🌹Tidak semua orang datang sebagai pasangan, beberapa orang akan datang sebagai pemberi pengalaman.**"Hah? Apa?" tanya semua orang yang ada di ruangan itu kaget. "Mas Agus tidak sedang bercanda kan?""Mas Agus kan orang yang tahu agama. Hal seperti talak itu bukan hal pantas untuk dibuat bercanda."Agus tersenyum. "Benar. Talak itu adalah hal yang tidak bisa digunakan untuk bercanda. Karena memang saya tidak berniat untuk bercanda.""Apa? Kenapa? Apa salah Leni, Gus? Jawab Mama! Len, kenapa kamu diam saja? Seharusnya membela diri dong!"Mamanya memandang ke arah Leni yang duduk di sebelah Agus. Jarinya gemetaran dan wajahnya memucat. "Ada apa ini? Ayo katakan, Gus. Jangan bertele-tele! Apa karena ada perempuan lain dalam rumah tangga kalian?" tanya mertuanya berang. "Tak kusangka, awalnya kamu terlihat setia, Gus. Tapi sekarang kamu mendua? Apa orang tuamu tahu tentang hal ini?""Bukan ada perempuan lain. Tapi ada laki-laki lain.""Mas Agus, jangan! Kumohon!" Leni menatap Agus den
🌹Aku mengatakan cinta padamu bukan agar kamu membalasnya. Tapi agar kamu mengetahui perasaanku. Itu saja. **Mendadak kepalanya menjadi pusing dan matanya berkunang-kunang.Rudi terduduk di bangku panjang depan ICU. Pikirannya sibuk mencari-cari cara untuk mengobati ibu dan kakaknya. "Ck, pusing sekali. Lebih baik aku pulang dulu. Siapa tahu aku bisa menemukan jalan keluar kalau sudah diskusi dengan Nilam."**"Gimana kondisi mama dan mbak Leni, Mas?" tanya Nilam sambil menyajikan teh pada Rudi. Rudi pun menghela nafas berat lalu menceritakan semua perkataan dokter pada Nilam. "Astaga, jadi resepsi kita diundur?"*Tentu saja diundur. Selain karena mama dan mbak Leni yang sakit, aku juga nggak punya biaya untuk mengadakan acara resepsi.""Tapi kamu ada uang untuk biaya operasi mama kan?""Nah, itu juga. Aku pun bingung memikirkannya."Rudi menoleh sesaat pada Nilam. "Nilam, kamu sekarang sudah sah kan menjadi istriku?" Nilam mengangguk. "Tentu saja. Walaupun kita hanya nikah siri
🌹Kalau ada kata-kata yang membuatmu sedih, menunduklah dan biarkan kata-kata itu melewatimu, agar tidak lelah hatimu. **"Jangan larang aku untuk menghajarnya! Apa kalian tahu kalau laki-laki itu yang telah membuat kakak dan mamaku kritis di ICU?" teriak Rudi yang masih diseret keluar dari restoran oleh teman-temannya. "Sst, jangan membuat keributan di sini, Rud! Kamu nanti bisa ditangkap polisi. Apa kamu tidak dengar ancaman satpam restoran tadi?" tanya temannya. "Rudi! Ayo masuk dulu ke dalam mobil. Kamu duduk di sebelah saya. Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu!" seru kepala divisi. "Tapi Pak, saya harus bisa membuat mantan kakak ipar saya bertanggung jawab pada keluarga saya!" seru Rudi tak mau kalah. "Rudi, masuk ke dalam mobil atau saya laporkan kelakuan buruk kamu pada HRD agar memecat kamu!" ancam kepala divisi Rudi dengan nada dingin.Rudi pun mau tidak mau dengan bersungut-sungut masuk ke dalam mobil perusahaan. Suasana di mobil menjadi lengang. Beberapa teman R
Bungkus obat kosong itu bertulisan folav*t. Vitamin yang sama yang diminum Rani saat dia hamil dulu."Ini kan vitamin hamil? Siapa yang hamil di rumah ini?" batin Rudi.Rudi membawa bungkus vitamin itu ke dalam kamarnya. Lalu membangunkan Nilam dengan paksa. "Nilam, bangun!" Rudi menepuk-nepuk pipi Nilam.Nilam pun terpaksa membuka matanya meski masih mengantuk karena merasakan tepukan tangan Rudi yang dingin. "Ada apa sih, Mas? Ganggu orang tidur saja." Nilam menatap suaminya dengan mata setengah terpejam. "Kamu itu yang ada apa? Kamu hamil ya? Lihat ini!" Rudi mengulurkan bungkus obat yang sudah kosong ke hadapan Nilam. Wajah Nilam seketika memucat. Hilang sudah rasa mengantuk yang sedari tadi menggayuti matanya. "Apa kamu hamil?" tanya Rudi dengan ekspresi dingin. "Eng-gak, Mas.""Lalu obat ini punya siapa? Hanya tiga orang di rumah ini. Maya tidak mungkin hamil karena dia bahkan tidak punya pacar!""Obat itu sebenarnya ..," "Kamu kira aku tidak tahu kalau itu vitamin hamil?
🌹Jangan mau berperan seperti lampu hijau. Yang sudah ditunggu lama, tetapi lalu ditinggalkan.**Flash back on. [Gaess, aku membutuhkan bantuan.]Akhirnya Leni menurunkan harga dirinya dan menghubungi teman-teman satu gengnya untuk membantunya membalas dendam pada Agus. [Ada apa, Len?][Aku tidak bisa menceritakan pada kalian sekarang. Lebih baik kita ketemu langsung dan sharing. Tolong aku!][Oke. Baiklah. Share loct saja dimana dan kapan waktu pertemuannya.][Nanti sore jam 4 di kafe resto Red rose.]***"Jadi, ada apa Len? Sepertinya kamu tertimpa masalah berat?""Iya. Katakan saja masalah kamu dengan jujur. Kalau kami bisa bantu, kami pasti akan bantu.]Leni menatap ke arah teman-temannya. Sejenak merasa ragu untuk mengatakan secara jujur tentang masalahnya. Pasalnya selama ini dia selalu mencitrakan kehidupan pernikahan yang sempurna diantara kehidupan teman-temannya yang menjadi simpanan atau bahkan diselingkuhi oleh suaminya. "Aku ... ditalak oleh Mas Agus."Keempat teman
🌹Apa kamu tahu, kenapa pelangi hanya setengah lingkaran?Karena setengahnya lagi berada di matamu. **Flash back onRani menatap mbak Leni dan Agus bergantian dengan perasaan campur aduk. 'Maksudnya sabotase pernikahan itu apa? Jangan-jangan yang dimaksudkan mas Rudi adalah tentang Nilam? Apa mas Agus yang telah menyuruh Nilam untuk menggoda mas Rudi?'Rani menatap Leni yang sedang berorasi di panggung tanpa berkedip. 'Dia sungguh tak tahu malu. Sudah ditalak dan diceraikan, justru mengumbar aibnya dan menyerangku yang tidak berbuat apapun,' batin Rani kesal.'Tapi setelah kupikirkan lebih lanjut mas Agus juga keterlaluan. Dia menyuruh laki-laki untuk menjebak istrinya agar mereka bisa bercerai? Wah, benar-benar menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Lalu bagaimana kalau seandainya setelah menjadi istri mas Agus nanti, mendadak dia jatuh cinta pada perempuan lain?Bisa-bisa aku didepak dari kehidupannya. Atau bahkan dia akan menggunakan segala cara untuk menyingkirkanku d
🌹Wajah kamu emang seperti orang susah. Susah untuk dilupakan.**Rani tersenyum dan mengangguk. "Nama saya Rani, Mas.""Mbak Rani, terimakasih sudah menolong anak saya.""Sama-sama. Saya seperti pernah melihat Masnya."Toni terdiam dan mengerutkan keningnya. "Iya sih. Saya sepertinya juga pernah melihat Mbak Rani. Tapi di mana ya?""Mas Toni dulu bekerja dimana?""Di PT Fishdenia Frozen food."Mata Rani terbelalak saat dia mendengar nama pabrik tempat Rudi bekerja. "Mas Toni kerja di Fishdenia?"Toni mengangguk mantap. "Kenapa?""Itu tempat kerja mantan suami saya, Mas.""Mantan kerja suami Mbak Rani? Namanya siapa?""Mas Rudi," tukas Rani lirih. Selalu ada sakit yang terasa di dalam hatinya saat mendengar atau menyebutkan nama itu. Sakit yang tidak berdarah. Mata Rudi membulat mendengar nama temannya disebut. "Rudi? Rudi Hartono?"Kini giliran Rani yang tercengang. "Mas Toni kenal?""Kenal banget, Mbak. Dia salah seorang teman saya di divisi produksi. Bahkan meja kami berdampinga
🌹 Kadang orang jahat itu berawal dari orang baik yang tersakiti. **Flash back on."Ada apa lagi, Ran? Bukankah kamu sudah bertekad untuk tidak mau menerima lamaranku?""Ya Mas. Sekali lagi aku minta maaf.""Katakan saja apa yang ada di hatimu dan jangan buang-buang waktu!""Baik. Aku cuma ingin bertanya pada Mas Agus, apa mas tidak merasa sakit hati pada perbuatan mbak Leni yang dengan semena-mena mempermalukan orang tua mas Agus saat acara perayaan ulang tahun pernikahan?""Memang ada apa? Apa ada urusannya denganmu?""Mas Agus, kumohon. Jangan dendam seperti ini. Aku tahu mungkin mas Agus masih sakit hati karena aku tidak bisa menerima perasaanmu, tapi tak bisakah mas juga memperlakukanku sebagai adik seperti Mas memperlakukan Widuri?" tanya Rani dengan tatapan memohon. "Aku yakin dengan apa yang mas miliki sekarang, mas pasti akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku. Aku mohon, Mas. Maafkan aku. Aku ingin kita bekerja sama."Mau tak mau Agus menjadi iba. "Sebenarnya a