Share

Foto Candid

Penulis: Lysa_Yovita22
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Pagi, Sayang. Syukurlah aku datang tepat waktu,” sapa Arkana saat aku hendak masuk mobil.

“Hai, sepagi ini mampir. Ada yang penting?” tanyaku ramah.

“Laporan yang kamu butuh, sudah aku email balik, ya. Jadi, hari ini kamu punya banyak waktu luang, kan?” Arkana bertanya balik.

“Oh ya? Serius sudah selesai? Keren banget sih kamu. Makasih banyak ya, Kan.”

“Hari ini ikut aku, yuk? Aku pengen beliin apa aja yang kamu suka. Seharian ini kita belanja untuk keperluan isi rumah. Mau?” Arkana memamerkan senyum semringah.

“Gimana ya, Kan, aku masih ada urusan di kantor, sih,” elakku.

“Please, Sayang. Rumah itu hadiah aku untuk kamu. Aku mau isinya ya kamu yang milih,” pinta Arkana dengan mimik wajah lucu.

Ah, boleh juga. Anggap saja aku membantu Zanna memilih semua hal yang ia suka.

Satu hal yang baru aku tahu, ternyata Arkana ini bisa berubah menjadi sangat banyak bicara. Padahal menurut Zanna, lelaki ini tergolong p

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Runaway Bridesmaids   Aku Datang, Honey

    "Sissy, aku pasti kangen banget sama kamu," ucap Zanna di antara isak tangis."Dih, lebay deh. Aku cuma pergi tiga hari doang, Nya. Senin sore juga udah bobo di rumah lagi. Jangan cengeng gini, ah." Aku menepuk lembut punggung Zanna."Sebenarnya, aku ... takut, gimana kalo terjadi kesalahan saat pura-pura jadi kamu."Selalu tidak percaya diri. Aku menghela napas. Bagaimana meyakinkan saudari kembarku ini kalau sebenarnya tidak banyak perbedaan mencolok di antara kami? Tidak akan ada yang curiga jika kami bertukar tempat."Listen, My Twin! Look at this mirror. See? Tak ada beda di antara kita. Berperanlah menjadi Zeline untuk mengejar cinta sejati kamu. Please, Bram sudah menunggu kedatangan istri tercintanya di sana." Aku menaik-turunkan alis mata untuk menggodanya.Zanna menghapus air mata yang masih mengalir. "Ayo, aku anterin ke bandara.""Nah, gitu dong. Yuk, s

  • Runaway Bridesmaids   Sekeping Kecemburuan

    "Hon, gak kangen sama aku?" tanyaku manja.Anehnya, wajah tampan yang sangat aku rindukan itu tidak berubah sedikit pun.Bram bersedekap, menatapku lekat, jauh dari kesan ramah. Aku mendekat, mencoba memangkas jarak, sengaja menyusup dalam pelukan Bram."Hon, aku kangen," bisikku di telinga Bram.Tidak seperti biasa, Bram hanya diam. Aku melepaskan pelukan dan memasang wajah bingung."Honey, apa ada masalah di kantor? Kok kamu jadi dingin gini sama aku? Atau aku ada buat salah ke kamu?" tanyaku beruntun.Bram mendengkus. "Kamu tidak merasa bersalah sedikit pun?""Honey, please ... Kalau aku datang lebih awal dan membuat kamu harus bayar dua kali tiket pesawat, maaf. Aku kangen, gak bisa ditahan lagi.""Berhenti bersandiwara, Zeline! Aku paling gak suka dibohongi!" Bram membentak.Aku tersentak. Air mataku merebak. Tak percaya Bram t

  • Runaway Bridesmaids   Gangguan Kecil

    "Kamu pindah ke Bali aja ya, Babe?""Iya, aku bakalan pindah ke Bali setelah pesta pernikahan Zanna terwujud," jawabku seraya menghapus sisa make up.Bram mendekat dan mengecup lembut pucuk kepalaku. "Aku gak bisa fokus kerja, Sayang. Setiap saat terlintas pikiran buruk dan cemburu. Ayolah, aku punya hak penuh sebagai suami!"Aku meletakkan make up remover ke meja cermin, berbalik badan untuk menatapnya. "Suamiku yang paling tampan sedunia, kita sudah berulang kali membahas masalah ini selalu berakhir dengan debat melelahkan. Boleh kita ganti topik pembicaraan lain?"Sengaja aku berucap dengan nada dan tatapan selembut mungkin. Bram ini kadang kekanak-kanakan, egonya tinggi. Terbiasa memenangkan semua hal yang ia targetkan, membentuk mentalnya tidak ingin dibantah. Namun, air mataku adalah kelemahan terbesar yang ia punya.

  • Runaway Bridesmaids   Sepulang dari Bali

    Bali, belanja dan cinta. Sayang, kebersamaan ini akan berakhir. Enggan beranjak dari kehangatan dan suasana penuh warna. Namun, realita kehidupan memaksaku untuk segera berbenah. Demi sebuah janji yang harus dituntaskan.Selain itu, perasaanku tak tenang. Zanna mendadak tak bisa dihubungi. Entah apa yang terjadi dengan kencannya kemarin. Tidak biasanya ia seperti ini.Kuurungkan niat untuk membahasnya dengan Bram, tidak ingin merusak suasana romantis. Membahas mengenai Zanna berarti menyangkut Arkana dan Bram benci itu. Sama seperti aku yang sengaja membentang dinding pemisah antara lelaki kesayangan ini dengan sekretaris itu.Jika ditanya, aku akan mengatakan ingin menempel pada Bram seperti lintah. Tidak ingin membaginya dengan siapa pun. Namun, tindakan itu terdengar kekanakan sekali, kan? Seperti bukan Zeline Zakeysha yang terbiasa menundukkan lelaki saja.Tanganku masih menggenggam ponsel yang

  • Runaway Bridesmaids   Sanggupkah hatimu?

    Aku menahan detakan yang meningkat dalam dada saat mengintip dari jendela, Bi Ani sedang menyambut kedatangan Arkana. Gegas, aku memastikan Zanna masih dalam kondisi tertidur. Setelah semua aman dan rapi, aku menyelinap ke kamar dan mengintip lewat connecting door yang dibiarkan sedikit terbuka."Bibi tinggal ya, Den. Kalau ada apa-apa, panggil aja," ucap Bi Ani."Ya, Bi. Terima kasih," jawab Arkana sopan.Setelah Bi Ani beranjak, Arkana mendekat ke arah ranjang. Tatapan matanya terlihat sedih. Ah, sedalam itukah lelaki yang dicintai Zanna ini menaruh rasa terhadapku?"Sayang, aku datang. Maaf, aku abai dengan kondisi kamu. Aku sibuk merampungkan pekerjaan agar kita bisa bulan madu dengan tenang." Arkana mengecup lembut punggung tangan Zanna.Untungnya, Zanna tipe kebo, yang sekali menyentuh bantal akan tidur pulas seperti orang pingsan. Jadi gerakan spontan dari Arkana tak akan mengusik ketenangan

  • Runaway Bridesmaids   Another Day Without You

    "Hon, aku kangen banget sama kamu. Ke mana aja, sih?" omelku saat panggilan ponsel tersambung.Bram masih berusaha menjelaskan tetapi aku langsung menggeser tombol ponsel menjadi panggilan video.Wajah Bram muncul memenuhi layar ponsel. Aku meletakkan benda itu di holder dan menekan tombol pengeras suara."Aku kangen tau. Kaos kamu gak mempan. Aku tetap aja disiksa oleh rindu. Honey, pulang," rengekku manja."Belum bisa, Babe. Proyek baru dimulai, mana bisa aku melarikan diri. Kamu aja yang ke sini dan gak usah balik lagi seterusnya. Ya?" Wajah Bram memelas.Aku menghela napas. Wajahnya sedikit kurang terawat dengan jambang yang belum dicukur. Aktivitas yang aku ambil alih sejak kami menikah."Pestanya sebentar lagi, Hon. Doain lancar, supaya aku bisa kabur dengan segera," pintaku."Aku selalu merindukan kamu. Setiap kembali ke villa, hatiku kosong, Babe

  • Runaway Bridesmaids   Mr. J

    "So Zeline, haruskah aku memanggilmu kakak ipar tersayang?" sindir lelaki tampan di hadapan.Kegiatanku langsung terhenti. Ponsel yang sedari tadi dalam genggaman, aku letakkan di pangkuan.Aku mencebik lalu bersedekap. "Of course. In case you forget, aku sudah menikah dengan Bram.""Tahukah kamu, betapa aku menyesali perbuatan yang menyebabkan hubungan kita kandas?"Aku tertawa sumbang. "Too late, Jeremy! Kamu mengabaikan tanggal jadian kita yang ke tiga bulan hanya karena balapan motor.""Sounds childish, Zeline Sweetheart. Aku masih menyimpan sebentuk cinta yang sama untuk kamu. Seperti orang bodoh aku mencari kamu.""Oh really? Aku tidak pernah mengganti nomor ponsel, J. Berhentilah berbohong!"Aku tahu persis siapa laki-laki yang ada di hadapan ini. Track recordnya sama sepertiku. Pembosan dan tida

  • Runaway Bridesmaids   Phone Call

    Kepalaku masih berdenyut-denyut atas semua kejadian di rumah Bunda. Tingkah menyebalkan Jeremy yang membuatku harus pintar menempatkan diri di depan Bunda sungguh menyiksa hati. Untung saja bisa segera berpamitan setelah makan, tanpa perlu menginap di sana."Hon, sampai kapan aku terjebak dalam situasi seperti ini?" Aku mengomel sembari melepaskan stilleto dan melemparnya begitu saja.Aku melangkah menuju kamar mandi dan meneteskan essentials oil dalam bathtub. Semua hal ini menguras energi dan pikiran, aku butuh suasana rileks. Setelah musik mengalun lembut dari ponsel, aku mulai memejamkan mata, sekadar menenangkan riuhnya isi kepala.Saat hampir saja terlelap suara ketukan pintu terdengar."Ya, sebentar," jeritku.Aku pun bergegas keluar bathtub dan membasuh busa yang masih menempel. Hanya mengenakan bathrobe, aku keluar dari kamar mandi dan melihat Zanna duduk dengan memasa

Bab terbaru

  • Runaway Bridesmaids   Ending

    Aku duduk dengan kaku. Sulit dipercaya kalau kedua orang yang biasanya selalu terlibat perang dingin ini mendadak akur."Mami, apa kabar?" Aku mencoba mencairkan suasana."Baik. Kamu ... gimana? Kandunganmu ... sehat?" Aku mengernyit. Kenapa Mami malah berbicara dengan terbata-bata? Apa Papi yang memaksa Mami untuk datang ke sini?Setelah tiga bulan masalah di Bali berlalu, baru kali ini, Mami datang menjengukku. Memang, sejak aku menolak untuk memilih Mami, perlakuan beliau memang berubah drastis. Hanya ada Zanna yang menjadi prioritas beliau. Zeline hanyalah alat untuk mencapai tujuannya di kantor. Zeline yang harus bekerja keras untuk perusahaan.Untungnya ada Papi yang selalu membesarkan hatiku. Jika aku suka berpetualang dengan berpacaran, itu hanyalah pelampiasan karena ingin mencari yang terbaik.Seperti hendak melupakan mantan yang sangat posesif itu. Siapa yang menyangka kalau aku harus menyeret Bram dalam pusaran arus balas dendam.Papi berdeham. "Aline, jangan melamun!"

  • Runaway Bridesmaids   Makan Kamu

    Aku dan Bram sudah kembali ke Jakarta. Kembali pulang ke apartemenku. Aku tak ingin ke mana-mana lagi. Bahkan tidak kembali ke Bali.Bram sudah menutup semua pekerjaan yang ada di Bali. Entah sampai kapan aku bisa berdamai dan berani kembali ke kota penuh kenangan itu.Sudah tiga bulan berlalu, tetapi aku masih juga bermimpi buruk. Aku memang payah jika berkaitan dengan trauma. Entah butuh berapa lama sampai aku bisa berdamai dengan keadaan.Aku bahkan masih bisa mengingat jelas semua ucapan permintaan maaf dari Nadhira. Wajahnya semakin tirus dan menyedihkan setelah hakim memutuskan hukumannya.Nadhira memang mengakui semua perbuatannya, termasuk mengetahui semua rangkaian teror yang dilakukan Laurence. Ponsel yang aku gunakan pun dijadikan sebagai barang bukti. Karena rentetan teror masih tersimpan di dalamnya.Papi semakin over protektif kepadaku. Sempat terjadi perdebatan sengit antara Papi dengan Bram. Namun, aku berhasil meyakinkan beliau kalau Bram tidak bersalah. Akar permasa

  • Runaway Bridesmaids   Tolong Aku

    Suara tepuk tangan terdengar dari seseorang yang mendadak muncul dari balik pintu. Laurence yang tadinya hendak menyentuh tubuhku, mendadak berhenti. Rasanya tak percaya, Tuhan mengabulkan doa yang tak henti aku panjatkan sejak membuka mata tadi. "Oh, come on. Kenapa kau harus ke sini?" Laurence berdecih. "Apa kau juga ingin meminta jatah? Nanti saja, aku ingin membalas dendam terlebih dahulu." "Demi nama Tuhan, Laurence! Berhentilah bersikap seperti binatang!" Laurence memaki sambil memukul tempat tidur. Laki-laki busuk di hadapanku ini beringsut turun dari ranjang dan berjalan cepat ke arah pintu kamar. "Binatang katamu? Hei, Bitch! Kau dan aku tak ada bedanya. Selama ini kau mengikuti langkah Bram seperti anjing yang mendambakan pasangan." Laurence menampar pipi Nadhira.Aku ikut memekik tertahan. "Jaga bicaramu! Aku tidak pernah berlaku serendah itu!" Nadhira menatap marah kepada Laurence.Benarkah? Nadhira ... masih berharap banyak kepada Bram? Tidak, ini hanya manipulasi p

  • Runaway Bridesmaids   Tertipu Mentah-mentah

    Ketika membuka mata, aku terkejut luar biasa. Laurence tersenyum lebar di samping ranjang. Tak hanya itu, tangan dan kakiku dalam keadaan terikat di tiang ranjang. "Lau, kau mau apa? Kenapa aku terikat begini?" Aku menangis. Semua hal buruk sudah menjejali isi kepala. Aku takut luar biasa. Apalagi mengingat track record buruk Laurence dengan wanita jalang. "Lepaskan aku, Lau. Please." Mataku sudah dipenuhi genangan air. Aku tak mau sikap berengsek Laurence membahayakan janin dalam kandungan. Bram, tolong aku. Tatapan lapar berbalut kebencian aku saksikan ketika Laurence mengusap air mata di pipi. "Tolong, Lau. Jangan sakiti aku."Sedetik kemudian aku mengaduh. Laurence mencengkeram erat daguku. "Kau ... pembunuh!" Aku membelalakkan mata. Ingatan mengerikan langsung berkelebat. Apakah sosok peneror itu sebenarnya adalah Laurence?Tawa Laurence langsung menggema di ruangan. "Ya. Aku adalah orang yang selama ini mengirim teror."Daguku terasa nyeri. "Lep-lepasskan aku."Laurence me

  • Runaway Bridesmaids   Mengikuti Laurence

    Aku tak rela melepas Bram untuk pergi bekerja. Rasanya rindu ini belum usai untuk dituntaskan. Enggan kehilangan pelukan hangat dan aroma menenangkan pengusir mual itu."Harus banget ya, Hon, perginya?" Aku memasang wajah merajuk.Bram tersenyum tipis. "Iya. Urusan pekerjaan ini penting banget, Baby. Ada dokumen penting yang hilang.""Hilang? Kok bisa?" "Entahlah. Aku ...." Bram menghela napas berat. "Mungkin semua terjadi ketika aku tak fokus dan sibuk mencari keberadaan kamu." Aku merasa menyesal. Ada andilku dalam kehancuran keuangan perusahaan. Mendadak aku teringat dengan semua teror yang belakangan kerap mengintai. Apa ini pun ada kaitannya dengan seseorang itu?Bram cekatan mengikat tali sepatu. Aku memperhatikan semua gerakannya dalam diam. Ada rasa ingin mengatakan tentang si peneror, tetapi aku takut semakin membuat konsentrasinya terpecah."Hei, kok malah melamun? Aku bakalan langsung pulang kok." Bram duduk di tepi ranjang untuk mengusap rambutku."Entahlah, Hon. Pengen

  • Runaway Bridesmaids   Sebuah Pengakuan

    Aku menangis sejadi-jadinya. Bram pun ikut meneteskan air mata. "Maaf. Aku minta maaf. Semua rasa sakit ini gak akan terjadi seandainya aja aku ...." Ah, harus kutekan rasa sakit yang mendadak menyesaki dada. Semua sudah terlanjur, bukan? Kami hanya perlu belajar untuk mengikhlaskan segalanya. "Setelah apa yang kita alami, haruskah merutuk atau malah--""Ssh, please. Seandainya mungkin, aku pasti akan mengubah masa lalu. Aku gak akan biarin peristiwa busuk itu sampai terjadi." Bram langsung merengkuh tubuhku. "Maaf."Kata maaf tak akan mampu mengubah keadaan. Terlebih ketika sudah ada janin yang bersemayam. Perlahan-lahan aku mengembuskan napas. Berusaha mengenyahkan rasa perih ketika semua keterpurukan itu membayang kembali di pelupuk mata."Lantas, siapa laki-laki yang tega merekayasa semuanya, Bram?"Bram mendengkus. "For God's sake, Cantik. Haruskah kamu panggil aku Bram setelah mengetahui kebenaran?"Aku menelan kembali semua rentetan kalimat yang hendak ditumpahkan. Benar. Le

  • Runaway Bridesmaids   Batal Terbang

    Bau khas rumah sakit menyerbu indera penciuman ketika aku mencoba membuka mata. Lamat-lamat terdengar suara orang berbicara.Aku di mana?"Baby, kamu udah sadar?" Bram langsung bergegas menuju ke arahku.Tangan kokoh itu langsung membawaku dalam pelukan hangatnya. "Apanya yang sakit?"Ini ... kamar rawat. Kenapa aku bisa ada di sini? Sebentar, bukannya kami harus ke bandara?"Tadi tiba-tiba kamu pingsan di lobi hotel. Kita batal terbang ke Jakarta. Dokter gak rekom."Ah iya, aku ingat, mendadak tengkuk terasa berat lalu semuanya gelap."Kondisi kehamilan kamu rentan. Kita gak bisa pergi dari Bali, Baby.""Tapi, Aunty Lia butuh aku, Hon."Bram mengurai pelukan. "Aku gak izinin kamu pergi. Ini demi keselamatan kamu dan anak kita."Aku tak berani membantah. Terlebih ketika melihat tatapan tegas dari mata yang biasanya selalu memancarkan kelembutan itu. Artinya Bram tidak akan mau mendengar ala

  • Runaway Bridesmaids   Pulang

    Satu minggu terasa sangat sebentar ketika dijalani bersama suami yang semakin ditatap bertambah poin ketampanannya.Bram tidak mengizinkan aku untuk kembali ke villa sewaan itu. Dia tidak mau aku terpengaruh dengan Nadhira dan Laurence. Kehamilan ini membuat Bram lebih over protective ketimbang sebelumnya."Aku pergi kerja dulu ya, Baby. Kamu gak boleh ke mana-mana. Nanti kita makan siang bareng.""Belum ada telepon dari pihak rumah sakit?""Ah, ya. Harusnya sudah ada hasil tes DNA itu, kan?""Hon, aku takut."Bram berhenti mengikat tali sepatu lalu menoleh ke arahku yang masih berbaring di ranjang. "Takut apa? Tenang aja, aku gak salah, kok.""Kalau bukan kamu, terus siapa bapaknya?""Ya mana aku tau. Yang jelas, aku malam itu gak mimpi lagi ehem-ehem. Mungkin aja sebelum aku pingsan, udah duluan sampe ke kamar.""Kalo kamu udah kadung pingsan, kenapa pas bangun ada

  • Runaway Bridesmaids   Pengaruh Hormon

    Kaki seperti tidak menapak ke tanah sejak keluar dari kamar mandi ruang periksa dokter tadi. Ucapan selamat terdengar seperti dengungan yang menyiksa.Perubahan yang kentara terjadi pada Bram. Dia memperlakukan aku seperti sesuatu yang rapuh dan mudah pecah. Semua tindakannya tampak sangat hati-hati.Namun, kenapa rasanya seperti sangat tersakiti? Ini jawaban kenapa aku mendadak aneh dan agresif. Hormon hamil membuatku begini.Perlahan-lahan aku mengusap perut yang masih sangat datar. Apa kita sanggup menjalani semua ini, Nak? Apa kita sanggup berbagi perhatian dengan anak lain yang juga memiliki darah dan keturunan sama? Bayinya Nadhira.Bram masih sibuk berceloteh riang membahas tentang kehamilanku. Namun, aku tak mencerna sedikit pun apa yang terlontar dari bibirnya. Aku sibuk dengan dunia yang mendadak seperti hampa.Ketika kami kembali ke hotel, Bram langsung turun untuk membukakan pintu mobil. Dia merangkulku mesra. Letupan bahagi

DMCA.com Protection Status