"Eh, Hai! Haikal, Dulah! Apa kabar kalian?" ucap Jihan nakal sambil mulai membelai setiap dada pria-pria yang ada di hadapannya saat ini."Wow! Kamu sangat panas Jihan!" seru Dulah lalu mencoba mencium bibir gadis itu sesuka hatinya. Haikal tak mau kalah, dengan cepat dia meremas kedua bokong Jihan yang terasa montok di kedua tangannya. Pria itu juga ingin mencium bibir Jihan secara cuma-cuma. Namun sebelum permainan para pria itu semakin ganas, Hendra malah menarik tubuh Jihan untuk menjauh dari kedua lelaki yang ingin menggoda Jihan."Kalian jangan kurang ajar, ya! Jihan hanya milik gue malam ini!" kesal Hendra."Santai, Bro! Calm down! Jihan Adalah pacar gue!" ujar Dulah."Gue juga pacar Jihan!" sergah Haikal tak mau kalah."Woi! Kalian berdua jangan gila, ya! Gue adalah pacar Jihan yang sesungguhnya!" kesal Hendra kepada Dulah dan Haikal.Ketiga pria itu yang awalnya berteman baik dan saling mendukung. Namun karena memperebutkan Jihan seorang, sepertinya mulai terjadi keteganga
Jihan terduduk lemas di tepi ranjang hotel, matanya memandang kosong ke arah jendela. Cahaya remang-remang kota yang biasanya indah kini terasa seperti pisau yang menusuk jantungnya. Dia merasa seolah-olah dunia ini telah berhenti berputar, dan dirinya terjebak dalam kegelapan yang tak berujung."Hendra..." bisiknya, namun suaranya terdengar begitu asing di telinganya sendiri. Dia merasa seolah-olah dirinya bukan lagi Jihan yang dulu, gadis yang penuh semangat dan berani. Dia merasa seolah-olah dirinya telah menjadi bayangan untuk dirinya sendiri, hancur dan terluka.Jihan meraih bantal di sampingnya, mencoba mencari kenyamanan dalam pelukan kain yang dingin dan tak berjiwa. Dia merasa seolah-olah dirinya telah ditinggalkan sendirian di dunia ini, tanpa ada yang peduli padanya.Jihan memang merasa sendiri di dunia yang fana ini. Kedua orangtuanya telah meninggalkan dirinya dan lebih memilih untuk pergi bersama para selingkuhan mereka. Jadilah Jihan hidup terlunta-lunta saat itu. Mem
Jihan yang sedang duduk di sudut warung Tante Irawati, sambil memakan buah apel segar. Cairan manis dari buah itu mengalir di antara jari-jarinya saat dia menjalani sarapannya dengan tenang. Gadis itu sangat kelaparan saat ini. Setelah tubuhnya dipakai hampir semalaman oleh Hendra untuk memuaskan nafsu bejatnya.Jihan terpaksa menahan emosinya kepada Tante Irawati karena tubuhnya yang sangat lemas. Namun hardikan dari sang tante yang lagi-lagi meneriaki namanya dengan keras membuat Jihan menjadi semakin kesal."Dasar perawan tua tak bermutu! Ngapain dia terus meneriaki namaku? Apakah Si Irawati sontoloyo itu sengaja mempermalukan ku saat ini?" kesalnya dalam hati. "Jihan! Kenapa kamu duduk santai di sini? Pelanggan menunggu, ayo bantu!" bentak Tante Irawati lagi, pandangannya menusuk seakan-akan semakin menyulut api amarah di dalam Jihan.Jihan menelan sejumput kekesalan saat ini. "Maaf, Tante, saya lagi makan buah. Sebentar lagi saya akan bantu. Biar saya habiskan dulu sarapan saya
Jihan terpaksa mengikuti langkah Ilham kembali ke arah motornya berada. Dari pada dirinya ketahuan Tante Irawati.Gadis itu segera naik di atas motor illam. Keduanya mulai meninggalkan area pasar.Ternyata salah seorang karyawan dari warung Tante Irawati memergoki Jihan yang sedang meninggalkan area pasar. Namun sayangnya, dia tidak dapat melihat dengan siapa Jihan pergi. Karena orang itu memakai helm berwarna hitam."Anak kurang ajar! Jadi Jihan telah meninggalkan area pasar?" geram sang tante yang mendapat laporan dari karyawannya."Iya, Bu. Tadi saya lihat Jihan naik motor dengan seorang pria," seru orang itu."Kamu kenal nggak laki-laki yang bersamanya?" selidik Tante Irawati."Maaf, Bu. Saya tidak mengenalnya sama sekali karena pria itu memakai helm yang menutupi seluruh area wajahnya," jawab sang karyawan kepada Tante Irawati.Tante Irawati menjadi sangat marah kepada Jihan karena keponakannya itu meninggalkan pasar tanpa pamit kepadanya.Perempuan dewasa itu lalu mencoba menele
Ternyata Jihan bukan hanya membawa pergi perhiasan dan uang tunai milik Tante Irawati. Gadis itu juga turut membawa semua pakaian miliknya. Dia berencana kabur dari rumah sang nenek dan memulai hidup sendiri dengan uang hasil curiannya.Jihan yang berada di belakang motor Ilham yang sedang mengendarai motornya, saat ini terlihat tersenyum puas dengan hasil dan pencapaian nya karena telah mencuri semua barang berharga milik Tante Irawati."Rasakan pembalasanku Irawati, songong! Akhirnya kamu jatuh miskin juga!" ujarnya penuh kemarahan yang berasal dari dalam dirinya.Ilham yang sedang fokus menyetir motornya, mulai angkat bicara menanyakan kepada Jihan tujuan mereka akan ke mana."Jihan, kamu mau aku antar ke mana?" tanya Ilham kepada gadis itu."Bawa aku ke area kost-kostan, aku akan tinggal di sana mulai dari sekarang!" ujarnya ketus."Apa? Jadi kamu tidak kembali lagi ke rumah Nenek Omas?" seru Ilham sedikit kaget dengan ucapan dari gadis."Ha-ha-ha! Ilham oh Ilham! Kamu ini ada-ada
Wajah kelelahan terlihat jelas pada Ilham yang sedang tertidur pulas saat ini. Jihan segera bangkit dari tidurnya. Seluruh badannya terasa sakit, semua atas perbuatan Ilham di atas tubuhnya.Namun walaupun merasa sangat kelelahan, pria itu mampu memuaskan hasrat birahinya yang semakin membara. Jihan pun pelan-pelan meninggalkan tempat tidur, dia segera membuka tas kecil miliknya, lalu mengeluarkan pil KB dan segera diminum olehnya saat ini. Kemudian perempuan itu kembali melangkah menuju ranjang dan mulai tidur sambil memeluk Ilham erat-erat. Keduanya benar-tidaknya kehabisan energi sekarang.Di rumah Nenek Omas,Sore hari pun tiba, Tante Irawati pulang dari pasar dengan wajah penuh amarah karena Jihan yang pergi begitu saja meninggalkan pasar dan warung, yang sedang melayani para pembeli yang menumpuk.Dengan langkah tergesa-gesa sang tante segera masuk ke dalam rumah. Dia meletakkan tas belanjaannya di meja dan bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk memarahi Jihan. Dia sangat yakin
Kesedihan yang mendalam meliputi hati Nenek Omas dan Tante Irawati saat mereka mengingat peristiwa tragis yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Peristiwa ini menghancurkan kehidupan mereka dan meninggalkan luka yang sulit sembuh.Nenek Omas dan Tante Irawati menuduh Tante Nini sebagai pencuri perhiasan berharga milik Nenek Omas. Tuduhan ini menimbulkan konflik dan ketegangan dalam keluarga mereka. Tante Nini, yang pada saat itu sedang hamil, terkena syok yang begitu hebat akibat tuduhan ini. Sayangnya, syok yang dialaminya sangat parah hingga menyebabkan kematiannya yang tragis. Bayi yang ada dalam kandungannya juga tidak dapat diselamatkan, meninggalkan duka yang tak terbayangkan bagi semua orang yang mencintainya.Namun, kebenaran akhirnya terungkap. Ternyata, pencuri sebenarnya adalah Jihan, yang selama ini tidak disangka-sangka oleh mereka. Ketika kebenaran ini terungkap, rasa bersalah dan penyesalan menghantui Nenek Omas dan Tante Irawati. Mereka merasa sangat menyesal karena t
Tante Irawati mulai melajukan motornya bersama dengan Nenek Omas yang ada di belakang boncengan motornya. Sepertinya keduanya akan menuju ke sebuah restoran. Untuk bertemu dengan Nyonya Lisda, ibunda dari Jihan."Ira, apakah kita jadi ketemu dengan adikmu, Lisda?" tanya Nenek Omas kepada putri sulungnya yang masih betah melajang itu."Jadi, Bu. Kita harus bertemu Lisda. Dia harus mendengar sendiri bagaimana kelakuan Jihan selama tinggal dengan kita," tukas Tante Irawati kepada Nenek Omas."Baiklah, Ira. Ibu ikuti saja apa yang kamu katakan," terang sang ibu.Tak berapa lama setelah itu, keduanya pun sampai di tempat mereka janjian untuk bertemu.Restoran yang mereka pilih untuk bertemu adalah tempat yang hangat dan nyaman, dengan lampu gantung yang memancarkan cahaya lembut dan musik jazz yang mengalun pelan di area dalam restoran itu. Ketiganya lalu saling berangkulan melepas kerinduan yang selama ini terpendam. Nenek Omas memiliki tiga orang anak. Tante Irawati sebagai anak sulung,
Pagi itu terasa sangat sunyi dan mencekam di rumah kecil yang ditempati oleh Ilham dan Jihan. Ilham terbangun dengan perasaan gelisah, seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres. Ketika pria itu bangkit dari tempat tidur dan mendekati Jihan yang berbaring di sebelahnya, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Napas Jihan terlihat berat, dan kulitnya mulai kehilangan rona. Tanpa berpikir panjang, Ilham segera mengguncang bahunya dengan lembut."Jihan, Sayang! Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa wajahmu sangat pucat sekarang?" Ilham bertanya dengan nada yang sangat cemas.Namun Jihan tidak merespon sama sekali setiap perkataan dari pria itu. Matanya tetap terpejam, dan tubuhnya terasa semakin lemas. Tanpa buang waktu, Ilham langsung mengangkat tubuh Jihan yang lunglai itu dan segera membawanya ke dalam mobil. Pria itu pun dengan cepat mulai melajukan mobilnya ke sebuah rumah sakit yang selama ini merawat Jihan.“Jihan! Ku mohon bertahanlah! Aku sedang memba
Setelah berbulan-bulan menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit, kondisi Jihan perlahan pun mulai membaik. Gadis berusia belia itu memang masih tampak rapuh, namun kesehatannya jauh lebih stabil dibandingkan ketika dia pertama kali didiagnosis dengan penyakit mematikan tersebut. Setiap minggu, Jihan tidak pernah absen untuk kontrol ke rumah sakit. Dia tahu, meskipun keadaannya sudah tidak separah dulu, namun tubuhnya masih belum sembuh total. Penyakit yang menyerang karena gaya hidupnya yang tidak sehat, kini meninggalkan jejak di tubuhnya, dan Jihan menyadari bahwa dia harus lebih menjaga diri dan waspada mulai sekarang.Namun, Jihan tidak mau larut dalam kesedihan atau rasa bersalah. Sebaliknya, gadis itu memutuskan untuk menggunakan pengalamannya sebagai alat untuk mencegah orang lain terjerumus ke dalam jalan yang sama. Kini, Jihan aktif dalam sebuah organisasi perempuan yang berkampanye tentang bahaya penyakit menular seksual dan gaya hid
Beberapa tahun kemudian,Di sebuah rumah sakit yang sunyi di salah satu sudut Kota Jakarta, yang terdengar di sana hanya suara mesin-mesin medis yang berirama monoton. Jihan, seorang gadis beli yang berpetualang tentang cinta selama ini, hidup bebas tanpa peduli akan konsekuensi dari tindakannya, kini terbaring lemah di sebuah ruang isolasi. Sebelumnya gadis itu adalah seorang pecinta hidup bebas. Bergonta-ganti pasangan ranjang, tanpa menggunakan pengaman sedikitpun, yang membuat imun tubuhnya ikut turun dan mudah terserang sakit, seperti saat ini.Wajah Jihan sangat pucat, tubuhnya kurus, dan tatapannya kosong. Penyakit ganas yang menggerogoti tubuhnya semakin parah, dan harapan hidupnya semakin tipis. Tak ada yang mendampinginya di sana, kecuali Ilham, satu-satunya lelaki yang tulus mencintainya.Ilham duduk di kursi di sebelah ranjang Jihan. Matanya tak pernah lepas dari gadis yang dia cintai sejak lama itu. Meskipun Jihan pernah bersama bany
Jihan merasakan tubuhnya mulai terasa panas dan tidak nyaman setelah membaringkan tubuhnya di kamar hotel. Perasaan panas itu semakin menjadi-jadi, membuatnya merasa tidak nyaman. Tanpa sadar, dia mulai membuka satu per satu kancing bajunya, mencoba meredakan sensasi panas yang terus meningkat.“Panas …. Panas …” lirihnya lemah.Haikal, yang sedang duduk di kursi di dekat ranjang,seketika tercengang melihat sikap Jihan. Matanya memperhatikan setiap gerakan Jihan dengan cermat dan penuh keheranan,karena obat perangsang itu bekerja sangat cepat."Jihan Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Haikal dengan suara terkejut, meskipun hanya pura-pura saja.Jihan, yang masih dalam keadaan tidak sadar, hanya menatap Haikal dengan mata yang sayu. "Aku merasa panas, Haikal. Sangat panas," ujarnya dengan suara yang lemah.Haikal segera menyadarkan Jihan akan situasinya. "Jihan, berhenti. Kamu harus berhenti," ujarnya dengan suara
Petugas hotel itu tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja ada, Tuan. Hotel kami masih memiliki beberapa kamar kosong. Silahkan ikuti saya.”Haikal dan Jihan mengikuti petugas tersebut menuju kamar yang telah disediakan. Begitu pintu kamar terbuka, udara segar dan kenyamanan seketika menghampiri mereka.“Ini kamar Anda, Tuan,” ucap petugas hotel itu dengan ramah sambil membuka pintu kamar.Haikal menoleh ke arah Jihan, seraya berkata, “Ayo, Jihan masuklah. Kita bisa istirahat sejenak dan menyegarkan diri sebelum melanjutkan petualangan kita di Kota Bandung,” ajaknya dengan senyum hangat.Jihan tersenyum lega. “Terima kasih, Haikal. Kamu memang selalu tahu apa yang aku butuhkan,” ucapnya sambil mulai memasuki kamar.Setelah melewati aktivitas yang padat di Kota Bandung, Haikal dan Jihan akhirnya sampai di dalam kamar hotel yang nyaman. Udara segar di dalam kamar membuat mereka merasa rileks setelah beraktivitas di luar. Haikal
Pagi menyingsing dengan sinar matahari yang membelai lembut tirai di sebuah apartemen di salah satu sudut Kota Jakarta. Aroma kopi yang harum memenuhi dapur, bercampur dengan bau sedap bahan-bahan sarapan yang tengah dipersiapkan oleh Jihan. Jihan, gadis muda yang ceria, sibuk mengaduk-aduk panci yang berisi bubur ayam hangat. Semangatnya terpancar dalam setiap gerakan. Sebentar lagi, dia akan memberi kejutan untuk Dulah, pacarnya yang masih tidur di dalam kamar.Untuk memuluskan rencananya ke Bandung bersama Haikal. Jihan perlu merayu Dulah. Agar pria itu mau mengizinkannya untuk pergi.Dulah, yang masih terbaring di kasur dengan mata yang masih setengah terpejam, mendengar derap langkah Jihan di dapur. Dia seketika tersenyum. Setiap hari, kehadiran Jihan memberikan semangat baru baginya. Meski kegiatan Dulah di kantor seringkali sangat sibuk. Namun dia selalu menyempatkan waktu untuk sarapan bersama.Sesaat kemudian, Jihan melangkah keluar dari
Setelah pertempuran panasnya dengan Jihan tadi malam, membuat Dulah semakin bersemangat pagi ini. Setelah sarapan roti bakar buatan sang pacar. Dulah pun berpamitan kepada Jihan. “Jihan … Sayangku. Aku mau berangkat ke kantor dulu pagi ini!” ucap Dulah lalu mengecup bibir Jihan dan melumatnya sesuka hatinya. “Sayang! Aku masih menginginkanmu! Kami sangat jago tadi malam. Mampu membuatku melayang sampai ke langit ke tujuh!” puji Dulah kepada sang pacar. “He-he-he! Semua kulakukan untukmu, Sayang,” sahut Jihan. “Ayo … kita lakukan satu ronde pagi ini!” rayu Dulah lalu mulai mengendurkan dasinya. Akan tetapi Jihan segera mencegahnya. “Sayang, tidak sekarang. Kamu harus ke kantor. Bukannya pagi ini kamu ada meeting?” ucap Jihan mengingatkan Dulah. “Oh .. ya ampun! Aku sampai lupa! Baiklah, Sayang. Aku pergi dulu,” pamit Dulah lalu segera keluar dari dalam apartemennya. “Cih
Jihan wanita muda yang bersemangat dan berani. Dia memiliki mata yang cerah dan penuh harapan, senyum yang menawan, dan hati yang penuh dengan kebaikan. Walaupun kebaikan itu hanya kepura-puraan semata demi untuk memuluskan semua rencana busuknya.Sementara Dulah, di sisi lain, adalah pria yang kuat dan berani, dengan hati yang penuh dengan keadilan. Telah jatuh cinta kepada Jihan sampai sejatuh-jatuhnya. Bahkan pria itu tidak tahu jika Jihan sedang mempermainkan perasaannya. Saat ini mereka sedang berdua berada di apartemen Dulah, tempat yang hangat dan nyaman, penuh dengan cahaya lembut dan aroma makanan enak. "Thanks, Dulah," ucap Jihan, matanya berkilauan dengan rasa terima kasih walaupun semua itu hanyalah kepalsuan semata. "Kamu telah membantuku memberi pelajaran kepada Hendra. Dia tidak bisa seenaknya merenggut kesucianku tanpa hukuman." Dulah menatap Jihan dengan penuh cinta. “Semua kulakukan untukmu Sayangku, Jihan. Hendra me
Di jalanan yang sepi, tiga orang anak buah Dulah berdiri di tengah jalan, menghadang mobil yang melaju dengan cepat. Hendra, pria yang telah merenggut kesucian Jihan, sangat terkejut melihat mereka yang sedang berada di depannya. Hendra merasa terkejut dan panik saat melihat ketiga anak buah Dulah menghadang mobilnya di tengah jalan yang sepi. Dia segera menginjak rem dengan keras, mobilnya berhenti tepat di depan mereka. Tatapan ketakutan terpancar dari wajahnya saat Hendra menyadari bahwa situasinya sangat serius.“Sialan! Siapa orang-orang ini?” umpatnya sendiri.Hendra mencoba mempertahankan ketenangannya, akan tetapi jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Dia dapat melihat ketiga pria, dengan tatapan tajam yang penuh dengan kemarahan mengarah kepadanya. Namun Hendra bisa merasakan kekuatan dan keberanian yang mereka miliki.“Mereka ada tiga orang! Bagaimana caraku menghadapi mereka?” Nyali Hendra mulai menciut melihat badan kekar dari orang-orang itu. “Hei! Laki-laki bi