Sewaktu aku membungkamnya dengan pertanyaan terakhir, mantan suamiku tidak bisa bicara apapun, hanya air mata menetes selalu dengan gontainya ia pergi meninggalkan kami begitu saja. Sama dengan kepergian yang pertama, kepergian kali ini juga tanpa pamit, tanpa permintaan maaf atau kata-kata yang sekiranya bisa mengobati luka hati. Tapi percuma mengharapkan seseorang mengobati luka hati, sementara kesalahannya begitu fatal, sulit dimaafkan dan mungkin sejak trauma yang ia tinggalkan akan melekat seumur hidup. Ting!Ada pesan dari manajer utama, untuk pertama kalinya aku terkejut membacanya tapi kemudian santai saja.(Kurasa ada yang salah dengan masalah laporan dana yang dicairkan untuk proyek kesejahteraan. Ada manipulasi data dan daftar penerima yang digembungkan."Aku hanya tertawa menanggapi kecurigaan itu, sulit baginya untuk membuktikan kesalahanku karena aku bermain dengan cara yang amat terselubung. Aku tidak mengambil sesuatu dalam jumlah besar melainkan mengambil 2 sampai
"Hei, jangan buru-buru Pak, kalaupun itu akan terjadi kita mungkin harus saling mengenal.""Aku telah mengenalmu dalam 4 bulan lebih, cara bicara, gesture, perbuatan dan semua yang kau lakukan telah kuketahui.""Santailah Pak, akan kuambilkan Wine," ujarku sambil melepas pegangan tangannya dari tanganku. Kulakukan itu demi mencairkan suasana. Keadaan sempat tegang dalam beberapa detik begitu para tamu undangan melihat dia memegang tanganku, seorang bos memegang tangan asistennya. Ouh, itu benar-benar akan jadi skandal andai aku tidak mengendalikan ekspresi dan keanggunanku. Beberapa wanita berbisik saat aku berjalan dengan santai mengambilkan segelas anggur, meski orang yang sedang berkumpul dan membicarakan diri ini aku hanya mengulas senyum tipis, lalu kembali berjalan ke arah bosku dan memberikannya minuman tersebut lantas kubiarkan dia membaur dengan kolega dan rekan bisnisnya. "Berbaurlah, Pak. Saya akan menjauh.""Kenapa apa ajakanku untuk menikah terdengar menyeramkan?"Aku
"oh saya paham!" Dan sontak tatapan bosku berubah kembali, dia tersenyum begitu lebar dan mendekat ke arah wanita itu. "Baik Nyonya, akan saya tanggapi keluhannya dan akan saya hukum orang yang telah mengambil hak calon suami Anda.""Anda yakin Tuan?" Aruni sudah terlihat senang. "Ya saya akan menghukum jadi membuat dia jadi asisten saya seumur hidup!""Hah, kenapa begitu!"Aku tahu aruni berharap kalau aku akan dipecat tapi laporannya membuatku semakin dekat dengan bosku."Aku tidak akan membiarkannya melakukan dosa untuk kedua kalinya, alih alih mengganggu hubunganmu dengan mantan suaminya, aku akan menghukumnya dengan cara membuat dia tinggal di rumahku tanpa bisa keluar ke manapun." "Tapi bagaimana bisa?""Aku akan menikahinya, kau tenang saja. Kalau dia jadi istriku kau tidak akan terganggu," jawab Tuan Reinald sambil tertawa. Wanita itu seketika mencebik dan merajuk. Dia menatap dan memicingkan mata ke arahku, nampak tidak puas tapi tidak bisa berbuat banyak. Senyum dan jaw
Pesta bergulir sampai jam 12.00 malam, bosku minum bersama rekan-rekannya, sampai dia setengah mabuk dan sempoyongan. Seperti biasa aku dan ustadz pribadinya membantu pria 40 tahun itu menuju ke mobilnya. Kami menaikkan lelaki itu ke mobil lalu sedikit mengendurkan dasinya, kemudian aku minta sopir untuk membawanya segera pulang. "Tunggu!" Pria itu memegang tanganku. "Antar aku!""Ini sudah malam Pak, saya harus pulang, supir anda akan mengantar anda.""Tidak, kau harus mengantarku!" Jawabnya bersikeras, dia yang mabuk dan terlihat sudah tak kuasa bergerak lagi, membuatku terpaksa mengikuti keinginannya. Aku terpaksa masuk ke mobil sebelum ia berteriak dan membuat malu semua orang. *Di perjalanan, Lelaki itu bernyanyi, tertawa dan terus menetapku sementara sopir yang ada di depan kami terus melirik diri ini dari kaca tengah. "Maaf ya Nyonya mohon dipahami," ujar supir tersebut."Kalau tuan mabuk selalu begini?" "Ya, Nyonya. Walau terlihat senang sebenarnya beliau sangat sed
"Kenapa kau lakukan ini padaku!" Lelaki itu menatapku dengan bola mata berkaca-kaca sekaligus berkilat penuh kemarahan. Aku tidak mengerti dia marah tentang apa, dia marah karena semalam bosku mengumumkan sesuatu tentang kami ataukah ini tentang gaji dan tunjangan yang dipotong."Apa maksudmu, memangnya Apa yang kulakukan?" Aku bertanya dengan santai sambil menatapnya dan jariku tetap berada di atas keyboard komputer. "Kenapa kau potong tunjangan kesehatanku. Aku belum pernah sakit sama bekerja jadi aku berhak untuk klaim uangnya, kenapa kau hapus tunjangan itu.""Jawabannya sederhana. Karena kau tidak menggunakannya jadi kualihkan pada karyawan yang rentan sakit dan pekerjaannya jauh lebih penting darimu," balasku sambil melipat tangan di dada. "Tapi semua orang berhak atas asuransi kesehatan kenapa hakku sebagai karyawan?""Karena aku adalah kepala kesejahteraan jadi akan kulakukan mana yang bagus menurutku," balasku. "Kau tahu aku memerlukannya kan?""Untuk apa? Untuk menikah a
Selagi bersama bosku yang asik menikmati pijitan di kakinya, Pria bodoh itu masih menonton televisi sementara aku sibuk berpikir bagaimana cara mendapatkan setengah dari kekayaannya. Satu-satunya hal yang akan membuatku mendapatkan itu adalah menikahinya dan aku harus memastikan bahwa dia sedikit-sedikit akan menumbuhkan kepercayaannya padaku lalu aku bisa merebut hatinya. "Apa kau tidak lelah?" tanyanya tertawa kecil."Sangat lelah, tapi saya harus bekerja!""Ini bukan lagi jam kerja.""Atasan saya meminta saya melakukan sesuatu, Jadi saya harus patuh!" "Benar juga! Tapi apa kau bisa menjamin kesetiaanmu padaku, dan betapa kau akan bersikap loyal sampai akhir?""Entahlah, tergantung kebaikan anda pada saya," balasku mengangkat bahu. "Apa kemurahan hatiku yang kau inginkan?""Saya ingin anda memaafkan saya dan memberi saya kesempatan. Saya tidak akan mengulangi kesalahan saya.""Masalahnya... Jika seseorang merusak kepercayaanku, maka selamanya, aku tidak akan pernah mendengar mer
Aku tertegun dengan pemandangan itu kaget bahwa apa yang dijanjikan bosku ternyata terjadi sesuai dengan ucapannya. Dia mengirimkan beberapa orang untuk memberikan wanita itu pelajaran dan aruni mendapatkan malam terburuk dalam hidupnya.Boleh jadi setelah ternodai, wanita itu akan syok dan trauma, Mungkin dia harus ke rumah sakit untuk merawat diri dan melaporkan semua ini ke kantor polisi, atau bisa jadi dia akan menutupi aibnya sendiri dan bertahan dengan luka itu sampai akhir hidup. Yang pasti, tidak ada hal yang menguntungkan untuknya.Aku merasa bersalah atas akibat yang harus dituainya sekarang, tapi kupikir itu adil dan sepadan dengan harga keluarga yang ia hancurkan. Kemarin anak-anakku bahagia berkumpul dengan kedua orang tuanya tapi sekarang kami terpisah dan harus hidup seadanya, keluarga kami hancur dan bahkan untuk bertemu ayahnya anak-anak harus buat janji dulu. *Aku berangkat kerja seperti biasa, berjalan dengan anggun lalu meletakkan ID pengenal di gerbang utama s
Sejak saat itu Bosku berubah menjadi pendiam, dia yang dulu perhatian dan murah senyum padaku tak pernah lagi menyapa. Biasanya dia suka mampir ke meja kerjaku untuk menanyakan kabar tapi sekarang dia seperti hilang ditelan bumi. Sehari-hari dia pergi bersama staf kepercayaan dan mengunci dirinya di dalam kantor pribadinya. Sibuk memeriksa berkas dan kontrak tanpa memperdulikan apapun yang ada di luar dinding ruang kerjanya. Tidak ada petugas yang boleh masuk kecuali orang yang dia inginkan atau tamu yang diundangnya. Meski aku berusaha menemui untuk menyerahkan laporan atau sengaja membuat alasan agar bisa minta maaf, tapi dia tak mau menjumpaiku.Aku seperti berada di tengah timbangan, berdiri di antara dua laki-laki problematik yang tak mau lepas dariku. Salah satunya mantan suamiku yang terus menyalahkan takdir buruknya pada diri ini dan satu lagi berharap aku mau menikahinya tanpa Cinta. Hahaha, sikapnya entah naif atau konyol, tiba-tiba mengajak seorang wanita menikah, seolah
*Menjelang liburan ke Eropa, intensitas kesibukanku semakin meningkat, aku harus memberikan pembekalan pada tim marketing dari orang-orang yang ada di toko agar menjaga kinerja mereka selama aku tidak berada di Indonesia. Aku juga melatih asisten rumah tangga dan penjaga anak-anak agar mereka tetap disiplinkan seperti biasa. Hanya libur di hari Sabtu dan Minggu dan tetap melakukan les tambahan belajar di hari biasa. Tak lupa juga kutekankan agar para pengasuh tetap menyuruh anak-anak disiplin beribadah, juga kuberitahu asisten rumah tangga baru untuk mengurusi obat herbal mertuaku. Mereka harus minum itu setiap pagi sebelum sarapan, jadi asisten harus menyiapkannya dalam keadaan hangat. *Keberangkatanku ke Eropa adalah hal yang paling membuatku antusias. Setelah tujuh bulan menikah, untuk pertama kalinya aku dan Mas Renaldi akan punya waktu berdua saja tanpa kehadiran anak-anak dan kerabat lainnya. Benar-benar hanya aku dan dia saja tanpa asisten atau bodyguard yang mengikuti ka
*"Kulihat-lihat usahamu maju ya," ucap Lorena saat dia berkunjung ke butik tempat mendesain produk dan menjual barang. Aku yang cukup kaget dengan kedatangannya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk tipis. "Iya, Alhamdulillah.""Aku tahu kau tak senang aku datang ke sini.""Tidak juga, hanya saja... tumben." Aku sedikit bingung kenapa dia mengunjungiku, ada kecanggungan di antara kami yang membuat aku dan dia hanya saling menatap tanpa bicara lagi."Apa kau senang dengan bisnis ini.""Aku senang, merasa beruntung ada tim marketing dan support yang memadai. Mas Renaldi memberiku kesempatan dan dukungan, tanpa dia mustahil merkku terjual dengan cepat.""Aku yang memberinya saran untuk menggunakan tim marketing dan orang-orang yang terpilih.""Kalau begitu terimakasih," balasku pada wanita berambut panjang itu."Ya kau pantas mendapatkannya."Aku tertawa karena untuk pertama kalinya dia bilang aku pantas mendapatkan sesuatu. "Tumben.""Dipikir-pikir kau memang pantas mendapatkanny
"gimana aku nggak marah kalau kamu nggak adil. Kamu juga membiayai wanita yang unik itu untuk membuka usaha dan memberikan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Jomplang sekali dengan pelayananmu pada anak kita.""Kalau begitu biarkan clarra bersamaku, biar dia tinggal denganku maka akan kuberikan perusahaan itu untuknya!"Wanita itu terdiam sepertinya dia keberatan untuk menyerahkan clarra kepada Mas Rinaldi karena jika Clara pindah bersama kami maka wanita itu tak akan punya cara lagi untuk mendapatkan uang bulanan dari Mas Renaldi. Hebat sekaligus licik sekali, saat dia sendiri sudah punya suami tapi masih mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Lima ratus juta perbulan, untuk uang sekolah dan kebutuhan Clara yang sebenarnya tidak akan sebanyak itu. Tapi aku tidak punya hak untuk keberatan pada pemberian suamiku untuk anaknya, itu adalah urusan pribadi yang tidak boleh diganggu gugat."Pulang dan nikmati hidup dengan suamimu, bukankah kau sangat mencintainya! Selagi aku masih m
Sesuai dengan janji Mas Renaldi yang akan pergi ke sekolah anak-anak demi menegur orang-orang yang telah mengganggu mereka dan meminta kepada gurunya agar lebih berhati-hati. Suamiku mengunjungi tempat itu pukul 10.00 pagi dan dikabarkan padaku oleh asisten pribadinya Pak Dedi. Pria yang sudah 15 tahun jadi asisten Suamiku itu bilang kalau Mas Renaldy mengancam kepala sekolahnya, dia bilang tidak boleh Ada kesenjangan di sekolah tersebut, meski muridnya berasal dari latar belakang yang berbeda. "Bukan cuma anak orang kaya atau indo saja yang boleh menikmati fasilitas bagus, bahkan anak-anak dari kalangan menengah ke bawah dan latar belakang biasa saja mereka bisa menikmati pendidikan yang lebih baik dari sekolah umum.""Oh dia bilang begitu ya pak?""Iya Bu, Bapak juga bilang kalau tindakan bullying ini masih berlanjut maka beliau akan melaporkan ini ke dinas pendidikan dan mengadakan rapat pertemuan wali murid yang bisa berujung pada penutupan sekolah.""Wah, itu menakutkan juga Pa
Kilau matahari menerangi kamarku, desir angin meniupkan tirai kamar yang terbuat dari kain satin, pintu balkon meniupkan hawa dingin ke arahku.Lembut gaun satin yang membungkus tubuh seakan memanjakanku, ditambah dengan nyamannya tempat tidur dan mewahnya kamar kami, aku seperti seorang ratu di istana sendiri. "Kalau pintunya terbuka berarti Mas Renaldi sudah pergi," gumamku sambil bangun dari tempat tidur dan menyibak selimut.Saat membuka pintu kamar, asisten rumah tangga yang kebetulan lewat menyapa dan membungkuk hormat. "Selamat pagi Nyonya l, mau sarapan apa pagi ini? Mau dibawakan ke kamar atau sarapan bersama mertua nyonya. ""Tidak apa, saya akan ambil sendiri," balasku. Terbiasa mengurus diriku sendiri sedikit membuatku canggung saat seseorang menawariku hendak makan apa dan diantar ke mana. "Nyonya ada kegiatan hari ini, kalau ada kami akan siapkan pakaiannya.""Tidak ada Mba, terima kasih atas bantuannya.""Dengan senang hati Nyonya," balasnya sambil tersenyum dan mela
Setelah menenangkan anak-anak atas insiden yang terjadi di meja makan, aku langsung menemui suamiku yang sedang menghibur putrinya di ruang keluarga lantai dua. Gadis cantik dengan gaun berwarna peach itu, nampak begitu murung dan menundukkan kepalanya. "Maafin papa ya, kamu baru berkunjung ke sini dan sudah menyaksikan keributan kami.""Ga apa Pa, aku sudah lama mau ketemu papa juga.""Keadaannya sekarang Papa sudah punya istri kamu nggak papa kan?""Iya.""Kamu sudah kenalan sama tante Hanifah?""Belum sempat.""Kalau begitu mari kita berkenalan," ucapku kepada anak itu sambil mendekat dan berjongkok di hadapannya. "Namaku Hanifah, namamu siapa?""Clarissa putri," balasnya. "Kamu cantik sekali, garis wajahmu sangat mirip dengan kedua orang tuamu," pujiku sambil membelai perlahan di pipi gadis kecil itu, mata indah dan hidungnya yang mancung mirip ayahnya, sementara garis bibir dan wajahnya mirip ibunya. Dia tak bosan dilihat, fitur wajahnya seperti perpaduan antara orang Indonesi
"Kau tidak pantas berkata seperti itu Pricilla! Beraninya wanita yang kabur dari suaminya mengomentari wanita lain!" balas suamiku yang mencoba membela diri ini. "Kupikir istrimu adalah anak pengusaha dari Singapura tapi ternyata hanya wanita kampungan ini. Ya ampun, apa Kau terlalu putus asa untuk move on dariku ataukah ini hanya sekedar aksi balas dendam?" tanya Pricilla yang sudah membuat keadaan makin memanas dan tidak nyaman. "Sebaiknya mari kita makan," ucap ibu mertua sambil memberi isyarat pada semua orang agar bergabung ke meja makan, di meja panjang itu koki dapur telah menyiapkan aneka hidangan, ada sup rumput laut dan makanan herbal khas Tiongkok khusus dibuat untukku. Ada kue dan penganan lain yang juga tak kalah menggugah selera. "Ayo jangan bicara saja, mari kita rayakan momen baik ini dengan makan bersama dan saling membuka hati untuk berdamai.""Mi, apa Mami yakin? Apa yang membuat Mami tiba-tiba membuka hati pada orang miskin. Bukankah standar Mami selama ini sa
Aku tahu ada besar resiko yang kuambil setelah memberi pelajaran kepada Lorena. Andai wanita itu mengadu, pasti ada pertarungan antara aku dan Mas Renaldi, lalu jika suamiku disuruh memilih, dia pasti akan mengutamakan kerabat dibandingkan istrinya yang baru saja bergabung dalam keluarganya.Baru masuk dalam keluarga kaya dan harus beradaptasi dengan kebiasaan mereka yang agak feodal membuatku sedikit kesulitan tapi aku mampu belajar. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kehidupanku di antara orang-orang kaya ini, tapi satu-satunya hal menyebalkan hanyalah Lorena. Entah apa yang akan dia katakan pada suamiku, bagaimana pula ia menjelaskan pada keluarganya mobilnya rusak karena apa, boleh jadi ini ada pelajaran yang akan membuatnya berhenti menggangguku atau bisa juga itu adalah batu loncatan untuk membuatku diusir dari tempat ini."Kau sudah pulang?" tanya suamiku, agak kaget diri ini mendapatinya pulang lebih cepat dariku. "Iya, Mas.""Aku menunggumu dari tadi.""Aku keluar sebentar
*Kutunggu lelaki itu sampai dia pulang dari kantornya, setelah makan malam kami duduk bersantai di balkon rumah, kubawakan segelas kopi untuknia dan suamiku tersenyum senang menerima itu. "Gimana hari ini, apa semuanya lancar?""Iya, Alhamdulillah. Akhir-akhir ini aku senang pulang ke rumah karena seseorang selalu menunggu dan menanyakan hari-hariku. Terima kasih sudah jadi istri yang menyenangkan.""Sama sama, tapi ada hal yang membuatku sedikit tak senang.""Apa itu.""Maafkan aku, tapi aku keberatan Mas melibatkan Lorena dalam semua urusanku. Aku ingin mengatur usahaku sendiri dan tolong percayakan semuanya padaku.""Dia hanya mengelola modal untukmu." "Bila semua harus melewati dia, maka aku memilih untuk tidak memiliki bisnis dari modal perusahaanmu. Aku akan menabung pelan-pelan dan mengembangkan bisnis sendiri."Lelaki itu tertawa sambil menggelengkan kepalanya, dia memandangku sambil tersenyum."Sebenarnya ada apa? Jangan terlalu ambil hati masalah Lorena, kau tahu sendiri