Riki terus mendesak Maxime dengan mulut cabe rawitnya, "Om nyulik aku buat dapat uang tebusan? Gampang, Papaku itu nggak kekurangan uang.""Apalagi aku itu anak kesayangannya. Sudah benar Om menculikku."Maxime terdiam."Kalau Papamu itu sangat kaya dan berkuasa, kenapa dia nggak bisa melindungimu sampai bisa diculik sama Om?"Riki tersedak.Dia tidak menyangka kalau ayahnya yang bajingan ini ternyata punya lidah tajam.Sepertinya ayahnya ini hebat juga.Riki tidak menjawab, tiba-tiba dia memegangi perutnya sambil mengerutkan kening.Maxime menyadari ada yang tidak beres dengan Riki, dia pun bertanya, "Kenapa?""Perutku sakit," sahut Riki dengan lemah.Untungnya Maxime datang dengan membawa serta dokter pribadinya.Dia langsung menyuruh dokter ke mobilnya dan memeriksa Riki.Namun, dokter tidak mendapati ada yang salah."Pak Maxime, sudah aku periksa dengan teliti. Nggak ada masalah."Riki berguling sambil memegangi perutnya."Aduh sakit banget, huhuhu ... Sakit! Aku bakal mati nih, ad
Saat ini Maxime sedang berbaring menyamping di samping Riki.Riki lihat sepertinya Maxime sedang tidur.Jadi diam-diam Riki mengambil jam tangannya yang juga berfungsi sebagai ponsel, dia ingin menghubungi Om Revin segera setelah turun dari pesawat.Riki menyentuh pergelangan tangannya dan ... tidak ada apa-apa di tangannya.Dia melirik tubuhnya dan mendapati bajunya sudah diganti.Padahal jam tangan Riki juga dilengkapi dengan alat pelacak, sekarang semuanya hilang.Riki menghela napas.Tiba-tiba, Maxime membuka matanya, "Masih sakit nggak?"Riki tidak menyangka ayahnya akan terbangun."Sudah nggak sakit. Makasih Om!"Om! Om!Maxime merasa sedikit tidak nyaman.Dia menatap tajam ke arah anak di depannya dan bertanya, "Siapa namamu?"Riki bersikap acuh tak acuh."Riko Lander."Riko Lander ....Nama belakangnya adalah Lander ....Wajah Maxime menjadi makin tidak enak dilihat.Riki tahu kalau ayahnya yang bajingan ini bisa menculiknya, dia pasti mendapat informasi tentang dirinya dan ibu
Maxime kira orang yang meneleponnya adalah Reina, jadi dia langsung mengambil ponselnya. Ternyata, yang menelepon adalah Marshanda.Maxime mengangkat telepon dengan kesal dan langsung disambut dengan isak tangis Marshanda dari ujung telepon, "Kak Max, tolong bantu aku. Ada orang yang sengaja menyebarkan semua berita di media sosial itu."Berita di media sosial?Maxime ingat berita tentang plagiarisme yang dilakukan Marshanda yang disebarkan waktu pesta ulang tahun kakeknya."Hari ini, ada yang mengirimkan surat dari pengacara untukku dan perusahaan, katanya lagu baruku "Secercah Cahaya Dunia" itu hasil plagiat.""Ada pengacara yang menyebarkan rumor kalau karirku semua berasal dari hasil plagiat. Aku beneran nggak tahu sekarang harus ngapain."Maxime hanya bisa mengerutkan kening setelah mendengar ini."Oke, aku ngerti."Maxime menutup telepon lalu mengirim pesan ke kuasa hukumnya untuk membereskan si pembuat rumor.Maxime tidak membaca berita, dia malas dan tidak tertarik.Jadi Maxime
"Alana, kamu jangan khawatir ya. Besok aku akan menjemputmu pulang."Alana tahu Reina pasti akan mencari Maxime, Alana pun menggenggam tangan Reina erat-erat. "Reina, kamu jangan salahin diri sendiri ya. Kan aku bisa tinggal gratis di sini selama seminggu, aku nggak takut.""Jangan khawatir."Reina keluar dari kantor polisi, lalu naik taksi. Setelah itu dia menghidupkan ponselnya dan melihat postingan status Marshanda.Dia hanya menulis empat kata, "Yang benar pasti menang!"Cih! Yang benar pasti menang?Reina meremas ponselnya kuat-kuat sampai buku-buku jarinya memutih.Reina langsung ke kantor, tapi sekretaris bilang Maxime sedang istirahat di rumah. Sekarang pekerjaan CEO sedang diserahkan pada orang lain.Maxime istirahat?Reina baru pertama kali dengar kabar seperti ini.Reina pun naik taksi ke Vila Magenta.Sesampainya di Vila Magenta.Rupanya petugas keamanan di sini tahu Reina akan datang, jadi mereka tidak menahannya.Suasana di luar vila yang besar dan megah itu sangat sepi,
Waktu Reina sadar, Maxime sudah tidak bergerak.Reina buru-buru mencondongkan tubuh ke depan dan menyentuh dahi Maxime yang terasa makin panas.Reina pun berdiri dan pergi mengambil kotak obat.Kotak obat itu masih berada di tempatnya semula, tetapi obat-obatan di dalamnya sudah kadaluarsa, Maxime juga tidak menyuruh orang untuk membeli obat baru.Reina pun pergi ke kulkas dan mengambil es batu, lalu membungkusnya dengan kain dan meletakkannya di dahi Maxime untuk menurunkan suhu tubuhnya.Kemudian, Reina memesan obat secara online.Waktu pertama Reina menyuapi Maxime obat, pria itu menolak membuka mulutnya. Karena tidak ada cara lain, Reina pun menambahkan sedikit madu ke dalam obat sebelum dan memaksa Maxime untuk menelannya.Pasti tidak ada yang menyangka kalau Maxime, yang begitu terkenal dingin di luar ternyata suka yang manis-manis.Sebenarnya Reina mau kembali membaringkannya di sofa, tapi Maxime terlalu berat dan Reina tidak kuat. Jadi dia membiarkannya berbaring di lantai.Rei
Reina tercengang.Sebelum Reina sempat bereaksi, Maxime sudah kembali duduk di sofa dan menatapnya, "Aku lagi nggak enak badan, jadi kamu di sini aja rawat aku.""Kalau aku merawatmu, kamu akan melepaskan temanku?"Maxime menjawab dengan nada serak, "Ya.""Oke." Reina pun setuju.Lagipula dia memang ingin mendekati Maxime, kebetulan sekali.Maxime bersandar di sofa dan merasa sakit perut. Dia belum makan apa pun sejak semalam."Nona Reina, kamu nggak lupa cara masak, 'kan? Aku lapar.""Aku pesan makan di luar saja." Reina mengeluarkan ponselnya.Saat dia hendak memesan, Maxime langsung mengernyit dan menghentikannya, "Aku mau makan masakanmu.""Kalau masak sendiri, paling nggak harus nunggu satu dua jam," jelas Reina."Aku tunggu."Maxime menatap Reina dengan tatapannya yang tajam dan dalam, dia tidak pernah memalingkan muka sedetik pun.Reina merasa sangat tidak nyaman ditatap seperti ini."Ya sudah, aku masak dulu."Maxime menelan ludah saat melihat punggung ramping Reina.Dapur Vila
Kalimat terakhir Reina sontak membuat Maxime kehilangan selera makan. Yang tersisa hanyalah rasa kesal.Maxime baru menyadari ternyata Reina pandai sekali bersilat lidah.Langit mulai gelap, digantikan kumpulan awan gelap dan diiringi suara guntur serta kilat menyambar di langit.Reina menyalakan ponselnya dan mendapati sekarang jam delapan malam.Biasanya di jam seperti sekarang ini Reina akan menelepon Bu Lyann untuk mendapatkan kabar tentang Riko.Sosok bertubuh tinggi itu menghalangi sinar lampu, entah sejak kapan Maxime sudah berdiri di belakangnya."Lagi lihat apa?"Sontak Reina langsung meletakkan ponselnya dan menatapnya.Kesehatannya terlihat sudah membaik, tetapi sorot matanya masih tajam."Kamu sudah kenyang 'kan? Aku pulang sekarang ya?""Kok buru-buru? Revin nyari kamu?" tanya Maxime.Reina merasa ada maksud tersembunyi dalam kata-katanya, "Apa maksudmu?"Hari ini Reina merasa aneh karena setiap kalimat yang diucapkan Maxime bernada sinis.Kebetulan, saat ini telepon Reina
"Senang sudah mempermainkan aku? Apa Revin yang mengajarimu begini?" Mata Maxime memerah dan dia bertanya dengan penekanan pada tiap katanya.Hujan di luar makin lebat, kuping Reina terasa basah dan mulai bergemuruh.Dia tidak lagi pura-pura amnesia dan menjawab, "Aku cuma mau mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu dan memulai hidup baru."Maxime tersenyum, mengencangkan cengkeramannya, lalu mendekat."Mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu dengan pura-pura mati?""Kamu mikir nggak sih perasaan aku?"Maxime meletakkan tangannya yang lain di sisi wajah Reina dan baru sadar kalau Reina sedang gemetar."Kamu takut aku?"Reina menggigit bibirnya kuat-kuat sampai berdarah, lalu menjawab, "Maxime, kembalikan anak itu ke aku.""Dia bukan anakmu. Dia anakku dan Revin. Kumohon, kembalikan dia ke kami."Maxime mendengar dengan telinganya sendiri kalau anak itu bukan anaknya.Setitik harapan di hati Maxime pun pupus. "Kalau aku nggak salah ingat, kayaknya belum sampai dua bulan dari kita
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba