"Senang sudah mempermainkan aku? Apa Revin yang mengajarimu begini?" Mata Maxime memerah dan dia bertanya dengan penekanan pada tiap katanya.Hujan di luar makin lebat, kuping Reina terasa basah dan mulai bergemuruh.Dia tidak lagi pura-pura amnesia dan menjawab, "Aku cuma mau mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu dan memulai hidup baru."Maxime tersenyum, mengencangkan cengkeramannya, lalu mendekat."Mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu dengan pura-pura mati?""Kamu mikir nggak sih perasaan aku?"Maxime meletakkan tangannya yang lain di sisi wajah Reina dan baru sadar kalau Reina sedang gemetar."Kamu takut aku?"Reina menggigit bibirnya kuat-kuat sampai berdarah, lalu menjawab, "Maxime, kembalikan anak itu ke aku.""Dia bukan anakmu. Dia anakku dan Revin. Kumohon, kembalikan dia ke kami."Maxime mendengar dengan telinganya sendiri kalau anak itu bukan anaknya.Setitik harapan di hati Maxime pun pupus. "Kalau aku nggak salah ingat, kayaknya belum sampai dua bulan dari kita
Di mata Maxime, Reina bukan hanya berutang dalam hal pernikahan palsu di mana Keluarga Andara sudah menjebaknya.Reina berutang karena sudah pura-pura mati!Dia juga berutang karena selama bertahun-tahun tinggal di luar negeri bersama dengan Revin!Reina mengernyit pilu, "Kamu 'kan tahu kejadian waktu itu nggak ada hubungannya sama aku.""Tapi kamu salah satu orang yang dapat keuntungan, 'kan?" Maxime menjawab dengan marah.Yang membuatnya marah adalah karena Reina pikir utangnya hanya soal pernikahan palsu saja.Dia tidak mengatakan sepatah kata pun tentang memalsukan kematiannya, tentang Revin dan tentang anak itu.Reina terdiam.Setelah hening lama, Maxime berjalan ke teras dan kembali merokok.Karena di terpa angin malam yang dingin, batuknya makin menjadi, matanya memerah dan tubuhnya mulai demam.Maxime sendiri tidak tahu mengapa dia memilih mempertahankan Reina dengan cara ini.Mungkin karena dia tidak terima.Setelah mencari selama lima tahun, ternyata istrinya malah tinggal be
"Brak!"Reina tidak tahan lagi mendengarkan ucapan Maxime dan langsung meletakkan sendoknya."Aku sudah kenyang."Reina berdiri dan hendak berjalan keluar.Baru pada saat itulah Maxime menyadari bahwa dia sedang marah.Dia langsung berdiri, mengejar Reina dan meraih pergelangan tangannya"Kok kamu marah?"Reina menarik tangannya, "Aku nggak marah. Pak Maxime, kamu benar. Aku dan sahabatku memang bukan orang pintar. Itu sebabnya kamu menyuruh orang-orangmu mengurung temanku."Sudah begini masih bilang tidak marah?Maxime agak menunduk dan menjelaskan, "Aku nggak tahu kalau ternyata pengacara yang dimaksud Marshanda itu temanmu."Reina hanya mendengarkan dan diam.Untuk pertama kalinya Maxime tidak tahu harus berbuat apa, jadi dia hanya bisa membujuk, "Ya sudah, coba bilang apa yang harus kulakukan sebagai ganti rugi karena sudah menahan dia?""Aku suruh kuasa hukumku minta maaf?"Reina tidak menyangka Maxime akan berkata demikian, sebelum sempat menjawab, pintu rumah mereka diketuk.Ter
"Maaf."Biasanya Ekki memang tidak pernah bertindak lewat batas, kali ini dia memberanikan diri untuk mengingatkan Maxime karena dia tidak ingin bosnya menyesal.Dia yang paling tahu perubahan drastis pribadi Maxime dalam lima tahun terakhir sejak Reina menghilang.Maxime tidak menyalahkan Ekki dan masuk ke rumah setelah Ekki pergi.Reina baru saja menerima telepon dari Alana yang memberitahunya bahwa semalam dia sudah dibebaskan."Nana, kamu ngomong sama Maxime?" Alana merasakan ada yang tidak beres dan menelepon Reina tadi malam, tapi tidak diangkat."Ya, aku cerita ke dia kemarin." Reina tidak menyembunyikan apa pun."Dia nyusahin kamu nggak?" tanya Alana sedikit cemas."Nggak."Reina melihat Maxime sudah kembali, jadi dia berkata, "Sudah dulu ya, nanti kita ngobrol lagi."Reina menutup telepon.Maxime masuk, "Teleponan sama siapa?""Temanku, Alana."Reina berdiri dan menatap Maxime, "Mana Riki? Aku mau ketemu, Riko itu lagi sakit, dia harus terus diawasin dokter.""Aku sudah siapin
"Hah? Maxime menculik Riki?"Alana tercengang saat tahu situasi Riki."Ya, aku belum tahu Riki ada di mana."Reina terlihat sangat khawatir, lalu menjawab, "Dia juga sudah tahu kalau aku ternyata nggak amnesia.""Mulai sekarang aku harus tinggal sama dia. Jadi, aku pasrahkan Riko ke kamu ya? Jangan sampai Maxime tahu tentang Riko juga.""Jangan khawatir, aku pasti akan menyembunyikan Riko."Alana meyakinkan Reina dengan percaya diri.Alana tiba-tiba terpikir sebuah kemungkinan."Nana, jangan-jangan sekarang Maxime suka sama kamu? Kalau nggak, ngapain coba dia nyuruh kamu tinggal di Vila Magenta?"Reina tercengang.Tanpa banyak pikir, Reina langsung menyangkal ide itu."Perkataan Marshanda ada benarnya. Dia bilang, orang yang nggak cinta sama kita ya selamanya nggak mungkin jatuh cinta sama kita.""Mana mungkin dia bisa tiba-tiba suka aku hanya karena aku sudah menghilang selama lima tahun."Alana merenung cukup lama dan merasa kesal."Maxime ini memang bajingan. Kalau nggak cinta, ngap
Kenapa? Mungkin karena dari awal ibunya sudah mendoktrin Tommy bahwa Marshanda akan mengandung anak yang akan menjadi saingannya dalam menjadi pemimpin Keluarga Sunandar.Riko menutup buku yang sedang dia baca, lalu menatap kedua temannya dengan mata yang indah nan jernih."Apa rencana kalian?"Tommy dan Alfian pun saling bertatapan.Tommy mendekatinya lalu berbisik, "Riko, kamu punya ide apa?"Riko tersenyum pasrah, dia sudah tahu temannya ini tidak punya rencana.Namun, dia sudah memikirkannya.Riko pun menceritakan rencananya pada dua teman kecilnya.Keduanya mendengarkan dengan sangat antusias.Tiba-tiba, seorang gadis kecil menghampiri mereka. "Kak Riko, kalian lagi ngobrolin apa?"Tommy menarik gadis itu ke samping."Hush, hush! Sana! Jangan ganggu kami para pria yang lagi ngomongin bisnis."Gadis kecil itu pun cemberut dan hampir menangis karena diusir....Di sisi lain, mobil Marshanda sedang melaju di jalan raya.Marshanda merias wajahnya.Asisten di sampingnya berkata, "Kak M
"Hei, tahu nggak Marshanda si artis terkenal itu dijahilin waktu jemput cicit Keluarga Sunandar. Kasihan sekali.""Sulit juga ya masuk ke keluarga kaya, artis aja bernasib sama. Dia masih harus menjilat kakak ipar sepupu dengan menjemput anaknya ....""Ckckck. Kenapa pula dia nggak jadi wanita mandiri, bukannya sudah bagus jadi artis terkenal? Ngapain masih rakus mau menikah dengan anak keluarga kaya.""Yah, namanya juga manusia, nggak pernah puas."Semua saling berkomentar.Alana akhirnya sadar bahwa sepertinya Marshanda ada di TK ini juga.Alana berjalan ke tengah kerumunan, lalu berjinjit. Dia melihat Marshanda basah kuyup dan sekarang para pengawal mengantarkannya kembali ke mobil.Alana pun tertawa geli, "Dijahilin? Rasain!"Begitu Marshanda pergi, para penonton pun perlahan-lahan bubar.Alana masih bertanya-tanya di mana Riko saat seseorang menyapanya, "Tante?""Alfian? Kok kamu belum pulang?" Alana bingung melihat Alfian datang menghampirinya dengan bertelanjang dada.Alana lang
Tanpa menunggu penjelasan Marshanda, Joanna langsung menutup telepon.Marshanda yang marah pun mengepalkan tinjunya.Tommy si bocah nakal! Dia melaporkan ini pada neneknya?Marshanda memikirkan kejadian tadi. Dia yakin para bocah itu yang membuatnya terpeleset.Mana mungkin koridor di TK bisa begitu licin? Kenapa kebetulan sekali si Tommy bocah nakal dan anak lainnya datang membawa ember pel setelah dia jatuh?Masa iya dia juga kebetulan tersiram air?Marshanda sungguh tidak menyangka bisa jatuh ke tangan seorang bocah nakal. Awas saja, Marshanda bertekad akan membuat perhitungan saat bertemu bocah itu lagi.Saat Marshanda sedang marah, agensinya menelepon."Marsha, gawat. Lagumu "Secercah Cahaya Dunia" dituntut, sudah ramai diperbincangkan orang-orang di media.""Bukannya semua sudah selesai?" tanya Marshanda bingung."Selesai apanya? Kamu lihat sendiri deh! Lagu Master Rei itu dirilis empat tahun lalu dan 99% mirip dengan musik di lagumu!"Pihak agensi sangat panik seperti cacing kep
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu
Manajer agak tidak percaya saat mendengar hal ini, tetapi dia cepat mengerti."Tentu saja nggak ada masalah. Banyak orang pulang kampung saat Tahun Baru dan pergi liburan. Kebetulan sekali kalau kamu ingin menghasilkan lebih banyak uang, kamu bisa membantu rekan kerjamu untuk mendapatkan lebih banyak pekerjaan."Diego mengangguk. "Hmm."Dia sudah memikirkannya. Dia bisa bekerja di malam hari dan pulang bersama Sophia di siang hari untuk mengunjungi orang tua Sophia.Dengan begitu, dia bisa menghasilkan sedikit lebih banyak uang. Jadi, ketika menemui orang tua Sophia, dia bisa memberi mereka hadiah.Setelah keluar, dia bekerja lebih keras.Keduanya pulang kerja lebih awal hari ini.Sophia dan Diego berboncengan menuju rumah sakit.Diego sangat gugup karena dia membawa tas besar berisi buah-buahan dan suplemen.Sophia menatapnya dan tidak bisa menahan senyum. "Sebenarnya kamu nggak perlu bawa apa-apa. Orang tuaku nggak sehat, jadi ada beberapa buah yang nggak boleh mereka makan.""Begitu
"Kamu sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?" Reina bertanya dengan penuh perhatian.Maxime menatapnya. "Baik, hanya ada sedikit kotoran di wajahku yang nggak bisa dibersihkan. Apa kamu tahu siapa yang melakukannya?"Reina menggelengkan kepalanya dengan gusar."Nggak tahu, itu. Saat aku pulang sudah ada. Apa sebelum pulang ke rumah, ada yang merias wajahmu saat kamu mabuk?"Melihatnya berbohong, Maxime tidak bisa menahan kemarahannya. "Kemarilah."Reina melangkah ke arahnya.Detik berikutnya, Maxime mengulurkan tangan dan menariknya sambil menekannya ke dadanya."Nana, aku nggak enak badan," gumamnya."Bukankah itu cuma riasan? Kalau kita nggak pergi minum, bukankah hal seperti itu nggak akan terjadi?" Reina mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya dengan lembut untuk menenangkan.Maxime menunduk mendekatinya. "Kamu nggak ingin aku minum?""Nggak apa-apa kalau minum sedikit, tapi kalau minum terlalu banyak nggak baik buat kesehatanmu. Jadi, lebih baik kurangi minum alkohol setelah ini,"
Maxime tidak tahu seperti apa penampilannya. Dia berjalan-jalan di dalam rumah untuk menjernihkan pikirannya sebelum menuju ke kamar mandi, berniat untuk mandi.Ketika sampai di kamar mandi dan melihat dirinya di cermin, tubuh Maxime langsung membeku.Wajahnya secara mengejutkan telah dirias, dengan alas bedak, lipstik dan bahkan alis.Tidak masalah kalau riasannya biasa saja, tetapi riasan di wajahnya cukup tebal, membuatnya terlihat sedikit aneh."Riki!"Seketika, Maxime mengira ini perbuatan Riki, bocah nakal itu.Bagaimanapun juga, Maxime sudah sering dikerjai oleh Riki dan memiliki semacam trauma dengan sikapnya.Rasa dingin menyelimuti bagian bawah mata Maxime. Dia menyalakan keran air dan membilas wajahnya.Kualitas riasan ini sangat bagus. Maxime sudah menggunakan banyak air dan sabun cuci muka, tetapi riasan ini tidak kunjung menghilang, malah membuat wajahnya makin aneh.Setelah mengeringkan wajahnya, dia berlari ke kamar Riki.Riki sedang melakukan siaran langsung dan sosok
Sorenya setelah Reina kembali dari luar, ketika dia baru masuk ke ruang tamu, dia sudah bisa mencium bau alkohol yang menyengat.Dia langsung mengerutkan kening, "Ada apa ini?"Reina berjalan masuk dan melihat sosok Maxime yang mabuk di sofa.Maxime menarik-narik dasinya dengan keras dan menggumamkan sesuatu.Reina menurunkan barang yang dia bawa, lalu berjalan mendekat. "Max?"Dia memanggilnya.Di sofa, Maxime tidak tidur, pikirannya buram, tidak mendengar Reina memanggilnya.Reina mengerutkan kening saat mencium bau alkohol di tubuhnya. Dia berniat meminta pelayan untuk membuatkan sup pereda mabuk.Namun, Maxime tiba-tiba meraih tangannya."Nana ... Nana ...."Dia memanggilnya berulang kali.Reina merasa seperti namanya meleleh karena dipanggil begitu olehnya.""Ya," jawabnya."Nana ...." Namun, Maxime masih memanggilnya, lalu berkata, "Apa kamu mencintaiku?""Hmm?" Reina bingung.Apa yang ditanyakan Maxime?Biasanya hanya orang-orang yang baru menjalin hubungan yang suka memikirkan
"Maxime, apa kamu ada waktu?" tanya Ethan.Maxime kebetulan sedang senggang. "Ya, ada.""Kalau begitu, mau ikut minum?" Ethan menambahkan.Maxime berpikir bahwa tidak ada yang bisa dia dilakukan karena dia sendirian di rumah. Jadi, dia menyetujuinya.Dia pun pergi ke Bar Eurios.Ethan sudah meminta seseorang untuk menyiapkan ruang pribadi.Biasanya pada jam-jam seperti ini, tidak ada seorang pun di dalam Bar Eurios.Ketika Maxime tiba, Ethan adalah satu-satunya orang yang ada di dalam ruangan mewah itu.Di atas meja di depannya, ada berbagai macam wine berkualitas."Maxime, kemarilah dan duduklah." Dia melambaikan tangan ke arah Maxime.Maxime berjalan lurus ke arahnya, duduk, menuangkan segelas wine dan meminumnya sekaligus.Saat itulah dia bertanya kepada Ethan, "Kenapa tiba-tiba mengajakku minum?"Ethan tersenyum tidak berdaya. "Lagi nggak senang saja."Setelah mengatakan itu, dia bertanya kepada Maxime, "Maxime, sebentar lagi Tahun baru, apa kamu nggak sibuk? Kenapa kamu ada waktu
Maxime mengangkat tangannya dan ujung jarinya mendarat di wajah Reina. "Kamu nggak adil.""Hmm?""Kamu nggak bisa berpisah sama anakmu, tapi kamu bisa berpisah denganku?" Maxime terdiam sejenak sebelum menambahkan, "Kamu harus tahu, kita akan menghabiskan sisa hidup ini bersama, kenapa aku merasa seperti berada di urutan terbawah dalam pikiranmu?"Reina menyadari bahwa pria ini cemburu pada anak-anak mereka.Sadar akan hal itu, Reina tidak bisa menahan tawa, kemudian berkata, "Tentu saja anak-anak lebih penting darimu. Mereka adalah orang yang aku lahirkan dengan hidupku sebagai taruhannya."Sorot mata Maxime sedikit berubah.Reina mengambil kesempatan untuk melepaskan diri dari pelukannya dan pergi dengan cepat.Maxime tidak menyangka Reina akan melarikan diri secara tiba-tiba. Dia bangun dan berjalan mengikutinya dengan kaki panjangnya.Untung saja dia memiliki kaki yang panjang. Sebelum Reina menutup pintu, Maxime sudah berhasil mengejarnya, menahan pintu dengannya. "Kenapa tutup pi
Setelah kematian Liane, kakek dan nenek tidak menunjukkan kesedihan mereka. Namun, Reina bisa melihat bahwa mereka berdua sangat sedih.Reina takut kedua orang tua itu akan kesepian, jadi setiap hari dia akan membagikan apa saja yang ada di keluarga mereka dengan keduanya. Dia juga akan menunjukkan foto dan video anak-anak kepada mereka.Keduanya juga sering melakukan panggilan video untuk mengecek keadaan anak-anak dan Reina.Hidup sepertinya kembali berjalan normal."Nana, apa kalian akan pulang Tahun Baru nanti?" Nenek bertanya dengan hati-hati.Dia mengerti bahwa Reina telah menikah dan menjadi bagian dari Keluarga Sunandar, jadi tentu saja segala sesuatunya harus dilakukan dengan memikirkan Keluarga Sunandar terlebih dahulu.Reina langsung mengetikkan jawaban, "Aku sama Max sudah memutuskan akan mengunjungi kalian setelah Tahun Baru.""Syukurlah. Datanglah lebih awal, aku dan kakekmu akan menyiapkan makanan enak." Kata-kata nenek penuh dengan kegembiraan.Reina juga turut bahagia.
Sembelit?Riko sangat terkejut, sejak kapan dia mengalami sembelit?Maxime terbatuk pelan, menatapnya penuh makna. Melihat itu, Riko langsung mengerti apa yang sedang terjadi.Dia terpaksa harus menerima alasan sembelit ini."Hmm, mungkin karena aku kurang minum air putih akhir-akhir ini."Mendengar ini, Reina merasa prihatin sekaligus khawatir, lalu memeluk Riko."Riko, Mama akan membawamu ke dokter. Kamu masih kecil, kenapa bisa sembelit?"Mendengar bahwa Riko benar-benar mengalami sembelit, hati Reina hancur.Hanya mereka yang pernah melahirkan seorang anak dan menjadi seorang ibu yang akan mengerti bahwa rasa sakit fisik sekecil apa pun pada seorang anak akan terlalu berat untuk ditanggung oleh seorang ibu.Wajah Riko terasa panas seperti api ketika Reina tiba-tiba memeluknya.Dia tidak menyangka akan dipeluk dan dibujuk oleh mamanya ketika dia mengaku sedang sembelit.Sudah lama dia tidak dipeluk Mama seperti itu."Mama, nggak perlu. Aku hanya perlu minum lebih banyak air dan aku