja tiba di swedia tadi pagi. Shine menolak kembali ke Indonesia jadi merekalah yang datang. "Selama bersamaku dan berjuang menga
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 149

    Abigail mendekat, mengelus puncak kepala adiknya penuh sayang yang langsung meletakkan kepalanya di bahu, sama-sama menatap ke depan menikmati pemandangan. Terlepas dari masalah yang timbul, Abigail bahagia mereka masih bisa bercengkrama seperti ini. Dia tidak tahu kapan Lucca akan menjemputnya dan susah untuk kembali lagi ke rumah ini. "Apa kakak bahagia?" Abigail tersentak saat Shine menanyakan hal itu. kepalanya mendongak dan menatapnya penuh kekhawatiran. "Aku sebenarnya takut membayangkan kakak kembali ke Napoli lagi nanti. Entah kejadian apa yang akan terjadi jika bersama dengan mafia itu." Abigail tersenyum, "Aku percaya Lucca akan menjagaku dengan baik jadi kau tidak usah khawatir." "Tetap saja," desahnya. Duduk tegak dan tersenyum. "Kalau memang kakak membutuhkan bantuan, aku dan Zaf akan siap untuk membantu." Abigail hanya bisa mengangguk untuk meyakinkan Shine. Enggan untuk menceritakan kemelut rumah tangganya dan menambah beban pikiran Shine. Biarlah dia simpan sendiri

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-28
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 150

    Tiga bulan setelah Shine melahirkan.SwediaSungguh, Abigail ingin sekali memiliki malaikat seperti yang ada dalam gendongannya saat ini yang tengah tertidur dengan sangat damai di buai angin sore beranda belakang rumah tempat di mana Abigail tengah duduk sendirian. Saat ini Shine sedang menjemput suaminya untuk di bawa pulang setelah hampir satu tahun mereka berpisah. Sungguh sangat tega sekali adiknya itu menyiksa Zaf sampai selama ini. Shine yang hamil dan melahirkan tanpa dampingan suaminya nampaknya baru mengikhlaskan semuanya dan benar-benar sudah memaafkan Zafier.Selama Shine pergi, Abigail bergantian dengan Mamanya yang mengurus Baby El dengan sepenuh hatinya sembari membayangkan kalau bayi mungil dalam dekapannya ini adalah anaknya. Anaknya bersama Lucca. Memiliki garis wajah, warna mata dan bibir indah seperti suaminya.Melihat keponakannya membuat Abigail begitu dipenuhi keinginan semu untuk juga memiliki anak sendiri. Mengumpulkan tekad yang dia bangun selama Lucca belum

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-28
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 151

    "Aku datang untukmu dan setelah ini kita akan terus bersama," bisiknya.Abigail memeluk balik Lucca yang mengangkat tubuhnya hingga dia harus melingkarkan kakinya di pinggang suaminya dan saling bertatapan."Iya, Lucca."Lucca tersenyum dan menciumnya penuh rindu. Abigail menerima semuanya dan balik membalasnya hingga tidak menyadari jika Lucca sudah membawanya masuk ke dalam rumah."Di mana kamarmu?" ucapnya dengan suara serak.Abigail merasakan bibirnya yang bengkak akibat ciuman Lucca. "Pintu pertama di lantai dua."Lucca kembali menciumnya dan membawanya menaiki anak tangga tanpa sekalipun menurunkan Abigail dan menjatuhkannya di atas tempat tidur. Abigail terengah, menatap Lucca yang sudah melepas baju atasnya dan menatapnya penuh cinta. Jemarinya yang lembut membelai pipi Abigail membuatnya merona."Kau tidak akan bisa membayangkan betapa tersiksanya aku karena merindukanmu, istriku."Lucca tidak memberinya kesempatan untuk membalas karena lelaki itu mulai menciumi seluruh jengk

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-29
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 152

    Setelah perpisahan yang terasa singkat bagi Abigail, Serafine datang dan mengambil alih koper Abigail, berempat turun menuju ke ruang tamu tempat di mana Lucca menunggu sembari berbincang dengan Zafier. Abigail tersenyum tipis melihat Lucca yang berdiri menunggunya, mengulurkan tangan saat dia hampir mendekat dan menggenggam tangannya erat berdiri bersisian. Melvina menyerahkan Baby El ke Shine yang dirangkul Zaf dan tersenyum untuk menantu lelakinya. "Tolong jaga Abigail," ucapnya untuk Lucca. "Dengan taruhan nyawa, saya akan melakukannya," ucapnya tegas. "Terima kasih banyak." Abigail mengusap air matanya yang mengalir, sedikit kaget saat Mamanya maju dan memeluk Lucca yang nampak kaku namun tidak menolak. "Semoga kalian senantiasa bahagia." Kemudian bergantian memeluk Abigail. Setelah berpelukan dengan Shine juga Zafier dan mengecupi baby El dengan gemas, Abigail membiarkan saja Lucca membawanya pergi. Dilihatnya Serafine juga mendapatkan pelukan yang sama dari Mama dan mereka

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-29
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 153

    Lucca berbalik, berjalan sambil menggendongnya dengan mudah dan duduk di kursi yang di mejanya tersaji berbagai macam makanan lezat. Abi menahan napasnya saat Lucca mendudukkannya di atas kedua pahanya dengan lembut. Laki-laki itu memang sangat suka sekali jika Abi duduk di pangkuannya, memeluknya erat mengisyaratkan jika Abi adalah miliknya untuk siapapun yang melihatnya."Makanlah."Abi membuka mulut saat Lucca menyuapinya sepotong roti isi daging yang nampak menggiurkan lalu menatap ujung cakrawala yang menggelap, menyembunyikan apapun yang ada di ujung samudra, begitu misterius.Abigail mengunyah kembali roti yang disuapkan Lucca, memandangi lampu-lampu santorini sembari bergumam, "Santorini memang indah.""Tidak bagiku." Abi menoleh ke Lucca yang kembali menyuapinya. "Kau yang berwajah merona, tanpa sehelai benangpun di bawahku, menggeliat seksi dengan tatapan tertuju padaku. Itu lebih indah dan cantik dari apapun."Abigail tersedak roti yang ditelannya mendengar perkataan Lucca

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-29
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 154

    Lucca tersenyum, "Kalau aku sudah tidak memiliki hati untuk melihat dunia ini lebih hangat, maka kau adalah hati yang diberikan padaku untuk bisa merasakan kehangatan dunia itu. Aku akan mempertaruhkan apapun agar kau tetap bisa melihat dunia ini dengan tatapan juga senyuman hangatmu." Lucca mendekatkan wajah mereka. "Itu sudah cukup bagiku yang mengeraskan hati untuk bertahan hidup."Abigail berkaca-kaca, tatapan Lucca melumer dalam hatinya. Laki-laki itu pasti akan menjadi lelaki yang baik jika saja dia memiliki hidup yang lebih normal dari yang dia jalani saat ini. Secara frontal dia mengungkapkan ingin melihat dunia yang sama seperti dunia milik Abi yang normal meski hanya melalui tatapan dan senyumannya. Hal kecil itu saja sungguh membuatnya bahagia.Abigail memeluk Lucca dengan erat yang balik di peluk oleh suaminya."Aku tidak mau serakah, aku bahagia jika kau baik-baik saja saat bersamaku," bisik Lucca."Iya tentu saja," balas Abi sembari menangis."Jadi, jangan pernah tinggal

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-29
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 155

    Abigail mendesah, melipat lengannya di dada dengan wajah setengah kesal, "Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua ini."Lucca terkekeh pelan, membawa genggaman tangan mereka di atas pahanya yang kakinya dia silangkan sementara tangan yang lain menghisap rokoknya. Tidak lama para pelayan datang membawakan setiap meja cemilan lezat lengkap dengan wine-nya."Selamat malam semuanya." Setelah menunggu selama beberapa saat, ada seorang lelaki berjas biru mengenakan topeng berdiri di atas sana menjadi pusat perhatian. Abigail masih mencoba untuk menerka kira-kira acara macam apa ini. "Momen penting yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali di tempat yang berbeda kembali digelar tahun ini di The Riviera Oceania Cruises. Dengan undangan terbatas yang hanya di hadiri sosialita tingkat atas—" Abigail mendesah, belum terbiasa dengan kelas sosialnya yang berubah total setelah menjadi istri Lucca. Mau dinikmati juga dia merasa semuanya berlebihan. "Langsung saja kita mulai acara lelang kita

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-30
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 156

    Abigail hanya termangu, tidak tahu harus berekspresi bagaimana. Entah apa dia bisa menggunakan jam itu tanpa terbayang-bayang dengan harganya."Benda berikutnya adalah sebuah bros dengan ukiran fenomenal berbatukan safir yang ditemukan di dasar samudra—"Setelahnya,Lucca memborong hampir semua barang yang ada di lelang itu hanya karena dia berpikir jika tatapan terperangah Abigail pada benda yang keluar di lelang sebagai bentuk rasa suka. Benda termahal yang didapatkan Lucca dengan harga fantastis hingga triliunan jika dalam satuan rupiah berupa sisir emas bertahtakan berlian termahal mengalahkan kalung diamond sebelumnya.Hanya sebuah sisir. Abigail baru tahu kalau orang kaya memang gila."Oh my God." Abigail menutup wajahnya dengan kedua tangan, frustasi saat melihat semua barang juga harganya yang diberikan Lucca."Wah, pemenang lelang malam ini benar-benar lelaki yang cinta istrinya ternyata. Selamat untuk Zero dan wanita cantik bergaun merah di sebelahnya yang pasti akan sangat b

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-30

Bab terbaru

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 190

    Perlahan matanya terbuka, retinanya mencoba menyesuaikan dengan sekitar hingga perlahan semua panca indranya mulai berfungsi kembali. Dadanya terasa panas dan di perutnya terasa sakit. Lucca mengerjapkan mata dan menyadari jika dia sedang berada di sebuah ruangan. "Thanks God." Bisikan lembut itu membelai indra pendengarnya. Suara seseorang yang akan dia respon dan dengar di manapun dia berada. Nada suaranya terdengar sarat dengan kekhawatiran dan juga kelegaan. Sentuhan tangannya membuat Lucca perlahan mencari keberadaan istrinya yang berada tepat di sampingnya. Menatap dengan lembut meski nampak merah akibat dari menangis. "Kau membuatku hampir jantungan," ocehnya, mengelus permukaan telapak tangannya dengan tangannya sendiri. "Aku sampai tidak bisa melakukan apapun dengan benar." Lucca tersenyum, untuk satu-satunya wanita yang bisa melihat senyumannya di dunia ini. "Aku berhasil membunuhnya." Kenyataan bahwa dia sendiri yang sudah membunuh Ravel membuat Lucca sangat puas. Lela

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 189

    Entah kenapa, Lucca tidak terlalu suka mendengar kata-kata itu meskipun benar kalau Serafine hanya pengawalnya. Tapi dia lebih dari itu. Bagi Lucca sendiri, dia sudah seperti sosok teman yang sudah lama sekali menemaninya melakukan banyak kejahatan. Kesetiaan wanita itu padanya membuat Lucca kagum. Meskipun tidak pernah mengatakannya ataupun memikirkannya, keberadaan wanita itu begitu berarti. Bukan dalam arti berarti seperti Abigail yang dia cintai tapi perasaan lain yang sulit sekali dia jelaskan. Tapi dia tidak akan memberikan orang kepercayaanya itu untuk Mike yang pastinya akan menjualnya nanti dengan harga tinggi. "Dia sudah tidak bersamaku. Jadi, kalau kau tidak menginginkan hal yang lain dan tetap bersikeras seperti ini. Aku akan pakai cara kasar untuk membuka mulutmu itu!!" Lucca menghunuskan tatapan membunuhnya membuat Mike nampak terlihat waspada. "Kalau begitu lupakan tentang Ravel Brigton." Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam suara Mike yang wajahnya nampak serius. "

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 188

    Washington DC, New YorkMike Lawson bukanlah orang yang bisa ditemui dengan mudah. Memiliki beberapa club yang tersebar di negara bagian Amerika dan memiliki jaringan prostitusi skala besar untuk kalangan elit. Mike Lawson jelas tidak akan mudah diintimidasi tapi bukan Lucca Alonzo namanya jika dia tidak bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkannya."Wah, ini pertama kalinya kita bertemu." Mike yang duduk di sofa mewah di dalam ruangan di salah satu club malamnya tertawa ketika melihatnya masuk, tanpa undangan tentunya. Seseorang berkulit hitam yang sukses membesarkan namanya di Amerika karena kemampuan bisnisnya. "Aku jadi penasaran, apa yang diinginkan seorang Lucca Alonzo dariku." Tatapannya tidak memperlihatkan jika dia takut. "Seorang wanita perawan seksi yang bisa diperlakukan sesuka hati?"Lucca berhenti beberapa meter darinya, memberi jarak dan berdiri dengan santai tapi waspada."Hanya satu hal, aku ingin tahu di mana bajingan Ravel Brigton bersembunyi saat ini.""Ravel--" M

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 187

    "Kau mau main-main dengan Lucca Alonzo,hmm?""Ti-dak-- Erggh."Lelaki yang berada di bawah kakinya mengerang tertahan saat Lucca semakin menekan kepalanya ke lantai. Duduk di kursi dalam ruang tertutup yang gelap, hanya di sinari cahaya matahari yang menembus melalui satu-satunya ventilasi udara yang ada di sana. Mengelus permukaan pistol di tangannya, tidak peduli lelaki di bawah kakinya sudah tergeletak tidak berdaya."To-long--" ucapnya terbata. "Le-pas-kan a-ku."Lucca mengalihkan tatapan ke bawah, tersenyum miring penuh nafsu membunuh."Melepasmu?" Lucca tertawa sarkas. "Kau pikir bisa lolos setelah memata-matai keluargaku. Kau jangan bermimpi!!""A-ku ti-dak--"BUKK!"Uhuukk..Uhuuukk..."Satu hantaman kaki Lucca di punggungnya membuat lelaki itu langsung batuk darah. Lucca berdiri, mendorong tubuh di lantai itu agar terlentang menghadapnya. Satu matanya sudah buta tertembus timah panas, lengan tangannya bengkok dan darah keluar dari sela hidung dan bibirnya. Dihunuskannya mata p

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 186

    "Baguslah kalau kau suka. Lucia juga sepertinya senang sekali."Abigail mengangguk, mengelus pipi bayi perempuannya yang tertawa melihatnya."Tapi kenapa tiba-tiba kita kemari? Aku tidak ingat kau pernah bilang akan membawaku ke sini."Lucca tersenyum miring, begitu mencurigakan. "Nanti kau juga akan tahu."Abigail menyimpitkan mata, "Kau menyembunyikan sesuatu ya?"Lucca tersenyum, "Tentu saja tidak."Abigail mendesah, kembali memalingkan wajah ke depan menikmati leindahan yang terhampar di depannya. Yacht membawa mereka berkeliling kota dari sungai dan Abigail sudah tidak sabar untuk menjelajah di sekitar kota dengan berjalan kaki. Kota impian yang seperti negeri dongeng. Membuat siapapun betah berada di sini meski Swiss mendapat predikat kota yang mahal."Aku membawamu ke sini sesuai permintaanmu," ujar Lucca membuat Abigail langusng menoleh dengan wajah bingung."Aku?""Ya." Lucca mencium pipi Lucia. "Aku hanya mengabulkannya saja seperti jin dalam dongeng."Abigail tertawa, "Oh,

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 185

    Air laut membasahi baju renangnya, pelukannya semakin menguat, tatapannya lurus ke depan dan rasa kebebasan itu semakin menguat. Untuk sedetik saja dia ingin melupakan hal-hal yang mengganggu pikirannya. Saat ini hanya ada mereka berdua, hanya dua manusia biasa yang memimpikan kebebasan yang sama. Just Abigail dan Lucca. Tanpa nama Alonzo di belakangnya. "Berteriaklah Abi!" Teriak Lucca, melakukan beberapa kali manuver ke sana kemari. Abigail perlahan melebarkan senyumannya, mulai menikmati sampai akhirnya berteriak kencang dan suaranya diterbangkan angin laut. Hingga mereka berteriak dan tertawa bersama. Beginikah rasanya kebebasan itu? Mesin perlahan memelan, riak air yang terciprat tidak sekencang sebelumnya, hingga jetski bergerak pelan mengikuti arus di lautan. Mereka berada jauh dari bibir pantai tapi bisa melihat sosok kecil di kejauhan. "Kau senang?" Lucca memegang lengannya dengan satu tangannya. Abi menyandarkan dagunya di bahu Lucca."Rasanya menyenangkan." "Lucia ya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 184

    "Abi, kau siap?"Abigail menyambut uluran tangan Lucca yang menunggu di dermaga di mana ada jetski yang akan mereka gunakan berada."Hmm, entahlah." Abigail melihat ke arah lautan luas yang terbentang di depannya. "Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah melakukan ini."Lucca menatapnya dalam, penuh arti. Menarik tubuh mereka merapat dan mengelus pipinya."Aku selalu membuatmu kesulitan ya hingga kau sepertinya lupa bagaimana caranya bahagia seperti orang-orang lainnya."Perkataan Lucca tidak salah. Berurusan dengannya membuat hidup Abigail tidak lagi mudah seperti dulu."Sebelum bertemu denganmu, aku tidak perlu mewaspadai apapun yang ada disekitarku," ucapnya jujur. "Melewati banyak kejadian mengerikan yang mempertaruhkan nyawa membuatku tidak lagi bisa menikmati hal-hal yang dulu membuatku bahagia.""Kau seharusnya membenciku karena membuat hidupmu seperti itu," lirih Lucca, tatapan bersalahnya membuat Abigail tidak bisa memalingkan wajah. Memandangi mata hijaunya, menatap bayan

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 183

    Abigail tertawa dan Lucca bahagia melihat senyuman itu. Sesuatu yang menjadi motivasinya, penyemangatnya juga alasan eksistensinya di dunia ini. Sama seperti dia yang tidak bisa membayangkan Serafine sehidup semati dengan seseorang, wanita itu pasti juga tidak membayangkan jika dia akan berada di titik ini.Lucca menarik Abigail ke depan tubuhnya, memeluknya dari belakang dan menatap kejauhan. Mereka masih berada di Paris dan besok sore akan pulang dan berlayar menggunakan kapal pesiar ke Spanyol."Apa yang akan kau lakukan jika bertemu kembali dengan adik tirimu?"Pertanyaan Abigail menyentaknya sesaat. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya sebelum ini karena dia memang tidak peduli pada wanita itu. Hanya Aldrick satu-satunya yang mungkin akan mencari wanita itu hingga keujung dunia karena lelaki itu menyukai adik tirinya yang dia bela bahkan dengan tubuhnya sendiri yang tidak peduli sekalipun Lucca melubangi jantungnya dengan senjata api. Bukan alibi untuk tidak saling menya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 182

    Dua bulan kemudian, "Bukankah semua baik-baik saja sekarang?" Lucca yang sedang bermain dengan Lucia diatas tempat tidur mereka di dalam kapal pesiar mewah yang sedang melaju di tengah Samudra menuju ke Spanyol mengalihkan tatapannya ke Abigail. "Tidak. Selama Ravel masih bersembunyi, dia masih menjadi ancaman." Abigail terdiam sesaat, "Aku takut dengan hal yang dia rencanakan di belakang kita selama membiarkan kita bahagia saat ini." "Aku akan menangkapnya. Tenang saja, sayang." Lucca menepuk-nepuk pelan paha Lucua. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun." Abigail diam, tersenyum saat Lucca mengelus pipinya lembut. Perasaan takut itu tidak hilang karena Ravel yang menjadi sumber masalah belum berhasil tertangkap. Lucca beberapa kali hampir berhasil menangkapnya namun selalu gagal karena kelicikan lelaki itu. Abigail tidak akan pernah tenang meski beberapa bulan ini, tidak ada hal mengerikan yang terjadi. "Aku rindu Shine," desah Abigail. "Kau bisa menemuinya nanti. Aku janj

DMCA.com Protection Status