Mahreen senang ilmunya terpakai juga pada akhirnya. Saat di Italia dan sebelum menikah, Mahreen sempat bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang interior namun setelah menikah, ilmunya langsung terkubur dalam-dalam bersama peraturan ketat dari sang suami yang tidak menginginkan istrinya untuk bekerja di luar rumah.
Tapi, Mahreen tidak menggunakan nama aslinya untuk email dan korespondensi. Nama Armala dipilihnya yang artinya janda dalam bahasa Arab. Tante Maira pun menyetujuinya. Maira tahu kalau keponakannya ini tidak ingin suatu saat bertemu lagi dengan mantan suaminya kalau masih menggunakan nama yang sama.
Mahreen mengoptimalkan laptopnya untuk kebutuhan bekerjanya dari rumah. Om dan tantenya memfasilitasi Mahreen meja dan kursi bekerja didalam ruangan khusus yang memang dibuat untuk tante Maira bekerja. Kini, ruangan itu menambah satu meja lagi untuk Armala alias Mahreen.
“Sayang, besok tante mau ke Kuala Lumpur selama lima hari untuk menemani om kamu perjalanan dinas. Nayra ada tugas kuliah menginap di Bandung bersama teman-temannya. Zikri kebetulan juga ada tugas luar kota bersama teman-temannya selama satu minggu. Jadi, nanti kamu sendirian dirumah bersama para pembantu. Apa kamu tidak apa-apa?” Maira bertanya.
“Aku sudah terbiasa sendirian, tante. Aku tidak akan merasa kesepian karena aku punya banyak kegiatan yang akan membuatku lupa waktu. Hehehe …” Mahreen sangat senang tinggal bersama keluarga disini.
Sungguh besar perbedaan yang dia alami saat harus tinggal bersama keluarga om Naval di Italia. Mahreen dipaksa untuk melakukan pekerjaan rumah setiap harinya, sebelum dan setelah kuliah. Bahkan setelah bekerja pun, Mahreen masih mengerjakan semua pekerjaan rumah untuk keluarga om Naval.
“Oya, tante kemarin mendapatkan orderan untuk mendekorasi ruangan kerja seorang bos terkenal dari Italia. Dia ingin mengunjungi kantor cabangnya di Indonesia setelah didirikan selama 10 tahun. Sekretarisnya minta ruangan yang didesain khusus untuk bos besarnya itu. Tante sudah menemui sekretarisnya dan menanyakan segala macam yang kemungkinan sesuai dengan keinginan bos mereka. Tolong kamu buat denahnya saja dulu dan kirimkan ke tante via email. Nanti tante cek dan kirim ke sekretaris tersebut untuk lebih jelasnya lagi.” Ujar Maira.
“Baik, tante.” Ujar Mahreen dengan santun.
-----
Dan, saat inipun tiba, rumah terasa sepi tanpa kehadiran tante, om, Nayra, dan Zikri. Semuanya pergi meninggalkan Mahreen sendiri didalam rumah. Setelah menunaikan sholat Dhuhanya, Mahreen langsung menuju ruangan kerjanya yang berada didekat kolam renang. Jernihnya air dan luasnya pemandangan membuat Mahreen bekerja lebih leluasa dan optimal.
Tiba-tiba ada email masuk dan pengirimnya adalah seseorang bernama Eve.
“Siapa Eve?” Gumam Mahreen. Namun, pertanyaannya langsung terjawab. Dia adalah sekretaris yang bertugas mengatur ruangan kerja untuk calon bosnya yang akan segera datang setelah ruangan kerjanya sudah selesai.
Mahreen membaca isi email yang ditujukan padanya itu. Pada intinya, sang sekretaris ingin bertemu dengan Mahreen untuk membahas tentang perbaikan yang diperlukan. Kalau menunggu tante Maira maka kemungkinan akan sangat terlambat. Tapi, Mahreen masih dalam masa iddah. Dua bulan lagi masih terlalu lama dan orderan tantenya terancam dibatalkan.
Dengan mengucap Bismillah, perempuan yang mengenakan jilbab instan untuk sehari-hari dirumah itu, membalas email dari Eve dan mengatakan akan menemuinya di siang hari. Setelah selesai menjawab email, Mahreen segera mempersiapkan perlengkapan untuk menuju kantor calon customernya tersebut. Tidak ada yang bisa datang dan mewakili jadi Mahreen mau tidak mau harus datang.
Sebelum menuju lokasi, perempuan berjilbab itu mengirim pesan tertulis kepada tantenya. Memberitahukan kalau dia akan datang sendiri menemui sekretaris calon customernya siang ini. Sambil menunggu jawaban dari tantenya, Mahreen menutup laptopnya dan membawanya ke kamarnya sendiri yang berada di lantai 1 dekat tangga.
-----
“Bagaimana persiapan kantorku di Indonesia? Apa sedang dalam tahap pengerjaan?”
“Diperkirakan satu bulan lagi, tuan. Kalau sudah selesai, pasti saya informasikan kembali.” Eve, sang sekretaris menjawab telpon dari bosnya yang masih berada di Italy. KLIK! Telpon pun dimatikan sepihak oleh bosnya itu. Eve menghela napasnya dalam-dalam. Perempuan itu belum tahu seperti apa rupa bosnya karena yang sering bolak balik ke Indonesia adalah asistennya, Edward. Pria berkewarganegaraan Indonesia tapi campuran dari ibu Indonesia dan ayah Italy.
Baginya, Edward sudah sangat memusingkan jika datang ke kantor cabang di Indonesia. Entahlah seperti apa bosnya kelak jika mulai bekerja disini. Eve sudah menebak kalau dia tidak akan bisa lagi pulang tepat waktu, datang ke kantor sedikit telat, atau bahkan jam makan siang pun dia tidak bisa lagi berlama-lama diluar. Eve, perempuan metropolitan yang berpenampilan sangat seksi dan menjadi salah satu perempuan paling diinginkan semua pria yang berada didalam gedung perkantoran milik Thunderbolt Corp.
Jam sudah menunjukkan pukul 10. Mahreen bersiap-siap untuk menuju ke tempat yang dijanjikan. Dan, Eve pun sudah menshare loc kantornya. Mahreen pergi bersama supir yang disediakan untuk Mahreen selama dirumah. Masing-masing anggota keluarga dirumah ini memiliki mobil pribadi. Dan, karena tante Maira sedang pergi keluar negeri, maka mobil tante Maira dipinjamkan kepada Mahreen untuk dipakai kemana-mana selama ditinggal dirumah.
“Sudah siap, non?” Tanya bapak paruh baya yang sehari-hari merupakan supir dari tante Maira.
“Siap pak. Bismillah …” Mahreen pun masuk kedalam mobil dan bapak supir yang Mahreen ketahui bernama pak Gunawan itu pun menghidupkan mesin mobil dan melaju meninggalkan halaman kediaman keluarga om dan tantenya.
“Kita mau kemana, non?”
“Ini pak alamatnya. Bapak pakai ponsel aku saja untuk share loc nya.” Mahreen memberikan ponselnya dan diterima oleh pak Gunawan lalu ditempelkan diatas dasbor mobil yang sudah ada phone holdernya.
“Siap, non.” Ujarnya.
Perjalanan yang memakan waktu satu jam itu digunakan Mahreen untuk membuka laptop dan mempelajari apa saja kemungkinan pertanyaan yang diinginkan customernya nanti. Dengan pashmina warna biru navy dan blouse warna senada juga rok melebar yang berwarna putih, tampilan Mahreen sungguh sangat anggun dan termasuk sederhana.
Akhirnya, sampai juga mobil Mahreen tepat didepan sebuah lobi gedung perkantoran yang tinggi menjulang.
“Selamat siang, maaf aku sudah sampai di lobi kantornya. Ini kantornya lantai berapa ya?” Mahreen menelpon Eve ketika sudah turun dari mobil dan melangkah masuk menuju ruang resepsionis.
“Hai, Armala ya? Langsung saja ke lantai 20 ya. Aku kaan menunggu disini.” Ujar Eve dengan ramah.
“Baiklah, aku kesana sekarang.” Jawab Mahreen. Perempuan berjilbab itu pun segera menuju respsionis dan menjelaskan maksud kedatangannya.
Perempuan yang bertugas sebagai resepsionis itu memberikan kartu pengenal sementara bertuliskan ‘TAMU’ dan Mahreen diharuskan menuliskan nama dan nomer telpon juga menyerahkan kartu tanda pengenal asli sebagai jaminan. Setelah, semuanya selesai, Mahreen pun melewati mesin pengenal dengan menempelkan kartu sementara tersebut dan kini dia menunggu berdiri di samping pintu lift bersama beberapa karyawan lainnya.
“Maaf, saya mau bertemu dengan ibu Eve. Nama saya Armala, saya sudah buat janji dengan beliau.” Mahreen menghampiri meja resepsionis dan berkata dengan sopan dan penuh kelembutan.“Oh, iya. Bu Eve sudah menunggu. Silahkah ikuti saya.” Perempuan yang merupakan seorang resepsionis itu, meminta Mahreen mengikutinya masuk kedalam sebuah ruangan khusus menerima tamu.“Mohon tunggu sebentar, saya akan panggil bu Eve.” Mahreen mengangguk dan memberi senyuman ramahnya. Suasana didalam ruang tunggu yang sangat eksklusif dengan satu sofa panjang dan dua sofa single juga meja persegi yang panjangnya dengan sofa panjang. Tidak ada furniture tanpa fungsi diruangan ini. Hanya ada lampu yang menyala di siang hari dengan sinarnya yang hangat tidak menyilaukan.“Nona Armala? Saya Eve. Senang bertemu langsung dengan anda.” Eve, wanita metropolitan yang sangat cantik dengan usia sekitar 30an, setelan seragam eksekutif m
Setelah menekan tombol penghisap kloset, Mahreen menuju wastafel untuk cuci tangan dan mengelap mulutnya. Matanya menatap kaca besar yang ada didepannya. Sebuah kekhawatiran muncul tiba-tiba dan itu membuatnya ingin menangis.Mahreen mulai menghitung sesuatu dengan sepuluh jari tangannya. Dadanya sesak dan perempuan cantik itu pun bernapas dengan terengah-engah."Telat 2 minggu. Astaghfirullah Aladziim, pertanda apa ini? Terakhir aku berhubungan intim dengan dia sekitar ..." Bola mata Mahreen berputar mengingat-ngingat tanggal penting. "Satu bulan sebelum ketok palu.""Tidak tidak, aku pasti lagi masuk angin. Nanti sampai rumah, aku minta kerokan saja sama bi Darmi." Mahreen mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang.Setelah dirasa penampilannya sudah lebih segar dibandingkan saat masuk kamar mandi tadi, perempuan berhijab itu pun memaksakan tersenyum di pantulan kaca yang menampilkan sosok seorang perempuan yang tidak begitu ting
“Oh tidak, tidak. Aku baik-baik saja.” Ucap Mahreen sambil menatap wajah sang suami yang tersenyum penuh arti padanya.“Mateo, aku mau pulang saja. Percuma datang kesini juga tapi aku seperti manekin yang tidak boleh tersenyum, tidak boleh berbicara, dan tidak bisa makan yang aku mau. Hanya minum air putih saja, dirumah juga bisa.” Jawab Mahreen berbisik, setelah sepasang tuan rumah itu pergi berlalu.“Huh, kamu sudah mulai cerewet ya. Bersabarlah, kita akan pulang sebentar lagi. Tunggulah beberapa menit lagi. Pertunjukan intinya belum berlangsung.” Ujar Mateo sambil mengusap lembut pipi putih sang istri yang sebagian pipinya tertutup jilbab.“Pertunjukan inti? Apa maksud kamu?” Mahreen mengerutkan alisnya.“Karena itu, tunggulah sebentar lagi.” Ujar Mateo sambil menggenggam erat tangan sang istri seperti takut terlepas di keramaian. Mahreen tersenyum simpul melihat tingkah sang suami, yang awal
“Hei, berani juga kamu ya. Kalau bukan karena trik kotormu, Mateo tidak akan menolak aku yang cantik dan seksi ini.” Ucap Adriana dengan mata nyalang.Mahreen yang merasakan tangan perempuan Italia itu mencekik lehernya dan akan menaik jilbabnya, memegang tangan Adriana dengan kedua tangannya dan mendorongnya ke belakang sekuat tenaga hingga tubuh Andriana terlempar mengenai pintu kamar mandi.BRAKKK!“Kurang ajar!” Adriana hendak menyerang Mahreen lagi namun perempuan berjilbab itu sudah bersiap dengan ancang-ancang tangan terkepal. Sayangnya, kekuatan Adriana seorang perempuan seksi yang terbiasa dengan dunia gelap dan kejahatan, lebih kuat daripada Mahreen yang hanya berteman dengan buku, Alquran, dan tanaman-tanaman favoritnya. Jilbab Mahreen pun berhasil ditarik Adriana sehingga terlepas dari kepala Mahreen. Beruntung masih ada daleman jilbab warna hitam yang menutupi rambutnya. Mahreen gemas bukan kepalan
“Tidak, kamu beritahu aku dulu! Ada apa dengan perubahan sikapmu itu? Aku tidak suka kalau aku dipaksa untuk menebak-nebak apa yang ada dalam hatimu.” Jawab Mateo lebih kuat lagi menahan tubuh Mahreen agar tidak bisa memunggunginya. Mahreen terdiam dan menatap suami Italianya itu. Bukan hal yang aneh jika lingkungan Mateo sejak kecil telah membentuknya menjadi pria yang tidak mengenal Tuhan. Di mata, hati, dan pikirannya yang ada hanyalah uang dan kekuasaan. Bisa jadi dia telah menganggap dua benda itu sebagai Tuhan. Jadi, ketika ada seseorang yang masuk kedalam kehidupannya, tidak akan semudah membalikkan telapak tangan untuk mengubah sifat dan kebiasaanya.“Mungkin aku terlalu berharap padamu. Tapi, bukan aku juga yang memilihmu. Aku dan kamu dipertemukan dan disatukan oleh takdir. Aku hanyalah manusia yang hanya bisa menjalankan takdir ini sebaik-baiknya. Tapi, aku juga wanita biasa yang tidak bisa bertahan terlalu lama dengan keadaan yang susah untuk dir
Kalau bukan karena paman yang sudah berbaik hati membesarkan dan menyekolahkannya, Mahreen tidak akan mau menikah dengan pria yang berprofesi sebagai mafia. “Kalau begitu, paman pergi dulu. Hari ini paman ingin menjemput tante dan sepupu kamu. Mereka sudah terlalu lama tinggal disana. Sudah waktunya mereka untuk pulang.” Naval bangkit berdiri. “Paman, aku ... harus kembali pulang dulu. Sudah cukup lama aku disini. Ada beberapa berkas yang tertinggal di rumah Mateo. Aku harus kesana mengambilnya agar aku bisa segera pulang ke Indonesia.” Mahreen berkata dengan suaranya yang lembut. Naval hanya bisa mengangguk-angguk setuju. “Mahreen, kamu hati-hatilah disana. Paman sudah berhutang budi padamu. Paman tidak ingin terjadi sesuatu padamu.” Jawab Naval. “Aku akan berhati-hati, paman. Aku akan menjaga diriku dengan baik.” Ujar Mahreen sambil tersenyum sekedar untuk menenangkan hati pamannya. Mahreen sudah mencari info pada pelayan yang
“Kita bicarakan itu nanti! Sekarang aku mau kamu melayaniku.” Mateo duduk bersimpuh diatas tubuh telanjang sang istri dan pria itu membuka satu persatu pakaiannya. Mahreen menjerit memohon belas kasihan untuk dilepaskan namun semuanya sia-sia.“Lepaskan aku! Kamu tidak berhak atas tubuhku lagi.” Mahreen masih terus berusaha memberi jarak pada tubuhnya dan tubuh Mateo. Namun, tubuh kekar berotot Mateo bukanlah lawan tandingan Mahreen. Perempuan itu akhirnya harus tunduk dan pasrah saat dirinya dimasuki sang suami dalam sekali hentakan.“Eughhhh, ahhhh,” Tetes bening air mata Mahreen jatuh di pelupuk matanya yang indah. Mateo yang sudah dipenuhi emosi meluap-luap tidak peduli dengan air mata sang istri. Pria itu pun menghujamnya berkali-kali dengan cara yang sangat kasar dan liar. Mahreen tidak berdaya sama sekali. Tangisan dan teriakannya tiada arti. Pria diatas tubuhnya seperti kerasukan setan.Setelah beberapa k
“Halo, nona Armala. Bisa kita bertemu lagi segera? Bos saya mendadak sudah sampai Indonesia.” Eve berkata setelah mengucapkan salam. Mahreen alias Armala yang masih dalam perjalanan, berpikir sejenak sebelum menjawab keinginan customer nya itu.“Maaf, bu Eve ...”“Please, Eve saja. okay?” Mahreen bisa melihat raut wajah Eve yang tersenyum ramah di ujung telpon.“Oh, i-iya Eve. Saya masih dalam perjalanan menuju ke rumah. Bagaimana kalau nanti sore?” Mahreen sebenarnya ingin menolak tapi dia tidak enak hati menolak customer pertamanya ini. ini adalah kesempatan emas padanya untuk menunjukkan sejauh mana kemampuannya dan usahanya untuk mendapatkan proyek.“Boleh, apa kamu mau ke kantor kami lagi atau kita ketemu di luar saja?” Eve balik bertanya.“Hmm, saya akan ke kantor Eve lagi sekitar jam 5 sampai sana. Apakah bisa?” Jawab Mahreen.“Tentu saja. Aku akan menunggu
“Kamu boleh bekerja selama enam bulan kedepan. Atau, aku akan mengurungmu disini sampai kamu melahirkan. Tinggal pilih, mau yang mana?” Ujar Mateo memberi pilihan pada sang istri. Mahreen menelan saliva susah payah. Kehidupan penuh kekangan sudah ada di depan matanya.Mahreen terbangun di tengah malam karena kehausan. Disebelahnya, Mateo masih pulas dalam tidurnya. Seperti yang sudah Mahreen duga, pria itu meminta haknya setelah sekian lama memendam rasa. Perempuan hamil itu berjalan mengendap menuju dapur. Sebuah lemari pendingin menjadi tujuan utamanya. Jam menunjukkan pukul 2 dini hari seperti yang ditunjukkan di jam dinding yang ada di dapur. Mahreen duduk di ruangan depan sambil menggenggam cangkir berisi air putih.Matanya mengedar ke seluruh ruangan yang ada di depan matanya. Sebuah hunian mewah yang aura Mateo melekat kuat disini. Berkali-kali Mahreen menarik napas lalu menghela napas panjang. Dia pun mencari posisi nyaman untuk selonjoran di sofa panjang warna putih bersih ya
“Bagaimana mungkin pria ini bisa mengetahui kalau aku sedang ada disini?” Gumamnya dalam hati.“Terima kasih,” Ucap Mateo pada kasir yang telah selesai menghitung belanjaan Mahreen dan pria itu pun tanpa sungkan mengangkat kantong yang terbuat dari bahan katun tersebut. Dengan santainya, pria Italia yang membiarkan bulu-bulu halus tumbuh di rahangnya itu mendekap pinggang sang istri dan mereka berjalan menuju mobil Mateo yang terparkir tidak jauh dari mobil Mahreen.“Berikan kunci mobilmu padaku. Kamu akan naik mobil bersamaku. Mobilmu akan diantarkan pulang oleh supirku.” Jawab Mateo sambil meletakkan belanjaan ke bagasi mobilnya. Mahreen terdiam entah kenapa dia tidak bisa melarikan diri lagi. Dia merasa kalau pelariannya kali ini akan sangat sia-sia karena posisinya yang sudah sangat dekat dengan Mateo dan tidka bisa berlari seperti saat dia didalam mobil.“Aku bisa pulang sendiri.”“Jangan keras kepala, Mahreen. Dan, jangan pernah menguji batas kesabaranku.” Jawab Mateo dengan rah
“Jangan-jangan, dia sudah menemukan istrinya dan mengajak istrinya tinggal bersama di rumah kak Mateo yang baru.” Perempuan yang menyukai kakak tidak sedarah itu berpikir keras. Otak jahatnya tidak bisa berpikir jernih setiap kali teringat Mahreen. Dengan menggigiti kukunya, Mischa mencari akal untuk mencari tahu dimana keberadaan perempuan yang telah merebut kakak tiri tersayangnya. Berbekal pertemanan yang dia miliki, perempuan itu pun mencari tahu dengan menghubungi beberapa temannya untuk mengorek informasi.“Segera beritahu aku di nomer ini. Aku akan membayarmu sangat tinggi kalau berhasil menemukannya.” Mischa pun mematikan ponselnya dan bersiap-siap untuk keluar dari penjara emas ini yang membuatnya sangat bosan.Sementara itu di tempat lain, Mahreen berdiri melongo tidak percaya melihat pria yang duduk di hadapannya. Tante Maira merekomendasikan pekerjaan untuknya sebagai seorang sekretaris. Mahreen pernah bekerja sebagai seorang sekretaris saat dia bekerja di perusahaan paman
Perempuan hamil itu butuh untuk tinggal didalam apartemen yang sudah fully furnished (Fully furnished adalah kondisi isi sebuah hunian yang telah dilengkapi furniture dan perabot lengkap yang dibutuhkan oleh penghuni untuk hidup dengan nyaman.) karena semua perabotannya dirumah kontrakan lama membutuhkan waktu untuk dipindahkan.“Baiklah, saya ambil ini. Saya memang membutuhkan tempat tinggal tidak terlalu besar tapi memudahkan saya untuk bergerak kemana saja. Bisakah kita langsung menyelesaikan persyaratannya? Saya ingin segera tinggal disini sekarang juga.” Ucap Mahreen. Ya, dia tidak punya tempat tinggal lagi. Rumah lamanya sudah tidak nyaman lagi untuknya. Dari nomer ponsel yang berhasil pria itu dapatkan dan menemukan rumah bukanlah hal yang sulit. Mahreen yang sudah mengganti nomer ponselnya itu segera menghubungi tantenya untuk memberikan kabar terbaru.“Assalammualaikum, tante.” Suara Mahreen yang masih sangat lelah terdengar jelas oleh Maira dari ujung telpon.“Wa’alaikumussa
“Aku mencarimu keman-mana seperti orang gila. Aku meninggalkan pekerjaanku di Italy demi untuk mencari dimana keberadaanmu. Beginikah cara kamu menyambut aku, suamimu sendiri?” Ujar Mateo dengan rahang mengeras dan mengukung Mahreen dibawah tubuhnya dengan jarak wajah mereka tidak lebih dari lima senti.“Kita tidak punya hubungan apa-apa lagi. Aku sudah menggugat cerai kamu jadi seharusnya kamu sudah menandatanganinya bukan? Aahhh lepaskan tanganku!” Kedua tangan Mahreen dicengkeram Mateo di samping tubuh sang perempuan hamil. Harum aroma maskulin dari Mateo terhirup jelas di indera penciuman Mahreen. Harum khas Mateo yang tidak pernah bisa dilupakannya.“Cerai? Kamu pikir kamu bisa bercerai begitu saja dariku? Hmm. Kamu harus menerima hukumannya karena berani melarikan diri dari aku.” Dengan seringai iblisnya, Mateo merobek pakaian yang dikenakan Mahreen. Spontan sang perempuan berteriak kencang karena ketakutan.
“Halo,” Namun tidak ada suara di ujung telpon.“Halo, siapa ini?” Tanya Mahreen lagi.“Armala? Ini aku Eve. Apa kabar kamu? Lama kita tidak bertemu.”“Eve? Senang mendengar suaramu lagi. Ada apa menghubungiku? Apakah ada sesuatu yang bisa aku bantu?” Mahreen yang sedang duduk di teras, langsung terbangun berdiri berjalan menuju ke dalam rumah.“Armala, apa kita bisa bertemu sekarang?” suara Eve terdengar bergetar.“Kamu tidak apa-apa, Eve? Suara kamu seperti …”“Aku tidak apa-apa. Aku akan kirimkan alamatnya ya. Ada sesuatu yang mau aku bahas mengenai desain ruangan kerja presdirku.” Jawab Eve.“Apa tanteku tidak bisa dihubungi?” Tanya Mahreen lagi.“Ini … berhubungan dengan pertama kali ruangan itu dirancang. Aku rasa aku lebih baik bicara langsung dengan kamu.” Ujar Eve sambil matanya melihat sesekali pria
“Il ragazzo della discoteca ha già pagato. Calmati. (Orang di klub malam sudah membayar. kamu tenang saja.)” Ujarnya.Adrianna disambut oleh dua orang pelayan wanita yang diberitahu dari pos penjagaan kalau nona muda mereka pulang kerumah dalam keadaan mabuk berat. Dengan bergegas, dua pelayan wanita itu mengikuti nona majikan mereka yang diangkat oleh seorang penjaga bertubuh kekar masuk ke dalam kamarnya agar mempercepat proses pemindahannya. Supir taksi itu pun pergi setelah berhasil mengantarkan penumpang mabuknya pulang.“Huh, untung saja nona pulang sebelum tuan dan nyonya sampai rumah.” Ujar salah seorang pelayan yang membantu melepaskan pakaian yang dikenakan nona muda mereka agar tidur lebih nyenyak.“Tapi, kasihan juga karena tuan dan nyonya jarang dirumah. Nona Adrianna hampir tidak pernah mendapatkan perhatian.” Jawab pelana lainnya. Keduanya membersihkan sang nona cepat-cepat.
“Huh, kamu kenapa kaku begitu sih kak? Itulah mengapa kamu tidak punya pacar sampai usiamu sekarang karena semua perempuan takut padamu.” “MAYA!” Suara teriakan sang kakak yang menggelegar membuat nyali Maya ciut juga. Perempuan berjilbab itu menghentakkan satu kakinya ke lantai dan keluar begitu saja dari ruangan kerja sang kakak. Sebastian memijat pelipisnya yang tidak pusing dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Sungguh berat pria itu rasakan memimpin adik dan ibunya sejak kepergian sang ayah untuk selama-lamanya. Sebelum maya berhijab, adiknya itu bergaul dengan teman-temannya yang suka keluar masuk klub malam. Dengan beberapa teman wanitanya yang suka keluyuran di malam hari, dari situlah dia mengenal lelaki yang menjadi ayah dari anak-anaknya. Pernikahan mereka pun terjadi karena Maya mengandung lebih dahulu anak hasil perbuatan sembunyi-sembunyinya dengan lelaki itu. Selama mereka menikah, Maya dikuras habis-habisan oleh sang suami n
“MAHREEN! AAARGGHH!” Sang pria terduduk berlutut di atas lantai dengan kedua telapak tangannya mengusap wajah dan rambutnya. “Aku pasti menemukan kamu, sayang!” Geram Mateo dengan tangan terkepal. “TIMMY!” Suara menggelegar Mateo mampu menembus hingga keluar unit apartemen dan membuat ajudan setia sang bos mafia lari tergesa-gesa.“Siap tuan!”“Kamu cari tahu sampai dapat dimana istriku tinggal. CEPAT!” Teriakan Mateo sudah lama tidak didengar Timmy dan itu cukup membuat pria berbadan tegap itu langsung beranjak dari tempat dia berdiri untuk menemui anak buahnya dan Menyusun strategi demi mencari istri bos yang melarikan diri.“Mahreen, aku pasti akan menghukummu karena berani meninggalkan aku!” Dengan rahang mengeras dan tangan terkepal ditinju ke atas lantai, siapapun tidak akan berani mendekati pria yang sedang berada di puncak emosinya.Sementara itu di