Share

Bab 3

Penulis: Mas Khalid
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-21 14:04:34

Part 3

"Alice … ada apa? Kuperhatikan sejak beberapa minggu ini, kamu berubah. Lebih banyak diam dan melamun. Ada masalah apa? Apakah masih masalah yang sama?" Kania mencecar Alice dengan banyak pertanyaan, semenjak ia melihat Alice berubah sikapnya.

Alice yang posisi duduknya membelakangi Kania, tidak menjawab apapun. Wanita cantik itu masih terdiam seribu bahasa.

Kania yang memperhatikan Alice sejak beberapa minggu terakhir ini, ikut merasakan ada yang tengah dirasakan dan dialami oleh rekan kerjanya tersebut. Alice menjadi lebih banyak menyendiri dan jarang tersenyum seperti dulu.

Senyum manis yang biasa menghiasi bibir tipis Alice, tak lagi nampak terlihat. Beberapa rekan kerja mereka pun bertanya-tanya, namun sungkan untuk menanyakan langsung kepada Alice.

"Lice, kamu baik-baik saja kan?" Kania kembali bertanya. Kali ini nada suaranya setengah berbisik, seraya membelai bahu Alice.

Tiba-tiba Kania terkejut manakala merasakan tubuh Alice berguncang.

Ia pun segera membalikkan tubuh Alice agar menghadap dirinya. Alice awalnya menolak, namun Kania memaksa dengan kuat. Sehingga membuat Alice tak kuasa menolaknya.

Tangis Alice pecah, Kania segera memeluknya erat. Membiarkan rekan kerja yang telah membersamainya selama 10 tahun itu menumpahkan segala sesak di dada.

"Menangislah … jika itu dapat membuat hatimu menjadi lega." Kania berbisik di telinga Alice. 

Beruntung ruangan mereka kali ini agak sepi, karena beberapa anak buah mereka tengah melakukan pekerjaan di lapangan.

Kania menunggu Alice hingga 15 menit lama. Tanpa ada pertanyaan apapun yang keluar dari wanita yang baru saja menikah itu.

Setelah Alice melepaskan pelukannya, Kania segera mengambil air minum untuknya. 

"Minumlah,"

Alice menerima segelas air putih hangat dari tangan Kania. Wanita cantik itu pun segera meneguknya dengan cepat.

"Bicaralah … jika ingin bicara dan percaya kepadaku. Namun bila diammu adalah yang terbaik saat ini, aku akan menunggu waktu yang tepat untukmu menceritakannya." Kania membelai lembut bahu Alice, kemudian menggenggam erat tangannya.

Alice yang telah menganggap Kania seperti adiknya sendiri itu pun segera menghela nafas panjang. Lalu mencoba tersenyum, meski terpaksa dilakukannya.

"Ada apa?" tanya Kania kembali usai melihat senyum Alice mengembang.

Ia tahu jika sahabatnya itu tidak sedang baik-baik saja. Namun ia sangat mengenal Alice, yang tidak terlalu terbuka untuk masalah rumah tangganya.

"Mas Barana mau dinikahkan, dengan anak sahabat mertuaku, Nia." Suara Alice terdengar lirih, namun cukup terdengar di telinga Kania. 

Kania terdiam sesaat, sebelum akhirnya bertanya kepada Alice.

"Kamu tahu darimana? Apa Mas Bara yang bilang kepadamu?"

Alice menggelengkan kepalanya lemah, lalu menjawab, "Ibu mertuaku yang mengatakannya sendiri, Nia. Dia bilang, jika sampai tahun depan aku belum juga hamil, maka ia akan menikahkan mas Bara dengan anak sahabatnya."

"Astaghfirullah …." Kania menutup mulutnya yang terbuka karena terkejut.

"Dan parahnya lagi, Ibu malah marah kepadaku saat ku ceritakan perihal dokter meminta agar kami berdua memeriksakan diri bersama." 

"Ya Allah … ibu mertuamu memang sangat kelewatan ya. Aku tidak habis pikir, dengan apa yang telah ia ucapkan kepadamu. Bahkan selama ini pun, aku selalu tak pernah habis pikir atas perbuatannya kepadamu." Kania menggelengkan kepalanya, sambil terus menggenggam erat tangan Alice.

"Aku tak tahu harus berbuat apa. Terlebih sejak ucapan ibu mertuaku hari itu, sikap mas Bara menjadi sedikit aneh." Alice menatap wajah Alice dengan penuh khawatir.

"Maksudmu?"

"Mas Bara jadi lebih senang, menghabiskan waktu di rumah ibunya. Bahkan di saat pulang kerja pun, dia rela langsung menuju rumah ibu ketimbang menjemputku." Alice mulai menghapus buliran air mata, yang sejak tadi membasahi pipinya.

"Sudah Lice, kamu tenangkan diri dulu. Makanya kalau ada masalah jangan dipikul sendiri. Berbagilah dengan orang yang kamu percaya. Meski ia tidak dapat memberi solusi, minimal ia menjadi pendengar yang baik untukmu." Kania kembali memeluk tubuh Alice dan membelai punggungnya dengan lembut. 

Bagi Kania, yang dibutuhkan Alice saat ini hanyalah pelukan dan telinga untuk didengar semua kisahnya. 

"Ni … tolong bantu aku carikan dokter yang terbaik ya." Alice melepas pelukan Kania, dan langsung menggenggam tangan sahabatnya itu.

Wajahnya terlihat sangat lusuh. Terlihat jelas di sana, jika ia sangat tersiksa dengan keadaannya selama ini.

"Pasti! Aku pasti akan melakukannya." Kania tersenyum dan memeluk tubuh Alice kembali.

"Sekarang segera bersihkan wajahmu. Anak buah kita sudah kembali dari lapangan. Jangan sampai mereka melihat si Mrs. Smile terlihat kusut dan bersedih." 

Alice tersenyum saat mendengar ucapan Kania barusan. Ia pun segera menuju kamar mandi dan membersihkan wajahnya. Setidaknya untuk saat ini hatinya sedikit lega, karena sudah menceritakan semua yang selama ini ia pendam.

**

"Halo Mas, pulang jam berapa hari ini?" tanya Alice pada suaminya manakala melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Aku menginap di rumah ibu." Barana menjawab singkat, namun cukup membuat hati Alice terluka.

Tanpa banyak bertanya lagi, ia pun segera menutup teleponnya dan langsung menangis. Sebenarnya ini bukanlah kali pertama Barana menginap di rumah sang ibu. 

Akan tetapi, karena hal ini terjadi usai Mariam mengatakan hal itu, Alice pun langsung berpikiran yang buruk.

Ia pun segera mengambil jaketnya dan memanaskan motor. Usai mengunci pintu rumah, Alice pun segera meluncur menuju rumah sang ibu mertua.

Jarak antara rumahnya dengan sang ibu mertua hanya berkisar satu jam. Jalanan yang cukup padat, tidak membuatnya memperlambat laju motor yang dikemudikannya.

Alice menghela nafas panjang, sebelum memasuki halaman rumah sang ibu mertua. Matanya nanar mengitari sekeliling rumah, berharap menemukan sesuatu yang selama ini ia curigai.

"Gak masuk, Lice?" tanya salah seorang tetangga yang melihat kedatangannya.

"Eh Bu Urip … iya nih baru mau masuk ke dalam. Kebetulan saya baru saja tiba." Alice tersenyum dan turun dari motornya.

"Sepertinya mereka semua sedang pergi, Lice. Belum lama, kok! Sekitar 15 menit yang lalu." Tetangga yang bernama bu Urip itu berkata sambil mendekati Alice.

"Oooh …." Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir Alice, namun sudah mampu menggambarkan kekecewaan dalam hatinya.

"Alice memangnya gak diajak? Udah hubungi Bara belum?" Bu Urip bertanya sambil melihat ke sekeliling rumah.

Alice hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Membuat hati bu Urip menjadi terenyuh. Ia pun mengajak Alice untuk mampir ke rumahnya, mengingat jarak yang cukup jauh dan tidak mungkin bagi Alice langsung kembali pulang ke rumah saat ini.

"Minumlah, tenangkan dulu dirimu." Bu Urip menyodorkan secangkir teh hangat untuk Alice.

"Terima kasih, Bu." Alice pun segera meminum teh hangat itu segera, dan menikmati kehangatan yang merasuki dirinya.

"Maaf ya Lice, kalau boleh tahu kondisi kamu sekarang bagaimana?" Bu Urip kembali bertanya. Kali ini dengan sedikit berhati-hati.

"Kondisi? Kondisi apa ya Bu?" 

"Maaf … maksud saya kondisi rumah tanggamu saat ini,"

"Oh itu, Alhamdulilah baik-baik saja Bu. Ada apa ya, Bu?" tanya Alice dengan wajah yang penuh tanda tanya.

"Ibu dengar Bara ingin dinikahkan dengan putri sahabat mertuamu. Apa kamu sudah tahu akan hal itu?" selidik bu Urip perlahan. 

Alice hanya menganggukkan kepalanya perlahan lalu kembali meminum teh hangat buatan bu Urip.

"Wanita itu tadi ke sini. Sekarang mereka pergi bersama-sama." 

Alice pun terkejut dan langsung menyemburkan air teh yang telah berada di mulutnya.

                      ***

Bab terkait

  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 4

    Part 4Usai mendengar cerita bu Urip, Alice pun segera pulang. Ia tak ingin lagi berlama-lama di situ. Tujuannya sekarang adalah ke rumah Kania, sahabatnya.Alice tidak lagi memperdulikan waktu yang telah semakin beranjak larut malam. Suara deru motornya tenggelam, bersama suara bising kendaraan lain yang masih berada di jalan raya. Tadi Alice sempat menitip pesan pada Kania. Ia tidak memperdulikan sahabatnya itu membalas atau tidak. Terpenting baginya saat ini adalah ia butuh tempat untuk berbagi.Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam, akhirnya membuat ia tiba di sebuah perumahan yang cukup luas. Awalnya ia merasa sungkan untuk meneruskan niatnya. Akan tetapi, setelah membuka ponselnya dan membaca balasan pesan dari Kania yang berisikan[Datanglah, Lice. Pintu rumahku selalu terbuka untukmu. Kutunggu sekarang ya.] Dirinya pun tersenyum lalu segera melajukan motornya masuk, ke dalam perumahan tersebut dan langsung menuju ke rumah Kania.Rumah minimalis berwarna putih bersih

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 5

    Part 5Kania menatap tajam ke arah Alice, yang memandang sendu ke arahnya. Meskipun Alice adalah atasannya di kantor, namun karena mereka telah bersahabat sejak keduanya baru memasuki kantor tersebut, sehingga tidak ada lagi jarak antara keduanya.Melihat tatapan mata Alice, membuat Kania kembali menghampiri dan duduk di sisi ranjang tempat Alice terbaring."Jawab Lice. Siapa wanita itu?" tanya Kania penasaran."Orang yang pernah aku ceritakan kepadamu waktu itu. Yang akan dijodohkan oleh ibu mertuaku …." Alice kembali memalingkan wajahnya dan membiarkan Kania mengurut-urut dahinya yang tidak pening. "Dia pikir sekarang jaman Siti Nurbaya kali ya? Terus Barana mau gak sama perempuan itu?" selidik Kania penasaran."Entahlah. Aku tidak pernah membahasnya dengan mas Barana. Selama ini tidak pernah sedikitpun kutanyakan perihal wanita itu. Aku bersikap seolah-olah tidak mengetahui semuanya." Alice menjawab pertanyaan Kania dengan suara tercekat."Kamu terlalu penakut Lice." Kania menimpa

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 6

    Part 6 Barana memperhatikan sosok Alice dari kejauhan. Matanya terlihat penuh harap, seolah ada yang ia inginkan dalam hatinya. Alice tersenyum menghampiri mobil sang suami. Keduanya memang janjian untuk menjenguk keponakan Barana yang tengah terbaring sakit di rumah sakit. "Hai Mas, sudah lama menunggu?" tanya Alice seraya mencium tangan Barana dengan takzim. "Aku baru saja tiba kok. Kita jalan sekarang ya, takut kemalaman." Barana mencium kening Alice dan bersiap di belakang kemudinya. Alice hanya menganggukkan kepala, lalu mengenakan sabuk pengamannya. Mobil berwarna putih itu pun mulai melaju, meninggalkan parkiran kantor dan juga seseorang yang sejak tadi mengamati mereka berdua. 'Syukurlah jika hubungan mereka mulai membaik. Semoga kebahagiaan menyelimuti rumah tangga mereka.' Kania membatin sambil memperhatikan mobil berwarna putih itu pergi dari hadapannya. Usai kejadian beberapa minggu lalu di ruang meeting, keduanya memang sudah jarang bertegur sapa. Hanya untuk uru

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27
  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 7

    Part 7Bujukan dan juga rayuan dari Barana akhirnya meluluhkan hati Alice, untuk meminjamkan uang tabungannya bagi pengobatan Janis.Bukannya berterima kasih, Bram dan juga istrinya, Anisa malah berkata jika sebenarnya uang pinjaman tersebut jauh dari kata cukup. Alice hanya terdiam, saat ia mendengar ucapan kedua kakak iparnya. Dalam hati ada penyesalan karena telah membantu keduanya. Tetapi saat ia melihat kondisi Janis, rasa sesal itu mendadak menguap begitu saja."Lice … bisa tambahin tidak uang pinjamannya? Nanti Mas ganti setelah penjualan tanah di daerah S laku." Bram mencoba membujuk Alice, sambil menghitung uang yang baru saja di serahkan oleh adik iparnya tersebut.Belum sempat Alice menjawab, tiba-tiba terdengar ponsel Bram berbunyi, ternyata sebuah pesan masuk dari Mariam. [Bram, jangan lupa yang lima juta untuk Ibu. Kamu titip Anisa nanti ya!][Iya Bu … nanti aku titipkan ke Anisa. Sekarang masih ada Alice di sini.] Bram segera membalas pesan dari Mariam.Annisa menoleh

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28
  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 8

    Part 8Usai keributan di malam itu, Alice mendiamkan Barana. Bukannya membujuk atau meminta maaf kepada sang istri, pria itu malah tetap bersikukuh dengan pembenarannya. Barana tidak mengetahui jika saat itu Alice telah mengetahui semuanya. Kemarahan Alice kian memuncak, manakala operasi Janis berjalan gagal. Gadis kecil itu kehilangan banyak darah dan meninggal dunia pasca operasi. Bram dan juga Anisa malah menyalahkan Alice, karena tidak membantu meminjamkan uang kembali kepada mereka. Sehingga tidak dapat memberirkan pengobatan yang layak untuk Janis.Ingin rasanya Alice berteriak dan mengeluarkan semua yang ia ketahui selama ini. Namun karena masih suasana duka, Alice pun menahan diri untuk tidak berkomentar apapun.Saat pemakaman, Alice tidak diperbolehkan mendekati area pemakaman. Ia memilih melihat dari kejauhan dengan hati menahan perih dan juga rasa sakit hati.Air matanya tiada henti menetes. Membasahi pipinya yang halus dan lembut, serta sedikit tirus. Ya, sejak ia selalu

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28
  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 9

    Part 9Usai kejadian malam itu, Barana semakin perhatian kepada Alice. Ia tidak ingin kejadian dimana Alice mencoba bunuh diri menggunakan pecahan gelas, kembali terjadi.Meski berulang kali sang ibu mengatakan bahwa itu hanyalah akal-akalan Alice, namun ia tetap mengkhawatirkan hal itu."Kita ke dokter ya?" Barana bertanya sekaligus meminta kepada Alice dengan sangat.Alice menggelengkan kepalanya perlahan, menolak permintaan Barana barusan. Baginya semakin hari, dirinya semakin tidak bersemangat menjalani hidup. Hal itu dikarenakan rasa penyesalan atas kematian Janis, keponakan Barana. Meski akal sehatnya terkadang mengingatkan akan sikap dan perlakuan kedua orang tua Janis, namun tetap saja rasa penyesalan itu selalu menghantui dirinya.Barana membelai pucuk kepala Alice dengan lembut. Kemudian pria itu berkata, "Apa yang kamu pikirkan?"Alice kembali menggelengkan kepalanya. Ia menatap ke arah jendela kamar, berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat ke arah sang suami."Alice …

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28
  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 10

    Part 10Keberadaan Atun di rumah Alice cukup membantu. Tidak jarang gadis itu suka meminta para tamu yang datang menjenguk Alice untuk tidak berlama-lama berada di rumah itu. Atun juga mengatakan bahwa majikan perempuannya itu masih membutuhkan waktu untuk beristirahat agar cepat pulih dari sakitnya.Setelah berada di rumah hampir dua minggu lamanya, kesehatan Alice pun kembali pulih seperti sedia kala.Hari ini adalah hari pertama Alice masuk kantor. Selama di rumah dia juga sempat menolak kedatangan Kania dan juga beberapa rekan kerja lainnya yang datang menjenguk.Saat itu yang ia butuhkan hanyalah ketenangan dan juga beristirahat dengan nyaman, tanpa ada yang mengganggunya sama sekali. Kedatangan Bram dan Anisa ke rumahnya juga sempat ia tolak beberapa kali. Sehingga memicu pertengkaran kembali di antara mereka bertiga.Akan tetapi Alice mengacuhkan hal tersebut. Baginya, dukungan dari Barana adalah yang paling utama dan ia butuhkan.**"Tun, kami berangkat kerja dulu. Kalau ada

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30
  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 11

    Part 11Suasana di restoran itu mendadak menjadi hening. Alice yang shock mendengar ucapan Sarah, berusaha mengendalikan dirinya untuk tetap bisa tersenyum.Barana yang melihat sikap Alice, segera menggenggam tangannya kemudian berkata, "Aku akan tetap mendampinginya untuk menjadi seorang wanita yang sempurna."Alice menoleh ke arah Barana. Sentuhan hangat dari tangan suaminya itu membuat ia menjadi lebih baik dan mengendalikan hatinya yang sempat down.Sarah tersenyum mengejek. Pandangannya terus mengarah ke Alice, memindai setiap inchi bagian tubuh perempuan yang ada di hadapannya saat ini.Alice mengulurkan tangannya, mengajak Sarah untuk berjabat tangan. Namun tangannya diraih oleh Barana, sehingga membuat ia batal bersalaman.Alice menoleh, lalu Barana menggelengkan kepalanya. Senyum mengejek di bibir Sarah tak lepas sedetik pun. Matanya menatap tajam ke arah Alice lalu beralih ke Barana.Mereka bertiga diam sejenak, begitu pula dengan orang-orang di sekeliling mereka. Hingga sua

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30

Bab terbaru

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 24

    Part 24Rintihan suara kesakitan terdengar begitu jelas di telinga Barana, sehingga membuatnya penasaran ingin melihat siapakah yang baru saja masuk ke ruang UGD tersebut. Namun sayangnya, Mariam pun tengah membutuhkan dirinya."Dok … tolong anak saya, Dok!" seru suara di sebelah ranjang Mariam, yang hanya terhalang oleh tirai.Barana tersentak kaget saat mendengar suara itu. Suara yang tidak begitu asing di telinganya, yang membuat hatinya tergelitik untuk mengetahui orang tersebut."Mama Indah!" Barana tersentak kaget, saat mengetahui siapa pemilik suara tersebut."Barana?!" Indah pun tak kalah kaget saat mengetahui siapa yang memanggilnya."Siapa yang sakit, Ma?" tanya Barana khawatir."Kamu sendiri ngapain di sini?" Indah malah balik bertanya pada menantunya."Ibu terkena stroke, Ma. Tadi mendadak pingsan di rumah." Barana menoleh ke arah ranjang Mariam."Ya Allah Mariam … terus bagaimana keadaan ibumu sekarang?" tanya Indah.Barana kemudian menceritakan kepada Indah, semua ucapan

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 23

    Part 23Perceraian Alice dengan Barana sudah melewati waktu hampir satu tahun. Devan yang pada akhirnya mengetahui status Alice, mencoba memberi sinyal kepada wanita itu agar mau menerimanya. Namun sayang, rasa trauma dan juga takut akan mendapatkan perlakuan yang sama, membuat Alice masih mempertimbangkan semuanya.Hingga suatu hari Kania menghubungi dirinya. Nada bicaranya seolah terdengar sedikit sedih. Namun Alice berusaha untuk tidak terpengaruh."Devan sudah cukup lama menunggu kepastianmu loh, Lice," ungkap Kania."Siapa yang menyuruhnya untuk menungguku, Nia?" Alice malah membalikkan pertanyaan."Alice … tolonglah! Jangan biarkan rasa takut itu terus menghantui dirimu seumur hidup. Dokter telah menyatakan kandunganmu sehat dan baik-baik saja. Ayolah Lice, buka matamu! Di luar sana, ada seorang pria yang masih menunggumu dengan sabar dan setia!" cetus Kania sedikit kesal.Alice terdiam. Pikiran melayang kepada pria yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Devan, pria tampan juga mapa

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 22

    Part 22Pertengkaran terus mewarnai kehidupan Barana dengan Sarah. Terlebih pasca dirinya bercerai, sikap wanita itu malah semakin menjadi. Bahkan kali ini Sarah menuntut agar ia dinikahi secara negara.Sarah yang memang berniat menuntut harta gono-gini milik Barana, mencoba mendatangi Alice ke rumahnya. Kedatangannya bersama Mariam tersebut tanpa sepengetahuan Barana, namun sayangnya wanita itu telah pindah rumah. Amarah Mariam pun meledak, saat mengetahui Alice telah menjual rumahnya tanpa memberikan uang sepeser pun kepada Barana.Wanita paruh baya itu pun mencoba mencari dimana Alice tinggal sekarang. Namun hasilnya nihil, karena tidak seorangpun yang ingin memberitahukan keberadaan Alice.Sebenarnya rumah itu dibeli oleh Devan, bukan dengan orang lain. Karena saat Alice ingin menjualnya, ia merasa kesulitan karena lama terjual. Alice pun tidak tahu, jika rumah itu dibeli oleh Devan. Karena semua urusan jual beli tersebut di urus oleh asisten pribadi pria itu. Devan memang seng

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 21

    Part 21"Suami kamu?" tanya Devan singkat."Akan menjadi mantan suami," sahut Alice acuhDevan tersenyum mendengar ucapan Alice. Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan makan siang, dan mengabaikan kejadian barusan.Alice yang melihat sikap acuh Devan atas kejadian tadi hanya tersenyum. Setidaknya ia tahu bagaimana karakter Devan, jika menghadapi suatu masalah."Apakah itu istri keduanya?" tanya Devan lagi, diselimuti rasa penasaran.Alice hanya menganggukkan kepala tanpa berkata-kata. ia tetap menikmati makan siang kesukaannya tersebut. Seolah tidak terpengaruh oleh kata-kata Devan barusan."Apa kamu mengetahui pernikahannya tersebut?" selidik Devan."Tahu dan aku mengijinkannya." Alice menimpali ucapan Devan dengan santai.Sikap Alice tersebut membuat Devan terkejut, sebelum akhirnya kembali tersenyum. Ia sudah membayangkan, bagaimana sabarnya Alice dalam menjalani rumah tangganya."Hey Van, lanjutkan makanmu. Kok malah bengong?" ledek Alice melihat pria itu terus menatap

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 19

    Part 19Kejadian hari itu menyisakan trauma yang mendalam bagi Alice. Sejak saat itu gerbang rumahnya di gembok, dan melarang siapapun masuk ke rumah tanpa ada janji dengannya.Kania yang sempat mendengar pertengkaran antara Alice dengan Mariam pun jadi mengetahui jika ternyata sahabatnya itu telah mengajukan gugatan cerai.Akan tetapi Kania berpura-pura tidak mengetahui sampai Alice menceritakan sendiri kepada dirinya. Devan pun sudah beberapa kali menghubungi Kania dan menanyakan perihal sahabatnya tersebut, namun ia menutupi dan meminta Devan untuk mencari tahu sendiri perihal Alice."Tega kau, Nia! Masa sama teman sendiri gak mau kasih kisi-kisi." Suara bariton Devan terdengar kecewa dari seberang sana.Kania hanya tertawa mendengar ucapan teman semasa kuliahnya itu."Lebih baik kamu cari tahu sendiri deh, Van. Kurang seru kalo dari kisi-kisi." Kania menggoda Devan."Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku sih? Cukup bilang dia ada suami atau tidak, simple kan?" Devan terus

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 18

    Part 18Makan malam pertama yang terjadi antara mereka, menyisakan kesan yang mendalam. Gaya Devan yang santai dan acuh, jauh dari kesan seorang CEO terkenal. Justru membuat Alice semakin tertarik untuk mengenal pria itu lebih dekat.Gelak tawa selalu terurai dari bibirnya di malam itu. Sehingga membuat Kania senang, melihat wajah sahabatnya begitu bahagia.Sebenarnya Kania tahu jika Alice akan mengajukan gugatan cerai. Namun ia sungkan untuk menanyakannya lebih jauh lagi, karena tidak ingin dianggap mempengaruhi keputusan Alice untuk bercerai dari Barana.Malam itu rona bahagia terus menggelayuti wajah cantik Alice. Bahkan saat Devan memutuskan untuk mengantarkannya pulang pun, Alice tidak menolak sama sekali. Kania yang sadar diri, menolak pulang bersama mereka. Ia beralasan di jemput oleh sang suami dan akan langsung menuju rumah orang tuanya.Devan dan Alice percaya dengan alasan Kania. Keduanya lalu pulang bersama menggunakan mobil Alice, diikuti oleh asisten pribadi Devan yang

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 17

    Part 17Malam itu acara reuni semasa Kania kuliah begitu meriah. Pertemuan pertama kali usai wisuda 10 tahun lalu, membuat perempuan itu menikmati acara malam ini.Sebenarnya acara reuni pernah diadakan 5 tahun lalu pasca kelulusan mereka, namun Kania yang tengah sibuk bekerja berhalangan hadir."Kenalkan Devan. Jomblo akut di kampus kami, Lice." Gelak tawa Kania terdengar, saat memperkenalkan pria tampan bernama Devan kepada Alice.Alice mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Kemudian ia menjawab, "Alice … rekan kerja Kania." Senyum manis yang sontak membuat Devan langsung terpana, dan ingin mengenal lebih lanjut sosok perempuan cantik di hadapannya saat ini "Wah … wah … gak bener tuh! Dia bukan rekan kerja aku, melainkan atasan di kan—" Kania segera menghentikan ucapannya, manakala Alice menyenggol lengannya.Devan membalas senyum Alice. Kemudian ia kembali berkata,"Masih single atau sudah men—""Otewe single!" Kania memotong ucapan Devan, tanpa memperdulikan ekspresi wajah Alice

  • Rumah Tanpa Buah Hati    bab 16

    Part 16Semenjak pertengkaran hebat antara dirinya dengan sang suami beserta keluarganya, Alice tidak pernah lagi bertemu dengan mereka.Bahkan akses Alice untuk menemui Barana di kantornya pun dipersulit. Seolah-olah dalam masalah ini, semuanya adalah kesalahan Alice.Hingga suatu hari Alice mendapatkan kabar dari bawahannya, jika bertemu dengan Barana di gedung pengadilan agama."Sepertinya pak Barana ingin mengajukan gugatan perceraian, Bu," ujar sang anak buah kepada Alice.Alice terdiam sejenak. Hal yang sempat terlintas dalam benaknya beberapa waktu lalu, kini kembali muncul."Kamu yakin jika pak Barana hendak mengajukan gugatan tersebut?" tanya Alice menyelidik."Sangat yakin, Bu. Karena saat pak Barana mencari info di tempat itu, saya terus membuntutinya tanpa sepengetahuan beliau." Sang anak buah meyakinkan dirinya, jika apa yang didengarnya tidak mungkin salah."Baiklah jika begitu. Terima kasih atas informasi yang telah kau berikan." Alice kemudian segera menghubungi pengac

  • Rumah Tanpa Buah Hati    Bab 1 5

    Part 15Kedatangan Alice ke acara pernikahan suaminya mengejutkan banyak orang yang hadir di sana. Terlebih saat Alice memberikan ultimatum, jika keduanya tidak bisa tinggal di rumah yang saat ini ditempati oleh dirinya. Hal itu dikarenakan rumah tersebut adalah murni hasil dari jerih payahnya sendiri sebelum menikah.Ia juga menjelaskan jika pernikahan kedua Barana sudah seizin dirinya. Bahkan saat Mariam meminta mahar sebesar 50 juta pun, dirinya mengetahui dan menolak untuk membantunya.Barana hanya menunduk menahan malu. Ia tahu jika saat ini Alice tengah marah besar dengan semua ini. Penghasilannya yang hanyalah seorang SPV di sebuah perusahaan property, sangat tidak sebanding dengan penghasilan Alice yang merupakan seorang Manajer di sebuah perusahaan kontraktor. Mariam menahan diri untuk tidak emosi, ia tertunduk lesu dan malu. Sesekali dirinya melirik ke arah Indah yang mimik wajahnya dipenuhi dengan rasa terkejut.Wajah Sarah yang sedari tadi sumringah atas pernikahannya, m

DMCA.com Protection Status