Part 23Perceraian Alice dengan Barana sudah melewati waktu hampir satu tahun. Devan yang pada akhirnya mengetahui status Alice, mencoba memberi sinyal kepada wanita itu agar mau menerimanya. Namun sayang, rasa trauma dan juga takut akan mendapatkan perlakuan yang sama, membuat Alice masih mempertimbangkan semuanya.Hingga suatu hari Kania menghubungi dirinya. Nada bicaranya seolah terdengar sedikit sedih. Namun Alice berusaha untuk tidak terpengaruh."Devan sudah cukup lama menunggu kepastianmu loh, Lice," ungkap Kania."Siapa yang menyuruhnya untuk menungguku, Nia?" Alice malah membalikkan pertanyaan."Alice … tolonglah! Jangan biarkan rasa takut itu terus menghantui dirimu seumur hidup. Dokter telah menyatakan kandunganmu sehat dan baik-baik saja. Ayolah Lice, buka matamu! Di luar sana, ada seorang pria yang masih menunggumu dengan sabar dan setia!" cetus Kania sedikit kesal.Alice terdiam. Pikiran melayang kepada pria yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Devan, pria tampan juga mapa
Part 24Rintihan suara kesakitan terdengar begitu jelas di telinga Barana, sehingga membuatnya penasaran ingin melihat siapakah yang baru saja masuk ke ruang UGD tersebut. Namun sayangnya, Mariam pun tengah membutuhkan dirinya."Dok … tolong anak saya, Dok!" seru suara di sebelah ranjang Mariam, yang hanya terhalang oleh tirai.Barana tersentak kaget saat mendengar suara itu. Suara yang tidak begitu asing di telinganya, yang membuat hatinya tergelitik untuk mengetahui orang tersebut."Mama Indah!" Barana tersentak kaget, saat mengetahui siapa pemilik suara tersebut."Barana?!" Indah pun tak kalah kaget saat mengetahui siapa yang memanggilnya."Siapa yang sakit, Ma?" tanya Barana khawatir."Kamu sendiri ngapain di sini?" Indah malah balik bertanya pada menantunya."Ibu terkena stroke, Ma. Tadi mendadak pingsan di rumah." Barana menoleh ke arah ranjang Mariam."Ya Allah Mariam … terus bagaimana keadaan ibumu sekarang?" tanya Indah.Barana kemudian menceritakan kepada Indah, semua ucapan
Part 1"Dasar mandul!" Alice hanya menahan tangisnya, manakala mendengar ucapan Mariam, sang ibu mertua barusan.Matanya menatap ke arah Barana, suaminya. Seolah memohon bantuan dan juga pembelaan atas semua cacian dari sang ibu mertua.Tetapi Alice malah mendapatkan kekecewaan, manakala melihat Barana tidak bereaksi sedikit pun atas ucapan yang dilontarkan oleh Mariam."Orang lain mungkin sudah punya anak dua, mengingat usia pernikahan kalian sudah tujuh tahun. Lah ini, satu orang anak pun belum juga dapat kamu berikan kepada kami." Mariam menatap sinis ke arah Alice. Wanita paruh baya itu memainkan wajahnya, menahan emosi manakala menatap wajah Alice yang terlihat datar, meski menahan air mata."Coba kau tengok mantan kekasihmu itu, Bar! Sudah punya anak tiga dia, lucu dan tampan anaknya. Andaikan kau jadi menikah dengannya, takkan malu aku melihat rumah tangga kalian ini." Wanita paruh baya itu pun berdiri dan masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Alice dan juga putranya yang sej
Part 2Ucapan Kania hari itu selalu terngiang-ngiang. Beberapa kali ia berusaha menepis rasa curiga, yang sempat terlintas akibat ucapan rekan kerjanya tersebut.Gak mungkin mas Bara mandul. Bukankah ia terlihat baik-baik saja dan memiliki sperma yang cukup bagus. Alice membatin dalam hatinya. Seraya mengungat-ingat kembali, saat dirinya berhubungan intim dengan sang suami.Tiba-tiba sebuah suara khas mengejutkan dirinya, dan telah berada tepat di belakangnya."Wah, wah, ternyata begini toh kerjaan kamu saat sedang libur kerja. Lihat nih, rumah berantakan kaya gini tapi kamu malah leyeh-leyeh." Mariam tersenyum sinis ke arah Alice. "Bu, kapan datang?" Alice segera menghampiri dan mencium tangan Mariam."Sudah dari tadi. Ibu ucapin salam, tapi kamu tidak juga menyahut. Akhirnya ibu langsung masuk saja." Mariam menjawab seraya menerima tangan Alice dengan ekspresi datar."Maaf Bu, aku sedang menyelesaikan pekerjaan. Besok ada event, jadi harus benar-benar dipersiapkan dengan matang." A
Part 3"Alice … ada apa? Kuperhatikan sejak beberapa minggu ini, kamu berubah. Lebih banyak diam dan melamun. Ada masalah apa? Apakah masih masalah yang sama?" Kania mencecar Alice dengan banyak pertanyaan, semenjak ia melihat Alice berubah sikapnya.Alice yang posisi duduknya membelakangi Kania, tidak menjawab apapun. Wanita cantik itu masih terdiam seribu bahasa.Kania yang memperhatikan Alice sejak beberapa minggu terakhir ini, ikut merasakan ada yang tengah dirasakan dan dialami oleh rekan kerjanya tersebut. Alice menjadi lebih banyak menyendiri dan jarang tersenyum seperti dulu.Senyum manis yang biasa menghiasi bibir tipis Alice, tak lagi nampak terlihat. Beberapa rekan kerja mereka pun bertanya-tanya, namun sungkan untuk menanyakan langsung kepada Alice."Lice, kamu baik-baik saja kan?" Kania kembali bertanya. Kali ini nada suaranya setengah berbisik, seraya membelai bahu Alice.Tiba-tiba Kania terkejut manakala merasakan tubuh Alice berguncang.Ia pun segera membalikkan tubuh
Part 4Usai mendengar cerita bu Urip, Alice pun segera pulang. Ia tak ingin lagi berlama-lama di situ. Tujuannya sekarang adalah ke rumah Kania, sahabatnya.Alice tidak lagi memperdulikan waktu yang telah semakin beranjak larut malam. Suara deru motornya tenggelam, bersama suara bising kendaraan lain yang masih berada di jalan raya. Tadi Alice sempat menitip pesan pada Kania. Ia tidak memperdulikan sahabatnya itu membalas atau tidak. Terpenting baginya saat ini adalah ia butuh tempat untuk berbagi.Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam, akhirnya membuat ia tiba di sebuah perumahan yang cukup luas. Awalnya ia merasa sungkan untuk meneruskan niatnya. Akan tetapi, setelah membuka ponselnya dan membaca balasan pesan dari Kania yang berisikan[Datanglah, Lice. Pintu rumahku selalu terbuka untukmu. Kutunggu sekarang ya.] Dirinya pun tersenyum lalu segera melajukan motornya masuk, ke dalam perumahan tersebut dan langsung menuju ke rumah Kania.Rumah minimalis berwarna putih bersih
Part 5Kania menatap tajam ke arah Alice, yang memandang sendu ke arahnya. Meskipun Alice adalah atasannya di kantor, namun karena mereka telah bersahabat sejak keduanya baru memasuki kantor tersebut, sehingga tidak ada lagi jarak antara keduanya.Melihat tatapan mata Alice, membuat Kania kembali menghampiri dan duduk di sisi ranjang tempat Alice terbaring."Jawab Lice. Siapa wanita itu?" tanya Kania penasaran."Orang yang pernah aku ceritakan kepadamu waktu itu. Yang akan dijodohkan oleh ibu mertuaku …." Alice kembali memalingkan wajahnya dan membiarkan Kania mengurut-urut dahinya yang tidak pening. "Dia pikir sekarang jaman Siti Nurbaya kali ya? Terus Barana mau gak sama perempuan itu?" selidik Kania penasaran."Entahlah. Aku tidak pernah membahasnya dengan mas Barana. Selama ini tidak pernah sedikitpun kutanyakan perihal wanita itu. Aku bersikap seolah-olah tidak mengetahui semuanya." Alice menjawab pertanyaan Kania dengan suara tercekat."Kamu terlalu penakut Lice." Kania menimpa
Part 6 Barana memperhatikan sosok Alice dari kejauhan. Matanya terlihat penuh harap, seolah ada yang ia inginkan dalam hatinya. Alice tersenyum menghampiri mobil sang suami. Keduanya memang janjian untuk menjenguk keponakan Barana yang tengah terbaring sakit di rumah sakit. "Hai Mas, sudah lama menunggu?" tanya Alice seraya mencium tangan Barana dengan takzim. "Aku baru saja tiba kok. Kita jalan sekarang ya, takut kemalaman." Barana mencium kening Alice dan bersiap di belakang kemudinya. Alice hanya menganggukkan kepala, lalu mengenakan sabuk pengamannya. Mobil berwarna putih itu pun mulai melaju, meninggalkan parkiran kantor dan juga seseorang yang sejak tadi mengamati mereka berdua. 'Syukurlah jika hubungan mereka mulai membaik. Semoga kebahagiaan menyelimuti rumah tangga mereka.' Kania membatin sambil memperhatikan mobil berwarna putih itu pergi dari hadapannya. Usai kejadian beberapa minggu lalu di ruang meeting, keduanya memang sudah jarang bertegur sapa. Hanya untuk uru
Part 24Rintihan suara kesakitan terdengar begitu jelas di telinga Barana, sehingga membuatnya penasaran ingin melihat siapakah yang baru saja masuk ke ruang UGD tersebut. Namun sayangnya, Mariam pun tengah membutuhkan dirinya."Dok … tolong anak saya, Dok!" seru suara di sebelah ranjang Mariam, yang hanya terhalang oleh tirai.Barana tersentak kaget saat mendengar suara itu. Suara yang tidak begitu asing di telinganya, yang membuat hatinya tergelitik untuk mengetahui orang tersebut."Mama Indah!" Barana tersentak kaget, saat mengetahui siapa pemilik suara tersebut."Barana?!" Indah pun tak kalah kaget saat mengetahui siapa yang memanggilnya."Siapa yang sakit, Ma?" tanya Barana khawatir."Kamu sendiri ngapain di sini?" Indah malah balik bertanya pada menantunya."Ibu terkena stroke, Ma. Tadi mendadak pingsan di rumah." Barana menoleh ke arah ranjang Mariam."Ya Allah Mariam … terus bagaimana keadaan ibumu sekarang?" tanya Indah.Barana kemudian menceritakan kepada Indah, semua ucapan
Part 23Perceraian Alice dengan Barana sudah melewati waktu hampir satu tahun. Devan yang pada akhirnya mengetahui status Alice, mencoba memberi sinyal kepada wanita itu agar mau menerimanya. Namun sayang, rasa trauma dan juga takut akan mendapatkan perlakuan yang sama, membuat Alice masih mempertimbangkan semuanya.Hingga suatu hari Kania menghubungi dirinya. Nada bicaranya seolah terdengar sedikit sedih. Namun Alice berusaha untuk tidak terpengaruh."Devan sudah cukup lama menunggu kepastianmu loh, Lice," ungkap Kania."Siapa yang menyuruhnya untuk menungguku, Nia?" Alice malah membalikkan pertanyaan."Alice … tolonglah! Jangan biarkan rasa takut itu terus menghantui dirimu seumur hidup. Dokter telah menyatakan kandunganmu sehat dan baik-baik saja. Ayolah Lice, buka matamu! Di luar sana, ada seorang pria yang masih menunggumu dengan sabar dan setia!" cetus Kania sedikit kesal.Alice terdiam. Pikiran melayang kepada pria yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Devan, pria tampan juga mapa
Part 22Pertengkaran terus mewarnai kehidupan Barana dengan Sarah. Terlebih pasca dirinya bercerai, sikap wanita itu malah semakin menjadi. Bahkan kali ini Sarah menuntut agar ia dinikahi secara negara.Sarah yang memang berniat menuntut harta gono-gini milik Barana, mencoba mendatangi Alice ke rumahnya. Kedatangannya bersama Mariam tersebut tanpa sepengetahuan Barana, namun sayangnya wanita itu telah pindah rumah. Amarah Mariam pun meledak, saat mengetahui Alice telah menjual rumahnya tanpa memberikan uang sepeser pun kepada Barana.Wanita paruh baya itu pun mencoba mencari dimana Alice tinggal sekarang. Namun hasilnya nihil, karena tidak seorangpun yang ingin memberitahukan keberadaan Alice.Sebenarnya rumah itu dibeli oleh Devan, bukan dengan orang lain. Karena saat Alice ingin menjualnya, ia merasa kesulitan karena lama terjual. Alice pun tidak tahu, jika rumah itu dibeli oleh Devan. Karena semua urusan jual beli tersebut di urus oleh asisten pribadi pria itu. Devan memang seng
Part 21"Suami kamu?" tanya Devan singkat."Akan menjadi mantan suami," sahut Alice acuhDevan tersenyum mendengar ucapan Alice. Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan makan siang, dan mengabaikan kejadian barusan.Alice yang melihat sikap acuh Devan atas kejadian tadi hanya tersenyum. Setidaknya ia tahu bagaimana karakter Devan, jika menghadapi suatu masalah."Apakah itu istri keduanya?" tanya Devan lagi, diselimuti rasa penasaran.Alice hanya menganggukkan kepala tanpa berkata-kata. ia tetap menikmati makan siang kesukaannya tersebut. Seolah tidak terpengaruh oleh kata-kata Devan barusan."Apa kamu mengetahui pernikahannya tersebut?" selidik Devan."Tahu dan aku mengijinkannya." Alice menimpali ucapan Devan dengan santai.Sikap Alice tersebut membuat Devan terkejut, sebelum akhirnya kembali tersenyum. Ia sudah membayangkan, bagaimana sabarnya Alice dalam menjalani rumah tangganya."Hey Van, lanjutkan makanmu. Kok malah bengong?" ledek Alice melihat pria itu terus menatap
Part 19Kejadian hari itu menyisakan trauma yang mendalam bagi Alice. Sejak saat itu gerbang rumahnya di gembok, dan melarang siapapun masuk ke rumah tanpa ada janji dengannya.Kania yang sempat mendengar pertengkaran antara Alice dengan Mariam pun jadi mengetahui jika ternyata sahabatnya itu telah mengajukan gugatan cerai.Akan tetapi Kania berpura-pura tidak mengetahui sampai Alice menceritakan sendiri kepada dirinya. Devan pun sudah beberapa kali menghubungi Kania dan menanyakan perihal sahabatnya tersebut, namun ia menutupi dan meminta Devan untuk mencari tahu sendiri perihal Alice."Tega kau, Nia! Masa sama teman sendiri gak mau kasih kisi-kisi." Suara bariton Devan terdengar kecewa dari seberang sana.Kania hanya tertawa mendengar ucapan teman semasa kuliahnya itu."Lebih baik kamu cari tahu sendiri deh, Van. Kurang seru kalo dari kisi-kisi." Kania menggoda Devan."Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku sih? Cukup bilang dia ada suami atau tidak, simple kan?" Devan terus
Part 18Makan malam pertama yang terjadi antara mereka, menyisakan kesan yang mendalam. Gaya Devan yang santai dan acuh, jauh dari kesan seorang CEO terkenal. Justru membuat Alice semakin tertarik untuk mengenal pria itu lebih dekat.Gelak tawa selalu terurai dari bibirnya di malam itu. Sehingga membuat Kania senang, melihat wajah sahabatnya begitu bahagia.Sebenarnya Kania tahu jika Alice akan mengajukan gugatan cerai. Namun ia sungkan untuk menanyakannya lebih jauh lagi, karena tidak ingin dianggap mempengaruhi keputusan Alice untuk bercerai dari Barana.Malam itu rona bahagia terus menggelayuti wajah cantik Alice. Bahkan saat Devan memutuskan untuk mengantarkannya pulang pun, Alice tidak menolak sama sekali. Kania yang sadar diri, menolak pulang bersama mereka. Ia beralasan di jemput oleh sang suami dan akan langsung menuju rumah orang tuanya.Devan dan Alice percaya dengan alasan Kania. Keduanya lalu pulang bersama menggunakan mobil Alice, diikuti oleh asisten pribadi Devan yang
Part 17Malam itu acara reuni semasa Kania kuliah begitu meriah. Pertemuan pertama kali usai wisuda 10 tahun lalu, membuat perempuan itu menikmati acara malam ini.Sebenarnya acara reuni pernah diadakan 5 tahun lalu pasca kelulusan mereka, namun Kania yang tengah sibuk bekerja berhalangan hadir."Kenalkan Devan. Jomblo akut di kampus kami, Lice." Gelak tawa Kania terdengar, saat memperkenalkan pria tampan bernama Devan kepada Alice.Alice mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Kemudian ia menjawab, "Alice … rekan kerja Kania." Senyum manis yang sontak membuat Devan langsung terpana, dan ingin mengenal lebih lanjut sosok perempuan cantik di hadapannya saat ini "Wah … wah … gak bener tuh! Dia bukan rekan kerja aku, melainkan atasan di kan—" Kania segera menghentikan ucapannya, manakala Alice menyenggol lengannya.Devan membalas senyum Alice. Kemudian ia kembali berkata,"Masih single atau sudah men—""Otewe single!" Kania memotong ucapan Devan, tanpa memperdulikan ekspresi wajah Alice
Part 16Semenjak pertengkaran hebat antara dirinya dengan sang suami beserta keluarganya, Alice tidak pernah lagi bertemu dengan mereka.Bahkan akses Alice untuk menemui Barana di kantornya pun dipersulit. Seolah-olah dalam masalah ini, semuanya adalah kesalahan Alice.Hingga suatu hari Alice mendapatkan kabar dari bawahannya, jika bertemu dengan Barana di gedung pengadilan agama."Sepertinya pak Barana ingin mengajukan gugatan perceraian, Bu," ujar sang anak buah kepada Alice.Alice terdiam sejenak. Hal yang sempat terlintas dalam benaknya beberapa waktu lalu, kini kembali muncul."Kamu yakin jika pak Barana hendak mengajukan gugatan tersebut?" tanya Alice menyelidik."Sangat yakin, Bu. Karena saat pak Barana mencari info di tempat itu, saya terus membuntutinya tanpa sepengetahuan beliau." Sang anak buah meyakinkan dirinya, jika apa yang didengarnya tidak mungkin salah."Baiklah jika begitu. Terima kasih atas informasi yang telah kau berikan." Alice kemudian segera menghubungi pengac
Part 15Kedatangan Alice ke acara pernikahan suaminya mengejutkan banyak orang yang hadir di sana. Terlebih saat Alice memberikan ultimatum, jika keduanya tidak bisa tinggal di rumah yang saat ini ditempati oleh dirinya. Hal itu dikarenakan rumah tersebut adalah murni hasil dari jerih payahnya sendiri sebelum menikah.Ia juga menjelaskan jika pernikahan kedua Barana sudah seizin dirinya. Bahkan saat Mariam meminta mahar sebesar 50 juta pun, dirinya mengetahui dan menolak untuk membantunya.Barana hanya menunduk menahan malu. Ia tahu jika saat ini Alice tengah marah besar dengan semua ini. Penghasilannya yang hanyalah seorang SPV di sebuah perusahaan property, sangat tidak sebanding dengan penghasilan Alice yang merupakan seorang Manajer di sebuah perusahaan kontraktor. Mariam menahan diri untuk tidak emosi, ia tertunduk lesu dan malu. Sesekali dirinya melirik ke arah Indah yang mimik wajahnya dipenuhi dengan rasa terkejut.Wajah Sarah yang sedari tadi sumringah atas pernikahannya, m