Setelah semua orang mencuci tangan, Maxime yang terlihat sangat tidak senang hanya bisa pasrah saat Riki berpura-pura ramah dan menariknya ke meja makan."Om Max, kamu 'kan nggak bisa melihat, apa kamu sering jatuh?" Riki terus bertanya."Nggak.""Kalau begitu, kamu nggak buta dong?"Riki tetap tidak merasa bersalah.Maxime dibuat pusing kepala oleh kelakuan Riki, dia hanya bisa menjawab dengan sabar, "Aku sudah hafal jalannya, jadi nggak akan jatuh.""Oh.""Sudah ayo makan, ngobrolnya nanti aja," ucap Reina.Riki memang lebih cerewet, pertanyaan dan topiknya tidak ada habisnya.Setelah duduk di meja makan, Riki melihat ada sepiring cah wortel.Riki tahu Riko tidak suka wortel. Riki mirip Reina sedangkan Riko mirip ayah bajingannya.Riki mengambil sesendok wortel dan menaruhnya di piring Maxime, "Om Max, ayo makan wortel yang banyak. Kata Bu Guru harus makan banyak wortel karena baik untuk mata."Riko tidak menyangka Riki akan begitu pandai membuat ayahnya menderita. Dia langsung meman
Riko dan Lyann juga bergegas datang.Lyann yang buka mulut duluan, "Aduuh cucu kesayanganku, kamu dipukul di mana?"Lyann sangat marah hingga napasnya menggebu-gebu.Riko langsung melirik Riki.Riki pun terpaksa bohong dan berkata, "Aku cuma bercanda.""Bercanda ?" Lyann menatap Maxime.Maxime langsung mengikuti permainan Riki. "Barusan Riki ngajak aku taruhan, katanya kalian pasti bakal percaya kalau aku mukul dia."Riki terdiam.Riko juga terdiam. Ayah bajingan mereka ini menang selangkah dari mereka.Riki sangat menyesal karena kalah.Lyann menghela napas lega, "Anak bodoh, kenapa taruhan begitu? Kita itu harus jujur, nggak boleh bohong ... ngerti ya?""Aku tahu, aku minta maaf, Nek." Riki langsung meminta maaf.Reina juga agak marah, "Riki, nggak boleh bercanda kayak gini lagi ya? Nenek dan Mama khawatir."Riki tidak pernah dirugikan separah ini.Selama ini Riki adalah bintang keberuntungan keluarga, sekarang dia malah kalah di tangan ayah bajingannya. Dia tidak terima, pokoknya ti
Wajah kecil Reina langsung memerah dan tidak berani bergerak.Reina menatap ke sekeliling kamar Maxime.Sepertinya Maxime merenovasi kamar ini. Sekarang nuansa kamar ini terlihat lebih sejuk dan ruangannya tampak menjadi lebih besar, tidak lagi terasa seperti gudang.Gaya Maxime masih seperti dulu. Kamar ini dirapikan dengan begitu cermat, bahkan tempat pena diletakkan di sisi paling kanan tempat pena.Perlahan, Reina mengalihkan pandangannya pada tangan Maxime.Dari mana datangnya bekas luka ini?"Kok tanganmu bisa tergores kaca?" Reina akhirnya bertanya.Maxime sudah lama tidak memangku Reina seperti ini, wangi tubuh Reina membuat napasnya berat. "Aku nggak ingat."Hanya orang bodoh yang mau mengaku.Kalau Maxime mengaku, bukankah artinya Maxime mengungkapkan kalau ingatannya sudah kembali? Nanti dia diusir Reina lagi.Reina menghela napas. "Sayang sekali, kamu juga lupa dulu kerjaanmu apa?""Memangnya apa kerjaanku?" Maxime bertanya dengan polos."Nggak ada."Reina teringat beberapa
Reina membungkus rapat tubuhnya dengan selimut dan buru-buru menolak, "Nggak, nggak."Reina merangkak keluar dari pelukan Maxime, langsung memakai bajunya kembali dan diam-diam keluar dari kamar Maxime.Reina tidak sadar kalau dalam kegelapan, ada dua pasang mata anak kecil menatapnya.Riki berbisik, "Kok ayah bajingan bohong? Jelas-jelas Mama ada di kamarnya."Riko yang relatif dewasa sebelum waktunya pun terpikir sebuah kemungkinan."Sialan! Padahal aku sudah berjaga-jaga dari dulu, tetap aja kecolongan!""Maksudnya?" Riki tidak mengerti.Riko sebenarnya juga tidak banyak tahu, dia pun menjawab, "Makanya kamu nonton serial romantis di TV! Apa lagi yang akan dilakukan pria dan wanita kalau cuma berduaan? Ya ciuman!"Selama ini Riki selalu berada di rumah sakit. Sedangkan Riko tinggal bersama Lyann. Setiap berada di rumah, Lyann pasti akan nonton TV dan acara yang sering ditonton adalah serial drama romantis.Setiap menonton Lyann sangat tersentuh dan menangis. Meski Riko tidak suka ti
"Teng! Teng!" Jam pendulum bergaya Eston di ruang tamu berdentang.Lyann menoleh dan bergumam, "Ya ampun sudah jam 12, aku tidur dulu.""Oke."Setelah Lyann pergi, Reina meletakkan tangannya di perutnya yang sedikit membuncit sambil merenungkan perkataan Lyann tadi. Segala macam emosi berkecamuk dalam hati Reina.Padahal jelas-jelas beberapa hari yang lalu Lyann masih sangat membenci Maxime. Kenapa sekarang berubah 180 derajat?Lyann juga bilang ... Reina boleh balikan sama Maxime?Reina menatap Maxime dan kedua anaknya di kejauhan, lalu menggeleng.Tidak, dia tidak boleh hidup seperti dulu.Setelah selesai menyingkirkan batang pohon yang menghalangi jalan, Maxime membawa kedua anak kecil itu kembali ke rumah dan Reina langsung pergi menyalakan perapian agar mereka tetap hangat."Cuci tangan dan kaki pakai air panas dulu, baru tidur ya."Kedua anak kecil itu mengangguk.Kedua anak itu hanya mengarahkan Maxime dan mereka tidak merasa kedinginan sama sekali.Tangan Maxime yang mulus dan
Dulu, Reina harus menemani Maxime pulang ke kediaman utama setiap hari libur.Jadi tentu tahun baru adalah hari wajib untuk mereka pulang.Tapi kali ini, Reina tidak mau pergi."Aku sibuk, nggak punya waktu. Kalau Maxime mau, bawa aja dia." Setelah itu, Reina langsung menutup telepon.Di sisi lain, Joanna marah saat teleponnya ditutup. "Dia makin sulit diatur. Kalau Max nggak kehilangan ingatannya, mana mungkin dia jadi liar begini!"Sekretaris di samping Joanna pun bertanya, "Jadi apa kita masih perlu menjemput Pak Max?""Ya. Biarin aja kalau Reina nggak mau datang. Tapi Max wajib datang, dia cucu tertua Keluarga Sunandar."Joanna sebenarnya tidak mau Maxime muncul di acara malam ini. Joanna takut akan mendapat malu karena Maxime buta dan amnesia.Namun Tuan Besar Latief sendiri yang meminta Maxime pulang menemuinya.Selama ini Tuan Besar Latief memang tidak ikut campur dalam urusan bisnis, tetapi dia memiliki banyak orang kepercayaan di perusahaan, Joanna dan Morgan tidak dapat menya
Tahun Baru tahun ini, Keluarga Sunandar hanya mengadakan makan malam keluarga dengan para kerabat dekat, tidak ada tamu lain.Meski begitu, kediaman utama tetap ramai.Tuan Besar Latief sedang duduk di ruang makan, mengupas lengkeng untuk Tommy cicitnya yang bersikap manja dan arogan.Tommy terlihat sombong dan tidak menganggap orang lain yang hadir sebagai manusia."Kakek buyut, aku mau itu." Tommy menunjuk gelang manik-manik di tangan seorang pria paruh baya dan memintanya.Pria paruh baya itu adalah putra dari adik Tuan Besar Latief. Dia terlihat tidak senang saat Tommy meminta gelang manik-manik yang dipakainya. "Tommy, ini bukan mainan. Kalau kamu suka, besok aku kasih yang lebih bagus."Dia telah memakai gelang ini selama delapan tahun, mana mungkin rela memberikannya pada anak kecil?"Nggak! Nggak mau, aku mau yang itu, Kakek buyut ...."Setelah itu Tuan Besar Latief menepuk tangan kecil Tommy. "Oke, oke."Tuan Besar Latief pun melirik keponakannya.Pria paruh baya itu hanya bis
Penghinaan?Setelah mendengarkan apa yang dikatakan Ekki, ekspresi Reina tetap tenang."Apa hubungannya sama aku?"Dulu saat Reina mengalami segala macam penghinaan di Keluarga Sunandar, Maxime juga tidak membantunya.Ekki tercekat.Dia merendahkan suaranya, "Tolong bantu Bos kali ini, dia 'kan pernah menyelamatkanmu."Reina jadi ingat, waktu di luar negeri Maxime memang pernah menolongnya saat berhadapan dengan Tuan Draco.Dia terdiam lama sebelum menjawab, "Lagian kalau aku pergi ke sana, aku bisa apa? Maxime nggak bisa lihat, aku nggak bisa mendengar, aku bisa bantu apa?"Yang dikatakan Reina bukan alasan semata. Dia tahu keluarga kaya seperti Keluarga Sunandar tidak akan pernah menganggapnya ada."Ini ...." Ekki ragu-ragu.Reina kira kalimat ini akan membuat Ekki menyerah, jadi Reina pun berdiri dan hendak pergi.Namun, Ekki menyahut, "Alasan utamanya karena aku merasa lebih tenang kalau Nyonya ada di sana."Ekki tahu Reina adalah wanita yang sangat tangguh. Kalau Reina menemani Ma
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa
Sudut mulut Imran bergerak pelan, apakah itu kabar baik?"Lalu bagaimana sekarang?"Mereka berharap bisa bertemu dengan calon menantu mereka hari ini, tetapi tidak disangka semuanya tidak seperti yang mereka bayangkan.Retno berpikir sejenak, lalu menjawab, "Karena anak kita lebih suka yang sudah menikah, kenapa kita nggak carikan janda saja untuknya?"Raut wajah Imran terlihat makin aneh."Kamu nggak lagi bercanda?""Di zaman sekarang ini, bercerai bukanlah masalah besar." Retno berpikiran terbuka. "Yang penting anak kita bisa cepat menikah dan memberi kita cucu."Imran tidak menolak atau membantah.Dia hanya diam saja.Retno menganggapnya sebagai jawaban persetujuan darinya."Ayo. Karena ini salah paham, kita pulang saja." Imran berdiri.Pada saat itulah dia tiba-tiba mendengar Ari berkata lagi, "Bu Reina, apa kamu dan Tuan Maxime rujuk? Kamu sudah yakin nggak mau mempertimbangkan yang lain?"Reina sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu."Kenapa kamu tanya begitu?""Mak
Reina dan Maxime tiba di dalam restoran sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Maxime menerima telepon dan keluar sebentar.Melihatnya dari kejauhan, Ari langsung berjalan cepat ke arahnya.Setelah sampai di tempat itu, dia melihat sekeliling dan bertanya, "Katanya Tuan Maxime datang juga, di mana dia?""Oh, dia keluar sebentar buat jawab telepon," jawab Reina.Mendengar itu, Ari mengangguk dan duduk di seberang Reina.Dia tidak menyadari bahwa saat ini orang tuanya sedang duduk di ruang sebelah.Orang tua Ari senang saat melihat orang yang ditemui putra mereka adalah seorang wanita dan memiliki penampilan yang khas."Ternyata dia sudah punya pacar, tapi menyembunyikannya dari kita," kata Imran.Retno bertanya bingung, "Apa kamu nggak merasa wanita ini agak familier? Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat."Sebelumnya, Ari dan Reina pernah digosipkan dan berita keduanya menjadi pemberitaan hangat.Pada waktu itu, Retno sempat melihat foto profil Reina di berita."Memang n
Ibu kota.Keluarga Yinandar sangat meriah seperti biasa, Naria takut kedua orang tua itu kesepian, jadi meminta Reta untuk kembali lebih awal untuk menemani mereka merayakan Tahun Baru.Begitu Reina dan yang lainnya tiba, keduanya terlihat sangat gembira.Keempat cicit kecil itu memanggil mereka, kemudian mereka memberi keempatnya hadiah.Reina melihat bahwa mereka tidak bisa memegang semua hadiah itu dengan tangan mereka."Kakek, Nenek, kenapa beli banyak hadiah begini?""Kami senang karena mereka datang. Setiap kali kami melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan, kami berpikir untuk membelinya dan menyimpannya untuk mereka."Reina tidak berkata apa-apa lagi saat mendengar ini.Reina meminta keempat anaknya bermain bersama kakek dan neneknya, kemudian dia dan Maxime bisa keluar jalan-jalan, lalu sorenya menemui Ari....Rumah Ari.Ayah dan ibunya memegang banyak foto perempuan cantik dan menyerahkannya kepadanya. "Coba lihat."Ari hanya melirik mereka dan mengalihkan pandangannya."
"Ya."Riko mengiakan dengan sangat patuhDia menguap dan menyuruh ketiga adiknya untuk bangun.Kedua adiknya yang paling kecil langsung bangun, tetapi Riki yang selalu bersikap malas tidak mau bangun."Hoaam, Kak, aku masih ingin tidur. Kamu balik dulu saja, aku mau tidur sambil peluk Mama."Reina tidak bisa menahan tawa saat melihat adegan ini."Ya, kalian istirahat di sini dulu saja." Reina tidak tega berpisah dengan beberapa anak.Rasanya sangat bahagia bisa bersama anak-anak.Namun, Maxime berkata dengan tidak sabar, "Cepatlah."Riki beranjak dari lantai dengan gusar saat mendengar suara marah papanya."Ayo pergi." Dia menepuk lipatan di tubuhnya. Ternyata dia sudah bangun sejak tadi, dia hanya sengaja tidak ingin meninggalkan tempat itu.Reina melihat tanpa daya saat keempat anaknya pergi. Lalu, dia menggerutu kepada Maxime, "Kamu kenapa, sih? Kenapa ngusir mereka begitu?"Maxime bergegas menghampirinya dan memeluknya."Kalau ada mereka, bagaimana kita bisa punya waktu berdua?"".
Ketika Morgan pergi, dia melewati ruang tamu, melewati Aarav dan Daniel."Kamu baru pulang, apa sudah mau pergi lagi?" Daniel bertanya saat melihat Aarav akan keluar rumah."Hmm," jawab Morgan singkat.Daniel mengerutkan keningnya. "Jangan pergi, tunggu sampai makan nanti."Morgan tidak sependapat, bersikap seakan tidak mendengar perkataannya dan terus melangkahkan kakinya keluar rumah.Sikapnya membuat Daniel merasa canggung.Aarav yang berada di sampingnya memperhatikan semuanya dalam diam. Dia menyesap tehnya, lalu berkata, "Anak-anak sudah besar, jadi suka memberontak. Rendy juga sering membuatku kesal, jadi jangan ambil pusing.""Hmm." Daniel mengangguk."Kalau nggak ada yang lain, kami akan pulang dulu. Aku minta tolong kepadamu untuk bicara dengan Max terkait kerja sama ini." Aarav berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Bagaimanapun juga, kamu itu ayah Max, kepala keluarga.""Kak, jangan khawatir."Daniel mengantarnya pergi.Sebenarnya Daniel tidak bodoh, mana mungkin dia tidak ta
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim