Reina tidak mengharapkan hasil seperti ini.Sebenarnya Reina masih ingin melanjutkan obrolannya dengan Ari, namun dia melihat Melisha dan Christy berdiri di depan pintu.Christy membantu Melisha mengetuk pintu ruangan Reina.Reina langsung menutup telepon dan membukakan pintu yang terkunci."Ngapain Kak Reina ngunci pintu kantor siang bolong begini? Nyembunyiin sesuatu ya?" Christy yang berdiri di samping Melisha saat ini berani bicara seenaknya."Anak kecil memang nggak ngerti apa-apa ya. Aku cuma nggak mau ada binatang masuk," sahut Reina.Memangnya cuma Christy yang bisa mengejek orang lain?"Jadi maksud Kak Reina, aku dan Kak Melisha ini binatang?" Christy langsung membalas."Aku nggak bilang gitu? Kamu sendiri yang mikirnya gitu." Reina menjawab dengan tenang.Christy masih ingin menyahut, namun Melisha menghentikannya, "Reina, aku ada urusan serius. Aku bukan datang buang waktu sama kamu.""Ada apa?""Waktu di rapat tadi kamu 'kan yang mengusulkan mau merebut proyek Grup IM? Aku
Melisha tidak percaya orang seperti Reina bisa merebut proyek Grup IM.Setelah itu, Jess pun tidak sungkan lagi. Dia langsung menyuruh seorang sekretaris menulis perjanjian Reina dan Melisha secara tertulis.Setelah itu dia meminta Melisha dan Reina menandatanganinya.Melisha tiba-tiba memikirkan sesuatu sebelum menandatangani, "Perjanjian ini agak tidak adil. Kalau Reina menang, dia bisa menjadi manajer. Bagaimana Kalau aku menang? Dia tidak akan membayar apa pun."Reina bertanya, "Memangnya kamu mau aku ngapain kalau aku gagal?""Pengunduran diri!" Melisha sudah tidak tahan melihat Reina tetap berada di kantor ini.Reina langsung menyanggupinya, "Oke."Kontrak itu direvisi terlebih dulu, baru ditandatangani kedua belah pihak.Morgan juga ikut tandatangan, sebagai orang yang mengesahkan kontrak tersebut.Kantor CEO jadi ramai bukan main.Setelah Melisha dan yang lainnya pergi, Reina beristirahat sejenak sebelum memikirkan cara untuk merebut proyek Grup IM.Reina memikirkannya dengan s
Di saat seperti ini, ingin sekali rasanya Maxime memberi tahu semua orang bodoh di sekitarnya kalau dialah bos Grup IM.Sayangnya, saat ini Grup IM belum cukup matang dan punya banyak saingan. Kalau Maxime mengungkapkan fakta itu, bisa jadi semua rivalnya akan berbalik melawannya dan mengincar keluarga kecilnya."Jangan mikir gitu, menurutku bos Grup IM itu orang yang hebat kok." Maxime menjawab dengan penuh penekanan.Reina tidak membantah, "Dia memang hebat, tapi dia bukan orang baik.""Sudahlah, aku mau tidur dulu bentar."Hari ini Reina memang merasa sangat lelah.Maxime mengambil kesempatan itu untuk memeluk Reina dan membiarkannya tidur dalam pelukannya.Reina tidur dengan sangat nyenyak, dia baru bangun waktu sampai di Vila Magenta."Hm? Sudah sampai?""Kamu boleh kok lanjut tidur, jadi nanti malam kita nggak usah buru-buru tidur," gumam Maxime.Tidak usah buru-buru tidur?Reina langsung tahu maksud kotor Maxime, Reina pun menjawab, "Nggak deh, aku sudah nggak mau tidur. Yuk tur
Bikin nasi jadi bubur?Sebenarnya dari awal, Christy sudah berencana seperti ini. Sekarang setelah diingatkan Melisha, dia jadi lebih bersemangat.Reina tidak menyangka Christy adalah seorang gadis yang begitu berani.Malamnya Reina langsung baring di kasur sambil memikirkan cara merebut proyek dari Grup IM.Awalnya Reina ingin bertanya pada Maxime, tapi setelah dipikir-pikir, Reina memutuskan untuk mengatasi hal ini dengan kemampuannya sendiri.Oleh karena itu, Reina tidak mengungkit hal ini pada Maxime."Kok kamu belum tidur?" tanya Maxime yang langsung mendengar Reina masih bermain ponsel begitu dia masuk ke kamar."Aku belum ngantuk, jadi main hp bentar," jawab Reina.Maxime membungkuk, lalu menyita ponsel Reina. "Ayo, tidur."Reina pun akhirnya patuh, dia berbaring, memejamkan mata dan tidur.Sebelum tidur, Reina fokus memikirkan pekerjaan. Keesokan harinya Reina bangun siang, Maxime tidak membangunkannya dan dengan sabar menunggunya bangun sendirinya.Christy bangun seperti biasa
Melihat betapa keras kepalanya Maxime, Reina pun tidak menolak lagi, "Oke, kalau begitu tunggu ya. Aku sarapan dulu.""Oke, nggak perlu buru-buru."Maxime menunduk dan melanjutkan pekerjaannya.Reina berjalan melewati Maxime dan melihat huruf braille di keyboard laptop pria itu. Reina sungguh mengagumi Maxime.Karena buta, Maxime tidak bisa bekerja seperti orang normal. Untuk tahu isi sebuah dokumen, Maxime harus menggunakan bantuan AI yang akan membacakan isi dokumennya, tentu kecepatan Maxime bekerja tidak akan seefisien orang normal.Setelah Reina selesai sarapan, Maxime mengantar Reina ke kantor.Sesampainya Reina di ruangan, semua orang menatapnya.Reina pikir ada sesuatu yang aneh dengannya, tiba-tiba seseorang berujar, "Bu Reina, kamu mau mengurus proses pengunduran diri?"Yang bicara adalah Viona.Reina tersenyum geli."Maksudnya? Kenapa aku harus mengundurkan diri?"Viona mengernyit bingung, lalu menunjuk Christy yang berada tidak jauh dari mereka, dia sedang membuat kopi untu
Semua staf penjualan di bawah kepemimpinan Melisha untuk sementara dikendalikan oleh Reina.Sebelum menyerahkan timnya pada Reina, Melisha mengadakan rapat dengan pimpinan tim penjualan, "Kalian cuma untuk sementara aja dikasih ke dia, nggak perlu menganggapnya sebagai pimpinan kalian. Dia cuma seorang sekretaris, ngerti?"Pimpinan departemen penjualan tentu mematuhi ucapan Melisha."Baik Bu Melisha, kami nggak akan menuruti perintahnya.""Ya nggak bisa gitu juga. Hmm, anggap aja dia orang asing." Melisha tersenyum.Reina ini sungguh tidak tahu diri. Mau menggantikan posisi Melisha? Memangnya dia mampu?"Baik."Ini hal biasa yang mereka lakukan tiap ada orang baru.Pimpinan tim tentu senang kalau harus memainkan trik ini setiap hari, tapi mereka juga khawatir, "Bu Melisha, berapa lama kita harus menemaninya main drama ini? Bagaimanapun kami 'kan karyawan, kalau kami nggak kerja dengan baik, gaji bulanan kami bisa dipotong."Baru pada saat inilah Melisha terpikir sesuatu, dia lupa menen
"Kalau gitu kalian masih mau terus berada di situasi itu? Masih mau nggak dapat bonus?" Reina menunjuk semua staf yang tadi terlihat malas-malasan bekerja.Mereka yang barusan membantah Reina akhirnya kehilangan kepercayaan diri."Kalian itu cari uang buat diri sendiri. Sekarang aku janji, dalam waktu 10 hari aku akan menjadi manajer departemen penjualan kelima. Kalau kalian mau dapat bonus bulan ini, sebaiknya kalian bekerja dengan baik. Aku nggak perlu dibantu apa pun, kalian lakukan saja tugasmu sendiri dan jangan menyusahkanku."Setelah berkata demikian, Reina langsung pergi dari ruangan itu dan meninggalkan para staf yang tercengang menatapnya.Reina tidak peduli dengan mereka?Tidak butuh bantuan mereka?Reina bilang dalam waktu 10 hari akan menjadi bos mereka? Dia membual?Apa dia akan mendapatkan posisi ini dengan memanfaatkan koneksinya dengan direksi?Semua karyawan di departemen penjualan kelima punya pemikiran masing-masing.Reina tidak peduli dengan mereka. Hari ini Reina
Riko masih tercengang, sedangkan Reina yang sudah puas pun berdiri."Alana, aku minta tolong jagain Riki dulu ya hari ini," kata Reina.Alana penasaran, "Tadi di telepon kamu bilang ada urusan penting? Apa sih? Kok kayaknya misterius banget.""Urusan kerjaan kok, tapi cuma bisa dilakukan di akhir pekan," jawab Reina.Meski Alana masih penasaran, dia tidak bertanya lagi, "Kamu 'kan lagi hamil, jadi harus hati-hati ya."Reina mengangguk berulang kali, "Iya, oke."Kemudian, Reina berkata pada Riki, "Riki, hari ini main sama kakak dan Tante Alana ya. Ingat, harus nurut ya?"Riki masih tidak mengerti kenapa mamanya memilih membawanya keluar dan bukan memintanya tinggal di rumah.Kalau dia ada di rumah, 'kan jadi tidak perlu merepotkan Tante Alana?Namun, Reina punya alasan sendiri. Kalau dia tidak benar-benar pergi membawa Riki, bisa-bisa Christy curiga dan malah ingin mengikutinya."Jangan khawatir Ma. Kalau aku nakal, 'kan ada kakak. Dia bakal marahin aku." Riki menjawab dengan lembut.Ri
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l
Setelah permintaan Tommy kepada pengawal tidak membuahkan hasil, dia kembali ke ruang kelas dengan marah.Dia memelototi Alfian. "Jangan berpikir kalau aku nggak bisa melakukan apa pun kepadamu. Setelah pulang nanti, aku akan bilang Kakek agar perusahaanmu nggak bisa bergerak di pasaran."Saat membahas masalah perusahaan, sikap tegas Alfian berubah, dia pun menjadi khawatir.Dia hanya anak kecil, Tommy mungkin hanya akan melakukan sesuatu kepadanya. Namun, terkait perusahaan ....Jika ibu dan ayah tahunya tentang hal itu, mereka pasti akan menyalahkannya.Kemarahan Alfian barusan perlahan memudar. Dia hendak mengaku kalah, tetapi Riko tiba-tiba bicara, "Tommy, selain mengancam orang lain, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Tommy menatapnya dengan keterkejutan."Aku ... aku ...."Dia menjawab terbata-bata.Mata sedingin es Riko tertuju pada wajahnya. "Aku kasih saran, kalau kamu ingin belajar dengan tenang di kelas ini, lebih baik nggak usah buat masalah."Tommy menatap Riko seperti seek
Riko bahkan tidak menatap Tommy dan menjawab ringan, "Nggak perlu, terima kasih."Tangan Tommy yang terangkat membeku."Riko, kamu yakin nggak mau? Aku pernah lihat kalau kamu punya banyak konsol game di kamarmu. Ini yang terbaru, apa kamu nggak mau main?""Main?" Riko menatapnya, lalu melanjutkan, "Apa kamu salah paham? Konsol-konsol di kamarku bukan buat dimainkan, tapi buat dibongkar pasang."Dibongkar pasang?Benak Tommy dipenuhi dengan kebingungan, tidak mengerti mengapa Riko harus membongkar konsol game yang bagus seperti ini.Riko tidak ingin menjelaskan, menundukkan kepalanya dan terus menulis sesuatu.Melihat hal ini, Tommy tidak punya pilihan selain menarik tangannya dan datang ke depan Riki.Bahkan sebelum dia bisa membuka mulutnya, Riki menguap dengan malas, kemudian berkata kepadanya dengan sorot mata dingin, "Singkirkan konsol game mu. Aku nggak mau."Sudut mulut Tommy bergerak pelan.Dia memaksa dirinya untuk menahan amarah di dalam hatinya dan berpura-pura tidak peduli.
Harus diakui bahwa di dunia ini, uang adalah satu-satunya hal yang paling berpengaruh.Melihat gadis yang duduk di samping Alfian berasal dari keluarga biasa-biasa saja, guru itu berjalan menghampiri dan berkata kepada gadis itu dengan suara hangat, "Nak, Tommy anak baru, jadi bolehkah kursimu diberikan kepadanya?"Mata gadis itu terlihat berair setelah mendengar ini.Dia tidak berani mengatakan tidak, hendak beranjak dan pindah meja.Namun, Alfian tidak bisa duduk diam."Pak, masih banyak kursi kosong di kelas, kenapa dia harus duduk di meja Lily?"Wajah guru yang bernama Amar terlihat kaku. Dia tidak dalam posisi yang tepat untuk memberi tahu Alfian tentang dunia orang dewasa dan pentingnya menghindari bahaya."Alfian, Lily saja nggak keberatan, kenapa kamu keberatan?"Alfian menatap Lily. "Lily, bukannya kamu sudah bilang bakal duduk denganku terus?"Ketika Lily mendengar Alfian mengatakan ini, matanya memerah dan dia menggosok matanya."Tapi ...."Suaranya tercekat.Alfian melindun
Es mencair dan sudah waktunya sekolah dimulai.Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar, mereka berdua berada di sekolah yang sama.Meskipun mereka sudah menjalani satu semester, Riki masih merasa baru dalam segala hal."Kakak, kenapa menekuk wajahmu begitu? Di sekolah bisa dapat teman banyak, apa kamu nggak senang?" Riki bertanya dengan penuh curiga.Riko duduk tegak dan menatapnya. "Apa yang membuatmu senang?"Baginya, pergi ke sekolah dasar terlalu membosankan dan tidak menantang.Namun, Mama bilang bahwa di usianya sekarang, lebih baik mencari teman.Sesampainya di pintu masuk sekolah, sopir menatap kepergian keduanya."Hati-hati, Tuan Muda Riki dan Riko."Riko dan Riki berjalan masuk ke dalam sekolah secara berdampingan, langsung menarik perhatian banyak gadis.Sosok kecil yang tidak asing melambaikan tangan ke arah mereka. "Riko, Riki."Orang yang berbicara itu adalah keponakan Alana, Alfian.Setelah tidak bertemu dengannya selama liburan, berat badannya bertambah.Dia b
Setelah tiba, Maxime langsung berjalan ke rumah dan langsung mempercepat langkahnya saat melihat Reina dan anak-anak."Nana."Reina langsung merasa nyaman saat melihat kedatangannya.Joanna yang duduk di sampingnya langsung bertanya, "Bukankah kamu bilang hari ini cukup sibuk dan akan pulang telat? Kenapa pulang lebih cepat dari biasanya?""Istirahat sebentar," jawab Maxime, kemudian duduk di sebelah Reina.Joanna memandangi keduanya, hatinya terasa sedikit masam.Putranya ini benar-benar sangat protektif terhadap istrinya.Maxime merendahkan suaranya dan bertanya pada Reina, "Apa yang terjadi?"Reina mengeluarkan ponselnya dan mengetik, lalu mengirimkannya kepadanya."Kita bicarakan setelah pulang nanti."Maxime juga menyadari bahwa Morgan masih ada di sini. Dia mengirim Emoji mengiakan, tidak lupa dengan Emoji peluk.Dia awalnya tidak memiliki Emoji ini di ponselnya. Itu semua karena Reina yang sering mengirimkannya, jadi dia mulai terbiasa.Reina melihat pelukan yang Maxime kirimkan
Morgan melangkah lebih dekat ke arah Reina."Nana, apa kamu sudah lupa kalau Syena mengirim seseorang untuk mencelakai anakmu, Riko? Aku melakukan ini karena ingin memberinya balasan yang setimpal, agar dia bisa merasakan rasa sakit ketika anak disakiti. Tapi ...."Ekspresi di wajah Morgan sedikit berubah. "Nggak disangka waktu itu bahkan nggak peduli sama anaknya sendiri. Mengerikan sekali."Mendengar Morgan bicara seperti ini, Reina malah berpikir bahwa Morgan jauh lebih mengerikan."Morgan, kamu benar-benar sangat menakutkan."Dia menarik napas dalam-dalam dan bergegas melewatinya, kembali masuk ke dalam rumah.Morgan berdiri diam, tubuh rampingnya begitu ringkih.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, dia kembali masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu.Beberapa anak kecil sedang bermain-main.Reina duduk di samping, Joanna juga duduk di sofa, sesekali menggoda anak-anak.Melihat Morgan masuk, Joanna memintanya untuk duduk."Morgan, kamu baru sembuh, kenapa malah keluar? Di luar san
Setelah keluar dan melihat langit yang cerah, Reina tidak tahu apa yang terjadi di dalam hatinya.Apa yang dikatakan Syena padanya benar-benar menembus persepsinya.Awalnya, dia mengira Morgan sudah cukup gila, tetapi dia tidak menyangka bahwa semua yang terjadi di masa lalu hanyalah puncak dari gunung esnya.Dia menarik napas dalam-dalam, tidak tahu bagaimana cara memberitahu Sisca tentang hal ini.Panggilan Sisca datang tidak lama kemudian.Reina menimbang kata-katanya sebelum mengatakannya secara perlahan.Setelah Sisca mendengarnya, dia juga terdiam cukup lama sebelum berkata dengan tidak percaya, "Morgan terlihat seperti orang yang lembut, bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu?""Entahlah, pokoknya mulai sekarang, kamu nggak perlu menyelidiki ayah kandung Talitha lagi. Besarkanlah Talitha dengan baik. Dengan adanya kamu, dia akan hidup dengan sangat bahagia."Sisca pun memahami hal ini.Untuk bisa melakukan hal seperti itu, pastilah ayah kandung Talitha bukanlah orang baik.