Pagi yang sangat indah menyapa kota Majalengka. Matahari terbit dengan gemilang, menyinari jalan-jalan dan bangunan-bangunan. Di pabrik tekstil yang megah, karyawan berdatangan dengan seragam biru yang rapi. Semua siap untuk memulai hari kerja, menghadapi mesin-mesin besar yang sudah berderu.Sudarta, yang memimpin sebuah pabrik cabang, duduk di ruangannya yang luas. Dia memandang melalui jendela, melihat para karyawannya bergerak dengan sigap. Suara mesin dan alat jahit mengisi udara, menciptakan harmoni industri yang menggetarkan.Namun, tiba-tiba, keheningan itu terputus. "Duarrr!" suara ledakan mengguncang seluruh pabrik. Salah satu mesin terbakar, menyemburkan api dan asap hitam. Karyawan-karyawan panik, berhamburan keluar dari area bahaya. Sirine alarm berbunyi dengan keras, memecah keheningan pagi. Semua orang berusaha mengendalikan situasi, tapi ketidakpastian dan ketegangan menguasai.Sudarta berdiri, hatinya berdebar. Dia melihat para karyawan berlarian, berusaha memadamkan
Pagi itu, Ruswanda mengaduk secangkir kopi dengan pandangan serius. Istrinya, ibu Ratih, duduk di seberang meja, menatapnya dengan khawatir."Wati," ucap Ruswanda, "perusahaan cabang kita dalam keadaan genting. Kebakaran itu bukan kebetulan. Sudarta pasti menjadi target."Ibu Wati menggenggam tangan Ruswanda. "Apa yang sebenarnya terjadi, Pah? Mengapa ada yang ingin menjebak Pak Sudarta?"Ruswanda mengangguk serius. "Aku akan pergi ke Majalengka dan melihat langsung kondisi pabrik. Kita harus tahu seberapa besar kerusakannya." Dia merasa tekanan semakin bertambah. Rahasia dan konflik yang tersembunyi menuntut keberanian dan ketekunan.Ibu Wati menggenggam tangan Ruswanda. "Berhati-hatilah, Pah. Kita akan menghadapi banyak hal."Ruswanda tersenyum. "Kita akan mengungkap kebenaran, Mah. Kita tidak boleh menyerah."Pagi itu, matahari terik menyambut Ruswanda dan Nayla saat mereka tiba di perusahaan cabang di Majalengka. Perjalanan dari Jakarta ke Majalengka memang lumayan jauh, sekitar 3
Nayla menatap alat tes kehamilan di tangannya, hatinya berdebar. Garis dua yang muncul menandakan sesuatu yang tak terduga. Dia berada di kamar mandi, terisolasi dari dunia luar. Suara Ruswanda, pacarnya, terdengar samar-samar melalui pintu.“Nayla sayang, apakah kamu sedang berada di kamar mandi?” Sahut Ruswanda di luar.Nayla menggigit bibirnya. Dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi kenyataan ini. Sejenak, dia merenung tentang perjalanan hidupnya. Bagaimana dia dan Ruswanda bertemu, jatuh cinta, dan menjadi pasangan yang tak terpisahkan. Mereka berdua selalu bercanda tentang masa depan, tentang memiliki anak, tentang membangun keluarga kecil yang bahagia.Namun, sekarang, garis dua pada test pack itu seolah menjadi garis kehidupan yang membelah hatinya. Di satu sisi, ada kebahagiaan dan harapan. Di sisi lain, ada ketakutan dan keraguan. Dia tidak pernah membayangkan bahwa momen seperti ini akan datang begitu cepat.Nayla merasakan detak jantungnya berpacu. Garis dua pada test pa
Malam itu, di bawah langit yang berkilauan dengan bintang-bintang, Marcel merasakan getaran yang lama terpendam. Cinta, seperti bunga yang kembali mekar setelah musim dingin, bersemi dalam dadanya. Namun, yang membuatnya terpana bukan hanya malam yang indah, melainkan sosok yang muncul di hadapannya: Endah.Endah, perempuan yang dulu menjadi pacarnya saat SMA. Wajahnya yang cantik, senyumnya yang menggetarkan, dan matanya yang penuh cerita, semua itu masih terpatri dalam ingatannya. Mereka berdua pernah berbagi tawa, mimpi, dan rahasia di bawah pohon rindang di halaman sekolah. Namun, waktu berlalu, dan jalan hidup memisahkan mereka.Kini, di malam yang magis ini, Marcel merasa seperti kembali ke masa lalu. Dia ingin mengulang momen-momen indah bersama Endah, menggenggam tangannya lagi, dan mengatakan kata-kata yang tak pernah terucap. Tapi apakah Endah masih mengingatnya? Apakah cinta mereka bisa mekar kembali seperti bunga di musim semi?Marcel memandang langit, mencari jawaban di a
Pagi yang sangat cerah, matahari tersenyum melihat para pekerja bekerja dengan semangat menuju pabrik. Sudarta sudah berada di kantornya pagi-pagi, melihat kondisi karyawannya bekerja dengan semangat. Abidin, asisten keuangan, datang dengan membawa laporan bulanan.“Hari ini, laporan keuangan kita semakin meningkat, Pak Sudarta,” katanya dengan senyum lebar. “Para investor sudah banyak yang ingin bekerja sama dengan kita.”“Baiklah, terima kasih Abidin, saya simpan dulu laporan ini, ya,” jawab Sudarta sambil menerima laporan tersebut.Hari itu, suasana di pabrik sangat sibuk. Mesin-mesin berdengung, para pekerja bergerak cepat, dan aroma kopi pagi memenuhi udara. Sudarta berjalan mengelilingi pabrik, menyapa para pekerja dan memastikan semuanya berjalan lancar.Di sudut pabrik, seorang pekerja bernama Rina sedang berjuang dengan mesin yang macet. Sudarta mendekat dan membantu Rina memperbaiki mesin tersebut. “Terima kasih, Pak Sudarta,” kata Rina dengan wajah lega.“Tidak masalah, Rin
Ruswanda duduk di kursi kantornya, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Malam itu, setelah diusir oleh istrinya, Wati, dia tidak punya tempat lain untuk pergi. Kantor menjadi tempat perlindungannya, meskipun dingin dan sepi. Pagi yang cerah datang, tetapi hatinya tetap kelam. Karyawan-karyawannya mulai berdatangan, dan bisik-bisik mulai terdengar di seluruh ruangan.“Apa yang terjadi dengan Pak Ruswanda? Kenapa dia tidur di kantor?” tanya seorang karyawan dengan nada penasaran.“Katanya dia selingkuh dengan sekretarisnya,” jawab yang lain dengan nada berbisik, seolah takut terdengar oleh Ruswanda.Ruswanda hanya bisa mendengar bisikan-bisikan itu tanpa bisa membela diri. Dia tahu bahwa kebenaran lebih menyakitkan daripada gosip yang beredar.Suatu hari, Abidin, anak Mustafa, datang mengunjungi kantor pusat bersama Sudarta. Abidin adalah seorang pemuda yang penuh semangat, tetapi hari itu, semangatnya tampak redup. Dia melihat keadaan Ruswanda yang tampak lesu dan penuh beban.
Di pagi hari yang sangat cerah, Marcel duduk di bangku taman, merenungkan dilema besar yang menghantui pikirannya. Di satu sisi, ada Endah, wanita yang telah lama ia kenal dan kagumi. Endah adalah seorang guru yang penuh kasih sayang, selalu sabar dan bijaksana dalam mengajar anak-anak didiknya. Sifat keibuannya terpancar jelas, membuat Marcel merasa nyaman dan tenang setiap kali berada di dekatnya. Endah adalah sosok yang dewasa, mampu memberikan nasihat yang bijak dan selalu siap mendukung Marcel dalam setiap langkah hidupnya.Disisi lain, ada Rihana, gadis muda yang baru saja lulus dari universitas. Rihana adalah sosok yang ceria dan penuh semangat, selalu membawa keceriaan di setiap kesempatan. Namun, sifat kekanak-kanakannya masih terlihat jelas, membuat Marcel sering kali merasa ragu apakah Rihana siap untuk hubungan yang serius. Meskipun begitu, pesona dan energi positif Rihana membuat Marcel merasa hidupnya lebih berwarna dan penuh petualangan.Marcel teringat saat-saat indah
“Bagaimana Marcel? Apakah kamu sudah siap?” tanya ayahnya dengan senyum penuh arti. Marcel merasa heran dengan apa yang dikatakan ayahnya.“Ayah punya kabar baik untukmu, bagaimana jika ayah melamar Rihana untukmu?” Mendengar kata-kata dari Ayahnya, Marcel terkejut seperti mendapatkan angin segar darinya.“Ma, maksud ayah?” tanya Marcel tak percaya dengan ucapan ayahnya. Ayahnya pun menjelaskan lebih lanjut.“Iya, ayah akan melamar Rihana malam ini untukmu. Bapaknya sangat dekat dengan ayah, ternyata dia adalah teman lama ayah saat SMA dulu. Namanya Pak Subroto. Dia juga seorang investor di perusahaan Ayah.”“Jadi, mulai saat ini. Kamu harus rapi, malam nanti kita bertemu dengan keluarga Pak Subroto. Jadi, bersiap-siaplah! Potong rambutmu agar terlihat rapi dan berkesan. Semoga Rihana dan kedua orang tuanya bisa menerima kamu.” Marcel merasa tak percaya sehingga ia memeluk ayahnya.“Terima kasih ayah! Hari ini saya sangat bahagia, sekali lagi terima kasih banyak Ayah!” jawab Marcel be