Share

Bab 2

Penulis: CewekTauruz30
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 02:40:36

Setelah pulang dari rumah mertuanya, Nayra masih kesal pada suaminya yang terus menerus membela Laila. Nayra kesal karena Albian tidak sama sekali memberitahu ibunya dengan tegas, Albi selalu mengatakan jika Nayra harus memaklumi ibunya yang memang sangat menginginkan cucu darinya. Albi tidak berpikir jika semua itu menjadi beban pikiran Nayra, sampai akhirnya Nayra terus diam dan tidak berbicara sepatah katapun dengan suaminya. 

“Sayang, nanti Mas sepertinya akan pulang terlambat. Ada meeting dengan perusahaan jepang sore nanti,” ucap Albi yang selalu memberitahu jika akan pulang terlambat. 

“Iya,” jawab Nayra dengan singkat. 

“Masih marah?” tanya Albi. 

“Enggak kok, biasa aja.” 

“Mas mengerti dengan apa yang kamu rasakan, tapi harus bagaimana lagi. Ibu memang seperti itu, jadi kita harus bisa memakluminya saja. Perkataan ibu jangan terlalu dimasukan ke hati, itu justru akan membuat kamu sakit.” Albian mengusap pipi Nayra dengan jari-jarinya. 

“Aku bahkan sudah sangat memakluminya, Mas. Tapi tetap saja mendengar ucapan ibu yang selalu sama di depan orang banyak itu sangat menyakitkan, masih mending jika ucapan yang baik, ini malah mengatakan yang … sudahlah!” 

“Lalu sekarang kamu mau apa? Kamu mau Mas melakukan apa supaya kamu tidak terus marah dan kesal seperti ini?” tanya Albian. 

“Mas berangkat saja ke kantor, ini sudah siang.” 

“Kalau begitu, kamu pergi belanja saja hari ini. Tapi maaf, Mas tidak bisa mengantar kamu. Bagaimana?” tawar Albian. 

Nayra diam, dia memikirkan penawaran suaminya untuk pergi belanja. Nayra memang sudah lama tidak belanja, beberapa keperluannya pun sudah habis. Tapi untuk pergi sendiri, apa akan menyenangkan? pikir Nayra. 

“Baiklah, nanti siang aku akan membeli beberapa keperluan yang sudah habis. Mas mau aku belikan sesuatu juga?” 

Abi menggelengkan kepalanya. “Tidak, sepertinya keperluan Mas masih banyak, kamu beli saja keperluan kamu sendiri. Setelah Mas sampai di kantor, Mas akan langsung transfer uangnya. Sekarang Mas buru-buru, takut kejebak macet.” 

“Hati-hati, Mas.” 

“Iya, kamu juga hati-hati. Mas minta kamu jangan memikirkan apa yang dikatakan ibu, Mas yakin semua itu juga untuk kebaikan kita.” 

Nayra tersenyum tipis. Setelah itu memastikan jika Albi sudah berangkat, Nayra masuk kamar dan melempar tubuhnya ke tempat tidur. Nayra lalu teringat pada ibunya yang ada di kampung halamannya. Rasanya dia ingin menangis dan mengatakan semuanya, tapi Nayra takut jika sang ibu ikut memikirkan apa yang terjadi. 

“Mas Albi bilang jangan dipikirkan dan jangan terlalu dianggap, mungkin jika hanya sekali tidak masalah. Tapi ini, mengatakan hal menyakitkan setiap kali bertemu. Apa aku salah jika sakit hati karena perkataan mertuaku sendiri?” gerutu Nayra. 

Di sebuah mall besar, Nayra berjalan sekarang diri tanpa sengaja dia bertemu dengan teman masa kuliahnya. Keduanya saling menyapa dan bicara bahkan saat mengingat masa kuliah yang menyenangkan, membuat keduanya tertawa lepas. Nayra seolah melupakan kesedihan di hatinya. Dia juga seolah lupa tujuan awal ke mall itu untuk berbelanja kebutuhannya. 

“Nay, bukannya itu mertua kamu?” tanya Afifah. 

“Eh iya, itu ibu Mas Albi. Sedang apa disini?” 

“Pastinya sedang belanja, tapi tunggu, sama siapa itu?” tunjuk Afifah tepat pada Aninda yang ada di belakang Laila. 

Nayra menghela nafas panjang. “Itu istri dari adik iparku.” 

“Kamu gak ada niat buat samperin mereka?” 

“Enggak, buat apa, coba? Nanti yang ada malah menimbulkan rasa sakit hati lagi.” 

“Maksudnya?” tanya Afifah yang tidak mengerti.

“Tidak, lupakan. Kita mending pergi dari sini sebelum mereka lihat aku, yuk!” ajak Nayra dengan segera. Keduanya berdiri dan berjalan cepat supaya bisa menghindar dari Laila dan Aninda. 

Tanpa diduga, niat hati ingin menghindar, Nayra justru bertemu di butik tempat dia berlangganan membeli pakaian. Amanda tersenyum sinis melihat Nayra yang sedang memilih pakaian sendirian tanpa ditemani oleh Albi. Amanda mendekat dan berdiri di samping Nayra. 

“Kakak ipar, ada di sini juga ternyata. Sama siapa?” tanya Aninda basa-basi. 

“Aku sendirian, kamu sama siapa?” tanya Nayra yang pura-pura tidak tahu, padahal jelas-jelas dia tadi melihat Aninda berjalan bersama dengan Laila, sang mertua. 

“Aku pergi sama ibu, katanya ibu mau membelikan aku hadiah. Jadi aku diajak ibu ke butik langganannya ini,” jawab Aninda dengan terlihat sangat sombong. 

Nayra tersenyum tipis, dia lupa jika butik yang sedang dia datangi adalah butik langganan keluarga Laila. Niat hati ingin menghindar malah terpaksa harus berbasa-basi. Nayra mengangguk lalu melihat ke setiap penjuru, dia yang tidak ingin bertemu dengan mertuanya bermaksud untuk segera pergi. 

“Ibu sedang memilih pakaian yang pas untuk aku, katanya ibu mau aku pakai baju hamil yang tidak terlalu pas di bagian perut. Malahan ibu juga udah minta pemilik butik ini merancang baju hamil khusus untuk aku, ibu baik sekali ya, mbak?” 

“Iya, ibu memang baik,” jawab Nayra. 

“Aku jadi teringat sama ucapan ibu, katanya aku gak boleh menunda kehamilan aku. Kata ibu, jangan kaya mbak sama mas Albi yang awalnya menunda kehamilan dan sekarang malah susah hamil. Memangnya itu benar?” tanya Aninda yang membuat Nayra menatap tak percaya dengan apa yang dikatakan adik iparnya itu. 

“Aku hamil atau belum itu sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Walaupun dulu aku tidak menunda kehamilan, jika memang Tuhan belum mengijinkan aku hamil, maka aku tidak akan hamil saat itu juga. Sepertinya kamu terlalu banyak membicarakan aku ketika bersama dengan ibu, semenarik itukah kehidupan ku?” tanya Nayra sambil tersenyum, berpura-pura seolah dia sedang bercanda ketika berbicara seperti itu. 

“Aninda, apa kamu sudah menemukan baju yang cocok?” tanya Laila pada Aninda. Laila tidak tahu jika wanita yang sedang membelakanginya adalah Nayra. 

“Belum, Bu. Sepertinya lebih cocok pakaian yang ibu pilihkan tadi untuk aku,” jawab Aninda. 

“Kamu ambil saja semua yang tadi ibu pilihkan, kamu harus banyak pakaian yang tidak terlalu ketat. Kasihan bayimu,” ujar Laila. 

“Bu, di sini juga ada mbak Nayra,” kata Aninda sambil tersenyum manis. 

“Nayra, kamu di sini juga?” 

“Iya, tapi Nayra sudah selesai dan sekarang mau langsung pulang,” jawab Nayra. 

“Bagus kalau begitu, kasihan Albi jika dia pulang tapi kamu tidak ada di rumah.” 

Nayra tidak percaya dengan apa yang dikatakan mertuanya, lantas bagaimana dengan Aninda yang masih diluar sekarang? Apakah dia juga tidak khawatir ketika Rafael pulang tapi Aninda tidak ada di rumah? Nayra hanya tersenyum menanggapi ucapan mertuanya. 

“Nayra pamit dulu, Bu.” 

Laila mengangguk tanpa tersenyum, “besok malam kamu datang kerumah bersama Albi. Ibu ingin kalian datang untuk makan malam, jangan ada alasan! Ibu tunggu!” 

“Baik, Bu.” 

Nayra segera pergi setelah membayar semua pakaian yang tadi dia bawa. Hatinya kesal, benar-benar kesal. Niat hati ingin membuat hatinya senang, tapi malah membuat bertambah tidak enak hati dengan setiap ucapan yang keluar dari mulut Aninda.

“Drama apa lagi nanti yang akan terjadi? Astaga, Tuhan … tidak bisakah Kau berikan aku keturunan segera? Aku sudah lelah terus diperlakukan seperti ini.” 

Bab terkait

  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 3

    Nayra pulang dengan perasaan kesal dan tentu saja sedih. Nayra menyimpan barang belanjaannya dan segera masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan badannya. Nayra berdiri di bawah shower, membasahi tubuhnya dengan air dingin. Nayra bermaksud supaya otaknya bisa ikut dingin juga. Pertemuan dengan adik dan mertuanya membuat moodnya malah tidak baik. “Mengadu apa yang terjadi hari ini pun percuma, yang ada mas Albi pasti akan membela ibunya dan meminta aku terus memakluminya. Padahal, ini sudah sangat keterlaluan.” Nayra menghela nafas panjang. “Rasanya aku ingin meminta mas Albi untuk membawa aku pindah dari kota ini. Menghayal saja dulu, toh kenyataannya itu tidak mungkin.” Nayra terkekeh. Setelah merasa lebih baik, Nayra segera menyelesaikan mandinya dan segera berpakaian. Nayra membuka semua barang belanjaannya hari ini. Dia melihat satu pakaian yang menurutnya tidak pernah dibelinya. Membeberkan pakaian itu yang ternyata baju untuk wanita hamil. “Astaga, kenapa baju ini ada pada tas

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 4

    “Ada apa ini?” Kartika datang dan melihat kedua adik iparnya sedang bersitegang. Apalagi melihat Nayra yang sangat kesal seperti itu. Nayra menoleh, dia langsung menunduk dan memejamkan matanya ketika tahu jika Kartika. Kakak iparnya yang ada di belakang mereka. Kartika melihat wajah Aninda yang sepertinya tersenyum tipis sementara Nayra yang terlihat tegang. Kartika berdiri di samping kanan Nayra. “Ada apa, Nay?” tanya Kartika kembali. “Tidak ada apa-apa, mbak.” Nayra lalu tersenyum. “Jangan berbohong, mbak jelas-jelas tadi melihat kalian sedang beradu mulut. Mbak tidak mau mempunyai keluarga yang saling membenci. Mbak ingin kalian akur satu sama lain,” ucap Kartika. “Mbak Nayra baru saja datang udah marah-marah gak jelas, mbak. Anin jadi bingung, makanya Anin tanya mbak Nayra. Eh, malah ngegas gitu jawabnya.” “Marah-marah gak jelas katamu? Astaga, kamu yang membuat aku seperti ini Aninda! Aku tidak akan marah atau kesal jika kamu tidak berulah,” bantah Nayra. “Lalu apa masala

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 5

    Sepulangnya dari rumah Laila, Nayra langsung banyak diam dan melamun. Albi belum menyadari sikap istrinya, dia begitu sibuk karena sedang menangani proyek besar di perusahaan. Bahkan beberapa hari ini Albi sering pulang telat, Nayra tidak banyak protes seperti biasanya. Karena Randi, sang asisten pribadi suaminya selalu memberi kabar pada Nayra itu pun atas perintah Albi yang tahu jika istrinya pasti akan terus bertanya. Albi baru pulang, dia melihat istrinya sedang duduk di balkon kamar. Albi baru sadar jika sikap istrinya sekarang, Albi mendekat dan duduk di samping Nayra. Albi menatap Nayra dari samping, terlihat jika Nayra sedang melamun dan memikirkan sesuatu. “Kenapa malam-malam seperti ini masih diluar?” tanya Albi. “Mas, kapan kamu datang?” bukannya menjawab Nayra justru melontarkan kembali pertanyaan. “Baru saja, kamu sedang memikirkan apa sehingga suami pulang saja tidak menyadari.” “Tidak ada, mas.” “Ada apa? Kenapa sepertinya kamu melamun terus, apa yang mengganggu p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 1

    "Mas, kenapa sampai saat ini aku belum hamil juga, ya?” pertanyaan itu selalu dilontarkan Nayra pada Albian, suaminya. “Mungkin kita masih kurang dalam usahanya, sayang.” “Ish, bagaimana kamu bisa bilang kurang dalam usaha, sedangkan setiap malam kita selalu melakukannya. Apa yang salah?” tanya Nayra kembali sambil memeluk Albian yang memang mereka sedang berbaring setelah melakukan hubungan suami istri. “Tenanglah Sayang, mungkin belum waktunya. Atau … Tuhan masih menginginkan kita untuk berdua terus seperti ini. Sekarang yang pasti kita tidak boleh menyerah dan harus terus berusaha, kalau perlu kita lakukan tiga kali sehari.” Albian tertawa saat mengatakan itu. “Memangnya minum obat tiga kali sehari,” sahut Nayra sambil mempererat pelukannya. “Oh ya, besok di rumah ibu ada acara. Entah acara apa Mas tidak tahu, tapi yang jelas ibu minta kita untuk datang.” Albian menyampaikan pesan dari ibunya yang sempat dia terima tadi. Nayra menghela nafas panjang. “Kenapa?” tanya Albian.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27

Bab terbaru

  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 5

    Sepulangnya dari rumah Laila, Nayra langsung banyak diam dan melamun. Albi belum menyadari sikap istrinya, dia begitu sibuk karena sedang menangani proyek besar di perusahaan. Bahkan beberapa hari ini Albi sering pulang telat, Nayra tidak banyak protes seperti biasanya. Karena Randi, sang asisten pribadi suaminya selalu memberi kabar pada Nayra itu pun atas perintah Albi yang tahu jika istrinya pasti akan terus bertanya. Albi baru pulang, dia melihat istrinya sedang duduk di balkon kamar. Albi baru sadar jika sikap istrinya sekarang, Albi mendekat dan duduk di samping Nayra. Albi menatap Nayra dari samping, terlihat jika Nayra sedang melamun dan memikirkan sesuatu. “Kenapa malam-malam seperti ini masih diluar?” tanya Albi. “Mas, kapan kamu datang?” bukannya menjawab Nayra justru melontarkan kembali pertanyaan. “Baru saja, kamu sedang memikirkan apa sehingga suami pulang saja tidak menyadari.” “Tidak ada, mas.” “Ada apa? Kenapa sepertinya kamu melamun terus, apa yang mengganggu p

  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 4

    “Ada apa ini?” Kartika datang dan melihat kedua adik iparnya sedang bersitegang. Apalagi melihat Nayra yang sangat kesal seperti itu. Nayra menoleh, dia langsung menunduk dan memejamkan matanya ketika tahu jika Kartika. Kakak iparnya yang ada di belakang mereka. Kartika melihat wajah Aninda yang sepertinya tersenyum tipis sementara Nayra yang terlihat tegang. Kartika berdiri di samping kanan Nayra. “Ada apa, Nay?” tanya Kartika kembali. “Tidak ada apa-apa, mbak.” Nayra lalu tersenyum. “Jangan berbohong, mbak jelas-jelas tadi melihat kalian sedang beradu mulut. Mbak tidak mau mempunyai keluarga yang saling membenci. Mbak ingin kalian akur satu sama lain,” ucap Kartika. “Mbak Nayra baru saja datang udah marah-marah gak jelas, mbak. Anin jadi bingung, makanya Anin tanya mbak Nayra. Eh, malah ngegas gitu jawabnya.” “Marah-marah gak jelas katamu? Astaga, kamu yang membuat aku seperti ini Aninda! Aku tidak akan marah atau kesal jika kamu tidak berulah,” bantah Nayra. “Lalu apa masala

  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 3

    Nayra pulang dengan perasaan kesal dan tentu saja sedih. Nayra menyimpan barang belanjaannya dan segera masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan badannya. Nayra berdiri di bawah shower, membasahi tubuhnya dengan air dingin. Nayra bermaksud supaya otaknya bisa ikut dingin juga. Pertemuan dengan adik dan mertuanya membuat moodnya malah tidak baik. “Mengadu apa yang terjadi hari ini pun percuma, yang ada mas Albi pasti akan membela ibunya dan meminta aku terus memakluminya. Padahal, ini sudah sangat keterlaluan.” Nayra menghela nafas panjang. “Rasanya aku ingin meminta mas Albi untuk membawa aku pindah dari kota ini. Menghayal saja dulu, toh kenyataannya itu tidak mungkin.” Nayra terkekeh. Setelah merasa lebih baik, Nayra segera menyelesaikan mandinya dan segera berpakaian. Nayra membuka semua barang belanjaannya hari ini. Dia melihat satu pakaian yang menurutnya tidak pernah dibelinya. Membeberkan pakaian itu yang ternyata baju untuk wanita hamil. “Astaga, kenapa baju ini ada pada tas

  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 2

    Setelah pulang dari rumah mertuanya, Nayra masih kesal pada suaminya yang terus menerus membela Laila. Nayra kesal karena Albian tidak sama sekali memberitahu ibunya dengan tegas, Albi selalu mengatakan jika Nayra harus memaklumi ibunya yang memang sangat menginginkan cucu darinya. Albi tidak berpikir jika semua itu menjadi beban pikiran Nayra, sampai akhirnya Nayra terus diam dan tidak berbicara sepatah katapun dengan suaminya. “Sayang, nanti Mas sepertinya akan pulang terlambat. Ada meeting dengan perusahaan jepang sore nanti,” ucap Albi yang selalu memberitahu jika akan pulang terlambat. “Iya,” jawab Nayra dengan singkat. “Masih marah?” tanya Albi. “Enggak kok, biasa aja.” “Mas mengerti dengan apa yang kamu rasakan, tapi harus bagaimana lagi. Ibu memang seperti itu, jadi kita harus bisa memakluminya saja. Perkataan ibu jangan terlalu dimasukan ke hati, itu justru akan membuat kamu sakit.” Albian mengusap pipi Nayra dengan jari-jarinya. “Aku bahkan sudah sangat memakluminya, M

  • Rumah Tanggaku Hancur karena Mertuaku    Bab 1

    "Mas, kenapa sampai saat ini aku belum hamil juga, ya?” pertanyaan itu selalu dilontarkan Nayra pada Albian, suaminya. “Mungkin kita masih kurang dalam usahanya, sayang.” “Ish, bagaimana kamu bisa bilang kurang dalam usaha, sedangkan setiap malam kita selalu melakukannya. Apa yang salah?” tanya Nayra kembali sambil memeluk Albian yang memang mereka sedang berbaring setelah melakukan hubungan suami istri. “Tenanglah Sayang, mungkin belum waktunya. Atau … Tuhan masih menginginkan kita untuk berdua terus seperti ini. Sekarang yang pasti kita tidak boleh menyerah dan harus terus berusaha, kalau perlu kita lakukan tiga kali sehari.” Albian tertawa saat mengatakan itu. “Memangnya minum obat tiga kali sehari,” sahut Nayra sambil mempererat pelukannya. “Oh ya, besok di rumah ibu ada acara. Entah acara apa Mas tidak tahu, tapi yang jelas ibu minta kita untuk datang.” Albian menyampaikan pesan dari ibunya yang sempat dia terima tadi. Nayra menghela nafas panjang. “Kenapa?” tanya Albian.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status