Share

Menghadapi Luka

Penulis: Lysa_Yovita22
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aline, ini Mami. Pulang! Kondisi perusahaan sedang di ujung tanduk. Papi dan Bunda sakit." Suara ketus di seberang pembicaraan menyentakku bangun dari ranjang.

Hari ini, tepat dua bulan aku bersembunyi. Bertingkah seperti orang normal, menjalani tiap detik waktu dengan lubang di hati yang semakin menganga. 

Hanya ada satu orang yang mengetahui nomor baru ini. Jadi dengan mata terpejam aku mengangkat ponsel. Apakah Aunty Lia akhirnya membuka mulut karena kondisi di sana berimbas karena pelarianku?

"Aline, kamu dengar Mami, 'kan? Pulang! Apa kamu mau Papi ... terpuruk karena keegoisan kamu?" Ada getar yang kentara di suara Mami.

Apa Mami takut kehilangan Papi? Apa pelarian ini akhirnya mampu mencairkan gunung es di hati Mami?

"Iya, Mi. Aline pulang." 

"Mami tunggu. Aline ...," panggil Mami.

"Ya, Mi." 

"Maaf." Lalu pembicaraan terputus.

Maaf? Seorang Mami mengucapkan maaf untuk aku? Bukannya selama ini aku h

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Runaway Bridesmaids   Jangan Paksa Aku

    Aku memijat pelipis. Permintaan Bunda tadi membuatku disergap kebingungan. Bagaimana bisa menjadi anaknya Bunda, jika ada perempuan lain yang sedang hamil dan menunggu kepastian?Untung saja Bunda tidak mendesak jawaban dariku. Bram juga hanya diam memandangi kami. Ketika akhirnya Ayah datang, aku langsung menyalami dan meminta maaf. Satu ketakutan sirna, tidak ada satu pun yang membenci kelakuanku kabur dari Bram."Bram, bawa Aline pulang. Biar gantian Ayah yang jaga Bunda. Kalian bahas masalah yang belum selesai, ya," ujar Ayah.Aku tak mungkin mendebat Ayah. Lebih baik nanti saja menolak keinginan Bram di parkiran."Aline pamit. Bunda cepat sembuh, ya. Aline janji gak akan kabur lagi." Aku mencium pipi Bunda.Setelah pintu kamar Bunda tertutup, aku kembali melangkah ke ruang rawat Papi."Papi, Mami, Aline pulang dulu, ya. Ada yang mau diomongin sama Bram." Aku mencium pipi Papi lalu beralih ke Mami.Bram ikut berp

  • Runaway Bridesmaids   Kehilangan Hak

    Aku terbangun dan mendapati Bram sedang tidur dengan posisi mendekap erat dari belakang. Perlahan-lahan aku bergeser, mencoba melepas tangannya lalu berbalik badan, wajah tampan itu tampak lelah, cambang yang tak tercukur rapi dan ada kumis tipis tumbuh berantakan.Dahulu, aku paling suka duduk di pangkuannya untuk membantu bercukur. Setelah itu dia akan menghujaniku dengan kecupan."Morning, My Pretty Sleeping Beauty," sapa Bram, serak, dengan mata masih terpejam.Aku terkejut. Ternyata dia sudah bangun dan menyadari kalau aku sedang memandangi."Aku ... mau mandi. Mau siap-siap pergi kerja." Aku melepaskan diri lalu bergegas menuju kamar mandi.Namun, Bram malah mengejarku. Dia mendorong tubuhku merapat ke dinding."Bram!" tolakku.Bram mengurungku dengan kedua tangannya. "Aku rindu." Lalu dia mendekat dan mulai memagut, pelan.Namun, tak lama kemudian, dia menaikkan tempo. Turun perlahan menjelajahi ceruk l

  • Runaway Bridesmaids   Pesan Berisi Teror

    "Kamu tau jawabannya, Al. Jangan meragukan kesungguhan hati aku." Arkana tersenyum. "Kita balik, ya. Aku antar kamu, ke mana pun itu." Ketika akhirnya Arkana meninggalkan aku sendiri di hotel, kalimatnya masih saja menggema di kepala. Mumet. Aku mengaktifkan ponsel. Pesan masuk beruntun, panggilan tak terjawab, semua dari Bram. [Kamu di mana, Baby? Pulang, please. Maafin aku.] [Jangan pergi lagi, Sayang. Aku gak bisa tanpa kamu.] [Aku salah. Aku terlalu cemburu. Aku percaya kamu seutuhnya. Pulang, ya. Aku siap dihukum sama kamu.] [Baby, maaf.] [Babe, kangen.] Beragam pesan masuk lainnya. Aku scroll sampai ke bawah. Satu pengirim pesan menarik perhatianku. Tanpa nama dan aku pun tak mengenal kontaknya. Ketika aku membuka pesan masuk itu, hati seperti sedang dicabik-cabik. Foto candid Bram bersama Nadhira, candle light dinner. Mereka berdua tampak mesra dan tersenyum bahagia. Aneka foto c

  • Runaway Bridesmaids   Arkana dan Zanna

    Arkana datang lagi. Membawa bubur ayam dan air jahe hangat. Aku menolak untuk makan. Namun dengan telaten lelaki ini menyuapiku."Kamu tidur aja. Aku jagain."Tanpa berucap sepatah kata pun, aku benar-benar melakukannya. Tidur memunggungi Arkana yang duduk di kursi samping ranjang.Ponsel Arkana berdering. Terdengar suara kursi digeser dan langkah yang menjauh. Mungkin telepon penting dan tidak ingin menganggu aku.==Runaway_Bridesmaids==Aku tidak mungkin menemui Bunda dalam kondisi sekacau ini. Saat terbangun pagi tadi, aku memang merasa tubuh sudah lebih bertenaga. Kuputuskan untuk mandi, mengganti pakaian, memakai lipstik dan bedak.Arkana masuk setelah aku selesai mengeringkan rambut memakai hair dryer milik hotel."Sarapan, Al." Arkana meletakkan box makanan di meja, lalu berbalik badan menatapku lembut. "Hm, aku suka kamu yang hari ini. Jauh lebih segar dan cantik.""Aku gak bole

  • Runaway Bridesmaids   Masih Belum Terbiasa

    Ketika aku dan Zanna melangkah masuk ke apartemen, Bibi ada di dalam.“Non, sehat? Mau Bibi masakin sesuatu?”“Saya sehat. Udah makan juga, Bi. Oh iya, kenalin, ini Anya, kembaran saya.”Zanna mengulurkan tangan seraya tersenyum ramah.“Dua-duanya cantik. Bibi tinggal ya, Non. Mau nyuci pakaian.”Jika dalam kondisi normal, aku pasti menyembunyikan satu atau dua kemeja bekas pakai Bram untuk menemani tidur. Namun kali ini tidak akan aku lakukan karena harus mengenyahkan semua kenangan tentang dia.“Sis, aku nunggu di sofa aja.”Aku mengangguk lalu berjalan ke kamar. Begitu pintu dibuka, aroma kamar yang aku rindukan langsung menyergap. Kenangan indah penuh cinta membuat hatiku bergetar. Menjauh dari segala tempat yang memiliki arti khusus memang harus aku lakukan. Jika tidak, aku akan semakin sakit karena terombang-ambing berkubang cinta yang belum bisa padam.Aku menuju walking cl

  • Runaway Bridesmaids   Kenangan

    Aku menggeleng cepat. "Gak, Aline. Jangan bodoh! Kamu berhak bahagia. Lanjutkan hidup dengan kepala tegak!"Aku menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Semua ini pasti akan berlalu. Sakit ini juga bakalan hilang seiring berjalannya waktu."Aku bangkit lalu masuk ke kamar. Ingin berbicara dengan Papi.Ketika mengaktifkan ponsel, tidak ada pesan masuk dari Bram. Astaga, sadar Aline! Jangan norak! Dia di sana pasti sedang sibuk mengurus perempuan itu.Justru ada pesan masuk dari nomor tak dikenal lain. Aku membukanya lalu berteriak. Potongan gambar janin yang digugurkan, penuh dengan genangan darah.Ponsel berdering. Nomor tak dikenal lagi. Ini teror seperti apa? Aku salah apa?"Kamu mau apa? Bukannya aku sudah ikhlasin Bram untuk gadis itu? Apa lagi, sih?""Balas dendam. Kamu harus bertanggung jawab.""Tanggung jawab apa? Aku tidak kenal kamu. Berhenti ganggu aku!"Suara ta

  • Runaway Bridesmaids   Hatiku Sakit

    “Kamu … kok ada di sini?”“Aku ke sini untuk jemput perempuan yang masih berstatus istri. Dan ternyata istri aku malah diantar sama mantan tunangannya. Di titik ini, boleh aku cemburu, Zeline?” Bram bersedekap.“Jangan salah paham, Bro. Aku tidak melanggar batasan,” timpal Arkana. Kehadiran Bram membuatnya tidak jadi pergi ke kantor.“I’m not talking with you. Just go!” Bram mengusir.“Hei, santai. Aku hanya meluruskan keadaan. Kalau kamu terus-terusan egois kayak gini, yang ada Aline malah lari. Apa kamu gak liat kondisi dia? Dia lagi down banget.” Arkana tak mau kalah.“Zeline istri aku. Aku yang berhak penuh. Kamu tau apa tentang kami? Sana, menjauh! Urus saja istri kamu!”Tangan Arkana mengepal. Beberapa pegawai Mami melintas dan menaruh perhatian atas pertengkaran ini.“Stop! Kalian berdua, berhenti! Ini lingkungan kerja. Aku gak mau kalian

  • Runaway Bridesmaids   Menata Hari

    "Berapa hari lagi kamu mau nginap di sini?" Bram mengekori langkahku masuk kamar hotel."Aku gak tau.""Baby, please. Nada bicaranya tolong agak lembut, bisa? Sakit banget rasanya tiap kamu ngomong selalu ketus. Aku kangen Zeline yang manja.""Zeline yang itu udah gak ada. Kamu yang buat aku kayak gini. Aku ketus aja kamu masih ngotot ngejar. Malesin tau, gak!" Aku mengomel tanpa berbalik badan, tetap melangkah ke arah balkon.Tiba-tiba Bram memeluk dari belakang. Menyusupkan wajahnya di geraian rambutku, menopangkan dagu di bahu. Aku tahu apa yang dia inginkan."Kenapa aku tetap ngejar kamu? Karena aku cinta mati sama kamu. Walau posisiku sekarang tidak menguntungkan, tapi aku tau tak lama lagi kebenaran akan terkuak."Aku tahu Bram ini negosiator ulung. Terbiasa memenangkan tender. Memiliki daya pikat untuk menaklukkan lawan. Juga tak segan menyingkirkan lawan tanpa harus mengotori tangannya. Selama gemrincing uang

Bab terbaru

  • Runaway Bridesmaids   Ending

    Aku duduk dengan kaku. Sulit dipercaya kalau kedua orang yang biasanya selalu terlibat perang dingin ini mendadak akur."Mami, apa kabar?" Aku mencoba mencairkan suasana."Baik. Kamu ... gimana? Kandunganmu ... sehat?" Aku mengernyit. Kenapa Mami malah berbicara dengan terbata-bata? Apa Papi yang memaksa Mami untuk datang ke sini?Setelah tiga bulan masalah di Bali berlalu, baru kali ini, Mami datang menjengukku. Memang, sejak aku menolak untuk memilih Mami, perlakuan beliau memang berubah drastis. Hanya ada Zanna yang menjadi prioritas beliau. Zeline hanyalah alat untuk mencapai tujuannya di kantor. Zeline yang harus bekerja keras untuk perusahaan.Untungnya ada Papi yang selalu membesarkan hatiku. Jika aku suka berpetualang dengan berpacaran, itu hanyalah pelampiasan karena ingin mencari yang terbaik.Seperti hendak melupakan mantan yang sangat posesif itu. Siapa yang menyangka kalau aku harus menyeret Bram dalam pusaran arus balas dendam.Papi berdeham. "Aline, jangan melamun!"

  • Runaway Bridesmaids   Makan Kamu

    Aku dan Bram sudah kembali ke Jakarta. Kembali pulang ke apartemenku. Aku tak ingin ke mana-mana lagi. Bahkan tidak kembali ke Bali.Bram sudah menutup semua pekerjaan yang ada di Bali. Entah sampai kapan aku bisa berdamai dan berani kembali ke kota penuh kenangan itu.Sudah tiga bulan berlalu, tetapi aku masih juga bermimpi buruk. Aku memang payah jika berkaitan dengan trauma. Entah butuh berapa lama sampai aku bisa berdamai dengan keadaan.Aku bahkan masih bisa mengingat jelas semua ucapan permintaan maaf dari Nadhira. Wajahnya semakin tirus dan menyedihkan setelah hakim memutuskan hukumannya.Nadhira memang mengakui semua perbuatannya, termasuk mengetahui semua rangkaian teror yang dilakukan Laurence. Ponsel yang aku gunakan pun dijadikan sebagai barang bukti. Karena rentetan teror masih tersimpan di dalamnya.Papi semakin over protektif kepadaku. Sempat terjadi perdebatan sengit antara Papi dengan Bram. Namun, aku berhasil meyakinkan beliau kalau Bram tidak bersalah. Akar permasa

  • Runaway Bridesmaids   Tolong Aku

    Suara tepuk tangan terdengar dari seseorang yang mendadak muncul dari balik pintu. Laurence yang tadinya hendak menyentuh tubuhku, mendadak berhenti. Rasanya tak percaya, Tuhan mengabulkan doa yang tak henti aku panjatkan sejak membuka mata tadi. "Oh, come on. Kenapa kau harus ke sini?" Laurence berdecih. "Apa kau juga ingin meminta jatah? Nanti saja, aku ingin membalas dendam terlebih dahulu." "Demi nama Tuhan, Laurence! Berhentilah bersikap seperti binatang!" Laurence memaki sambil memukul tempat tidur. Laki-laki busuk di hadapanku ini beringsut turun dari ranjang dan berjalan cepat ke arah pintu kamar. "Binatang katamu? Hei, Bitch! Kau dan aku tak ada bedanya. Selama ini kau mengikuti langkah Bram seperti anjing yang mendambakan pasangan." Laurence menampar pipi Nadhira.Aku ikut memekik tertahan. "Jaga bicaramu! Aku tidak pernah berlaku serendah itu!" Nadhira menatap marah kepada Laurence.Benarkah? Nadhira ... masih berharap banyak kepada Bram? Tidak, ini hanya manipulasi p

  • Runaway Bridesmaids   Tertipu Mentah-mentah

    Ketika membuka mata, aku terkejut luar biasa. Laurence tersenyum lebar di samping ranjang. Tak hanya itu, tangan dan kakiku dalam keadaan terikat di tiang ranjang. "Lau, kau mau apa? Kenapa aku terikat begini?" Aku menangis. Semua hal buruk sudah menjejali isi kepala. Aku takut luar biasa. Apalagi mengingat track record buruk Laurence dengan wanita jalang. "Lepaskan aku, Lau. Please." Mataku sudah dipenuhi genangan air. Aku tak mau sikap berengsek Laurence membahayakan janin dalam kandungan. Bram, tolong aku. Tatapan lapar berbalut kebencian aku saksikan ketika Laurence mengusap air mata di pipi. "Tolong, Lau. Jangan sakiti aku."Sedetik kemudian aku mengaduh. Laurence mencengkeram erat daguku. "Kau ... pembunuh!" Aku membelalakkan mata. Ingatan mengerikan langsung berkelebat. Apakah sosok peneror itu sebenarnya adalah Laurence?Tawa Laurence langsung menggema di ruangan. "Ya. Aku adalah orang yang selama ini mengirim teror."Daguku terasa nyeri. "Lep-lepasskan aku."Laurence me

  • Runaway Bridesmaids   Mengikuti Laurence

    Aku tak rela melepas Bram untuk pergi bekerja. Rasanya rindu ini belum usai untuk dituntaskan. Enggan kehilangan pelukan hangat dan aroma menenangkan pengusir mual itu."Harus banget ya, Hon, perginya?" Aku memasang wajah merajuk.Bram tersenyum tipis. "Iya. Urusan pekerjaan ini penting banget, Baby. Ada dokumen penting yang hilang.""Hilang? Kok bisa?" "Entahlah. Aku ...." Bram menghela napas berat. "Mungkin semua terjadi ketika aku tak fokus dan sibuk mencari keberadaan kamu." Aku merasa menyesal. Ada andilku dalam kehancuran keuangan perusahaan. Mendadak aku teringat dengan semua teror yang belakangan kerap mengintai. Apa ini pun ada kaitannya dengan seseorang itu?Bram cekatan mengikat tali sepatu. Aku memperhatikan semua gerakannya dalam diam. Ada rasa ingin mengatakan tentang si peneror, tetapi aku takut semakin membuat konsentrasinya terpecah."Hei, kok malah melamun? Aku bakalan langsung pulang kok." Bram duduk di tepi ranjang untuk mengusap rambutku."Entahlah, Hon. Pengen

  • Runaway Bridesmaids   Sebuah Pengakuan

    Aku menangis sejadi-jadinya. Bram pun ikut meneteskan air mata. "Maaf. Aku minta maaf. Semua rasa sakit ini gak akan terjadi seandainya aja aku ...." Ah, harus kutekan rasa sakit yang mendadak menyesaki dada. Semua sudah terlanjur, bukan? Kami hanya perlu belajar untuk mengikhlaskan segalanya. "Setelah apa yang kita alami, haruskah merutuk atau malah--""Ssh, please. Seandainya mungkin, aku pasti akan mengubah masa lalu. Aku gak akan biarin peristiwa busuk itu sampai terjadi." Bram langsung merengkuh tubuhku. "Maaf."Kata maaf tak akan mampu mengubah keadaan. Terlebih ketika sudah ada janin yang bersemayam. Perlahan-lahan aku mengembuskan napas. Berusaha mengenyahkan rasa perih ketika semua keterpurukan itu membayang kembali di pelupuk mata."Lantas, siapa laki-laki yang tega merekayasa semuanya, Bram?"Bram mendengkus. "For God's sake, Cantik. Haruskah kamu panggil aku Bram setelah mengetahui kebenaran?"Aku menelan kembali semua rentetan kalimat yang hendak ditumpahkan. Benar. Le

  • Runaway Bridesmaids   Batal Terbang

    Bau khas rumah sakit menyerbu indera penciuman ketika aku mencoba membuka mata. Lamat-lamat terdengar suara orang berbicara.Aku di mana?"Baby, kamu udah sadar?" Bram langsung bergegas menuju ke arahku.Tangan kokoh itu langsung membawaku dalam pelukan hangatnya. "Apanya yang sakit?"Ini ... kamar rawat. Kenapa aku bisa ada di sini? Sebentar, bukannya kami harus ke bandara?"Tadi tiba-tiba kamu pingsan di lobi hotel. Kita batal terbang ke Jakarta. Dokter gak rekom."Ah iya, aku ingat, mendadak tengkuk terasa berat lalu semuanya gelap."Kondisi kehamilan kamu rentan. Kita gak bisa pergi dari Bali, Baby.""Tapi, Aunty Lia butuh aku, Hon."Bram mengurai pelukan. "Aku gak izinin kamu pergi. Ini demi keselamatan kamu dan anak kita."Aku tak berani membantah. Terlebih ketika melihat tatapan tegas dari mata yang biasanya selalu memancarkan kelembutan itu. Artinya Bram tidak akan mau mendengar ala

  • Runaway Bridesmaids   Pulang

    Satu minggu terasa sangat sebentar ketika dijalani bersama suami yang semakin ditatap bertambah poin ketampanannya.Bram tidak mengizinkan aku untuk kembali ke villa sewaan itu. Dia tidak mau aku terpengaruh dengan Nadhira dan Laurence. Kehamilan ini membuat Bram lebih over protective ketimbang sebelumnya."Aku pergi kerja dulu ya, Baby. Kamu gak boleh ke mana-mana. Nanti kita makan siang bareng.""Belum ada telepon dari pihak rumah sakit?""Ah, ya. Harusnya sudah ada hasil tes DNA itu, kan?""Hon, aku takut."Bram berhenti mengikat tali sepatu lalu menoleh ke arahku yang masih berbaring di ranjang. "Takut apa? Tenang aja, aku gak salah, kok.""Kalau bukan kamu, terus siapa bapaknya?""Ya mana aku tau. Yang jelas, aku malam itu gak mimpi lagi ehem-ehem. Mungkin aja sebelum aku pingsan, udah duluan sampe ke kamar.""Kalo kamu udah kadung pingsan, kenapa pas bangun ada

  • Runaway Bridesmaids   Pengaruh Hormon

    Kaki seperti tidak menapak ke tanah sejak keluar dari kamar mandi ruang periksa dokter tadi. Ucapan selamat terdengar seperti dengungan yang menyiksa.Perubahan yang kentara terjadi pada Bram. Dia memperlakukan aku seperti sesuatu yang rapuh dan mudah pecah. Semua tindakannya tampak sangat hati-hati.Namun, kenapa rasanya seperti sangat tersakiti? Ini jawaban kenapa aku mendadak aneh dan agresif. Hormon hamil membuatku begini.Perlahan-lahan aku mengusap perut yang masih sangat datar. Apa kita sanggup menjalani semua ini, Nak? Apa kita sanggup berbagi perhatian dengan anak lain yang juga memiliki darah dan keturunan sama? Bayinya Nadhira.Bram masih sibuk berceloteh riang membahas tentang kehamilanku. Namun, aku tak mencerna sedikit pun apa yang terlontar dari bibirnya. Aku sibuk dengan dunia yang mendadak seperti hampa.Ketika kami kembali ke hotel, Bram langsung turun untuk membukakan pintu mobil. Dia merangkulku mesra. Letupan bahagi

DMCA.com Protection Status