Part 10Keberadaan Atun di rumah Alice cukup membantu. Tidak jarang gadis itu suka meminta para tamu yang datang menjenguk Alice untuk tidak berlama-lama berada di rumah itu. Atun juga mengatakan bahwa majikan perempuannya itu masih membutuhkan waktu untuk beristirahat agar cepat pulih dari sakitnya.Setelah berada di rumah hampir dua minggu lamanya, kesehatan Alice pun kembali pulih seperti sedia kala.Hari ini adalah hari pertama Alice masuk kantor. Selama di rumah dia juga sempat menolak kedatangan Kania dan juga beberapa rekan kerja lainnya yang datang menjenguk.Saat itu yang ia butuhkan hanyalah ketenangan dan juga beristirahat dengan nyaman, tanpa ada yang mengganggunya sama sekali. Kedatangan Bram dan Anisa ke rumahnya juga sempat ia tolak beberapa kali. Sehingga memicu pertengkaran kembali di antara mereka bertiga.Akan tetapi Alice mengacuhkan hal tersebut. Baginya, dukungan dari Barana adalah yang paling utama dan ia butuhkan.**"Tun, kami berangkat kerja dulu. Kalau ada
Part 11Suasana di restoran itu mendadak menjadi hening. Alice yang shock mendengar ucapan Sarah, berusaha mengendalikan dirinya untuk tetap bisa tersenyum.Barana yang melihat sikap Alice, segera menggenggam tangannya kemudian berkata, "Aku akan tetap mendampinginya untuk menjadi seorang wanita yang sempurna."Alice menoleh ke arah Barana. Sentuhan hangat dari tangan suaminya itu membuat ia menjadi lebih baik dan mengendalikan hatinya yang sempat down.Sarah tersenyum mengejek. Pandangannya terus mengarah ke Alice, memindai setiap inchi bagian tubuh perempuan yang ada di hadapannya saat ini.Alice mengulurkan tangannya, mengajak Sarah untuk berjabat tangan. Namun tangannya diraih oleh Barana, sehingga membuat ia batal bersalaman.Alice menoleh, lalu Barana menggelengkan kepalanya. Senyum mengejek di bibir Sarah tak lepas sedetik pun. Matanya menatap tajam ke arah Alice lalu beralih ke Barana.Mereka bertiga diam sejenak, begitu pula dengan orang-orang di sekeliling mereka. Hingga sua
Part 12Setelah malam itu hubungan Barana dengan Alice semakin memburuk. Barana yang tidak menyukai ucapan Alice malam itu, mengacuhkannya selama beberapa hari.Sikap Barana yang mengacuhkan dirinya justru malah semakin membuat Alice yakin untuk berpisah dengan pria itu. Cacian dan juga hinaan keluarga Barana kepadanya, membuat hatinya tidak lagi mentolerir akan perbuatan mereka semua.Terlebih sikap Bram dan Anisa pasca kematian putri mereka, yang terus saja menyalahkan Alice. Seolah semua yang terjadi adalah kesalahannya.Saat ia jatuh sakit beberapa waktu lalu, keluarga Barana tidak ada satupun yang merasa bersalah atau bersedih. Justru mereka menganggap sakitnya itu hanyalah rekayasa, untuk menarik perhatian suaminya."Sampai berapa lama kamu akan bersikap seperti ini?" tanya Barana suatu malam kepada Alice yang tengah berkutat dengan laptopnya.Alice bergeming, matanya tetap mengarah kepada layar laptop dihadapannya. Bahkan ketika mendengar Barana menghela nafas kasar pun, Alice
Part 13Kejadian bulan lalu membuat hubungan antara Barana dengan Mariam semakin memburuk. Alice terus mencoba untuk memperbaiki hubungan dengan sang ibu mertua, namun hasilnya tetap nihil.Mariam terus bersikeras dengan sikapnya, tidak akan menerima Barana selama masih berumah tangga dengan Alice. Dalam hatinya sudah bersumpah, tidak akan mau bertemu dengan keduanya sampai mereka berdua berpisah.Perseteruan yang sudah memakan waktu hingga tiga bulan lamanya, membuat Alice menjadi semakin resah. Berulangkali ia mencoba meminta Barana untuk menceraikannya, namun pria itu pun tetap bersikukuh dengan pendiriannya."Mas … dalam agama pun tetap ibumu yang lebih utama. Pergilah temui Ibu, minta maaflah dan turuti kemauannya." Alice membelai lembut pucuk kepala suaminya.Hatinya luluh lantak akibat pertikaian mereka. Meski dirinya memang sempat ingin berpisah, tetapi itu hanyalah keinginan emosional sesaat.Barana tetap terdiam, matanya menatap langit-langit kamar. Mencoba mencerna semua uc
Part 14 Barana mengusap kasar wajahnya dengan keras. Salah satu tangannya yang lain mengepal, menahan amarah. Sempat ia mendengar suara tawa dari seberang sana, yang membuat giginya bergemeretak karena kesal.Setelah mengatur nafasnya perlahan, Barana kemudian menjawab, "Apa aku harus mencuri, demi menikahi seorang janda, Bu?"Mariam yang mendengar jawaban dari Barana, langsung menghentikan tawanya. Ia pun segera menimpali dengan nada penuh rayuan."Kamu tidak perlu mencuri, Bar. Mintalah kepada Alice, katakan padanya jika kamu meminjam uang tersebut untuk keperluan yang lain. Jangan kau katakan jika uang itu untuk melamar Sarah, bisa habis nanti kau dimaki olehnya." Gelak tawa Mariam kembali terdengar saat mengatakan hal tersebut."Alice sudah tidak lagi memiliki uang, Bu. Tabungannya telah habis untuk dipinjamkan ke mas Bram waktu itu. Hingga saat ini, mas Bram belum sama sekali mengembalikan uang tersebut." Barana tersenyum sinis. Seolah senang karena dapat menyerang kembali kata-
Part 15Kedatangan Alice ke acara pernikahan suaminya mengejutkan banyak orang yang hadir di sana. Terlebih saat Alice memberikan ultimatum, jika keduanya tidak bisa tinggal di rumah yang saat ini ditempati oleh dirinya. Hal itu dikarenakan rumah tersebut adalah murni hasil dari jerih payahnya sendiri sebelum menikah.Ia juga menjelaskan jika pernikahan kedua Barana sudah seizin dirinya. Bahkan saat Mariam meminta mahar sebesar 50 juta pun, dirinya mengetahui dan menolak untuk membantunya.Barana hanya menunduk menahan malu. Ia tahu jika saat ini Alice tengah marah besar dengan semua ini. Penghasilannya yang hanyalah seorang SPV di sebuah perusahaan property, sangat tidak sebanding dengan penghasilan Alice yang merupakan seorang Manajer di sebuah perusahaan kontraktor. Mariam menahan diri untuk tidak emosi, ia tertunduk lesu dan malu. Sesekali dirinya melirik ke arah Indah yang mimik wajahnya dipenuhi dengan rasa terkejut.Wajah Sarah yang sedari tadi sumringah atas pernikahannya, m
Part 16Semenjak pertengkaran hebat antara dirinya dengan sang suami beserta keluarganya, Alice tidak pernah lagi bertemu dengan mereka.Bahkan akses Alice untuk menemui Barana di kantornya pun dipersulit. Seolah-olah dalam masalah ini, semuanya adalah kesalahan Alice.Hingga suatu hari Alice mendapatkan kabar dari bawahannya, jika bertemu dengan Barana di gedung pengadilan agama."Sepertinya pak Barana ingin mengajukan gugatan perceraian, Bu," ujar sang anak buah kepada Alice.Alice terdiam sejenak. Hal yang sempat terlintas dalam benaknya beberapa waktu lalu, kini kembali muncul."Kamu yakin jika pak Barana hendak mengajukan gugatan tersebut?" tanya Alice menyelidik."Sangat yakin, Bu. Karena saat pak Barana mencari info di tempat itu, saya terus membuntutinya tanpa sepengetahuan beliau." Sang anak buah meyakinkan dirinya, jika apa yang didengarnya tidak mungkin salah."Baiklah jika begitu. Terima kasih atas informasi yang telah kau berikan." Alice kemudian segera menghubungi pengac
Part 17Malam itu acara reuni semasa Kania kuliah begitu meriah. Pertemuan pertama kali usai wisuda 10 tahun lalu, membuat perempuan itu menikmati acara malam ini.Sebenarnya acara reuni pernah diadakan 5 tahun lalu pasca kelulusan mereka, namun Kania yang tengah sibuk bekerja berhalangan hadir."Kenalkan Devan. Jomblo akut di kampus kami, Lice." Gelak tawa Kania terdengar, saat memperkenalkan pria tampan bernama Devan kepada Alice.Alice mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Kemudian ia menjawab, "Alice … rekan kerja Kania." Senyum manis yang sontak membuat Devan langsung terpana, dan ingin mengenal lebih lanjut sosok perempuan cantik di hadapannya saat ini "Wah … wah … gak bener tuh! Dia bukan rekan kerja aku, melainkan atasan di kan—" Kania segera menghentikan ucapannya, manakala Alice menyenggol lengannya.Devan membalas senyum Alice. Kemudian ia kembali berkata,"Masih single atau sudah men—""Otewe single!" Kania memotong ucapan Devan, tanpa memperdulikan ekspresi wajah Alice
Part 24Rintihan suara kesakitan terdengar begitu jelas di telinga Barana, sehingga membuatnya penasaran ingin melihat siapakah yang baru saja masuk ke ruang UGD tersebut. Namun sayangnya, Mariam pun tengah membutuhkan dirinya."Dok … tolong anak saya, Dok!" seru suara di sebelah ranjang Mariam, yang hanya terhalang oleh tirai.Barana tersentak kaget saat mendengar suara itu. Suara yang tidak begitu asing di telinganya, yang membuat hatinya tergelitik untuk mengetahui orang tersebut."Mama Indah!" Barana tersentak kaget, saat mengetahui siapa pemilik suara tersebut."Barana?!" Indah pun tak kalah kaget saat mengetahui siapa yang memanggilnya."Siapa yang sakit, Ma?" tanya Barana khawatir."Kamu sendiri ngapain di sini?" Indah malah balik bertanya pada menantunya."Ibu terkena stroke, Ma. Tadi mendadak pingsan di rumah." Barana menoleh ke arah ranjang Mariam."Ya Allah Mariam … terus bagaimana keadaan ibumu sekarang?" tanya Indah.Barana kemudian menceritakan kepada Indah, semua ucapan
Part 23Perceraian Alice dengan Barana sudah melewati waktu hampir satu tahun. Devan yang pada akhirnya mengetahui status Alice, mencoba memberi sinyal kepada wanita itu agar mau menerimanya. Namun sayang, rasa trauma dan juga takut akan mendapatkan perlakuan yang sama, membuat Alice masih mempertimbangkan semuanya.Hingga suatu hari Kania menghubungi dirinya. Nada bicaranya seolah terdengar sedikit sedih. Namun Alice berusaha untuk tidak terpengaruh."Devan sudah cukup lama menunggu kepastianmu loh, Lice," ungkap Kania."Siapa yang menyuruhnya untuk menungguku, Nia?" Alice malah membalikkan pertanyaan."Alice … tolonglah! Jangan biarkan rasa takut itu terus menghantui dirimu seumur hidup. Dokter telah menyatakan kandunganmu sehat dan baik-baik saja. Ayolah Lice, buka matamu! Di luar sana, ada seorang pria yang masih menunggumu dengan sabar dan setia!" cetus Kania sedikit kesal.Alice terdiam. Pikiran melayang kepada pria yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Devan, pria tampan juga mapa
Part 22Pertengkaran terus mewarnai kehidupan Barana dengan Sarah. Terlebih pasca dirinya bercerai, sikap wanita itu malah semakin menjadi. Bahkan kali ini Sarah menuntut agar ia dinikahi secara negara.Sarah yang memang berniat menuntut harta gono-gini milik Barana, mencoba mendatangi Alice ke rumahnya. Kedatangannya bersama Mariam tersebut tanpa sepengetahuan Barana, namun sayangnya wanita itu telah pindah rumah. Amarah Mariam pun meledak, saat mengetahui Alice telah menjual rumahnya tanpa memberikan uang sepeser pun kepada Barana.Wanita paruh baya itu pun mencoba mencari dimana Alice tinggal sekarang. Namun hasilnya nihil, karena tidak seorangpun yang ingin memberitahukan keberadaan Alice.Sebenarnya rumah itu dibeli oleh Devan, bukan dengan orang lain. Karena saat Alice ingin menjualnya, ia merasa kesulitan karena lama terjual. Alice pun tidak tahu, jika rumah itu dibeli oleh Devan. Karena semua urusan jual beli tersebut di urus oleh asisten pribadi pria itu. Devan memang seng
Part 21"Suami kamu?" tanya Devan singkat."Akan menjadi mantan suami," sahut Alice acuhDevan tersenyum mendengar ucapan Alice. Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan makan siang, dan mengabaikan kejadian barusan.Alice yang melihat sikap acuh Devan atas kejadian tadi hanya tersenyum. Setidaknya ia tahu bagaimana karakter Devan, jika menghadapi suatu masalah."Apakah itu istri keduanya?" tanya Devan lagi, diselimuti rasa penasaran.Alice hanya menganggukkan kepala tanpa berkata-kata. ia tetap menikmati makan siang kesukaannya tersebut. Seolah tidak terpengaruh oleh kata-kata Devan barusan."Apa kamu mengetahui pernikahannya tersebut?" selidik Devan."Tahu dan aku mengijinkannya." Alice menimpali ucapan Devan dengan santai.Sikap Alice tersebut membuat Devan terkejut, sebelum akhirnya kembali tersenyum. Ia sudah membayangkan, bagaimana sabarnya Alice dalam menjalani rumah tangganya."Hey Van, lanjutkan makanmu. Kok malah bengong?" ledek Alice melihat pria itu terus menatap
Part 19Kejadian hari itu menyisakan trauma yang mendalam bagi Alice. Sejak saat itu gerbang rumahnya di gembok, dan melarang siapapun masuk ke rumah tanpa ada janji dengannya.Kania yang sempat mendengar pertengkaran antara Alice dengan Mariam pun jadi mengetahui jika ternyata sahabatnya itu telah mengajukan gugatan cerai.Akan tetapi Kania berpura-pura tidak mengetahui sampai Alice menceritakan sendiri kepada dirinya. Devan pun sudah beberapa kali menghubungi Kania dan menanyakan perihal sahabatnya tersebut, namun ia menutupi dan meminta Devan untuk mencari tahu sendiri perihal Alice."Tega kau, Nia! Masa sama teman sendiri gak mau kasih kisi-kisi." Suara bariton Devan terdengar kecewa dari seberang sana.Kania hanya tertawa mendengar ucapan teman semasa kuliahnya itu."Lebih baik kamu cari tahu sendiri deh, Van. Kurang seru kalo dari kisi-kisi." Kania menggoda Devan."Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku sih? Cukup bilang dia ada suami atau tidak, simple kan?" Devan terus
Part 18Makan malam pertama yang terjadi antara mereka, menyisakan kesan yang mendalam. Gaya Devan yang santai dan acuh, jauh dari kesan seorang CEO terkenal. Justru membuat Alice semakin tertarik untuk mengenal pria itu lebih dekat.Gelak tawa selalu terurai dari bibirnya di malam itu. Sehingga membuat Kania senang, melihat wajah sahabatnya begitu bahagia.Sebenarnya Kania tahu jika Alice akan mengajukan gugatan cerai. Namun ia sungkan untuk menanyakannya lebih jauh lagi, karena tidak ingin dianggap mempengaruhi keputusan Alice untuk bercerai dari Barana.Malam itu rona bahagia terus menggelayuti wajah cantik Alice. Bahkan saat Devan memutuskan untuk mengantarkannya pulang pun, Alice tidak menolak sama sekali. Kania yang sadar diri, menolak pulang bersama mereka. Ia beralasan di jemput oleh sang suami dan akan langsung menuju rumah orang tuanya.Devan dan Alice percaya dengan alasan Kania. Keduanya lalu pulang bersama menggunakan mobil Alice, diikuti oleh asisten pribadi Devan yang
Part 17Malam itu acara reuni semasa Kania kuliah begitu meriah. Pertemuan pertama kali usai wisuda 10 tahun lalu, membuat perempuan itu menikmati acara malam ini.Sebenarnya acara reuni pernah diadakan 5 tahun lalu pasca kelulusan mereka, namun Kania yang tengah sibuk bekerja berhalangan hadir."Kenalkan Devan. Jomblo akut di kampus kami, Lice." Gelak tawa Kania terdengar, saat memperkenalkan pria tampan bernama Devan kepada Alice.Alice mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Kemudian ia menjawab, "Alice … rekan kerja Kania." Senyum manis yang sontak membuat Devan langsung terpana, dan ingin mengenal lebih lanjut sosok perempuan cantik di hadapannya saat ini "Wah … wah … gak bener tuh! Dia bukan rekan kerja aku, melainkan atasan di kan—" Kania segera menghentikan ucapannya, manakala Alice menyenggol lengannya.Devan membalas senyum Alice. Kemudian ia kembali berkata,"Masih single atau sudah men—""Otewe single!" Kania memotong ucapan Devan, tanpa memperdulikan ekspresi wajah Alice
Part 16Semenjak pertengkaran hebat antara dirinya dengan sang suami beserta keluarganya, Alice tidak pernah lagi bertemu dengan mereka.Bahkan akses Alice untuk menemui Barana di kantornya pun dipersulit. Seolah-olah dalam masalah ini, semuanya adalah kesalahan Alice.Hingga suatu hari Alice mendapatkan kabar dari bawahannya, jika bertemu dengan Barana di gedung pengadilan agama."Sepertinya pak Barana ingin mengajukan gugatan perceraian, Bu," ujar sang anak buah kepada Alice.Alice terdiam sejenak. Hal yang sempat terlintas dalam benaknya beberapa waktu lalu, kini kembali muncul."Kamu yakin jika pak Barana hendak mengajukan gugatan tersebut?" tanya Alice menyelidik."Sangat yakin, Bu. Karena saat pak Barana mencari info di tempat itu, saya terus membuntutinya tanpa sepengetahuan beliau." Sang anak buah meyakinkan dirinya, jika apa yang didengarnya tidak mungkin salah."Baiklah jika begitu. Terima kasih atas informasi yang telah kau berikan." Alice kemudian segera menghubungi pengac
Part 15Kedatangan Alice ke acara pernikahan suaminya mengejutkan banyak orang yang hadir di sana. Terlebih saat Alice memberikan ultimatum, jika keduanya tidak bisa tinggal di rumah yang saat ini ditempati oleh dirinya. Hal itu dikarenakan rumah tersebut adalah murni hasil dari jerih payahnya sendiri sebelum menikah.Ia juga menjelaskan jika pernikahan kedua Barana sudah seizin dirinya. Bahkan saat Mariam meminta mahar sebesar 50 juta pun, dirinya mengetahui dan menolak untuk membantunya.Barana hanya menunduk menahan malu. Ia tahu jika saat ini Alice tengah marah besar dengan semua ini. Penghasilannya yang hanyalah seorang SPV di sebuah perusahaan property, sangat tidak sebanding dengan penghasilan Alice yang merupakan seorang Manajer di sebuah perusahaan kontraktor. Mariam menahan diri untuk tidak emosi, ia tertunduk lesu dan malu. Sesekali dirinya melirik ke arah Indah yang mimik wajahnya dipenuhi dengan rasa terkejut.Wajah Sarah yang sedari tadi sumringah atas pernikahannya, m