"Rania, Pak Ivan, kami pulang. Di luar sudah nggak hujan lagi."Suara teriakan ibu di pintu langsung menyadarkanku. Aku buru-buru berdiri, mendorong Ivan agar menjauh dan berlari kembali ke kamarku.Tak lama kemudian, terdengar suara percakapan ibu dengan Ivan di luar."Pak Ivan, bagaimana Rania? Menurut Anda, apa masih perlu tambahan beberapa pelajaran lagi?""Halo, ibunya Rania. Rania anak yang sangat pintar. Jadi, nggak perlu lagi les tambahan. Rania belajar dengan sangat baik hari ini.""Eh, bagus sekali. Maaf, sudah merepotkan Anda."Ibu tersenyum dan memanggilku dari kamar tidur."Rania, cepat ke sini. Bilang terima kasih pada Pak Ivan. Pak Ivan sudah berusaha keras untuk membantumu mengejar ketertinggalanmu di pelajaran."Aku mengenakan pakaian dan melangkah keluar. Melihat Ivan sudah berpakaian lengkap, aku pun bergumam, "Kelakuan bejat, tapi sok alim."Aku buru-buru menengadah dan mengedipkan mata pada Ivan. Aku terus menggoda dan merangsangnya.Aku mengulurkan tangan dan meng
Waktu begitu cepat berlalu dan akhirnya tibalah akhir pekan. Aku datang sendirian ke kamar 209 Hotel Horan.Namun, setelah masuk, aku tidak melihat Dany. Hanya ada selembar catatan di atas meja."Ikat dirimu dengan borgol dan berlututlah di atas ranjang. Lakukan seperti yang kukatakan. Kalau nggak, tahu sendiri akibatnya.""Jangan coba-coba macam-macam. Aku sudah memasang kamera di ruangan ini."Dany tampaknya juga khawatir jika aku mungkin akan merekam untuk mengancamnya.Oleh karena itu, terlebih dahulu aku diminta untuk mengeluarkan semua barang dan peralatan yang kubawa, lalu diletakkan di pintu.Aku dengan patuh berlutut di atas ranjang dan menunggu kedatangan Dany.Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Dany pun masuk."Eh, lihatlah. Kalau dari tadi kamu seperti ini kan lebih baik. Patuhlah dan aku akan mengabulkan segala keinginanmu."Melihatku berlutut di ranjang dengan patuh, wajah Dany yang berminyak itu pun langsung menyunggingkan senyuman.Dany dengan cepat berlari mendekatik
"Ugh!"Aku berusaha keras untuk menggelengkan kepala. Mataku berkaca-kaca.Ivan menarik sudut mulutnya dan menoleh ke arah Dany."Apa kamu sering bermain dengan orang lain? Punya pengalaman?"Di sisi lain, Dany menggosok-gosok tangannya dengan antusias dan membuka mulutnya dengan penuh nafsu."Ya, Pak Ivan. Karena kamu guruku, aku akan membiarkanmu untuk memulainya duluan. Atau, kita semua akan melakukannya bersama-sama.""Kamu bahkan nggak tahu betapa nikmatnya kalau dilakukan bersama-sama."Makin banyak bicara, makin Dany menjadi bersemangat. Ludahnya terbang ke mana-mana dan dia melambaikan tangannya secara berlebihan di udara.Segera setelah itu, layaknya saudara dekat, Dany mengangkat alisnya pada Ivan dengan penuh gairah.Aku menatap Ivan dengan mata terbelalak dan penuh permohonan. Aku berharap Ivan akan menolak permintaan bajingan ini.Akan tetapi, sebelum Ivan bisa menjawab, terdengar suara ketukan keras di pintu."Kak Dany, petugas hotel datang untuk memeriksa. Ayo cepat perg
Aku mengerucutkan bibirku, lalu berpikir sebentar sebelum akhirnya menghentikan gadis yang hendak pergi menyatakan cintanya itu."Apa kamu mengenalnya? Kamu nggak tahu orang seperti apa dia, tapi memujanya secara membabi buta seperti ini. Pada akhirnya, semua itu cuma akan merugikanmu. Ivan itu orang jahat. Aku sarankan padamu, sebaiknya kamu nggak menggodanya."Nasihatku tidak ada gunanya bagi gadis itu. Dia sepertinya mengira jika aku juga menyukai Ivan."Ayolah, kamu juga menyukai Pak Ivan, 'kan? Ckckck, kalau kamu punya kemampuan, ayo kita bersaing secara sehat. Benar-benar nggak tahu malu kalau kamu bicara buruk soal Pak Ivan seperti ini.""Hehehe, mengatakan anggur itu asam, padahal kamu nggak bisa memakannya, memang benar-benar gila."Gadis itu memutar matanya ke arahku, lalu cepat-cepat berjalan pergi.Aku sangat marah hingga mematung di tempat dan memaki Ivan ke udara.Aku sama sekali tidak memperhatikan orang yang muncul tepat di belakangku saat ini."Rania, kusarankan padamu
"Rania, apa kamu menemukan sesuatu?"Suara serak Ivan terdengar di belakangku dan dia menempelkan seluruh tubuhnya ke tubuhku.Aroma hormonal yang familier langsung menyelimutiku. Tangan yang kasar dan panas membungkus tubuhku.Suara yang keluar dari video yang diputar di komputer, sama seperti suaraku saat ini.Jari-jari Ivan seperti mengeluarkan api dan membuat sekujur tubuhku terbakar.Dadaku yang lembut diremasnya, dipelintir dan dipadatkan. Aku merasa seluruh tubuhku tidak bisa berdiri tegak dan terpaksa bergantung sepenuhnya padanya."Ivan, lepaskan aku … aku membencimu …."Suaraku yang lembut dan marah justru terdengar seperti sedang bermanja.Ivan tertawa kecil. Kemudian, dia meningkatkan kekuatan tangannya. Aku hanya merasa tubuhku gemetar dan bergetar.Layar hitam komputer memantulkan wajahku dan Ivan yang mengerutkan kening, tetapi tampak gembira dan penuh semangat.Saat Ivan mendekatkan wajahnya ke pipiku, tiba-tiba aku teringat bersama dengan Dany hari itu.Dalam sekejap,
Untuk mendapatkan inspirasi dalam ujian seni, ibuku menyewa guru privat untukku.Di bawah cahaya redup, kakiku di bawah meja perlahan-lahan bergerak dan bertumpu di kaki guruku.Guruku mulai meremas kakiku dengan kuat dan menatapku dengan tatapan yang membara.Suara hujan lebat yang begitu rapat di luar sana, yang berpadu dengan suasana hening ….Membuat pikiranku tidak bisa berhenti untuk melayang ke mana-mana. Tubuhku juga terasa aneh.Kemudian, guruku tersenyum dan menutup pintu.Dengan hati-hati, dia melepas dasinya dan berkata hendak "membahas pelajaran" denganku.Aku Rania Rivandra. Umurku 19 tahun.Aku seorang siswa kelas tiga SMA jurusan seni.Belajar seni, kurang lebih selalu mencari inspirasi lewat beberapa rangsangan.Sebelumnya, aku hanya memakan makanan yang aneh-aneh dan mendengarkan musik yang mengganggu untuk mendapatkan inspirasi.Namun, segera, aku menyadari ketika aku berpakaian minim, tatapan mata para pria yang tertuju pada tubuhku, membuatku merasa begitu berseman
"Rania, apa kamu menemukan sesuatu?"Suara serak Ivan terdengar di belakangku dan dia menempelkan seluruh tubuhnya ke tubuhku.Aroma hormonal yang familier langsung menyelimutiku. Tangan yang kasar dan panas membungkus tubuhku.Suara yang keluar dari video yang diputar di komputer, sama seperti suaraku saat ini.Jari-jari Ivan seperti mengeluarkan api dan membuat sekujur tubuhku terbakar.Dadaku yang lembut diremasnya, dipelintir dan dipadatkan. Aku merasa seluruh tubuhku tidak bisa berdiri tegak dan terpaksa bergantung sepenuhnya padanya."Ivan, lepaskan aku … aku membencimu …."Suaraku yang lembut dan marah justru terdengar seperti sedang bermanja.Ivan tertawa kecil. Kemudian, dia meningkatkan kekuatan tangannya. Aku hanya merasa tubuhku gemetar dan bergetar.Layar hitam komputer memantulkan wajahku dan Ivan yang mengerutkan kening, tetapi tampak gembira dan penuh semangat.Saat Ivan mendekatkan wajahnya ke pipiku, tiba-tiba aku teringat bersama dengan Dany hari itu.Dalam sekejap,
Aku mengerucutkan bibirku, lalu berpikir sebentar sebelum akhirnya menghentikan gadis yang hendak pergi menyatakan cintanya itu."Apa kamu mengenalnya? Kamu nggak tahu orang seperti apa dia, tapi memujanya secara membabi buta seperti ini. Pada akhirnya, semua itu cuma akan merugikanmu. Ivan itu orang jahat. Aku sarankan padamu, sebaiknya kamu nggak menggodanya."Nasihatku tidak ada gunanya bagi gadis itu. Dia sepertinya mengira jika aku juga menyukai Ivan."Ayolah, kamu juga menyukai Pak Ivan, 'kan? Ckckck, kalau kamu punya kemampuan, ayo kita bersaing secara sehat. Benar-benar nggak tahu malu kalau kamu bicara buruk soal Pak Ivan seperti ini.""Hehehe, mengatakan anggur itu asam, padahal kamu nggak bisa memakannya, memang benar-benar gila."Gadis itu memutar matanya ke arahku, lalu cepat-cepat berjalan pergi.Aku sangat marah hingga mematung di tempat dan memaki Ivan ke udara.Aku sama sekali tidak memperhatikan orang yang muncul tepat di belakangku saat ini."Rania, kusarankan padamu
"Ugh!"Aku berusaha keras untuk menggelengkan kepala. Mataku berkaca-kaca.Ivan menarik sudut mulutnya dan menoleh ke arah Dany."Apa kamu sering bermain dengan orang lain? Punya pengalaman?"Di sisi lain, Dany menggosok-gosok tangannya dengan antusias dan membuka mulutnya dengan penuh nafsu."Ya, Pak Ivan. Karena kamu guruku, aku akan membiarkanmu untuk memulainya duluan. Atau, kita semua akan melakukannya bersama-sama.""Kamu bahkan nggak tahu betapa nikmatnya kalau dilakukan bersama-sama."Makin banyak bicara, makin Dany menjadi bersemangat. Ludahnya terbang ke mana-mana dan dia melambaikan tangannya secara berlebihan di udara.Segera setelah itu, layaknya saudara dekat, Dany mengangkat alisnya pada Ivan dengan penuh gairah.Aku menatap Ivan dengan mata terbelalak dan penuh permohonan. Aku berharap Ivan akan menolak permintaan bajingan ini.Akan tetapi, sebelum Ivan bisa menjawab, terdengar suara ketukan keras di pintu."Kak Dany, petugas hotel datang untuk memeriksa. Ayo cepat perg
Waktu begitu cepat berlalu dan akhirnya tibalah akhir pekan. Aku datang sendirian ke kamar 209 Hotel Horan.Namun, setelah masuk, aku tidak melihat Dany. Hanya ada selembar catatan di atas meja."Ikat dirimu dengan borgol dan berlututlah di atas ranjang. Lakukan seperti yang kukatakan. Kalau nggak, tahu sendiri akibatnya.""Jangan coba-coba macam-macam. Aku sudah memasang kamera di ruangan ini."Dany tampaknya juga khawatir jika aku mungkin akan merekam untuk mengancamnya.Oleh karena itu, terlebih dahulu aku diminta untuk mengeluarkan semua barang dan peralatan yang kubawa, lalu diletakkan di pintu.Aku dengan patuh berlutut di atas ranjang dan menunggu kedatangan Dany.Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Dany pun masuk."Eh, lihatlah. Kalau dari tadi kamu seperti ini kan lebih baik. Patuhlah dan aku akan mengabulkan segala keinginanmu."Melihatku berlutut di ranjang dengan patuh, wajah Dany yang berminyak itu pun langsung menyunggingkan senyuman.Dany dengan cepat berlari mendekatik
"Rania, Pak Ivan, kami pulang. Di luar sudah nggak hujan lagi."Suara teriakan ibu di pintu langsung menyadarkanku. Aku buru-buru berdiri, mendorong Ivan agar menjauh dan berlari kembali ke kamarku.Tak lama kemudian, terdengar suara percakapan ibu dengan Ivan di luar."Pak Ivan, bagaimana Rania? Menurut Anda, apa masih perlu tambahan beberapa pelajaran lagi?""Halo, ibunya Rania. Rania anak yang sangat pintar. Jadi, nggak perlu lagi les tambahan. Rania belajar dengan sangat baik hari ini.""Eh, bagus sekali. Maaf, sudah merepotkan Anda."Ibu tersenyum dan memanggilku dari kamar tidur."Rania, cepat ke sini. Bilang terima kasih pada Pak Ivan. Pak Ivan sudah berusaha keras untuk membantumu mengejar ketertinggalanmu di pelajaran."Aku mengenakan pakaian dan melangkah keluar. Melihat Ivan sudah berpakaian lengkap, aku pun bergumam, "Kelakuan bejat, tapi sok alim."Aku buru-buru menengadah dan mengedipkan mata pada Ivan. Aku terus menggoda dan merangsangnya.Aku mengulurkan tangan dan meng
Jari-jariku melayang ke bahu Ivan, merasakan otot-ototnya yang kuat dan tubuhnya yang kencang."Pak Ivan, aku nggak bisa nulis kalau nggak ada pulpen. Apa Pak Ivan nggak mau pulpen?"Aku sengaja mengucapkan kata "pulpen" dengan begitu pelan dan nada yang aneh. Aku memang sengaja membuatnya berpikir yang tidak-tidak.Tepat di saat aku berpikir Ivan itu benar-benar kolot dan membosankan, tiba-tiba saja Ivan menekanku ke kursi. Tangannya yang besar menepuk bagian bawah tubuhku dan buru-buru menutup pintu kamar."Tunggu, aku akan mengajarimu dengan baik."Setelah berkata seperti itu, Ivan buru-buru melepas dasinya.Ivan melepas dasinya dan mengikat tanganku erat-erat.Membuatku terbelenggu kuat-kuat dan tidak bisa bergerak sedikit pun.Saat mataku terbelalak menantikan sesuatu yang menggairahkan, yang akan terjadi selanjutnya, Ivan duduk mengangkang. Otot dadanya yang kencang menempel erat di bahuku. Lalu, suara penuh nafsu terdengar di telingaku."Selesaikan dulu kumpulan soal ini. Kalau
Untuk mendapatkan inspirasi dalam ujian seni, ibuku menyewa guru privat untukku.Di bawah cahaya redup, kakiku di bawah meja perlahan-lahan bergerak dan bertumpu di kaki guruku.Guruku mulai meremas kakiku dengan kuat dan menatapku dengan tatapan yang membara.Suara hujan lebat yang begitu rapat di luar sana, yang berpadu dengan suasana hening ….Membuat pikiranku tidak bisa berhenti untuk melayang ke mana-mana. Tubuhku juga terasa aneh.Kemudian, guruku tersenyum dan menutup pintu.Dengan hati-hati, dia melepas dasinya dan berkata hendak "membahas pelajaran" denganku.Aku Rania Rivandra. Umurku 19 tahun.Aku seorang siswa kelas tiga SMA jurusan seni.Belajar seni, kurang lebih selalu mencari inspirasi lewat beberapa rangsangan.Sebelumnya, aku hanya memakan makanan yang aneh-aneh dan mendengarkan musik yang mengganggu untuk mendapatkan inspirasi.Namun, segera, aku menyadari ketika aku berpakaian minim, tatapan mata para pria yang tertuju pada tubuhku, membuatku merasa begitu berseman