“Heh bangs*t!” amuk Galuh. “Sudah Gal, sudah.” Rajendra menahan kedua tangan Galuh dari belakang saat Galuh hendak menerjang laki-laki yang kedua tangannya sudah diborgol dan baru dipertemukan dengan mereka setelah penangkapan, Xander. Xander hanya menunduk dalam di bawah pengawasan dua petugas polda. Galuh sangat menyeramkan jika sudah menyangkut tersangka penggelapan dana di kantornya. Ia tidak akan lagi memiliki belas kasihan sekalipun sang tersangka memohon ampunan di kakinya. Galuh mendengus kencang saat Rajendra melepaskannya, jika mereka tidak berada di dalam kantor kepolisian, Xander sudah pasti akan habis di tangannya. Rajendra menepati ucapannya untuk membantu mengumpulkan bukti yang ia miliki dengan tuntutan yang diberikan kantor mereka pada tersangka. Tidak membutuhkan waktu lama Xander diringkus dalam kamar hotel di Jakarta dengan sedikit drama mendebarkan jantung. “Kita balik saja, pengacara k
"Jangan di pegang, sakit banget.” Yudith berseru saat Rajendra hendak memeriksa kakinya yang luar biasa sakit. “Kamu kenapa mengejar dia? dia akan tertangkap enggak lama lagi.” Rajendra mengeluarkan ponsel dari saku dan menghubungi Galuh.“Sory aku angkat, astaga kamu benar-benar.” Dengan suara cemasnya Rajendra mengangkat tubuh Yudith di bawah tatap begitu banyak orang dan tawaran mencarikan taksi yang segera ia tolak karena ia membawa mobilMenceritakan dengan singkat kejadian yang menimpa Yudith serta meminta Galuh segera menyusul ke rumah sakit sementara ia yang akan membawa Yudith secepatnya. Memasukkan Yudith ke UGD saat tidak lama Galuh dan Elana sampai sana dan memberondong Rajendra dengan pertanyaan kejadian lengkapnya.“Shit.” Galuh mengumpat dengan mengacak rambutnya.“Kenapa Yudith nekat sekali sih? memangnya elu enggak bisa tahan dia sebelum mengejar itu orang?” Pertanyaan menyudutkan Galuh dijawab Rajendra dengan hela nafas panjang.“Yudith tiba-tiba lari
“Susah ya pakai kruk?” Rajendra memberikan tas Yudith sebelum meninggalkan pelataran rumah sakit setelah selesai cek up. “Susah, setidaknya kaki aku enggak akan lupa fungsi dia untuk jalan. Aku enggak banyak gerak juga, mama akan teriak-teriak kalau lihat aku banyak jalan,” papar Yudith.Rajendra mengangguk. “Tentu saja memang harus di marahi kalau enggak menurut. Syukur enggak sampai patah. Bisa panjang urusannya.” “Panjang urusannya?” ekor Yudith. “Iya tentu saja, aku bukan hanya di marahi mama kamu tapi pasti digebuki,” ringis Rajendra. “Tunggu ... kapan mama marah sama kamu?” Yudith mengerutkan kening dalam. “Iya ... di depan ruang UGD saat dihubungi Galuh kalau kamu cidera. Mama kamu saat melihat aku di sana langsung memarahi aku, beliau pikir kamu cidera karena aku. Setelah Galuh ceritakan baru enggak marah,” ringis Rajendra. “Oh ya? kok mama enggak bilang sama aku? aba
“Peringatan dari mama lebih menyeramkan, bukan? jadi berhenti saja.” Yudith mengatakan melalui telepon pada malam hari saat Rajendra menghubunginya. Terdengar kekeh panjang dari Rajendra sebelum menjawab pernyataan Yudith. “Aku sudah tahu dari awal kok risikonya, tidak akan pernah mudah. Bukan berarti aku akan berhenti saat mendapatkan peringatan dari mama kamu. Justru kalau aku berhenti, itu menunjukkan aku memang sepengecut itu. Enggak bersungguh-sungguh, aku siap menghadapi seribu penolakan dari kamu dan mama kamu. Kamu belum tidur memangnya jam segini?” Rajendra membelokkan pembicaraan agar Yudith tidak terus mengingatkannya dari peringatan mamanya. “Sudah mau tidur, kamu malah telepon. Sudah matikan saja,” desah Yudith pasrah. Di dalam kamarnya yang berwarna putih moca, Yudith berbaring miring dengan menumpukan kaki kiri pada bantal. “Oh ya sudah, night Yudith .... “ Yudit
Yudith mendengus akan tetapi rona wajahnya tidak dapat ia sembunyikan. Ia segera berdiri dan meraih kruk untuk kembali melangkah ke teras rumah. Rajendra meletakan kembali pakan ikan ke tempatnya sebelum menyusul Yudith ke teras. “Kamu sudah makan belum? kita makan dulu bagaimana? sebelum aku kembali ke kantor? Mama kamu pasti akan seharian di rumah Galuh kan? nanti kamu bisa kelaparan sendirian dengan kaki sakit.” Rajendra mengambil jas yang ia sampirkan ke kursi besi. “Memangnya aku enggak ada makanan di rumah? ada mbak yang masak selama aku sakit,” gerutu Yudith.Rajendra terkekeh kecil. “Iya maksud aku, aku mengajak kamu makan di luar bukan berarti di rumah kamu enggak ada makanan. Ayo, aku tunggu kalau mau ganti baju.” Yudith diam sebentar, kemudian mengangguk kembali masuk ke dalam rumah dengan langkah perlahan. Sementara Rajendra menunggu dengan membuka pintu mobilnya terlebih dahulu dan meletakan jas di bangku belak
“Hei hei hei, apa-apaan ini dempet-dempetan?” Galuh mendorong dua bahu yang saling menempel dengan kepala menunduk dari belakang. Yudith memukul lengan Galuh dengan tawa saat ia beserta kursi yang diduduki di dorong sekaligus oleh sepupunya agar menjauh dari kursi Rajendra. “Ini loh Bang, aku lagi kasih lihat chat Maharani ke Rajendra. Belum aku temui tentu saja,” jawab Yudith. “Siapa Maharani? Untuk apa kamu menemuinya? Kamu belum cerita, Dek.” Galuh duduk di antara Yudith dan Rajendra usai menarik sebuah kursi.Yudith meringis. “Istrinya Xander, makanya ini aku panggil Abang. Mau bicarakan dia, Maharani maksudnya.” “Istrinya Xander? Ngapain dia chat kamu? mana sini aku lihat.” Galuh mengambil ponsel Yudith dan membaca isinya dengan cepat. “’Wah ... gila ... ini gila .... “ “Tidak mengerti hukum, dia panik dan frustasi kalau menurut aku.” Rajendra menjawab ringan.
“Jangan terlalu percaya diri, urusan saya di sini adalah sebagai pengacara bapak Xander dan ibu maharani. Bukan Anda yang ingin kami temui, melainkan ibu Yudith.” Clara berbicara dengan ketenangan, seolah ia tidak ada urusan sama Galuh. “Lebih tepatnya pengacara kantor kami, bukan Yudith seorang. Jika Anda tahu bagaimana prosedurnya, tidak mungkin seorang pengacara meminta bertemu orang yang memberikan tuntutan tanpa di dampingi pengacaranya. Kalian mau melakukan pengancaman? Mau melakukan tindakan penyerangan lagi?” desak Galuh. Clara mendengus tanpa menjawab, sementara istri Xander hanya terdiam mendengarkan di samping pengacara. “Sepertinya saya buang-buang waktu saja ke sini. Kita bertemu dua hari lagi jangan cemas Ibu Maharani, di pengadilan tentu saja dan saya bisa pastikan semua tuntutan dari kamu akan dikabulkan hakim. Selamat siang.” Galuh yang bahkan belum duduk sedari datang menemui Maharani segera membalikkan ba
“Sumpah aku enggak tahan kamu pakai lipstik baby pink. Tolong maafkan aku, aku tahu aku seharusnya .... “ Perkataan Rajendra terputus mana kala kerah kemejanya ditarik dan kini ia yang melebarkan mata dengan apa yang dilakukan Yudith setelahnya. Prediksinya akan apa yang ia lakukan adalah paling jauh akan mendapatkan tamparan kemudian caci maki akan keluar dari mulut Yudith. Namun ternyata bukan hal itu yang dilakukan Yudith. Yudith membalas kecupannya dengan sebuah ciuman, bukan hanya menempelkan bibir namun ciuman seorang dewasa yang sesungguhnya. “Jangan jadi pengecut.” Yudith melepas ciuman sepihak mereka saat merasa Rajendra hendak membalasnya, ia sengaja melakukannya dengan membisikkan satu peringatan. “Aku bukan pengecut, aku takut kamu masih membenci aku,” desah Rajendra sebal karena ia belum sempat membalas sentuhan bibir Yudith namun sudah harus merelakannya. Yudith menahan tangan Rajendra yang hen