Share

Bab 81. Cucu Baru

Author: Eliyona
last update Last Updated: 2025-01-18 08:02:07
"Mas, bangun!"

Candra membuka mata dan mendapati dua pria berseragam tengah mengguncang pundaknya. "Di mana saya?" tanyanya.

"Mas ada di rumah perbaikan diri. Ayo masuk, kita bicara di dalam, saya lihat, Mas ini tampak sedang tidak baik-baik saja." Polisi muda itu bersiap membantu Candra untuk berdiri. Namun belum sempat berdiri, Candra tiba-tiba menangis pilu. "Saya pembunuh!" teriaknya. "Saya sudah membunuh istri saya ...." Candra mulai histeris, tubuhnya bergetar hebat.

Dua polisi itu saling pandang heran. Lalu kembali mengalihkan pandangan kepada Candra sambil berkata, "silahkan buat keterangan dulu di dalam."

---

Pagi harinya, Desa Lisa kembali gempar saat mobil polisi melintasi jalan utama, membawa Candra dengan wajah yang penuh penyesalan. Warga berkerumun di sekitar rumah kayu milik Lisa, berbisik-bisik dengan nada takut dan penasaran. Kartika dan Rasya yang bersiap pulang terhenti di tengah jalan, menatap pemandangan itu dengan ngeri. Di gendongannya, Cassandra merengek pela
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 82. Berita Suka Dan Duka

    "Kenapa Kartika tiba-tiba pingsan?" Anis mulai panik. "Cepat bawa masuk!"Melihat tubuh Kartika yang limbung, Rasya panik. Ia bergegas menggendong tubuh sang istri dan membaringkannya di atas kasur. Anis yang tak kalah khawatir, buru-buru mengambil minyak kayu putih dari meja. "Cepat ambil air, Rasya!" perintah Anis dengan nada cemas.Rasya berlari ke dapur, membawa segelas air dingin, sementara Anis mengusap pelipis Kartika dengan minyak kayu putih. Setelah beberapa saat, Kartika perlahan membuka mata. "Kartika, kamu kenapa?!" tanya Rasya, suaranya penuh kekhawatiran.Wajah Kartika pucat, matanya berkaca-kaca. "Aku juga tidak tahu, Mas," gumamnya dengan suara gemetar. Tangannya bergetar saat mencoba meraih tangan Rasya, tubuhnya masih terlihat lemah. Tak lama Hendra dan Cakra masuk. Melihat Cassandra, ekspresi Hendra bingung. Berbeda dengan Cakra, bocah itu tanpa aba-aba langsung menggandeng tangan Cassandra dan mengajaknya bermain. "Itu anak Lisa," celetuk Anis, seperti mengetahui

    Last Updated : 2025-01-18
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 83. Aroma Gaib

    "Pak, apa kita akan ikut mereka takziyah. Sementara, kita kan bawa Cakra dan Sandra," bisik Anis pada sang suami. "Lha mau bagaimana, Bu, mereka juga mengajak cucunya bukan? Kita ikut bentar saja, biar bagaimanapun Lukman sudah berjasa membantu Kartika sampai sembuh," bisik Hendra.Anis tampak ragu mendengar ucapan suaminya, tapi melihat antusiasme teman-teman yang lain yang juga mengajak cucu, ia jadi tak punya alasan menolak. Akhirnya keduanya sepakat ikut rombongan. Mobil yang ditumpangi Hendra dan Anis melaju di jalan beraspal yang membelah hamparan sawah hijau di kiri-kanan. Dari dalam mobil, terlihat petani dengan caping di bawah terik matahari sedang memanen. Langit siang cerah, awan putih berarak lembut, melukis langit yang indah.Pepohonan rindang melambai ditiup angin, memberikan kesan teduh meski matahari bersinar terik. Sesekali, motor atau sepeda melintas, menambah suasana desa yang tenang. Di kejauhan, terlihat bukit-bukit kecil seperti melindungi desa. Anis memandang

    Last Updated : 2025-01-19
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 84. Berita Kematian Susulan

    Seminggu setelah kematian Lukman, Anis sudah melupakan mengenai keadaan Lilis. Ia mulai beraktifitas seperti biasa, memasak, bermain dengan cucu dan aktifitas lain. Suatu pagi, Anis yang sedang bermain dengan dua cucu kesayangannya di ruang tamu, tersentak ketika ponselnya bergetar. Notifikasi dari grup WhatsApp "Konco Lawas" muncul.Dengan santai, ia membuka pesan itu, namun wajahnya langsung berubah pucat. "Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Bu Lilis telah berpulang. Semoga amal ibadahnya diterima." Anis membaca pesan itu berkali-kali, memastikan tidak salah baca. "Lilis meninggal?" gumamnya pelan, dengan penuh keterkejutan. Pikirannya berputar, teringat tatapan kosong Lilis yang terus mengarah ke langit-langit kemarin. "Ya Allah...." Anis memegang dadanya yang terasa sesak. Jari-jarinya gemetar saat mencoba mengetik balasan, tapi tak satu kata pun berhasil ia kirimkan. Wajah Lilis terus terbayang di benaknya."Kenapa kok pas 7 harian Lukman meninggal ya." Ani

    Last Updated : 2025-01-20
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 85. Anak Yang Terlahir Kembali

    Anis kaget saat netranya melihat ada sesajen di bawah ranjang. Namun, karena tak mau terlibat terlalu jauh, ia bergegas menutup pintu dan kembali bergabung dengan Sulis.Tak lama kemudian, Hendra dan para pelayat kembali ke rumah duka. Wajah mereka terlihat lelah, dengan pakaian berdebu oleh tanah makam. Aroma dupa masih tercium di udara, menyatu dengan suasana sendu di dalam rumah. Semua duduk diam, menyisip teh hangat dalam hening yang mencekam.Hendra mendatangi Anis, menggeser duduk dan memangku Sandra."Yah, kok langsung memangku Sandra? Harusnya mandi dulu atau cuci muka lah paling tidak, habis dari pemakaman juga." Anis langsung mengambil alih Sandra kembali. "Nanti kalau Sandra 'sawan' bagaimana?""Aku sudah mandi kok, di rumah pak RT. Tadi orang-orang juga mandi di sana. Eh, tadi banyak tetangga yang ngamuk sama Dewi, lho."Ucapan Hendra mengundang rasa ingin tahu Anis. Keningnya mengkerut penuh rasa penasaran. Mengetahui

    Last Updated : 2025-01-21
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 86. Kedua Kali

    Kartika memandang wajah Kirana dengan penuh haru. "Kau... Cantika anakku?" Ucapnya sambil menahan isak. Kartika mengelus lembut pipi Kirana, sentuhan itu benar mengingatkannya akan putri Cantika yang sudah tiada. “Aku anak yang dilindungi Ibu, nenek melindungiku dari mati dan Dyah.”Degggg!Jantung Kartika seakan berhenti bersetak sejenak. Bagaimana bocah yang ya perkirakan berusia satu setengah tahun kurang, itu bisa berbicara dengan sangat lancar."Jangan menangis Bu ...." Kirana mengusap air mata yang keluar dari dua netra Kartika. "Aku senang bisa beltemu Ibu lagi." Kirana tersenyum. Saat Rasya memanggil Kartika, seketika Kirana kembali bertingkah seperti bocah biasa. Rasya baru saja menut

    Last Updated : 2025-01-22
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 87. Pertemuan Pertama

    Anis dan Hendra akhirnya memutuskan untuk berangkat kembali ke rumah Lukman. "Uti, ikut!" Cakra mulai merengek. Melihat Cakra yang sudah mengulurkan tangan, Rasya segera bertindak menggendong bocah tiga tahun itu. "Kamu di rumah saja, main sama ayah.""Gak mau, mau ikut Uti." Cakra mulai merengek. "Sudahlah biarkan saja dia ikut." Anis yang tidak tega bersiap hendak mengambil alih Cakra. Namun Rasya lebih sigap menepisnya. "Biar saja, Bu. Justru kalau Cakra ikut aku malah khawatir."Anis mengangguk mengerti. Ia segera bergegas masuk ke mobil yang akan membawanya ke desa Plaosan, tempat tinggal Lukman. ---Mobil yang dikemudikan Hendra menyusuri jalan berliku menuju desa Sidomulyo. Sawah-sawah hijau membentang di kiri-kanan, diselingi pohon kelapa yang melambai pelan. Udara segar menyapa, membuat hati serasa nyaman."Kok lewat jalan sini, Yah?" pertanyaan Anis memecah keheningan sepanjang perjalanan. "Aku tadi cek jalan lewat GPS, ternyata ada jalan yang dekat menuju desa Lukman." Ta

    Last Updated : 2025-01-22
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 88. Madu

    "Gak usah wedi, Nduk." Sosok itu terus melambaikan tangan ke arahnya, membuat Anis ingin menangis."Saya Mbah Sur, yang punya rumah ini." Pria itu menunjuk ke arah rumah Lukman. "Saya ini bapaknya Lukman. Seharusnya saya bisa pergi dengan tenang, tapi Dewi malah mengambil susuk milikku dan menanamkannya dalam tubuhnya."Anis tercekat, tapi ia mengusahakan langkahnya untuk mendekat."Ojo wedi. Saya sudah tobat di detik akhir sebelum mati," Mbah Sur mencoba meyakinkan Anis. "Saya butuh bantuanmu, supaya bisa mengikuti Lilis. Mbah berharap setelah kamu tahu jalan ceritanya, kamu bisa membantu melepas susuk dari Dewi. Mbah ingin pergi dengan tenang."Anis mengangguk. "Ba-gai-mana sa-ya bisa membantu?" tanyanya dengan terbata."Kau cukup ikuti. Setelah kembali ke alam sadarmu, cari saja keberadaan Dewi. Aku juga sudah menitipkan sesuatu kepadamu, bawa ke orang yang mengerti.""Aku tidak paham.""Lakukan saja, nanti kau juga aka

    Last Updated : 2025-01-23
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 89. Guna-guna Istri Muda

    Lilis berjalan di dapur ia mencoba menahan perasaan dengan melakukan aktifitas memasak. Baru bersiap untuk menyiapkan bahan, Lilis tiba-tiba mendengar suara teriakan Dewi dari dalam kamar. Ia langsung berbalik dan terhenyak mendapati Dewi sudah berdiri di tengah pintu. "Mbak Lilis ini bagaimana sih, dipanggil gak menyahut," Dewi menggerutu, "perutku sakit aku biasanya mengompres perutku dengan air hangat."Tanpa menjawab, Lilis segera merebus air permintaan Dewi. "Oh, iya, Mbak. Saya ingin memastikan kembali mengenai ucapan Mbak Lilis tadi di rumah sakit." Dewi menghela nafas dalam, lalu melanjutkan ucapannya, "Mbak kok tega sih ngomong begitu. Saya ini hamil lho, anak mas Lukman. Tega sekali, Mbak bilang kalau mau mengambil bayi ini dan meminta Mas Lukman untuk menceraikan saya." Nada suara Dewi terdengar bergetar, seakan menahan diri untuk tidak menangis. Melihat itu hati Lilis trenyuh, dia merasa sudah keterlaluan. "Maaf, Mbak. Tadi saya hanya emosi saat mengetahui hubungan Mbak

    Last Updated : 2025-01-24

Latest chapter

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 102. Finish

    "Sudah jangan bertanya. Tolong kalian urus jenazah ini. Semua sudah berakhir," ucap Mbah Kanjim santai. "Anakku! Seorang wanita tua histeris saat melihat salah satu jasad yang lengkap dengan pakaiannya, terbujur kaku diantara jasad yang lain. "Ini, Suci, Pak." Wanita tua itu mulai menangis. Mendengar nama ibunya disebut, Ratih mendekatkan diri. "Nenek," ucapnya lirih. Sepasang lansia itu mengalihkan pandangan kepada Ratih. Pandangan takjub dan haru menjadi satu. "Ini Ratih. Saya anak dari ibu Suci." Ucapan Ratih hampir membuat dua orang tua itu tidak percaya. Bagaimana mungkin anaknya yang sudah mati bisa melahirkan anak. Sampai Mbah Kanjim menceritakan semuanya. Wajah Ratih yang mirip dengan Suci, membuat dua lansia itu menangis tersedu sambil memeluk Ratih. Si wanita tua itu langsung percaya kalau Ratih adalah cucunya. "Berarti mimpi ibu selama ini benar, Pak." Wanita itu terus terisak. " Ratih menjadi tumbal susuk Bu Dewi, huu... huu...."Para warga mulai saling berbisik, merek

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 101. Hampir Finish

    Ratna mendadak terhuyung masuk ke dalam rumah, seperti ada kekuatan tak kasat mata yang menariknya. Melihat sang putri terdorong masuk, Dewi berteriak keras, ia berlari masuk ke dalam. "Lilis!!!!" Dewi berteriak sambil mengetuk pintu kasar. "Ratna tidak ada urusan denganmu, musuhmu adalah aku!"Tiba-tiba pintu terbuka, tak mau kecolongan Mbah Kanjim segera masuk, ia dan Dewi langsung terdorong masuk ke dalam. Sementara Hendra, Anis, dan Ratih hanya memandang dari jauh. Dalam kepanikannya, Anis mulai tersadar kalau Ayu tidak ada bersama mereka. "Ayu ke mana dia?" tanya Anis.Sementara itu di dalam rumah. Ayu terperangah melihat sosok wanita dengan tubuh yang menggerikan. "Kenapa kamu ikut masuk?" Suara Mbah Kanjim membuat Ayu tersentak. "Di sini berbahaya.""Iya, maaf, habisnya aku khawatir kalau ....""Sudah, kau tunggu saja di sini? Ingat apapun yang kau lihat, jangan kau ceritakan pada siapapun." Mbah Kanjim segera bergabung dengan Ratna dan Dewi yang ketakutan, apalagi sosok Lilis

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 100. Terpaksa

    Dewi menggeram, matanya menatap tajam penuh amarah. Ratih mencoba menenangkan ibunya, menyentuh lengannya dengan lembut, tetapi Dewi malah menepis tangan itu dengan kasar."Aku sudah muak dengan semua ini, Ratih! Kenapa kalian terus membahas Lilis? Apa tidak ada hal lain yang bisa dibicarakan?" bentaknya, suaranya bergetar dengan emosi.Ratih mundur selangkah, jelas merasa canggung dengan reaksi Dewi. Sementara itu, Hendra dan yang lainnya saling bertukar pandang, mulai menyadari ada sesuatu yang Dewi takutkan.Mbah Kanjim hanya mendesah pelan, matanya menatap Dewi seolah bisa menembus ketakutan wanita itu. "Kau tak perlu takut. Aku menjamin putrimu.""Apa kau bilang?" Dewi berjalan mendekat ke arah Mbah Kanjim, netranya menatap tajam seakan bersiap memangsa pria tua itu. "Aku tidak mengizinkan putriku ke sana, demit Lilis terkutuk itu bisa saja membuat putriku celaka!" Suara Dewi mulai meninggi. Dewi menatap Hendra dengan sinis, kedua tangannya terlipat di dada, seolah dia adalah se

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 99. Kembali Ke Rumah Dewi

    Ayu langsung bersemangat. "Apa aku boleh ikut? Mungkin aku bisa membantu, aku ingin mengasah kemampuan ku," katanya dengan antusias.Ira yang sedang menggendong Cakra langsung menoleh dengan wajah tak percaya. "Kamu yakin, Yu? Jangan sampai nyesel lho. Udah, mending di rumah aja, nemenin aku jagain bocah-bocah," bujuknya.Namun, Ayu tetap bersikeras. "Tidak! Aku harus membiasakan diriku dengan hal gaib, atau aku akan terus ketakutan setiap kali melihat sosok gaib," katanya penuh tekad.Anis yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum kecil. "Ya udah, kalau Ayu mau ikut, nggak masalah. Kebetulan juga Ira bisa bantu momong Sandra dan Cakra." katanya sambil melirik ke arah Ira yang hanya bisa menghela nafas pasrah. "Uti nanti yang akan menjaga Ayu, kau tak perlu khawatir." Anis memandang Ira yang khawatir dengan senyum."Terimakasih, Uti. Aku berharap bisa membantu," ucap Ayu penuh semangat.Anis lalu menatap Ayu dengan tatapan penuh arti. "Tapi kita akan ke kota dulu untuk meyakink

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 98. Mencari Cara

    Ayu dan Ira, meski masih syok, seakan bisa menangkap kode dari hendra. Ayu segera memacu motor, menyalip makhluk yang tengah bergelut dengan bayangan misterius. Sesaat sebelum mereka benar-benar meninggalkan area itu, Rasya melirik ke kaca spion, melihat genderuwo itu tersungkur ke tanah, lalu lenyap ditelan kegelapan.---Begitu keluar dari gapura hutan larangan, suasana mencekam perlahan mereda. Namun, ketegangan belum sepenuhnya hilang ketika gawai Hendra tiba-tiba bergetar di dashboard mobil."Rasya, tolong angkat telepon ayah," ujar Hendra tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. Rasya dengan sigap meraih ponsel Hendra dan melihat layar yang menampilkan nomor tak dikenal."Halo?" Rasya menjawab dengan hati-hati.Di ujung telepon, terdengar suara berat dan dengan nada serius. "Halo, Nak."Dahi Rasya berkerut. "Ada apa Mbah? Tumben telepon ayah.Namun, sebelum bisa mendapatkan jawaban, suara itu berubah menjadi gumaman aneh, seperti seseorang yang berbicara dalam bahasa yang tida

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 97. Sosok Yang Belum Tenang

    Anis merinding. Ia tidak merasakan apa pun, tapi muncul dengan serius Ayu membuatnya mulai merasa tidak nyaman.Hendra melirik Anis, mencoba mencari tanda-tanda aneh. Sementara itu, Ira yang sejak tadi diam ikut bicara, "Ayu, jangan bicara sembarangan. Kamu memang bisa melihat sosok gaib, tapi ini bukan saat yang tepat."Ayu menggeleng kuat, "Tidak, Ra. Sosok itu seperti menempel padanya. Aku takut, nanti dia akan menguasai tubuh Uti. Ini tidak boleh, tidak boleh....!"Ketegangan makin terasa. Rasya yang masih duduk di sampingnya sambil tertawa, sementara Kartika mencengkeram tangan suaminya dengan cemas.Anis menggigit bibirnya, dengan gemetar ia mulai jika suara, "apa yang kau lihat adalah sosok hantu perempuan?""Bukan. Dia arwah seorang pria," ujar Ayu. Ia lalu menegakkan tubuhnya, mengumpulkan keberanian. Dengan suara pelan namun tegas, ia berkata, "Siapa kamu? Kenapa mengikuti Uti Anis?"Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa berat. Hening. Tak ada yang menjawab, tapi ekspresi

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 96. Keturunan Sakti

    Ira dan rekan perawatnya saling pandang. Keduanya tidak menyangka kalau Kartika juga seperti mereka. "Iya, Mbak," jawab Ira, setelah melakukan tugasnya, ia beranjak mendekat ke arah Kartika, lalu berbisik, "Mbak Kartika pura-pura gak dengar saja ya, sama jangan buka pintu kalau ada yang mengetuk sambil bilang kulo nuwun."Kartika mengernyit mendengar ucapan aneh Ira. "Jangan buka pintu, ada yang bilang ‘kulo nuwun’?" tanyanya, sedikit bingung.Ira hanya tersenyum tipis. "Iya, Mbak. Apalagi kalau sudah lewat jam sepuluh malam. Pokoknya jangan.""Memangnya kenapa?" Kartika masih belum mengerti, tetapi perasaan was-was merayapi hatinya.Ira tidak langsung menjawab, hanya melirik jam dinding sejenak sebelum akhirnya berkata, "Pokoknya nurut aja, Mbak. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku ya."Sebelum Kartika sempat bertanya lebih jauh, Ira dan rekannya sudah melangkah keluar dari kamar, meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan.Kartika menarik nafas dalam, menatap Rasya yang masih belum sada

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 95. Reuni

    Suasana di lokasi kecelakaan begitu riuh dan panik. Beberapa warga sekitar yang mendengar benturan keras segera berlari ke arah mobil Rasya yang ringsek di pinggir jalan. Kaca depan pecah, pintu penyok, dan darah terlihat menodai kemudi.“Cepat, bantu dia keluar!” teriak seseorang.Beberapa pria dengan sigap menarik pintu mobil yang sudah sulit dibuka. Nafas Rasya lemah, kepalanya bersandar di jok dengan luka di pelipis yang terus mengeluarkan darah.Sementara itu, sirene mobil polisi terdengar mendekat. Seorang petugas segera turun dan mengamati situasi. Dia berjalan mendekat, melihat kondisi Rasya, lalu segera menghubungi ambulans.Di sela-sela kepanikan, seorang polisi lainnya melihat sesuatu di lantai mobil. Sebuah ponsel tergeletak dengan layar yang masih menyala. Dia mengambilnya dan segera mengamankannya ke dalam kantongnya.“Ambulans datang! Cepat angkat dia!” teriak seorang pria yang berdiri di pinggir jalan.Beberapa orang dengan hati-hati mengangkat Rasya ke atas tandu. Dara

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 94. Kedatangan Sosok Lilis

    "Anis tolong saya ... saya sudah tidak kuat lagi ... tolong, demit peliharaan Dewi menyiksaku."Sosok Lilis mengulurkan tangan, sementara kepalanya menengadah ke atas."Aku tersiksa, Anis ...." Sosok Lilis mulai menampakan wajahnya yang menyeramkan. Kepalanya patah ke kanan dan dia berjalan dengan menyeret satu kakinya. "Anis ... Anis ... Bukankah suamimu adalah teman baik suamiku?" Sosok Lilis terus berjalan mendekat membuat Anis semakin ketakutan. "Mbak, Mas Hendra sudah berangkat ke rumah orang yang bisa menolongmu." Ucapan Anis berhasil membuat sosok Lilis menghentikan langkahnya. "Benarkah?" Lilis memutar kepalanya menghadap ke arah Anis. Kali ini wajahnya hanya pucat, ia tak terlihat semenyeramkan sebelumnya. "Terimakasih Anis, terimakasih." Tubuh Lilis perlahan memudar meninggalkan asap pekat.Anis akhirnya bisa menghela nafas lega. Sampai ia merasakan seseorang seperti menepuk pundaknya. "Bu ... bangun ... kenapa Ibu tidur di sofa begini?" Sayup-sayup Anis mulai membuka mata

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status