Jihan yang sedang duduk di sudut warung Tante Irawati, sambil memakan buah apel segar. Cairan manis dari buah itu mengalir di antara jari-jarinya saat dia menjalani sarapannya dengan tenang. Gadis itu sangat kelaparan saat ini. Setelah tubuhnya dipakai hampir semalaman oleh Hendra untuk memuaskan nafsu bejatnya.Jihan terpaksa menahan emosinya kepada Tante Irawati karena tubuhnya yang sangat lemas. Namun hardikan dari sang tante yang lagi-lagi meneriaki namanya dengan keras membuat Jihan menjadi semakin kesal."Dasar perawan tua tak bermutu! Ngapain dia terus meneriaki namaku? Apakah Si Irawati sontoloyo itu sengaja mempermalukan ku saat ini?" kesalnya dalam hati. "Jihan! Kenapa kamu duduk santai di sini? Pelanggan menunggu, ayo bantu!" bentak Tante Irawati lagi, pandangannya menusuk seakan-akan semakin menyulut api amarah di dalam Jihan.Jihan menelan sejumput kekesalan saat ini. "Maaf, Tante, saya lagi makan buah. Sebentar lagi saya akan bantu. Biar saya habiskan dulu sarapan saya
Jihan terpaksa mengikuti langkah Ilham kembali ke arah motornya berada. Dari pada dirinya ketahuan Tante Irawati.Gadis itu segera naik di atas motor illam. Keduanya mulai meninggalkan area pasar.Ternyata salah seorang karyawan dari warung Tante Irawati memergoki Jihan yang sedang meninggalkan area pasar. Namun sayangnya, dia tidak dapat melihat dengan siapa Jihan pergi. Karena orang itu memakai helm berwarna hitam."Anak kurang ajar! Jadi Jihan telah meninggalkan area pasar?" geram sang tante yang mendapat laporan dari karyawannya."Iya, Bu. Tadi saya lihat Jihan naik motor dengan seorang pria," seru orang itu."Kamu kenal nggak laki-laki yang bersamanya?" selidik Tante Irawati."Maaf, Bu. Saya tidak mengenalnya sama sekali karena pria itu memakai helm yang menutupi seluruh area wajahnya," jawab sang karyawan kepada Tante Irawati.Tante Irawati menjadi sangat marah kepada Jihan karena keponakannya itu meninggalkan pasar tanpa pamit kepadanya.Perempuan dewasa itu lalu mencoba menele
Ternyata Jihan bukan hanya membawa pergi perhiasan dan uang tunai milik Tante Irawati. Gadis itu juga turut membawa semua pakaian miliknya. Dia berencana kabur dari rumah sang nenek dan memulai hidup sendiri dengan uang hasil curiannya.Jihan yang berada di belakang motor Ilham yang sedang mengendarai motornya, saat ini terlihat tersenyum puas dengan hasil dan pencapaian nya karena telah mencuri semua barang berharga milik Tante Irawati."Rasakan pembalasanku Irawati, songong! Akhirnya kamu jatuh miskin juga!" ujarnya penuh kemarahan yang berasal dari dalam dirinya.Ilham yang sedang fokus menyetir motornya, mulai angkat bicara menanyakan kepada Jihan tujuan mereka akan ke mana."Jihan, kamu mau aku antar ke mana?" tanya Ilham kepada gadis itu."Bawa aku ke area kost-kostan, aku akan tinggal di sana mulai dari sekarang!" ujarnya ketus."Apa? Jadi kamu tidak kembali lagi ke rumah Nenek Omas?" seru Ilham sedikit kaget dengan ucapan dari gadis."Ha-ha-ha! Ilham oh Ilham! Kamu ini ada-ada
Wajah kelelahan terlihat jelas pada Ilham yang sedang tertidur pulas saat ini. Jihan segera bangkit dari tidurnya. Seluruh badannya terasa sakit, semua atas perbuatan Ilham di atas tubuhnya.Namun walaupun merasa sangat kelelahan, pria itu mampu memuaskan hasrat birahinya yang semakin membara. Jihan pun pelan-pelan meninggalkan tempat tidur, dia segera membuka tas kecil miliknya, lalu mengeluarkan pil KB dan segera diminum olehnya saat ini. Kemudian perempuan itu kembali melangkah menuju ranjang dan mulai tidur sambil memeluk Ilham erat-erat. Keduanya benar-tidaknya kehabisan energi sekarang.Di rumah Nenek Omas,Sore hari pun tiba, Tante Irawati pulang dari pasar dengan wajah penuh amarah karena Jihan yang pergi begitu saja meninggalkan pasar dan warung, yang sedang melayani para pembeli yang menumpuk.Dengan langkah tergesa-gesa sang tante segera masuk ke dalam rumah. Dia meletakkan tas belanjaannya di meja dan bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk memarahi Jihan. Dia sangat yakin
Kesedihan yang mendalam meliputi hati Nenek Omas dan Tante Irawati saat mereka mengingat peristiwa tragis yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Peristiwa ini menghancurkan kehidupan mereka dan meninggalkan luka yang sulit sembuh.Nenek Omas dan Tante Irawati menuduh Tante Nini sebagai pencuri perhiasan berharga milik Nenek Omas. Tuduhan ini menimbulkan konflik dan ketegangan dalam keluarga mereka. Tante Nini, yang pada saat itu sedang hamil, terkena syok yang begitu hebat akibat tuduhan ini. Sayangnya, syok yang dialaminya sangat parah hingga menyebabkan kematiannya yang tragis. Bayi yang ada dalam kandungannya juga tidak dapat diselamatkan, meninggalkan duka yang tak terbayangkan bagi semua orang yang mencintainya.Namun, kebenaran akhirnya terungkap. Ternyata, pencuri sebenarnya adalah Jihan, yang selama ini tidak disangka-sangka oleh mereka. Ketika kebenaran ini terungkap, rasa bersalah dan penyesalan menghantui Nenek Omas dan Tante Irawati. Mereka merasa sangat menyesal karena t
Tante Irawati mulai melajukan motornya bersama dengan Nenek Omas yang ada di belakang boncengan motornya. Sepertinya keduanya akan menuju ke sebuah restoran. Untuk bertemu dengan Nyonya Lisda, ibunda dari Jihan."Ira, apakah kita jadi ketemu dengan adikmu, Lisda?" tanya Nenek Omas kepada putri sulungnya yang masih betah melajang itu."Jadi, Bu. Kita harus bertemu Lisda. Dia harus mendengar sendiri bagaimana kelakuan Jihan selama tinggal dengan kita," tukas Tante Irawati kepada Nenek Omas."Baiklah, Ira. Ibu ikuti saja apa yang kamu katakan," terang sang ibu.Tak berapa lama setelah itu, keduanya pun sampai di tempat mereka janjian untuk bertemu.Restoran yang mereka pilih untuk bertemu adalah tempat yang hangat dan nyaman, dengan lampu gantung yang memancarkan cahaya lembut dan musik jazz yang mengalun pelan di area dalam restoran itu. Ketiganya lalu saling berangkulan melepas kerinduan yang selama ini terpendam. Nenek Omas memiliki tiga orang anak. Tante Irawati sebagai anak sulung,
Paman Kumar, seorang pria yang biasanya penuh semangat dan penuh kehangatan, hari ini terlihat begitu berbeda. Dia berdiri di depan makam istrinya, Tante Nini, dan bayi mereka yang belum sempat melihat dunia ini. Di wajahnya tergambar raut kesedihan dan penyesalan yang mendalam, air mata mengalir deras membasahi pipinya yang kasar.Dia menatap nisan sederhana yang bertuliskan nama istrinya dan bayinya. Hati Paman Kumar terasa seperti diremas-remas, begitu banyak kesedihan yang mengalir dalam dirinya. Dia merasa begitu bersalah, begitu menyesal. Pria itu bahkan sampai berlutut di depan makam tersebut, tangannya gemetar saat meletakkan rangkaian bunga mawar putih yang dia bawa."Maafkan aku, Nini," bisik Paman Kumar dengan suara parau, tercekat oleh isak tangisnya. "Aku tidak bisa melindungimu saat kamu membutuhkanku. Bahkan aku malah ikut menuduhmu secara tidak langsung!" teriaknya sambil berlinang air mata.Sebuah tuduhan palsu telah merenggut segalanya dari mereka. Tante Nini, wanit
Paman Kumar, dengan kekecewaan yang menggelayut di hatinya, memutuskan untuk mengusir rasa itu dengan nongkrong di sebuah kafe. Dia memilih kafe yang tenang dan nyaman, tempat dia bisa menenangkan pikirannya yang sedang kacau.Dia duduk di salah satu sudut kafe, menatap gelas kopi di depannya. Aromanya yang harum seakan membawa dia kembali ke masa lalu, ke masa ketika dia dan Jihan masih sering menghabiskan waktu bersama. Saat sang keponakan masih kecil kala itu.Tiba-tiba, pintu kafe terbuka dan seorang pria berjalan masuk. Paman Kumar menoleh dan mata mereka bertemu. Pria itu adalah Tomo, sahabatnya sejak lama."Hai Kumar," sapa Tomo sambil berjalan mendekat. "Kamu kok tampak sedih, ada apa?"Paman Kumar menghela napas, "Aku sedang mencari Jihan, Tomo. Tapi sepertinya dia menghilang tanpa jejak."“Deg!” Hati Paman Tomo seketika bergetar lebih cepat saat sang sahabat menyebutkan nama keponakannya yang sangat cantik dan seksi itu.Ternyata, diam-diam Paman Tomo yang lebih layak dipa