Setelah Reina menjawab, dia sendiri mempertanyakan jawabannya, "Hmm, tapi kalau aku buta, aku juga nggak yakin sih bisa membesarkan anak-anak dengan baik."Bicara tentang kebutaan, Reina pikir suasana hati Maxime sedang buruk karena hal ini, jadi Reina melanjutkan, "Cuma kamu dan aku itu beda banget. Menurutku meski sekarang kamu buta, kamu itu masih lebih hebat dari orang normal. Jadi kamu nggak perlu terlalu mikirin hal ini."Maxime mendengarkan dalam diam."Oke, yaudah kamu lanjut kerja deh." Maxime berkata."Oke." Reina takut Maxime berpikiran macam-macam, jadi dia menambahkan, "Sudah, nggak usah mikir macam-macam ya? Nurut."Maxime meremas erat ponselnya dan memikirkan kata 'nakal' Reina barusan, 'nurut'.Nurut?Maxime gundah gulana.Di sisi lain, Reina menatap ponselnya dan berpikir keras.Maxime memang sudah buta cukup lama dan baru kali ini Reina mendengar Maxime yang terdengar tidak berdaya.Reina berniat hari ini pulang kerja lebih cepat dan pergi menemui Maxime.Reina tidak
Melisha tidak menyangka Reina akan menyindir dirinya sedemikian rupa di depan begitu banyak orang."Apa maksudmu? Kamu pikir aku memintamu pergi ke Grup IM itu ilegal? Aku itu minta kamu ke sana buat bikin janji sama mereka, bilang kalau perusahaan kita berniat ngajak mereka kerja sama." Melisha yang punya temperamen buruk pun sudah menaikkan nada bicaranya.Dewan direksi lain sudah terbiasa dengan peringai Melisha, jadi mereka tidak heran dan hanya merasa sedikit kasihan pada Reina.Morgan pun angkat bicara, "Bu Melisha, Reina itu sekretaris pribadiku dan nggak bertanggung jawab menghubungi perusahaan pesaing. Kalau kamu butuh orang, silakan ke departemen penjualan, harusnya mereka lebih cocok untuk tugas ini."Begitu bos perusahaan bicara, Melisha langsung terdiam.Melisha pun menahan diri dan berkata, "Iya, aku Cuma bercanda aja kok sama Reina. Kenapa serius banget? Aku tahu dia itu sekretaris CEO."Setelah itu, Melisha menatap Reina sambil tersenyum."Aku memang akan menyulitkan di
Semua orang akhirnya mengerti kenapa si pemberi bisa begitu murah hati membelikan yang terbaik dan termahal.Reina cuma bisa tersenyum kaku di bawah tatapan iri semua orang.Kedamaian di kantor tidak kembali begitu saja.Morgan juga melihat makanan itu tersaji di mejanya.Dia bertanya-tanya, "Siapa yang naruh ini?"Jess menjawab, "Kata anak-anak sepertinya dari Tuan Maxime. Setiap orang di kantor ini dapat satu porsi."Morgan langsung merubah ekspresinya begitu mendengar makanan ini dari Maxime."Aku nggak suka, buat kamu aja."Jess pun berkata, "Aku juga sudah ada.""Kalau gitu kasih orang lain aja, kalau nggak ada yang mau, kamu buang aja." Morgan menjawab dengan acuh tak acuhJess tahu maksud Morgan, dia pun mengangguk, "Oke."Jess langsung menyingkirkan semua makanan itu dari meja Morgan dan memberikannya pada petugas bersih-bersih.Tentu saja diterima dengan gembira oleh petugas itu, "Terima kasih ya, terima kasih Bu.""Sama-sama."Saat berhadapan dengan tukang bersih-bersih itu,
Jam empat sore itu, Reina sudah menyelesaikan semua pekerjaannya. Dia pun menelepon Maxime.Ternyata Maxime masih rapat.Karena Maxime belum mau publik mengetahui siapa dirinya, dia menangani setiap rapat secara online.Maxime memasang nada dering spesial untuk menerima telepon dari Reina. Begitu ponselnya berdering, Maxime langsung menunda rapat dan mengangkat telepon."Ada apa?""Hari ini kamu pulang jam berapa?" tanya Reina.Maxime pikir Reina mencarinya karena dia sudah janji akan mengantar jemput setiap hari, jadi Maxime menjawab, "Nih sekarang sudah mau pulang.""Kamu kasih aja ke aku alamatmu di mana, aku yang nyamperin," ucap Reina.Maxime agak terkejut mendengar ucapan Reina, tapi dia tetap berkata, "Nggak perlu, aku sudah di dalam mobil kok. Sekarang langsung jemput kamu.""Hah? Kamu pulang secepat ini?" Reina agak kecewa.Padahal Reina sengaja buru-buru selesai kerja dan ingin mendatangi Maxime untuk memberinya kejutan.Maxime jadi agak bingung."Bukannya kamu sudah pulang k
Bunga? Makanan?Maxime bingung, kapan dia pernah memberikan makanan dan bunga untuk Reina?Tatapan Christy seperti orang menantang, dia mau Maxime melihat wajah asli Reina.Wanita yang tidak setia, tidak pantas berada di sisi Maxime."Ekki yang pesan. Kalau kamu mau tahu, tanya aja sama Ekki." Maxime menjawab dengan tenang.Christy tercengang, dia sama sekali tidak menyangka alih-alih memarahi dan menanyai Reina, Maxime malah akan membantunya berbohong.Padahal di toilet tadi, jelas-jelas Christy mendengar Reina menelepon Revin dan berterima kasih padanya."Kak Max yakin Ekki yang pesan?" Christy tidak terima kalah.Maxime kehilangan kesabarannya dan menjawab dengan kesal, "Kalau bukan Ekki siapa lagi? Kamu?"Christy tersedak dan tidak bisa berkata-kata.Reina juga terkejut saat Maxime membantunya.Malamnya.Saat keduanya akan beristirahat di dalam kamar di mana hanya ada mereka berdua, Reina pun berkata, "Orang yang mengantariku bunga dan makanan ke kantor hari ini adalah Revin."Maxi
"Bu Reina, terima kasih ya buat traktirannya hari ini.""Bu Reina, kok kamu baik banget sih ngundang kami makan di restoran bintang lima? Kamu juga ngizinin kami buat milih makanannya.""Bu Reina, ini mahal banget lho."Sepanjang perjalanan dari toilet ke mejanya, semua orang yang ditemui Reina terus berterima kasih padanya.Reina hanya bisa memasang muka tebal dan menjawab 'sama-sama' meski hatinya merasa bingung. Kapan dia mentraktir mereka?Mentraktir di bintang lima pula?Apa ini ulah Revin lagi?Reina akhirnya sampai di ruangannya.Semua sekretaris di pun tersenyum padanya, "Reina, terima kasih ya."Christy yang kesal hati juga berterima kasih dengan ucapan yang aneh, "Kak Reina, gila Kak Maxime baik banget ya. Sekarang malah traktir semua orang di kantor ini buat makan di restoran bintang lima."Max?Mentraktir semua orang di kantor ini?Maxime yang mentraktir semua orang di kantor ini?Reina juga agak terkejut saat mendengarnya.Jangan lupa, jumlah total karyawan di Grup Rajawal
"Menolak?"Semua staf membelalak tidak percaya, "Kenapa harus menolak?"Jarang-jarang bisa dapat makan gratis, masa ditolak?Asisten itu tidak bisa menjawab jujur bahwa ini semua perintah Melisha, dia pun memperhalus ucapannya, "Departemen penjualan kelima masih sibuk. Kita semua harus giat kerja supaya semuanya dapat bonus. Dengan begitu, kita bisa makan di mana pun kita mau."Para staf mau mati saja rasanya begitu mendengar ucapan ini.Sejak pimpinan departemen penjualan kelima diambil alih oleh Melisha, mereka bukan hanya tidak mencapai target tapi mereka juga tidak mendapat bonus.Mereka semua bertahan karena sudah nyaman kerja di Grup Rajawali dan punya keluarga yang harus dihidupi. Kalau tidak, mana mungkin mereka mau bertahan?"Hahh, dengan komisi yang kita dapatkan saja, jangankan di restoran bintang lima, mau makan di restoran biasa aja kita harus mikir-mikir."Sebagian besar gaji mereka digunakan untuk menghidupi kebutuhan keluarga, mana mungkin mereka menghamburkan uang semb
Di luar, Jess mendapati semua orang sedang makan bersama sambil mengobrol dengan penuh tawa.Jess akhirnya ke ruangannya sendiri dan baru makan setelah makanan pesanannya tiba.Reina sadar Jess makan makanan yang dipesan sendiri, Reina pun bertanya, "Jangan-jangan si Jess lupa ditawarin?"Salah seorang sekretaris pun menjawab, "Nana, dia nggak mungkin mau terima kebaikanmu."Sekretaris lain ikut menimpali, "Dia itu aneh, dia pikir dengan begitu si bos bakal lebih merhatiin dia."Sekretaris yang lain berkata, "Nana, kamu 'kan lagi hamil, jangan ambil hati ya kalau dia memperlakukanmu dengan nggak baik."Setelah mendengar ucapan para sekretaris lain, Reina pun tidak mempertanyakan lebih lanjut dan fokus makan makanan khusus ibu hamil yang sudah dipesankan untuknya.Namun, Reina jadi makin penasaran dengan Jess.Reina sangat yakin Jess bukan tipe orang yang tidak peduli dengan kebaikan orang lain. Buktinya kemarin wanita itu berterima kasih padanya untuk makanan yang dibelikan Revin.Jess
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l
Setelah permintaan Tommy kepada pengawal tidak membuahkan hasil, dia kembali ke ruang kelas dengan marah.Dia memelototi Alfian. "Jangan berpikir kalau aku nggak bisa melakukan apa pun kepadamu. Setelah pulang nanti, aku akan bilang Kakek agar perusahaanmu nggak bisa bergerak di pasaran."Saat membahas masalah perusahaan, sikap tegas Alfian berubah, dia pun menjadi khawatir.Dia hanya anak kecil, Tommy mungkin hanya akan melakukan sesuatu kepadanya. Namun, terkait perusahaan ....Jika ibu dan ayah tahunya tentang hal itu, mereka pasti akan menyalahkannya.Kemarahan Alfian barusan perlahan memudar. Dia hendak mengaku kalah, tetapi Riko tiba-tiba bicara, "Tommy, selain mengancam orang lain, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Tommy menatapnya dengan keterkejutan."Aku ... aku ...."Dia menjawab terbata-bata.Mata sedingin es Riko tertuju pada wajahnya. "Aku kasih saran, kalau kamu ingin belajar dengan tenang di kelas ini, lebih baik nggak usah buat masalah."Tommy menatap Riko seperti seek
Riko bahkan tidak menatap Tommy dan menjawab ringan, "Nggak perlu, terima kasih."Tangan Tommy yang terangkat membeku."Riko, kamu yakin nggak mau? Aku pernah lihat kalau kamu punya banyak konsol game di kamarmu. Ini yang terbaru, apa kamu nggak mau main?""Main?" Riko menatapnya, lalu melanjutkan, "Apa kamu salah paham? Konsol-konsol di kamarku bukan buat dimainkan, tapi buat dibongkar pasang."Dibongkar pasang?Benak Tommy dipenuhi dengan kebingungan, tidak mengerti mengapa Riko harus membongkar konsol game yang bagus seperti ini.Riko tidak ingin menjelaskan, menundukkan kepalanya dan terus menulis sesuatu.Melihat hal ini, Tommy tidak punya pilihan selain menarik tangannya dan datang ke depan Riki.Bahkan sebelum dia bisa membuka mulutnya, Riki menguap dengan malas, kemudian berkata kepadanya dengan sorot mata dingin, "Singkirkan konsol game mu. Aku nggak mau."Sudut mulut Tommy bergerak pelan.Dia memaksa dirinya untuk menahan amarah di dalam hatinya dan berpura-pura tidak peduli.
Harus diakui bahwa di dunia ini, uang adalah satu-satunya hal yang paling berpengaruh.Melihat gadis yang duduk di samping Alfian berasal dari keluarga biasa-biasa saja, guru itu berjalan menghampiri dan berkata kepada gadis itu dengan suara hangat, "Nak, Tommy anak baru, jadi bolehkah kursimu diberikan kepadanya?"Mata gadis itu terlihat berair setelah mendengar ini.Dia tidak berani mengatakan tidak, hendak beranjak dan pindah meja.Namun, Alfian tidak bisa duduk diam."Pak, masih banyak kursi kosong di kelas, kenapa dia harus duduk di meja Lily?"Wajah guru yang bernama Amar terlihat kaku. Dia tidak dalam posisi yang tepat untuk memberi tahu Alfian tentang dunia orang dewasa dan pentingnya menghindari bahaya."Alfian, Lily saja nggak keberatan, kenapa kamu keberatan?"Alfian menatap Lily. "Lily, bukannya kamu sudah bilang bakal duduk denganku terus?"Ketika Lily mendengar Alfian mengatakan ini, matanya memerah dan dia menggosok matanya."Tapi ...."Suaranya tercekat.Alfian melindun
Es mencair dan sudah waktunya sekolah dimulai.Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar, mereka berdua berada di sekolah yang sama.Meskipun mereka sudah menjalani satu semester, Riki masih merasa baru dalam segala hal."Kakak, kenapa menekuk wajahmu begitu? Di sekolah bisa dapat teman banyak, apa kamu nggak senang?" Riki bertanya dengan penuh curiga.Riko duduk tegak dan menatapnya. "Apa yang membuatmu senang?"Baginya, pergi ke sekolah dasar terlalu membosankan dan tidak menantang.Namun, Mama bilang bahwa di usianya sekarang, lebih baik mencari teman.Sesampainya di pintu masuk sekolah, sopir menatap kepergian keduanya."Hati-hati, Tuan Muda Riki dan Riko."Riko dan Riki berjalan masuk ke dalam sekolah secara berdampingan, langsung menarik perhatian banyak gadis.Sosok kecil yang tidak asing melambaikan tangan ke arah mereka. "Riko, Riki."Orang yang berbicara itu adalah keponakan Alana, Alfian.Setelah tidak bertemu dengannya selama liburan, berat badannya bertambah.Dia b
Setelah tiba, Maxime langsung berjalan ke rumah dan langsung mempercepat langkahnya saat melihat Reina dan anak-anak."Nana."Reina langsung merasa nyaman saat melihat kedatangannya.Joanna yang duduk di sampingnya langsung bertanya, "Bukankah kamu bilang hari ini cukup sibuk dan akan pulang telat? Kenapa pulang lebih cepat dari biasanya?""Istirahat sebentar," jawab Maxime, kemudian duduk di sebelah Reina.Joanna memandangi keduanya, hatinya terasa sedikit masam.Putranya ini benar-benar sangat protektif terhadap istrinya.Maxime merendahkan suaranya dan bertanya pada Reina, "Apa yang terjadi?"Reina mengeluarkan ponselnya dan mengetik, lalu mengirimkannya kepadanya."Kita bicarakan setelah pulang nanti."Maxime juga menyadari bahwa Morgan masih ada di sini. Dia mengirim Emoji mengiakan, tidak lupa dengan Emoji peluk.Dia awalnya tidak memiliki Emoji ini di ponselnya. Itu semua karena Reina yang sering mengirimkannya, jadi dia mulai terbiasa.Reina melihat pelukan yang Maxime kirimkan
Morgan melangkah lebih dekat ke arah Reina."Nana, apa kamu sudah lupa kalau Syena mengirim seseorang untuk mencelakai anakmu, Riko? Aku melakukan ini karena ingin memberinya balasan yang setimpal, agar dia bisa merasakan rasa sakit ketika anak disakiti. Tapi ...."Ekspresi di wajah Morgan sedikit berubah. "Nggak disangka waktu itu bahkan nggak peduli sama anaknya sendiri. Mengerikan sekali."Mendengar Morgan bicara seperti ini, Reina malah berpikir bahwa Morgan jauh lebih mengerikan."Morgan, kamu benar-benar sangat menakutkan."Dia menarik napas dalam-dalam dan bergegas melewatinya, kembali masuk ke dalam rumah.Morgan berdiri diam, tubuh rampingnya begitu ringkih.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, dia kembali masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu.Beberapa anak kecil sedang bermain-main.Reina duduk di samping, Joanna juga duduk di sofa, sesekali menggoda anak-anak.Melihat Morgan masuk, Joanna memintanya untuk duduk."Morgan, kamu baru sembuh, kenapa malah keluar? Di luar san
Setelah keluar dan melihat langit yang cerah, Reina tidak tahu apa yang terjadi di dalam hatinya.Apa yang dikatakan Syena padanya benar-benar menembus persepsinya.Awalnya, dia mengira Morgan sudah cukup gila, tetapi dia tidak menyangka bahwa semua yang terjadi di masa lalu hanyalah puncak dari gunung esnya.Dia menarik napas dalam-dalam, tidak tahu bagaimana cara memberitahu Sisca tentang hal ini.Panggilan Sisca datang tidak lama kemudian.Reina menimbang kata-katanya sebelum mengatakannya secara perlahan.Setelah Sisca mendengarnya, dia juga terdiam cukup lama sebelum berkata dengan tidak percaya, "Morgan terlihat seperti orang yang lembut, bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu?""Entahlah, pokoknya mulai sekarang, kamu nggak perlu menyelidiki ayah kandung Talitha lagi. Besarkanlah Talitha dengan baik. Dengan adanya kamu, dia akan hidup dengan sangat bahagia."Sisca pun memahami hal ini.Untuk bisa melakukan hal seperti itu, pastilah ayah kandung Talitha bukanlah orang baik.