Setelah acara selesai, mereka berbondong-bondong berangkat berziarah ke makam.Tommy yang kehilangan muka di depan semua orang karena Riko sedang memikirkan cara untuk membalas.Melisha duduk bersamanya di dalam mobil dan berkata padanya, "Nak, kamu harus fokus menyenangkan hati kakek buyut. Selama dia sayang sama kamu, kedua anak haram itu nggak akan bisa jadi lawan kamu. Ngerti?"Tommy mengangguk sungguh-sungguh."Mama jangan khawatir, aku nggak akan biarin mereka lebih hebat dari aku!""Bagus." Melisha mengelus kepala Tommy dan terlihat lega. "Tapi ... tetap aja kita harus kasih mereka pelajaran. Katanya si Riki itu sakit?""Oke Ma, aku ngerti." Tommy memang masih muda, tapi dia sudah berhati licik.Sesampainya di pemakaman pribadi Keluarga Sunandar, semua orang turun dari mobil.Melisha menyuruh Tommy berjalan ke depan untuk menemani Tuan Besar Latief.Begitu Tommy pergi, Syena menghampiri Melisha, "Kak."Melisha mengangguk dan bertanya secara simbolis, "Kok kamu masih ikut? Kan la
Riki mengernyit melihat Tommy menghampirinya.Untung Riko cepat tanggap, dia langsung menarik Riki ke sisinya.Tommy dan Riki berpapasan. Karena tidak ada tumpuan yang kokoh, Tommy terpeleset dan jatuh."Huhu!"Lalu terdengar suara tangisan anak kecil.Melisha buru-buru menghampiri. "Nak, kamu nggak apa-apa?"Reina juga melangkah maju untuk memeriksa Riki dan merasa lega saat tahu kalau Riki dilindungi oleh Riko.Riki menatap tajam Tommy yang tengkurap di tanah sambil menangis.Dia tahu Tommy berniat mendorongnya!Melisha membantu Tommy yang berdarah untuk berdiri, lalu menoleh pada Riki dan Riko."Kalian berdua ngapain sih! Kenapa dorong Tommy?"Ya ampun, drama berikutnya sudah datang.Reina mengernyit. "Kakak ipar, memangnya kamu lihat anak-anakku dorong Tommy? Jelas-jelas dia yang lari sendirian dan hampir dorong si Riki, eh malah dia sendiri yang jatuh.""Kamu pasti belain anakmu lah. Aku lihat pakai mataku sendiri kalau anakmu dorong anakku!"Setelah itu Melisha bertanya pada Tomm
"Om dan Tante jangan gegabah. Kita lihat dulu posisi jatuhnya yang sekarang, apa bedanya sama pas tadi dia jatuh?"Kata-kata Riko membuat semua orang terdiam.Mereka bertanya-tanya, apa bedanya?Melisha memarahinya, "Dasar bocah nakal! Sudah mendorong anakku, masih ngejek dia? Aku pukul ya!""Berani?" Reina langsung pasang badan. Sekarang dia paham maksud perkataan Riko.Ditatap begitu tajam oleh Reina membuat Melisha tidak berani bertindak gegabah.Orang lain masih belum paham dan bertanya, "Apa bedanya?"Salah satu kerabat akhirnya mendapat petunjuk."Ayah, Ibu, lihat deh! Tadi si Tommy itu jatuh tengkurap, tapi sekarang posisinya telentang."Semua orang kembali menatap Tommy. Waktu jatuh pertama kali, yang terkena lumpur adalah bagian depan Tommy sedangkan sekarang yang terkena lumpur adalah bagian punggungnya.Namun ... apa artinya?Seseorang tertawa dan berkata, "Riko ini nakal banget ya. Nggak puas ya kalau dorong Tommy cuma sekali?"Riko menghela napas. Sepertinya dia sudah sala
Setelah makan malam, Tuan Besar Latief menguji beberapa pengetahuan dasar Riko. Seperti yang diharapkan, Riko bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar.Tuan Besar Latief sama seperti Tuan Besar Jacob, dia meminta Riko menemaninya main catur.Namun karena Riko harus pergi ke sekolah besok, Tuan Besar Latief pun terpaksa mengurungkan niatnya.Joanna mengantarkan Reina sekeluarga sampai depan pintu dan terlihat enggan saat mereka pulang."Sering-sering datang ke sini ngunjungin Nenek ya?""Oke."Kedua anak kecil itu menjawab serempak.Mesin mobil dinyalakan dan langsung melaju meninggalkan kediaman utama Keluarga Sunandar.Dalam perjalanan, Riki yang lelah pun bersandar di bahu Riko dan tertidur.Reina tersentuh melihat pemandangan harmonis antara dua bersaudara itu.Besok, sidang gugatan warisan Keluarga Andara akan dimulai.Sesampainya di rumah, Reina memeriksa semua dokumen yang diberikan pengacara Mandy padanya dan memastikan tidak ada yang terlupakan.Treya dan Keluarga Yunandar s
Bagaimana Treya bisa mengembalikannya pada Reina? Semua uang mereka sudah dia berikan pada Keluarga Yunandar!Selain itu, Treya tidak sudi memberikan aset itu pada Reina.Treya memanggil Reina yang membelakanginya, lalu berujar dengan lembut, "Nana, semua uang itu sudah aku kasih ke Keluarga Yunandar, aku nggak bisa balikin ke kamu."Reina berhenti melangkah, menoleh dan menatap Treya."Oh gitu? Ya kalau gitu aku akan mengajukan penyitaan."Reina tidak percaya Treya dan Diego tidak meninggalkan sejumlah uang untuk pribadi mereka sendiri.Treya berjalan mendekat selangkah demi selangkah, aura sombongnya sudah menghilang."Kamu beneran maksa aku buat mati ya? Hidupku itu sudah nggak lama lagi!"Reina menatapnya dengan tenang dan menjawab, "Ini semua salahmu sendiri.""Kamu sudah gila ya? Aku ini ibu kandungmu! Ucapanku itu bisa jadi doa atau kutukan, percaya atau nggak, kalau aku sampai kehilangan semuanya, kamu juga nggak akan bisa hidup tenang!" Treya mulai mengancam.Reina tersenyum d
"Cuma 400 miliar?" Tanu melotot.Treya agak tidak senang dengan respons Tanu, "Kenapa? nggak boleh?"Tanu langsung tertawa, "Nggak, aku cuma kaget. Kamu boleh kok pakai uangmu sesukamu."Treya pun tidak marah lagi.Sekarang Tanu masih takut pada Treya. Pertama, karena Treya sudah melahirkan seorang putri, Syena untuknya. Kedua, karena semua yang dia miliki sekarang adalah pemberian Treya.Poin terpentingnya adalah Tanu takut kalau dia menyinggung Treya, Treya akan mengungkapkan semua hal buruk yang dia lakukan di masa lalu."Sayang, istirahat yuk. Sekarang 'kan sudah malam, kamu 'kan lagi sakit parah, jadi harus banyak istirahat. Besok kita balik ke rumah sakit supaya kamu bisa mendapat perawatan terbaik." Tanu memapah Treya naik ke lantai atas.Setelah menidurkan Treya, Tanu kembali ke ruang tamu dan menghela napas berulang kali.Syena pun berkomentar, "Ayah, apa kita benar-benar harus mengembalikan semua uang itu ke Reina?""Ya nggak lah." Wajah Tanu terlihat muram.Siapa yang rela m
Treya tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam. Keesokan paginya, Syena datang mengunjungi Treya."Bu, gimana kondisi hari ini?"Wajah Treya langsung berseri-seri saat melihat Syena, "Jauh lebih baik."Syena tidak enak hati kalau langsung minta uang, jadi dia mau mengambil hati Treya dulu."Cuaca di luar hari ini cukup bagus, Ibu mau berjemur nggak? Aku temani."Tapi Treya menggeleng, "Syena, aku mau pergi melihat pagelaran tari, yuk?"Di hidup ini, Treya paling suka menari, tapi karena beberapa alasan, dia hanya bisa menyerah akan mimpinya."Kondisi Ibu 'kan lagi nggak sehat? Kalau kita keluar rumah sakit terus terjadi apa-apa? Gimana?"Syena tidak mau pergi jauh bersama Treya karena penyakit yang Treya derita menyebabkannya suka buang air kecil, Syena takut terjadi hal tak terduga dan nanti dia yang repot sendiri."Bukannya dokter bilang kondisiku pulih lumayan cepat? Nggak apa-apa, ayo temani Ibu." Treya menatap penuh harapan."Oke, aku pesan tiket dulu buat malam nanti nonton."Sye
Benar saja, Reina memang melihat Syena yang sedang dikelilingi oleh sekelompok orang.Sedangkan Treya tersingkir di pojokkan.Reina langsung buang muka dan berkata, "Ayo pergi.""Oke."Di sisi lain, Treya berdiri dengan canggung di tengah kerumunan dan mau meminta Syena membantunya. Tetapi tiba-tiba ada orang yang mendorongnya ke depan.Treya pun jatuh. Orang-orang yang lewat cuma meliriknya dan tidak membantunya.Perutnya tiba-tiba terasa begitu sakit seperti tertusuk pisau. Treya berusaha berdiri, tapi tidak sanggup.Treya menatap Syena. Dia sedang sibuk memberi tanda tangan dan berfoto dengan para penggemar.Treya cuma bisa merangkak dan berusaha menggapai pegangan kursi untuk tumpuannya bisa kembali berdiri. Tiba-tiba, terdengar suara seseorang."Nyonya Treya, apa Anda butuh bantuan?"Treya tertegun, mengangkat kepalanya dan menatap wajah dingin Reina.Pupil matanya tiba-tiba menyusut, ingin sekali rasanya dia masuk ke lubang di tanah untuk bersembunyi."Ngapain kamu di sini? Aku n
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba