"Jadi, laki laki itu tadi suamimu?" tanya Rizki pada Zahra yang sedang duduk seorang diri dihalaman belakang rumah.
"Iya mas, dia suamiku. Namanya Roni Shaga, CEO perusahan properti Zahni Grup," jawab Zahra."Zahni?""Ya, Zahni, Zahra dan Roni," jawab Zahra yang membuat Rizki kini terdiam.Rizki merasa ada sedikit kejanggalan dengan perpisahan yang terjadi dalam rumah tangga Zahra, pasalnya sang suami yang tampak sangat mencintainya, namun mengapa harus berakhir perpisahan?Ditambah lagi statusnya tak jelas, ngegantung, tidak bersama, namun juga tidak berpisah karena tidak pernah ada talak diantara pernikahannya, bahkan semua dokumen yang menujukan Zahra adalah istrinya pun masih tetap utuh."Saya heran, sepertinya kalian masih saling mencintai, lalu masalah apa yang buat kalian berpisah?" tambah Rizki yang membuat Zahra perlahan beranjak.Sedikit menjauh, untuk menceritakan perkara lima tahun yang lalu. Yang menyebabkan"Tolong, jelasin sama aku, kenapa kamu menghindar? apa kamu ngga merindukan akuRa? kamu tau, aku sangat merindukanmu, aku ingin kita seperti dulu lagi Ra, hidup bersama dalam suka maupun duka."Mendengar ucapan Roni membuat Zahra menghela nafas, dan bibirnya sedikit tersenyum, entah apa arti dari senyuman itu ?"Mas, aku ngga tau. kamu ini bener bener ngga ngerti atau pura pura ngga ngerti sih?""Maksudmu?" tanya Roni yang membuat Zahra kembali mengernyitkan bibirnya."Mas, mas. apa aku harus ingetin kamu lagi tentang pernikahan kamu dengan jesika? kamu tega mas. kamu bilang kamu mau kembali menemui aku dirumah itu, tapi nyatanya kamu malah menikah sama Jesika, kamu fikir aku ngga tau? sakit mas, aku merasa ngga ada artinya di hidupmu."Mendengar ucapan Zahra, Roni menggelengkan kepala. apa yang Zahra kira itu tidak seperti yang sebenarnya."Ngga, bahkan aku pun ngga tau tentang pernikahan itu Ra. aku dijebak, ibu yang paksa
"Cahaya Resto? jadi dia pemiliknya?""Ya, dia udah jadi wanita pengusaha sekarang Al, dia tambah cantik, dan buat aku tambah sulit melupakannya. Al, bisa ya kamu harus bantu aku," tambah Roni yang seakan memaksa.Karena jika bukan Aliya siapa lagi yang dapat membantunya. Sebelum hubungan nya benar benar kandas, Roni terus memperjuangkannya.Akhirnya Aliya pun mengangguk, dan mengiyakan untuk membantu Roni menemui Zahra, hal ini membuat Roni bahagia, ia tersenyum dan menatap mata sang sahabat dengan penuh harapan.•••Dreet dreet..Panggilan masuk yang membuat ponselnya bergetar, sementara sang pemilik yang masih terlelap dalam tidurnya.Mendengar ponsel yang terus berdering membuat Roni akhirnya membuka mata, menjawabnya tanpa memperhatikan nama si penelpon."Iya.""Maaf pak, saya hanya ingin mengingatkan, kita ada pertemuan dengan PT Sanjaya pak. Dan siang ini kita harus menemui mereka ditempatnya."
Dua kali perkara memikirkan Zahra, sebuah tragedi yang hampir merenggut nyawanya itu terjadi, dan kini Roni yang terbaring tak sadarkan diri diruang ICU. dengan alat bantu pernafasan dan berbagai macam lainnya.Fatimah dan Mail, yang menunggunya di depan ruangan tampak begitu terpukul, pasalnya sudah melewati satu hari satu malam Roni tak kunjung sadarkan diri.Air mata yang terus mengalir dari wajah wanita tua tersebut, karena tubuhnya terasa lemah tak berdaya, ia hanya terduduk dengan sesegukan yang tak jua terhenti."Sabar bu, kita bantu pak Roni dengan berdoa," ucap Mail mencoba menenangkan ibu dari bos besarnya itu.Sementara Aliya, yang tampaknya sangat gelisah karena sedari tadi ia tak dapat menghubungi Roni karena ponselnya mati. Sebenarnya ia hanya ingin memberi tahu jika ia belum berhasil menemui Zahra."Roni kemana sih? kenapa nomornya ngga aktif?" gumam Aliya dengan pandangan yang terus tertuju pada layar ponselnya.T
"Maafin aku Ron, aku belum bisa bawa Zahra untuk kamu," Ucap Aliya memperhatikan Roni yang masih tak sadarkan diri didalam ruangan.Dengan alat bantu pernafasan dan beberapa alat yang lainnya. Dua hari berlalu, Roni terbaring dengan wajah pucat pasi. Sementara Zahra wanita yang dinanti, seakan hilang ditelan bumi.Entah, kemana keberadaannya saat ini, Tak ada satu orang pun yang mengerti. Kepergiannya bersamaan dengan Rizki, laki laki yang beberapa tahun terakhir ini dekat dengannya.Sementara Fatimah, yang wajahnya pun tampak sayup, rasa air mata yang kini mengering, karena terus menangisi kondisi sang anak."Semua ini kesalahanku, kalau saja dulu aku ngga mengusir Zahra dari rumah, ini semua ngga terjadi pada Roni," gumam Fatimah dengan suara bergetar.Kembali ia menyesali perbuatannya lima tahun yang lalu, mencoba memisahkan sepasang suami istri yang saling mencinta, karena perbuatannya kebahagiaan anak terenggut. "Tante, uda
Beberapa hari kemudian.Setelah kondisi Roni membaik, dokter pun mengizinkannya pulang, meski Roni harus kembali dengan ingatan yang berbeda. Kini Roni memasuki rumah dengan bingung, rasanya semua yang ada dihadapannya seperti hal baru, ingatannya tak mampu menampung dimana ia berada saat ini.Pandangannya tertuju pada tiap sudut rumah yang menurutnya tak asing, namun entahlah saat Roni berusaha mengingat tempat ini, justru malah rasa sakit yang menghampiri kepalanya."Selamat datang kembali ya Ron, akhirnya kamu bisa pulang kerumah kita lagi," ucap Fatimah yang menuntun Roni memasuki rumah.Tak menjawab Roni hanya terdiam, dengan pandangan yang masih sama. Kini Fatimah pun membawa Roni memasuki ruang kamarnya, agar Roni dapat beristirahat."Kamu istirahat ya, ibu mau masak dulu buat makan siang kita nanti," ucap Fatimah yang lalu meninggalkan tempat.Kepergian wanita tua itu tak hilang dalam pandangan Roni, hingga kini tubuhnya
Langkah tegap Roni kini memasuki gedung bertingkat, tempat yang beberapa hari terakhir ini jarang dikunjungi olehnya. Melihat kedatang Roni, para pekerjanya pun berantusias menghampiri, tak jarang menanyakan kondisinya saat ini.Dengan ingatan yang sekarang, Roni sulit mengenali siapa saja yang telah menghampirinya, termasuk Mail, sang sekertaris yang berekspresi bahagia kala melihat bos besar kembali menginjakan kaki di perusahaannya."Pak Roni, selamat datang kembali! Alhamdulilah akhirnya bapak bisa kembali lagi di Zahni Group," ucap Mail menunduk sopan.Namun kedatangan Mail sendiri membuat Roni mengerutkan dahi, karena ia tak mengenal siapa laki laki muda yang saat ini dihadapannya itu."Ini pak Mail, dia sekertaris pribadi kamu Ron," jelas Aliya yang membuat Mail mengerutkan dahi.Saat ini Mail tak mengetahui apa yang terjadi pada CEO nya, hingga ia benar benar kebingungan saat mendengar Aliya kembali mengenalkannya pada Roni.
Hari demi hari berlalu, rasanya semakin hari Zahra dan Roni semakin sering bertemu. Namun karena Roni tak dapat mengingat apapun, Roni selalu bersikap acuh tak acuh pada Zahra.Menimbulkan sebuah tanya dalam hati Zahra, Sebenci itukah Roni padanya? hingga suatu saat, Kembali takdir mempertemukan Zahra dan Roni disuatu tempat.Dalam pertemuan singkatnya, pandangan mereka saling tertuju. Sementara Zahra yang tak dapat berkata apa apa pada sikap dingin Roni.Roni pun demikian, rasa sungkan untuk menyapa sang istri, karena ia tak tau yang sebenarnya jika wanita yang ia cari selama ini ternyata sudah ada dihadapannya.Ingin menyapa namun enggan, ingin menegur namun ragu. Itulah yang Zahra rasakan saat ini, rasanya bimbang, antara iya atau tidak?Hingga tak lama kemudian, Rizki yang kini datang menghampiri Zahra."Ra," panggilnya yang membuat pandangan Zahra berakhir.Seketika wajahnya menoleh pada sumber suara."Iya
"Aku ingetin sekali lagi sama kamu Ra, jangan lagi deket deket sama Rizki, dia ngga baik buat kamu," ucap Aliya yang membuat Zahra seketika memperhatikannya.Pandangannya tertuju tajam pada wajah Aliya."Kenapa Al? mas Rizki itu orang yang baik.""Baik kamu bilang? plis Ra buka matamu. Aku ada disini sekarang, dan aku pergi ninggalin dia itu karena dia jahat. Dia orang yang kasar, dia suka main tangan. Jadi dia bukan laki laki baik Ra.""Tapi Al, selama ini aku kenal dia orang yang baik, dari semua yang kamu ucapkan itu salah, seratus sembilan puluh derajat berbeda. Aku bisa hidup sampai sekarang itu berkat pertolongannya Al."Aliya mengernyitkan bibirnya setelah mendengar ucapan sang sahabat."Jangan jangan kamu mulai jatuh cinta ya sama Rizki?" tambah Aliya yang membuat Zahra tersenyum dan menggelengkan kepala."Jatuh cinta? Kamu salah Al, bahkan sampai saat ini aku masih mencintai suamiku. Dari dulu perasaan ini ngga
Hari ini adalah hari bahagia yang dinanti Rina dan Rizki tiba, hari pernikahan yang hendak mengubah status mereka menjadi menikah.Pagi ini, Zahra yang telah bersiap dengan penampilan elegannya, penampilannya cantik namun wajahnya tak berhias senyuman.Matanya meremang, penuh air mata yang seketika dapat menghapus make up di wajahnya."Kalau ini memang takdir kita, aku akan terima mas," ucap Zahra yang berusaha tegar.Sementara Rina dan Roni yang kini telah bersiap dengan penampilannya masing masing, sebuah gaun berwarna putih menghiasi tubuh mungilnya dengan sangat cantik.Bibir nya tersenyum, dan merona. Ekspresi wajah bahagia itu tak hilang dari wajah ayu gadis mungil yang akan segera mendapat gelas istri tersebut.Masalah akan Zahra, sementara terlupakan. Belum lagi memikirkan kemana pergi nya Zahra setelah kembali ke Jakarta?Dan Roni yang kini sudah siap menyambut kedatangan calon menantu yang tidak lain adalah sahabatn
"Gimana Jes, udah jadi kan? undangannya juga udah disiapkan?""Udah Ron, ini udah aku siapin semuanya," ucap Jesika seraya memberikan sejumlah undangan pada Roni.Lagi lagi perkara sakit hati, Zahra tak dapat menahan air mata kala melihat keakraban yang terjadi kepada Jesika dan suaminya.Meski mulut sudah mencoba mengucap iklas namun hati rasanya masih belum bisa. Berat dan sulit adalah rasa untuk mengikhlaskan cintanya."Lusa hari pernikahannya, akan kah aku sanggup?" batin Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Jes, setelah ini kita cek gaun nya ya, kalau sudah siap langsung saja dibawa pulang, waktunya kan udah ngga lama lagi.""Iya Ron, mungkin lebih baik begitu. biar kita jadi lebih santai nantinya," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Entahlah, pemandangan yang terjadi rasanya mengarahkan pikiran Zahra pada pernikahan mereka, meski sebenarnya tidak ada hubungannya.Ditengah tengah perbincanga
Rina gadis mungil yang kini tersadar paska operasi, perlahan matanya terbuka. Penglihatannya tampak buram, orang pertama kali yang ia lihat tampak tersenyum padanya, namun entah siapa pemilik senyum manis itu.Berulang kali Rina mengerjap ngerjapkan matanya, agar penglihatannya tak lagi buram, setelah cukup jelas memandang, ternyata wajah manis itu milik Rizki.Laki laki yang tidak lain adalah calon suaminya. laki laki itu tersenyum membuat hati Rina tenang, dengan pandangan mata yang tertuju tajam menatapnya."Abang," ucapnya lemah.Alih alih menjawab, laki laki berkaca mata itu justru meneteskan air mata. Tanda bahagia karena melihat orang tersayangnya membuka mata.Tak berkata apa pun, Rizki yang seketika mendekap tubuh Rina, dengan sangat erat, berharap tak akan terjadi hal sama diantara mereka."Abang kenapa nangis?" tanya Rina setelah dekapan Rizki terlepas.Perlahan jari jari lentik itu mengusap air mata yang tamp
Kembali dengan aksi pengintaian nya, Zahra yang kembali ke rumah Roni untuk mengintai Roni yang sedang mengurus pernikahan. Pagi ini kembali ia melihat Roni memasuki mobilnya, Namun pandangan nya seketika tertuju pada Fatimah yang kini keluar dengan sebuah kursi roda. Matanya terbelalak, kala ia melihat sang mertua."Loh ibu kenapa? kenapa dia pake kursi Roda?" gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Pandangannya terputus setelah melihat mobil Roni melaju, dengan cepat Zahra pun mengikutinya."Ikuti mobil didepan ya pak," ucap Zahra pada sopir taxy.Setelah diikuti, ternyata mobil Roni terhenti dihalaman perusahaan tempat nya bekerja."Ternyata mas Roni mau kerja," batinnya dengan pandangan tak berkedip memperhatikan tubuh Roni yang kini sudah memasuki gedung.Sementara Roni yang kini melangkah menuju ruangan Jesika. Mengetuk pintunya, dan lalu masuk."Ron, ada apa?""Jes, aku minta bantuan boleh?"
Keesokan harinya, Zahra yang kini sudah berpenampilan rapi, hendak kembali ke Jakarta dan bersua dengan keluarganya."Nek, nenek yakin mau disini sendiri? ikut aku aja yuk, biar aku rawat nenek dirumah ku.""Ngga usah nak, nenek lebih nyaman tinggal disini."Terdiam mendengar jawaban yang nenek Misni beri. Tak tega jika akan meninggalkan wanita tua itu sendiri, sementara sang suami yang sudah tak lagi ada disampingnya."Yaudah kalau gitu aku pamit ya nek. Makasih untuk semuanya atas kebaikan nenek dan almarhum kakek, nenek disini hati hati ya, jaga diri baik baik, dan jangan lupa jaga kesehatan," ucap Zahra menggenggam tangan keriput wanita tua dihadapannya tersebut."Iya nak, kamu juga hati hati ya, semoga sampai tujuan dengan selamat, sering sering main kesini ya, ke gubuk nenek ini.""Pasti nek, pasti, kebaikan nenek ngga akan pernah aku lupain. Yaudah kalau gitu aku berangkat ya, assalamualaikum.""Walaikum salam."
Hari demi hari berlalu, Zahra yang masih menanti kedatangan Roni kembali, ia selalu menunggu kedatangan Roni atau pun orang suruhan suaminya itu, diwarung sate, mau pun dirumahnya.Bahkan ia mewanti wanti nenek Misni, jika bertemu beberapa orang tersebut ia harus menjawabnya dan memberi tahu dimana Zahra saat ini.Namun setelah beberapa hari menunggu, Roni, Rina, Rizki atau pun anak buah Roni tak lagi datang, hingga membuat Zahra kembali bersedih, rasa penantiannya seakan tak berujung."Apa kamu mulai lelah mencari aku mas? kenapa kamu ngga datang lagi? aku disini mas, datang lah," batin Zahra dengan aktifitas mencuci piringnya.Sementara Roni, yang saat ini belum ada waktu untuk mencari sang istri kembali, karena sibuk dengan Fatimah yang saat ini juga sedang sakit.Sebenarnya, Roni ingin kembali ke Desa itu, desa dimana Zahra berada. Namun, fikirannya terlalu penuh dengan masalah masalah yang datang silih berganti.Kali ini Ron
"Aaa..."Suara teriakan itu terdengar ditelinga Rina, suara yang berasal dari kamar Fatimah itu dengan cepat ia hampiri. Setelah membuka pintu kamarnya, Rina tak menemukan Fatimah disana, namun kini pandangannya tertuju pada pintu kamar mandi yang tak tertutup rapat.Dengan cepat Rina pun masuk, seketika mata nya terbelalak kala ia dapati Fatimah yang telah tergeletak tak sadarkan diri disana. "Astagfirullah oma, oma bangun oma," ucap Rina menggoyang goyangkan lengan Fatimah.Melihat Fatimah yang sudah tak berdaya, dengan cepat Rina meraih ponselnya, menghubungi Rizki karena siapa lagi dapat membantunya saat ini kalau bukan dia?"Iya Rin, ada apa?""Bang, tolong dong. Ini oma pingsan bang, jatuh dari kamar mandi," ucap Rina yang membuat Rizki terbelalak."Yaudah saya kesana sekarang, jaga oma sebentar," ucap Rizki yang lalu dengan cepat beranjak meninggalkan cahaya resto.Setelah beberapa menit kemudian, kini R
"Ada apa Jes?""Ron, ada kerjaan ke luar kota, kamu bisa kan hadir?" ucap Jesika yang membuat Roni sejenak terdiam.Lalu bagaimana dengan pencarian Zahra selanjutnya? jika Roni harus pergi keluar kota."Ron aku tau kamu sedang sibuk mencari istrimu, tapi klien ini sangat penting Ron, demi nama perusahaan," tambah Jesika yang membuat Roni terdiam.Ia tampak berfikir keras, ingin menolak namun itu artinya ia tak bertanggung jawab akan pekerjaannya."Bagaimana Ron, bisa kan?"Perlahan Roni pun mengangguk."Ya saya bisa."Tersenyum dan menghela nafas lega setelah mendapat anggukan dari Roni."Di kota mana Jes?""Di Malang Ron, kamu ngga sendiri, Seto akan menemani mu," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Tak menunggu lama, dengan cepat Roni mempersiapkan semua berkas nya dan semua materi yang akan ia sampaikan di Malang nanti.Seakan tak ingin membuang waktu, lebih cepat le
"Apa, ayah merestui?""Ya, saya sudah bilang semuanya, kalau saya menyukai kamu," jawab Rizki yang membuat Rina mengerjap ngerjapkan matanya.Tak menyangka akan seserius ini."Itu tandanya sekarang kamu udah resmi," ucap Rizki terpotong, dengan pandangan tajam memperhatikan wajah gadis mungil dihadapannya ini."Resmi apa?""Resmi jadi pacar saya, dan saya akan sesegera mungkin menikahi kamu."Deg!Ucapan itu membuat jantung Rina seakan ingin terlepas, membuatnya bergidik ngeri, tak menyangka akan semengerikan ini. Namun, bagaimana pun Rina harus menyadari bahwa lawan nya saat ini memanglah laki laki matang, yang sudah jelas akan membawanya kearah sana.Ia tidak akan lagi bermain main atau mengulur ngulur sebuah hubungan, karena bagi laki laki berusia matang, lebih cepat lebih baik.Bibir Rina tersenyum, namun senyumnya tak sedap, rasa bahagia bercampur tak menyangka, Rina membutuhkan sedikit waktu lagi