Siang ini, disebuah restoran.
Cahaya Resto adalah restoran yang sering Roni kunjungi sejak dulu, terlebih setelah ia tau jika pemiliknya adalah Zahra. Kini kembali Roni mendatangi tempat itu namun kali ini ia tidak mengenal siapa pemiliknya, yang ia tau hanya cita rasa direstoran itu tak pernah gagal di lidahnya.Roni menyantap makanannya dengan penuh nikmat, seorang diri dan tanpa pendamping, karena Roni tetap merasa tenang jika tanpa teman.Sementara Zahra yang akan pergi ke restoran karena kembali mendapat kabar dari sang manager, bingung apa ia harus meninggalkan Fatimah seorang diri? namun jika ia tak datang ke restonya kali ini, pasti seluruh pekerjanya akan menunggu.Terpaksa, mau tak mau Zahra harus membawa Fatimah ketempat kerjanya."Bu, ibu disini ya, aku mau bicara sama mereka dulu," ucap Zahra pada Fatimah setelah sampai ke ruangannya.Melihat tempat ini, dan melihat Zahra memimpin rapat, Fatimah sedikit bingung. Ap"Bu, ibu makan dulu ya, ayo!" ucap Zahra seraya menyodorkan sesuap makanan pada Fatimah."Abis ini ibu harus minum obat, dan nanti kita bisa jalan jalan, aku bakal ajak ibu ke taman, oke! ibu mau kan?" tambah Zahra dengan terus menyuapi sang mertua.Mata Fatimah kembali meremang, tiap kali teringat akan kejahatan yang pernah ia lakukan pada Zahra, dan sekarang ia datang bukan untuk membalas kejahatan itu, malah justru untuk merawatnya hingga membuatnya nyaman.Setelah makanan dalam piringnya telah tandas, kini Zahra pun mendorong kursi roda itu menuju taman yang tidak jauh dari rumahnya. Sepanjang perjalanan dengan telaten Zahra mengajaknya berbicara meski tanpa jawaban."Ibu tau ngga, semalam mas Roni tiba tiba mau ngobrol loh sama aku, aku ngga tau karena apa? tapi yang jelas buat aku seneng banget bu, aku kangen banget sama dia, dan setidaknya kedatangan dia semalam buat rasa rinduku sedikit berkurang, ya meski dia enggan memandangku, tapi aku
Sesampainya dirumah Zahra, sebuah rumah mewah dengan design luar biasa. Zahra, Roni dan Fatimah berdiri didepannya."Bu, ini rumah ku, mulai sekarang ibu dan mas Roni boleh tinggal disini," ucap Zahra yang membuat Fatimah terbelalak.Zahra yang kini telah menjadi wanita sukses, dan mempunyai rumah mewah yang tak jauh beda dengan rumahnya yang baru saja ditinggalkan.Sementara Roni yang juga tertegun memperhatikan pemandangan itu, mempunyai rumah semewah ini, mengapa Zahra masih sudi bekerja dengan Roni untuk merawat ibunya? pantas aja ia tak pernah mau menerima upah yang tak seberapa itu.Lalu apa alasannya jika bekerja tanpa gaji?"Ayo mas, kita masuk," ajak Zahra yang lalu melangkah lebih dulu seraya terus mendorong kursi roda Fatimah.Kini langkah ketiganya memasuki rumah, bangunan bertingkat dengan interior mewah ini membuat Roni dan Fatimah tak dapat berkedip. Bahkan kembali rasa tak percaya yang kini menghampiri Fatimah, me
"Bagaimana mba? apa ada lowongan pekerjaan untuk saya?" tanya Roni pada seseorang yang berada didalam salah satu ruangan gedung bertingkat.Dengan pandangan berat hati, wanita itu menyodorkan kembali berkas yang dibawa oleh Roni."Maaf pak, kami tidak bisa menerima bapak."Itu lah ucapan yang membuat Roni menghela nafas lemah. Ini adalah tempat ketiga yang Roni datangi, namun tak ada diantaranya yang menerima tenaga Roni.Entah, sebenarnya Roni adalah laki laki yang pandai, bahkan perusahaannya dulu berkembang pesat, namun entah kenapa saat ini Roni sulit mendapat pekerjaan pengganti.Roni beranjak dengan tak semangat, kembali melangkahkan kaki hendak keluar dari gedung, namun seketika langkahnya terhenti kala ia berpapasan dengan seorang wanita berpenampilan modis.Ia adalah Jesika, mantan istrinya. Pandangan Jesika tak berkedip memperhatikan Roni, namun Roni tak mengenalnya, lagi lagi karena amnesia yang dialami oleh mantan CEO
Pagi ini, Roni yang kembali dengan penampilan kantorannya. keluar ruangan dengan ponsel yang sedari tadi ia tempelkan ditelinga."Baik bu, saya berangkat sekarang."Begitulah kalimat yang terdengar ditelinga Zahra, langkah kebut Roni kini berjalan keluar rumah. Tanpa berpamitan pada Fatimah, karena ia tampak terburu buru."Kasihan mas Roni, dulu dia yang nyuruh, tapi sekarang dia disuruh," gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Memperhatikan Roni hingga kini tubuhnya tak lagi terlihat. Sesaat kemudian, Zahra yang juga keluar rumah hendak menuju restorannya."Bu aku ke resto dulu ya. Mba jagain ibu baik baik ya.""Baik bu."Dengan cepat Zahra pun memasuki mobil yang sejak tadi menunggunya dihalaman rumah dan kini mobil itu pun melaju.Sementara Roni, sesampainya ia diperusahaan tempatnya bekerja, kedatangannya disambut hangat oleh sang bos wanita.Ya Jesika menyambutnya dan mengantarnya ke ruangan. Sediki
"Apa, jadi Roni amnesia? karena kecelakaan yang di alami. Itu tandanya cepat atau lambat Roni akan tau aku siapa? dan setelah dia tau, dia pasti ngga mau kerja disini lagi," gerutu Jesika setelah ia menerima panggilan dari seseorang."Dan kalau dia ngga kerja diperusahaan ini lagi, gimana nasib perusahaan ku?" tambahnya yang kini melangkah menjauh.Terdiam memikirkan akan pernyataan yang baru saja ia dengarkan. Seketika otaknya berputar untuk mencari cara agar ia dapat mempertahankan Roni."Aku harus tetap pertahanin Roni, dia harus tetap bekerja diperusahaan ini. Tapi gimana caranya?"Beberapa menit kemudian.Setelah kini Jesika menemukan ide, dengan cepat Jesika meraih tasnya dan berjalan keluar ruangan, menghampiri Roni yang masih berada didalam ruangannya."Gimana Ron udah selesai?""Sudah bu," jawabnya seraya menutup laptop dihadapannya. "Kalau gitu, kita makan siang dulu yuk," ucap Jesika seolah merayu.
"Bagaimana Ron, apa kamu menerima persyaratan dari saya?" tanya Jesika pada Roni yang membuat pandangan Roni kini berpaling dari layar menyala dihadapannya tersebut."Tunggu, tapi tanpa kamu menjawab pun aku udah tau jawabannya. Kalau kamu menolak, sekarang kamu ngga mungkin kan ada disini?" tambah Jesika yang kini tersenyum dan beranjak mendekati laki laki bertubuh ideal itu.Tangannya perlahan membelai, membelai wajah tampan hingga membuat tubuhnya meremang.Gayanya tampak sudah terbiasa menggoda, apa ini bukan pertama kalinya yang Jesika lakukan?"Makasih ya sayang, aku bener bener bahagia," ucap Jesika yang kini terduduk dipangkuan Roni. Jujur, aktifitas Jesika saat ini membuat bulu kuduk Roni berdiri, pasalnya sudah lama ia tak merasakan sentuhan serta belaian seperti yang Jesika lakukan saat ini.Rasanya gejolak yang tiba tiba hadir, membuat Roni harus bersusah payah menahannya. Matanya pun tampak beberapa kali terpejam, akibat
"Aaaaaahh."Diiaaar..Praaang..Begitu lah suara yang kini terdengar diruangan kerja Jesika. Lantaran Jesika melempar ponsel yang sedari tadi ia genggam hingga mengenai vas bunga dan terjatuh."Aku ngga akan biarin kamu bahagia Ron, orang yang sudah menyakitiku, akan kembali merasakan artinya tersakiti," ucap Jesika dengan ekspresi wajah marah.Ia tak terima, ia menganggap Roni telah mencampakkannya, dan harus mendapat balasan atas apa yang telah dilakukan."Kamu lihat aja nanti Ron, kamu berhadapan orang yang salah, kamu fikir aku akan diam setelah perbuatan kamu ini? kamu harus merasakan apa yang aku rasakan saat ini."Amarah Jesika kian memuncak lantaran ingatan yang tak dapat melupakan penolakan Roni. Baginya Roni adalah orang yang paling bersalah dalam masalahnya kali ini, tanpa ia melihat sisi lain dalam kehidupannya.Sementara Zahra dan Roni yang kini terduduk berdua, mencoba berbicara dari hati ke hati,
Hari demi hari berlalu, Zahra dan Roni yang kini semakin dekat dan semakin terlihat romantis, Fatimah pun yang kini kesehatannya semakin membaik. Ketiga orang ini kini hidup dalam satu keluarga yang utuh, bagai tanpa ujian dan tanpa musuhPadahal seorang Jesika selalu mengintai dan memperhatikannya disana, menjamin sebuah kehancuran serta berjanji tak akan membuat Roni bahagia."Target didepan mata," ucap Jesika pada seseorang dibalik ponselnya.Pandangannya kini memperhatikan Zahra yang tengah bersiap siap hendak menuju restoran."Siap bos, kami sudah siap.""Bagus, jangan sampe gagal. Saya mau perempuan itu mati.""Beres bos."Tut tut tut!Panggilan pun terputus, senyum licik Jesika seakan menggambarkan sebuah kebahagiaan. "Dengan begitu, Roni akan menderita," gumamnya seraya meremas ponsel dalam genggamannya. Dan perlahan langkahnya kini meninggalkan tempat."Mas aku berangkat dulu ya, assalamua