Wajah kelelahan terlihat jelas pada Ilham yang sedang tertidur pulas saat ini. Jihan segera bangkit dari tidurnya. Seluruh badannya terasa sakit, semua atas perbuatan Ilham di atas tubuhnya.Namun walaupun merasa sangat kelelahan, pria itu mampu memuaskan hasrat birahinya yang semakin membara. Jihan pun pelan-pelan meninggalkan tempat tidur, dia segera membuka tas kecil miliknya, lalu mengeluarkan pil KB dan segera diminum olehnya saat ini. Kemudian perempuan itu kembali melangkah menuju ranjang dan mulai tidur sambil memeluk Ilham erat-erat. Keduanya benar-tidaknya kehabisan energi sekarang.Di rumah Nenek Omas,Sore hari pun tiba, Tante Irawati pulang dari pasar dengan wajah penuh amarah karena Jihan yang pergi begitu saja meninggalkan pasar dan warung, yang sedang melayani para pembeli yang menumpuk.Dengan langkah tergesa-gesa sang tante segera masuk ke dalam rumah. Dia meletakkan tas belanjaannya di meja dan bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk memarahi Jihan. Dia sangat yakin
Kesedihan yang mendalam meliputi hati Nenek Omas dan Tante Irawati saat mereka mengingat peristiwa tragis yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Peristiwa ini menghancurkan kehidupan mereka dan meninggalkan luka yang sulit sembuh.Nenek Omas dan Tante Irawati menuduh Tante Nini sebagai pencuri perhiasan berharga milik Nenek Omas. Tuduhan ini menimbulkan konflik dan ketegangan dalam keluarga mereka. Tante Nini, yang pada saat itu sedang hamil, terkena syok yang begitu hebat akibat tuduhan ini. Sayangnya, syok yang dialaminya sangat parah hingga menyebabkan kematiannya yang tragis. Bayi yang ada dalam kandungannya juga tidak dapat diselamatkan, meninggalkan duka yang tak terbayangkan bagi semua orang yang mencintainya.Namun, kebenaran akhirnya terungkap. Ternyata, pencuri sebenarnya adalah Jihan, yang selama ini tidak disangka-sangka oleh mereka. Ketika kebenaran ini terungkap, rasa bersalah dan penyesalan menghantui Nenek Omas dan Tante Irawati. Mereka merasa sangat menyesal karena t
Tante Irawati mulai melajukan motornya bersama dengan Nenek Omas yang ada di belakang boncengan motornya. Sepertinya keduanya akan menuju ke sebuah restoran. Untuk bertemu dengan Nyonya Lisda, ibunda dari Jihan."Ira, apakah kita jadi ketemu dengan adikmu, Lisda?" tanya Nenek Omas kepada putri sulungnya yang masih betah melajang itu."Jadi, Bu. Kita harus bertemu Lisda. Dia harus mendengar sendiri bagaimana kelakuan Jihan selama tinggal dengan kita," tukas Tante Irawati kepada Nenek Omas."Baiklah, Ira. Ibu ikuti saja apa yang kamu katakan," terang sang ibu.Tak berapa lama setelah itu, keduanya pun sampai di tempat mereka janjian untuk bertemu.Restoran yang mereka pilih untuk bertemu adalah tempat yang hangat dan nyaman, dengan lampu gantung yang memancarkan cahaya lembut dan musik jazz yang mengalun pelan di area dalam restoran itu. Ketiganya lalu saling berangkulan melepas kerinduan yang selama ini terpendam. Nenek Omas memiliki tiga orang anak. Tante Irawati sebagai anak sulung,
Paman Kumar, seorang pria yang biasanya penuh semangat dan penuh kehangatan, hari ini terlihat begitu berbeda. Dia berdiri di depan makam istrinya, Tante Nini, dan bayi mereka yang belum sempat melihat dunia ini. Di wajahnya tergambar raut kesedihan dan penyesalan yang mendalam, air mata mengalir deras membasahi pipinya yang kasar.Dia menatap nisan sederhana yang bertuliskan nama istrinya dan bayinya. Hati Paman Kumar terasa seperti diremas-remas, begitu banyak kesedihan yang mengalir dalam dirinya. Dia merasa begitu bersalah, begitu menyesal. Pria itu bahkan sampai berlutut di depan makam tersebut, tangannya gemetar saat meletakkan rangkaian bunga mawar putih yang dia bawa."Maafkan aku, Nini," bisik Paman Kumar dengan suara parau, tercekat oleh isak tangisnya. "Aku tidak bisa melindungimu saat kamu membutuhkanku. Bahkan aku malah ikut menuduhmu secara tidak langsung!" teriaknya sambil berlinang air mata.Sebuah tuduhan palsu telah merenggut segalanya dari mereka. Tante Nini, wanit
Paman Kumar, dengan kekecewaan yang menggelayut di hatinya, memutuskan untuk mengusir rasa itu dengan nongkrong di sebuah kafe. Dia memilih kafe yang tenang dan nyaman, tempat dia bisa menenangkan pikirannya yang sedang kacau.Dia duduk di salah satu sudut kafe, menatap gelas kopi di depannya. Aromanya yang harum seakan membawa dia kembali ke masa lalu, ke masa ketika dia dan Jihan masih sering menghabiskan waktu bersama. Saat sang keponakan masih kecil kala itu.Tiba-tiba, pintu kafe terbuka dan seorang pria berjalan masuk. Paman Kumar menoleh dan mata mereka bertemu. Pria itu adalah Tomo, sahabatnya sejak lama."Hai Kumar," sapa Tomo sambil berjalan mendekat. "Kamu kok tampak sedih, ada apa?"Paman Kumar menghela napas, "Aku sedang mencari Jihan, Tomo. Tapi sepertinya dia menghilang tanpa jejak."“Deg!” Hati Paman Tomo seketika bergetar lebih cepat saat sang sahabat menyebutkan nama keponakannya yang sangat cantik dan seksi itu.Ternyata, diam-diam Paman Tomo yang lebih layak dipa
“Akh! Ilham! You are the best! Faster, Baby!” teriak Jihan di bawah Kungkungan tubuh kekar milik Ilham. Sepertinya gadis itu benar-benar telah terbuai dengan permainan panas yang telah diciptakan oleh Ilham di atas tubuhnya.“Punyamu sangat sempit, Sayang! Aku juga sangat menyukainya!” ujar Ilham disela-sela aktivitas alat tempurnya di dalam gua sempit milik Jihan.Saat ini keduanya sedang berada di sebuah vila pinggir pantai yang ada di salah satu sudut Kota Jakarta Utara.Jihan menggunakan uang Tante Irawati untuk bersenang-senang bersama Ilham.Jihan seakan merasa candu dengan permainan panas pria itu. Jihan benar-benar dimanjakan oleh Ilham. Dalam hatinya, dia sangat menyesal kenapa bukan Ilham yang merenggut kesuciannya.Tapi yang terjadi malah Hendra yang telah mengambil keuntungan darinya dengan mencekoki dirinya dengan obat perangsang dan akhirnya membobol gawang suci milik Jihan.Gadis itu masih memikirkan rencana yang mutakhir untuk dapat membalaskan dendamnya kepada Hendra.
Setelah asyik berenang di kolam renang indoor vila, Ilham dan Jihan merasa segar dan bersemangat. Mereka berdua saling tersenyum, menikmati momen indah ini. Ilham dengan penuh semangat mengajak Jihan untuk menghabiskan malam dengan candle light dinner yang romantis.“Sayang, ayo kita ke suatu tempat,” ucap Ilham saat melihat Jihan telah selesai mandi dan berpakaian.“Lho? Memangnya kita mau ke mana, Ilham?” tanya Jihan sedikit penasaran.“Ha-ha-ha. Rahasia! Tapi tempatnya masih di lingkungan vila ini, kok.” terang Ilham.“Ah, malas! Kamu nggak jelas begitu! Lagian aku ngantuk nih. Kamu gempur terus dari tadi!” “Ha-ha-ha! Tapi kamu suka, kan?” ledek Ilham.“Ya-ya-ya! Aku memang sangat suka dengan permainan panasmu!”“Nah itu kamu suka, Sayang. Aku yakin hal berikutnya ini juga akan kamu sukai. Percaya kepadaku, Jihan cantik,” rayu Ilham.Pria itu lalu meraih tangan Jihan dan menggenggam tangannya. Kemudian keduanya ke luar dari dalam vila.Dari kejauhan Jihan dapat melihat sesuatu yan
Mereka lalu melanjutkan perjalanan di tepian pantai, menikmati setiap momen yang dilewati bersama. Keduanya berjalan di sepanjang pantai yang panjang, menikmati keindahan alam dan kehangatan satu sama lain.Tiba-tiba, Ilham berhenti lagi dan menatap Jihan dengan penuh kejutan. Dia mengeluarkan bunga mawar merah dari saku jaketnya dan memberikannya kepada Jihan. Gadis itu merasa terharu dan tersenyum, merasa begitu dicintai.“Ilham … kenapa malam ini kamu penuh kejutan?” seru Jihan terpana sambil mengambil mawar merah yang diberikan oleh Ilham kepadanya.“He-he-he. Tentu saja, Sayang. Kamu adakah seseorang yang spesial untukku,” tutur Ilham sambil mengecup kening Jihan dengan lembut.“Terima kasih, Ilham.”Keduanya lalu melanjutkan perjalanan mereka sambil memegang erat tangan satu sama lain. Mereka berjalan di bawah cahaya bulan yang terang, menciptakan bayangan indah di pasir. Keduanya tahu bahwa momen ini akan selalu mereka kenang sepanjang hidup nya.Akhirnya, Jihan dan Ilham berhe
Pagi itu terasa sangat sunyi dan mencekam di rumah kecil yang ditempati oleh Ilham dan Jihan. Ilham terbangun dengan perasaan gelisah, seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres. Ketika pria itu bangkit dari tempat tidur dan mendekati Jihan yang berbaring di sebelahnya, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Napas Jihan terlihat berat, dan kulitnya mulai kehilangan rona. Tanpa berpikir panjang, Ilham segera mengguncang bahunya dengan lembut."Jihan, Sayang! Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa wajahmu sangat pucat sekarang?" Ilham bertanya dengan nada yang sangat cemas.Namun Jihan tidak merespon sama sekali setiap perkataan dari pria itu. Matanya tetap terpejam, dan tubuhnya terasa semakin lemas. Tanpa buang waktu, Ilham langsung mengangkat tubuh Jihan yang lunglai itu dan segera membawanya ke dalam mobil. Pria itu pun dengan cepat mulai melajukan mobilnya ke sebuah rumah sakit yang selama ini merawat Jihan.“Jihan! Ku mohon bertahanlah! Aku sedang memba
Setelah berbulan-bulan menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit, kondisi Jihan perlahan pun mulai membaik. Gadis berusia belia itu memang masih tampak rapuh, namun kesehatannya jauh lebih stabil dibandingkan ketika dia pertama kali didiagnosis dengan penyakit mematikan tersebut. Setiap minggu, Jihan tidak pernah absen untuk kontrol ke rumah sakit. Dia tahu, meskipun keadaannya sudah tidak separah dulu, namun tubuhnya masih belum sembuh total. Penyakit yang menyerang karena gaya hidupnya yang tidak sehat, kini meninggalkan jejak di tubuhnya, dan Jihan menyadari bahwa dia harus lebih menjaga diri dan waspada mulai sekarang.Namun, Jihan tidak mau larut dalam kesedihan atau rasa bersalah. Sebaliknya, gadis itu memutuskan untuk menggunakan pengalamannya sebagai alat untuk mencegah orang lain terjerumus ke dalam jalan yang sama. Kini, Jihan aktif dalam sebuah organisasi perempuan yang berkampanye tentang bahaya penyakit menular seksual dan gaya hid
Beberapa tahun kemudian,Di sebuah rumah sakit yang sunyi di salah satu sudut Kota Jakarta, yang terdengar di sana hanya suara mesin-mesin medis yang berirama monoton. Jihan, seorang gadis beli yang berpetualang tentang cinta selama ini, hidup bebas tanpa peduli akan konsekuensi dari tindakannya, kini terbaring lemah di sebuah ruang isolasi. Sebelumnya gadis itu adalah seorang pecinta hidup bebas. Bergonta-ganti pasangan ranjang, tanpa menggunakan pengaman sedikitpun, yang membuat imun tubuhnya ikut turun dan mudah terserang sakit, seperti saat ini.Wajah Jihan sangat pucat, tubuhnya kurus, dan tatapannya kosong. Penyakit ganas yang menggerogoti tubuhnya semakin parah, dan harapan hidupnya semakin tipis. Tak ada yang mendampinginya di sana, kecuali Ilham, satu-satunya lelaki yang tulus mencintainya.Ilham duduk di kursi di sebelah ranjang Jihan. Matanya tak pernah lepas dari gadis yang dia cintai sejak lama itu. Meskipun Jihan pernah bersama bany
Jihan merasakan tubuhnya mulai terasa panas dan tidak nyaman setelah membaringkan tubuhnya di kamar hotel. Perasaan panas itu semakin menjadi-jadi, membuatnya merasa tidak nyaman. Tanpa sadar, dia mulai membuka satu per satu kancing bajunya, mencoba meredakan sensasi panas yang terus meningkat.“Panas …. Panas …” lirihnya lemah.Haikal, yang sedang duduk di kursi di dekat ranjang,seketika tercengang melihat sikap Jihan. Matanya memperhatikan setiap gerakan Jihan dengan cermat dan penuh keheranan,karena obat perangsang itu bekerja sangat cepat."Jihan Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Haikal dengan suara terkejut, meskipun hanya pura-pura saja.Jihan, yang masih dalam keadaan tidak sadar, hanya menatap Haikal dengan mata yang sayu. "Aku merasa panas, Haikal. Sangat panas," ujarnya dengan suara yang lemah.Haikal segera menyadarkan Jihan akan situasinya. "Jihan, berhenti. Kamu harus berhenti," ujarnya dengan suara
Petugas hotel itu tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja ada, Tuan. Hotel kami masih memiliki beberapa kamar kosong. Silahkan ikuti saya.”Haikal dan Jihan mengikuti petugas tersebut menuju kamar yang telah disediakan. Begitu pintu kamar terbuka, udara segar dan kenyamanan seketika menghampiri mereka.“Ini kamar Anda, Tuan,” ucap petugas hotel itu dengan ramah sambil membuka pintu kamar.Haikal menoleh ke arah Jihan, seraya berkata, “Ayo, Jihan masuklah. Kita bisa istirahat sejenak dan menyegarkan diri sebelum melanjutkan petualangan kita di Kota Bandung,” ajaknya dengan senyum hangat.Jihan tersenyum lega. “Terima kasih, Haikal. Kamu memang selalu tahu apa yang aku butuhkan,” ucapnya sambil mulai memasuki kamar.Setelah melewati aktivitas yang padat di Kota Bandung, Haikal dan Jihan akhirnya sampai di dalam kamar hotel yang nyaman. Udara segar di dalam kamar membuat mereka merasa rileks setelah beraktivitas di luar. Haikal
Pagi menyingsing dengan sinar matahari yang membelai lembut tirai di sebuah apartemen di salah satu sudut Kota Jakarta. Aroma kopi yang harum memenuhi dapur, bercampur dengan bau sedap bahan-bahan sarapan yang tengah dipersiapkan oleh Jihan. Jihan, gadis muda yang ceria, sibuk mengaduk-aduk panci yang berisi bubur ayam hangat. Semangatnya terpancar dalam setiap gerakan. Sebentar lagi, dia akan memberi kejutan untuk Dulah, pacarnya yang masih tidur di dalam kamar.Untuk memuluskan rencananya ke Bandung bersama Haikal. Jihan perlu merayu Dulah. Agar pria itu mau mengizinkannya untuk pergi.Dulah, yang masih terbaring di kasur dengan mata yang masih setengah terpejam, mendengar derap langkah Jihan di dapur. Dia seketika tersenyum. Setiap hari, kehadiran Jihan memberikan semangat baru baginya. Meski kegiatan Dulah di kantor seringkali sangat sibuk. Namun dia selalu menyempatkan waktu untuk sarapan bersama.Sesaat kemudian, Jihan melangkah keluar dari
Setelah pertempuran panasnya dengan Jihan tadi malam, membuat Dulah semakin bersemangat pagi ini. Setelah sarapan roti bakar buatan sang pacar. Dulah pun berpamitan kepada Jihan. “Jihan … Sayangku. Aku mau berangkat ke kantor dulu pagi ini!” ucap Dulah lalu mengecup bibir Jihan dan melumatnya sesuka hatinya. “Sayang! Aku masih menginginkanmu! Kami sangat jago tadi malam. Mampu membuatku melayang sampai ke langit ke tujuh!” puji Dulah kepada sang pacar. “He-he-he! Semua kulakukan untukmu, Sayang,” sahut Jihan. “Ayo … kita lakukan satu ronde pagi ini!” rayu Dulah lalu mulai mengendurkan dasinya. Akan tetapi Jihan segera mencegahnya. “Sayang, tidak sekarang. Kamu harus ke kantor. Bukannya pagi ini kamu ada meeting?” ucap Jihan mengingatkan Dulah. “Oh .. ya ampun! Aku sampai lupa! Baiklah, Sayang. Aku pergi dulu,” pamit Dulah lalu segera keluar dari dalam apartemennya. “Cih
Jihan wanita muda yang bersemangat dan berani. Dia memiliki mata yang cerah dan penuh harapan, senyum yang menawan, dan hati yang penuh dengan kebaikan. Walaupun kebaikan itu hanya kepura-puraan semata demi untuk memuluskan semua rencana busuknya.Sementara Dulah, di sisi lain, adalah pria yang kuat dan berani, dengan hati yang penuh dengan keadilan. Telah jatuh cinta kepada Jihan sampai sejatuh-jatuhnya. Bahkan pria itu tidak tahu jika Jihan sedang mempermainkan perasaannya. Saat ini mereka sedang berdua berada di apartemen Dulah, tempat yang hangat dan nyaman, penuh dengan cahaya lembut dan aroma makanan enak. "Thanks, Dulah," ucap Jihan, matanya berkilauan dengan rasa terima kasih walaupun semua itu hanyalah kepalsuan semata. "Kamu telah membantuku memberi pelajaran kepada Hendra. Dia tidak bisa seenaknya merenggut kesucianku tanpa hukuman." Dulah menatap Jihan dengan penuh cinta. “Semua kulakukan untukmu Sayangku, Jihan. Hendra me
Di jalanan yang sepi, tiga orang anak buah Dulah berdiri di tengah jalan, menghadang mobil yang melaju dengan cepat. Hendra, pria yang telah merenggut kesucian Jihan, sangat terkejut melihat mereka yang sedang berada di depannya. Hendra merasa terkejut dan panik saat melihat ketiga anak buah Dulah menghadang mobilnya di tengah jalan yang sepi. Dia segera menginjak rem dengan keras, mobilnya berhenti tepat di depan mereka. Tatapan ketakutan terpancar dari wajahnya saat Hendra menyadari bahwa situasinya sangat serius.“Sialan! Siapa orang-orang ini?” umpatnya sendiri.Hendra mencoba mempertahankan ketenangannya, akan tetapi jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Dia dapat melihat ketiga pria, dengan tatapan tajam yang penuh dengan kemarahan mengarah kepadanya. Namun Hendra bisa merasakan kekuatan dan keberanian yang mereka miliki.“Mereka ada tiga orang! Bagaimana caraku menghadapi mereka?” Nyali Hendra mulai menciut melihat badan kekar dari orang-orang itu. “Hei! Laki-laki bi