Hari demi hari berlalu, Zahra dan Roni yang kini semakin dekat dan semakin terlihat romantis, Fatimah pun yang kini kesehatannya semakin membaik. Ketiga orang ini kini hidup dalam satu keluarga yang utuh, bagai tanpa ujian dan tanpa musuh
Padahal seorang Jesika selalu mengintai dan memperhatikannya disana, menjamin sebuah kehancuran serta berjanji tak akan membuat Roni bahagia."Target didepan mata," ucap Jesika pada seseorang dibalik ponselnya.Pandangannya kini memperhatikan Zahra yang tengah bersiap siap hendak menuju restoran."Siap bos, kami sudah siap.""Bagus, jangan sampe gagal. Saya mau perempuan itu mati.""Beres bos."Tut tut tut!Panggilan pun terputus, senyum licik Jesika seakan menggambarkan sebuah kebahagiaan."Dengan begitu, Roni akan menderita," gumamnya seraya meremas ponsel dalam genggamannya. Dan perlahan langkahnya kini meninggalkan tempat."Mas aku berangkat dulu ya, assalamua"Kalian gimana sih? ngga becus banget jadi preman? kalian salah sasaran tau ngga? bukan Zahra yang ada dimobil itu, tapi Roni.""Salah sasaran, loh bukannya itu mobil yang bos maksud?""Iya mobilnya bener tapi orangnya kan beda. Saya minta kalian nyelakain Zahra bukan Roni.""Ya kita kan ngga tau bos, siapa yang ada didalam mobil itu, bos cuma nyuruh nyelakain mobil itu kan dan ngga bilang siapa orangnya.""Kalian bener bener ya, jawab aja kalau dikasih tau, saya ngga mau tau kalian harus bantu saya cari ide selanjutnya, otak saya buntu gara gara kalian," ucap Jesika pada kedua anak buahnya.Tahta itu membuat kedua laki laki bertubuh kekar itu kini berfikir, mencari cara untuk membuat Roni hancur. Setelah menemukan ide cemerlang, kini mereka pun memberitahu Jesika rencana yang diduga akan berhasil.Matanya melebar dan ekspresi berfikir setelah mendapat jawaban dari kedua anak buahnya, yang perlahan tersenyum dan berkata.
"Apa yang terjadi Ra? kenapa resto bisa kebakaran? padahal malam itu udah aku pastiin semua kompor mati kok," ucap Aliya yang kini berkunjung kerumah Zahra.Ia pun merasa prihatin, karena resto itu juga adalah tempat untuknya bertahan hidup. Mungkin kehilangan satu resto tak membuat Zahra kekurangan, karena beberapa cabangnya masih beroperasi dengan baik.Namun bagi Aliya, ini sangat menyedihkan, setelah perusahaan Roni yang bangkrut, sekarang malah resto milik Zahra pun terbakar."Ngga tau Al, mungkin kebakaran ini bukan karena keteledoran kalian, tapi karena takdir. udah lah ngga papa, anggap aja ini sebagai teguran," Jawab Zahra.Begitu legowo saat melihat usahanya menghilang dan tak lagi ada harapan dapat diperbaiki, membuat Aliya, Roni dan Fatimah merasa bangga pada seorang wanita tegar yang penuh dengan bersyukur ini."Terus, apa yang akan kamu lakuin selanjutnya Ra? ya aku tau masih ada Cahaya Resto lainnya, tapi kamu kan ngga mung
Zahni Group out, Cahaya Resto pun out. kini Zahra dan Roni tak lagi menjadi seorang pengusaha seperti dulu lagi.Kehidupan yang mungkin terjadi selanjutnya adalah kehidupan yang sederhana tanpa sebuah kemewahan. Setelah memutuskan untuk meninggalkan rumah, kini Zahra, Roni dan Fatimah pun melangkah keluar, dengan menarik dua koper yang berisi pakaian.Dengan berat Zahra harus memperhatikan muka rumah mewah itu dengan mata memerah, tak menyangka jerih payahnya selama ini akan hilang seketika. Beruntungnya Zahra adalah wanita yang tegar, kini ia menghela nafas dan mencoba tenang, sebelum akhirnya ketiga nya kini melangkah meninggalkan tempat.Sementara Rizki yang memperhatikan itu pun terdiam. Sedih kala melihat orang yang disayangi menderita seperti saat ini. Namun apa yang harus ia lakukan? hanya ini satu satunya cara agar Zahra terbebas dari dendam membara sang sepupu."Maafin aku Ra, maaf," gumamnya yang terus memperhatikan dari dalam mobilnya.
"Sayang, aku berangkat dulu ya, semoga hari ini aku bisa dapet kerjaan," ucap Roni yang penampilannya kini sudah rapi.Dengan kemeja dan celana dasar berwarna hitam, Roni menggenggam amplop besar berwarna coklat. yang tak lain adalah berkas berkas lamaran kerjanya."Iya mas, aku doain semoga kamu dapet kerjaan hari ini.""Amin, dan kamu, jangan nakal ya nak, jagain bunda, dan selalu doain ayah," tambahnya dengan tubuh yang sedikit menunduk, membelai perut Zahra yang masih rata.Tampaknya kedua pasangan ini sangat merindukan sosok sang buah hati, lantaran 12 tahun pernikahannya, belum dikarunia seorang anak.Kabar mengejutkan yang menjadi hadiah terindah untuk keluarganya adalah hadirnya janin setelah divonis mandul.Kini Roni melangkah meninggalkan rumah, dengan berjalan kaki Roni mencoba mencari pekerjaan, dengan semangat dan gigih, calon ayah ini melangkah tak memandang kondisi.Suasana siang ini terasa sangat panas, t
"Kenapa Ron? apa yang terjadi pada Zahra?" tanya Fatimah setelah Roni dan Zahra kini kembali kerumah."Zahra kecapean bu, dan kata dokter mulai sekarang Zahra ngga boleh lagi terlalu cape, dan harus banyak istirahat," Jelas Roni yang membuat Fatimah menatap tajam ke arah Zahra."Zahra, kamu hati hati ya, jaga kandungan kamu. udah yang jualan biar Roni aja, dan kamu istirahat dirumah.""Iya bu, makasih ya bu.""Yaudah bu, aku antar Zahra ke kamar dulu ya biar dia istirahat," ucap Roni yang membuat Fatimah mengangguk.•••Dua hari kemudian."Yaampun aku bosen banget, tiap hari cuma tiduran aja, ngga ngapa ngapain, rasanya malah capek banget," gumam Zahra yang kini beranjak dari tidurnya.Berjalan perlahan, keluar rumah. Ia pandangi Roni yang berjualan disana, warung esnya tampak sangat ramai, dan Roni yang hanya berjualan seorang diri pasti kewalahan.Berniat membantu sang suami, Zahra kini berjalan mende
"Roni, aku bisa jelasin. aku akan jelasin semuanya sekarang," tambah Jesika yang terus mengejar langkah Roni.Mendengar keributan dari luar rumahnya membuat zahra dan fatimah kini keluar, melihat apa yang terjadi? hingga membuat kegaduhan.Mata Zahra dan Fatimah seketika terbelalak, saat mereka dapati Jesika yang mengikuti langkah Roni. Dengan cepat Zahra pun mendekat hingga membuat langkah sang suami terhenti."Ada apa mas? kenapa perempuan ini ada disini?" tanya Zahra melirik Jesika."Ternyata perempuan ini bener bener jahat Ra, aku ngga nyangka ada ya manusia berhati iblis kaya dia."Tertegun mendengar ucapan Roni, pasalnya semarah apa pun dia selama ini tak pernah terdengar kata kata kasar semacam ini, lalu apa yang membuatnya begini?"Ada aoa mas? jelasin ke aku.""Zahra, aku kesini aku mau minta maaf sama kamu dan Roni," sambar Jesika yang membuat Zahra mengerutkan dahi.Minta maaf? untuk apa? rasanya Zahr
Kembali lagi memikirkan akan terancamnya perusahaan milik Jesika. Jesika risau, gundah gulana dan tak tenang, bagaimana jika Roni menolak membantunya, habis sudah perusahaan yang ia perjuangkan selama ini.Kini Jesika meraih ponselnya dan menghubungi Rizki, entah ia akan berbicara apa pada Rizki saat ini?"Kenapa Jes?""Ki, gimana kalau Rizki ngga mau bantuin aku? aku ngga tau harus gimana lagi.""Kamu tenang aja Roni itu orang yang baik, dia ngga akan tega liat orang kain menderita, jadi terus lah merayu, sampai Roni mau membantu mu," jawab Rizki yang membuat Jesika terdiam.Mengikuti ucapan Rizki, Jesika yang kini beranjak dan hendak menemui Roni kembali. Sesampainya dirumah Roni, kembali Jesika memohon pertolongan pada Roni dan Zahra."Sudah berapa kali saya katakan, saya tidak mau Jes, saya ngga mau berurusan dengan kamu lagi.""Tapi Ron, aku mohon, bantu aku. Aku janji ngga akan pernah berbuat jahat lagi pada siapa
"Cuma dia satu satunya cara," gumam Roni yang lalu beranjak, dan menuju perusahaan Jesika.Laki laki berpenampilan santai itu, kini memasuki gedung bertingkat, namun langkahnya terhenti kala seorang sekuriti menghentikan."Maaf, mencari siapa?""Saya mau ketemu bu Jesika pak.""Apa sudah ada janji?""Belum pak, tapi dia tau siapa saya.""Maaf pak tidak bisa, jika ingin bertemu dengan CEO perusahaan ini harus membuat janji terlebih dahulu.""Yasudah pak tolong sampai pada beliau jika Roni datang, saya akan menunggunya disini.""Baik, sebentar."Kini Roni pun menunggu kedatangan Jesika di luar gedung, karena tak diperbolehkan masuk dengan alasan tak memiliki janji.Roni yang kini menunggu dengan tak tenang, risau dan cemas memikirkan keadaan sang istri yang sedang bertaruh nyawa saat ini.Beberapa menit kemudian."Roni."Suara wanita itu menyebut namanya, membuatnya sek
Hari ini adalah hari bahagia yang dinanti Rina dan Rizki tiba, hari pernikahan yang hendak mengubah status mereka menjadi menikah.Pagi ini, Zahra yang telah bersiap dengan penampilan elegannya, penampilannya cantik namun wajahnya tak berhias senyuman.Matanya meremang, penuh air mata yang seketika dapat menghapus make up di wajahnya."Kalau ini memang takdir kita, aku akan terima mas," ucap Zahra yang berusaha tegar.Sementara Rina dan Roni yang kini telah bersiap dengan penampilannya masing masing, sebuah gaun berwarna putih menghiasi tubuh mungilnya dengan sangat cantik.Bibir nya tersenyum, dan merona. Ekspresi wajah bahagia itu tak hilang dari wajah ayu gadis mungil yang akan segera mendapat gelas istri tersebut.Masalah akan Zahra, sementara terlupakan. Belum lagi memikirkan kemana pergi nya Zahra setelah kembali ke Jakarta?Dan Roni yang kini sudah siap menyambut kedatangan calon menantu yang tidak lain adalah sahabatn
"Gimana Jes, udah jadi kan? undangannya juga udah disiapkan?""Udah Ron, ini udah aku siapin semuanya," ucap Jesika seraya memberikan sejumlah undangan pada Roni.Lagi lagi perkara sakit hati, Zahra tak dapat menahan air mata kala melihat keakraban yang terjadi kepada Jesika dan suaminya.Meski mulut sudah mencoba mengucap iklas namun hati rasanya masih belum bisa. Berat dan sulit adalah rasa untuk mengikhlaskan cintanya."Lusa hari pernikahannya, akan kah aku sanggup?" batin Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Jes, setelah ini kita cek gaun nya ya, kalau sudah siap langsung saja dibawa pulang, waktunya kan udah ngga lama lagi.""Iya Ron, mungkin lebih baik begitu. biar kita jadi lebih santai nantinya," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Entahlah, pemandangan yang terjadi rasanya mengarahkan pikiran Zahra pada pernikahan mereka, meski sebenarnya tidak ada hubungannya.Ditengah tengah perbincanga
Rina gadis mungil yang kini tersadar paska operasi, perlahan matanya terbuka. Penglihatannya tampak buram, orang pertama kali yang ia lihat tampak tersenyum padanya, namun entah siapa pemilik senyum manis itu.Berulang kali Rina mengerjap ngerjapkan matanya, agar penglihatannya tak lagi buram, setelah cukup jelas memandang, ternyata wajah manis itu milik Rizki.Laki laki yang tidak lain adalah calon suaminya. laki laki itu tersenyum membuat hati Rina tenang, dengan pandangan mata yang tertuju tajam menatapnya."Abang," ucapnya lemah.Alih alih menjawab, laki laki berkaca mata itu justru meneteskan air mata. Tanda bahagia karena melihat orang tersayangnya membuka mata.Tak berkata apa pun, Rizki yang seketika mendekap tubuh Rina, dengan sangat erat, berharap tak akan terjadi hal sama diantara mereka."Abang kenapa nangis?" tanya Rina setelah dekapan Rizki terlepas.Perlahan jari jari lentik itu mengusap air mata yang tamp
Kembali dengan aksi pengintaian nya, Zahra yang kembali ke rumah Roni untuk mengintai Roni yang sedang mengurus pernikahan. Pagi ini kembali ia melihat Roni memasuki mobilnya, Namun pandangan nya seketika tertuju pada Fatimah yang kini keluar dengan sebuah kursi roda. Matanya terbelalak, kala ia melihat sang mertua."Loh ibu kenapa? kenapa dia pake kursi Roda?" gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Pandangannya terputus setelah melihat mobil Roni melaju, dengan cepat Zahra pun mengikutinya."Ikuti mobil didepan ya pak," ucap Zahra pada sopir taxy.Setelah diikuti, ternyata mobil Roni terhenti dihalaman perusahaan tempat nya bekerja."Ternyata mas Roni mau kerja," batinnya dengan pandangan tak berkedip memperhatikan tubuh Roni yang kini sudah memasuki gedung.Sementara Roni yang kini melangkah menuju ruangan Jesika. Mengetuk pintunya, dan lalu masuk."Ron, ada apa?""Jes, aku minta bantuan boleh?"
Keesokan harinya, Zahra yang kini sudah berpenampilan rapi, hendak kembali ke Jakarta dan bersua dengan keluarganya."Nek, nenek yakin mau disini sendiri? ikut aku aja yuk, biar aku rawat nenek dirumah ku.""Ngga usah nak, nenek lebih nyaman tinggal disini."Terdiam mendengar jawaban yang nenek Misni beri. Tak tega jika akan meninggalkan wanita tua itu sendiri, sementara sang suami yang sudah tak lagi ada disampingnya."Yaudah kalau gitu aku pamit ya nek. Makasih untuk semuanya atas kebaikan nenek dan almarhum kakek, nenek disini hati hati ya, jaga diri baik baik, dan jangan lupa jaga kesehatan," ucap Zahra menggenggam tangan keriput wanita tua dihadapannya tersebut."Iya nak, kamu juga hati hati ya, semoga sampai tujuan dengan selamat, sering sering main kesini ya, ke gubuk nenek ini.""Pasti nek, pasti, kebaikan nenek ngga akan pernah aku lupain. Yaudah kalau gitu aku berangkat ya, assalamualaikum.""Walaikum salam."
Hari demi hari berlalu, Zahra yang masih menanti kedatangan Roni kembali, ia selalu menunggu kedatangan Roni atau pun orang suruhan suaminya itu, diwarung sate, mau pun dirumahnya.Bahkan ia mewanti wanti nenek Misni, jika bertemu beberapa orang tersebut ia harus menjawabnya dan memberi tahu dimana Zahra saat ini.Namun setelah beberapa hari menunggu, Roni, Rina, Rizki atau pun anak buah Roni tak lagi datang, hingga membuat Zahra kembali bersedih, rasa penantiannya seakan tak berujung."Apa kamu mulai lelah mencari aku mas? kenapa kamu ngga datang lagi? aku disini mas, datang lah," batin Zahra dengan aktifitas mencuci piringnya.Sementara Roni, yang saat ini belum ada waktu untuk mencari sang istri kembali, karena sibuk dengan Fatimah yang saat ini juga sedang sakit.Sebenarnya, Roni ingin kembali ke Desa itu, desa dimana Zahra berada. Namun, fikirannya terlalu penuh dengan masalah masalah yang datang silih berganti.Kali ini Ron
"Aaa..."Suara teriakan itu terdengar ditelinga Rina, suara yang berasal dari kamar Fatimah itu dengan cepat ia hampiri. Setelah membuka pintu kamarnya, Rina tak menemukan Fatimah disana, namun kini pandangannya tertuju pada pintu kamar mandi yang tak tertutup rapat.Dengan cepat Rina pun masuk, seketika mata nya terbelalak kala ia dapati Fatimah yang telah tergeletak tak sadarkan diri disana. "Astagfirullah oma, oma bangun oma," ucap Rina menggoyang goyangkan lengan Fatimah.Melihat Fatimah yang sudah tak berdaya, dengan cepat Rina meraih ponselnya, menghubungi Rizki karena siapa lagi dapat membantunya saat ini kalau bukan dia?"Iya Rin, ada apa?""Bang, tolong dong. Ini oma pingsan bang, jatuh dari kamar mandi," ucap Rina yang membuat Rizki terbelalak."Yaudah saya kesana sekarang, jaga oma sebentar," ucap Rizki yang lalu dengan cepat beranjak meninggalkan cahaya resto.Setelah beberapa menit kemudian, kini R
"Ada apa Jes?""Ron, ada kerjaan ke luar kota, kamu bisa kan hadir?" ucap Jesika yang membuat Roni sejenak terdiam.Lalu bagaimana dengan pencarian Zahra selanjutnya? jika Roni harus pergi keluar kota."Ron aku tau kamu sedang sibuk mencari istrimu, tapi klien ini sangat penting Ron, demi nama perusahaan," tambah Jesika yang membuat Roni terdiam.Ia tampak berfikir keras, ingin menolak namun itu artinya ia tak bertanggung jawab akan pekerjaannya."Bagaimana Ron, bisa kan?"Perlahan Roni pun mengangguk."Ya saya bisa."Tersenyum dan menghela nafas lega setelah mendapat anggukan dari Roni."Di kota mana Jes?""Di Malang Ron, kamu ngga sendiri, Seto akan menemani mu," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Tak menunggu lama, dengan cepat Roni mempersiapkan semua berkas nya dan semua materi yang akan ia sampaikan di Malang nanti.Seakan tak ingin membuang waktu, lebih cepat le
"Apa, ayah merestui?""Ya, saya sudah bilang semuanya, kalau saya menyukai kamu," jawab Rizki yang membuat Rina mengerjap ngerjapkan matanya.Tak menyangka akan seserius ini."Itu tandanya sekarang kamu udah resmi," ucap Rizki terpotong, dengan pandangan tajam memperhatikan wajah gadis mungil dihadapannya ini."Resmi apa?""Resmi jadi pacar saya, dan saya akan sesegera mungkin menikahi kamu."Deg!Ucapan itu membuat jantung Rina seakan ingin terlepas, membuatnya bergidik ngeri, tak menyangka akan semengerikan ini. Namun, bagaimana pun Rina harus menyadari bahwa lawan nya saat ini memanglah laki laki matang, yang sudah jelas akan membawanya kearah sana.Ia tidak akan lagi bermain main atau mengulur ngulur sebuah hubungan, karena bagi laki laki berusia matang, lebih cepat lebih baik.Bibir Rina tersenyum, namun senyumnya tak sedap, rasa bahagia bercampur tak menyangka, Rina membutuhkan sedikit waktu lagi