Begitu mendengar Ines memberi izin, Hanna langsung memeluknya dan tersenyum terharu. "Ibu baik sekali, terima kasih."Reina menyaksikan adegan intim antara ibu dan anak perempuannya dari samping, entah kenapa dia merasa sedikit iri.Seandainya saja ibunya masih ada di dunia ini.Ines menepuk-nepuk punggung Hanna dengan lembut. "Sudah, semoga kamu nggak menyesal."Hanna tersenyum, lalu menjawab dengan serius."Ibu, aku nggak bisa menjamin itu. Yang namanya orang nggak bisa ditebak, aku juga nggak bisa jamin kalau dia bakal selalu baik padaku. Aku juga nggak bisa jamin kalau aku nggak akan menyesal."Dia melepaskan pelukan ibunya, lalu melanjutkan, "Tapi, aku bisa jamin kalau sekarang dia memperlakukanku dengan sangat baik, aku juga sangat bahagia sekarang."Mendengar putrinya mengatakan bahwa dia bahagia, apa lagi yang bisa Ines katakan?Setelah menjadi seorang ibu, siapa yang tidak ingin putrinya bahagia?"Ya, bagus kalau begitu. Habiskan makananmu, nanti keburu dingin.""Ya." Hanna me
Hati Hanna langsung cemas saat mendengar bahwa ayahnya menyuruh Adrian datang."Kenapa Ayah minta kamu datang?"Hanna khawatir ayahnya akan mempermalukan Adrian dan mengatakan sesuatu yang buruk.Adrian menggeleng. "Entahlah, katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganku.""Baiklah."Hanna berbicara sedikit tidak enak hati, "Kalau nanti Ayah bicara aneh-aneh, kamu jangan marah."Adrian tidak bisa menahan senyumnya."Jangan khawatir, aku nggak akan marah nggak peduli semenyakitkan apa pun perkataannya."Sebagai seorang pria, jika dia memiliki seorang anak perempuan dan akan diambil oleh orang lain, apalagi pria itu orang miskin, dia juga tidak akan menyukainya.Sebagai orang tua, siapa yang tidak ingin anaknya memiliki kehidupan yang baik?"Hmm."Ketika mereka berdua sedang berbicara, Malik dan Ines tiba.Mereka mendorong pintu dan melihat sikap manis keduanya, sedikit canggung.Malik berjalan menghampiri mereka, melewati Adrian dan mendekati putrinya."Kenapa dekat-dekat begitu s
Seketika, penilaian Malik terhadap Adrian langsung berubah."Kamu yakin?"Jika perjanjian itu ditandatangani, di masa depan, keuangan milik Keluarga Sunandar benar-benar tidak terkait dengan Adrian. Kalaupun dia menikahi Hanna, dia tidak akan mendapatkan keuntungan sepeser pun. Jika suatu saat dia bercerai dengan Hanna, dia juga tidak akan mendapatkan harta gono-gini.Adrian mengangguk berat. "Aku yakin, asalkan Om mau menikahkan Hanna denganku, aku akan memenuhi semua syarat yang kalian minta.""Selain itu, kalau Om mau percaya padaku, aku akan berbakti kepada Om dan Tante." Adrian berkata dengan sungguh-sungguh.Malik terdiam.Bukannya tidak bersedia, dia hanya masih ragu.Dia adalah seorang pengusaha, jadi dia tahu bahwa hati manusia itu jahat."Sudahlah, kamu dan Hanna bisa menjalin hubungan. Kalau tahun ini hubungan kalian masih baik-baik saja dan kariermu melesat, aku akan merestui hubungan kalian." Malik menambahkan, "Tentu saja, sebelum kalian menikah, kamu harus tanda tangan p
Entah bagaimana Adrian meninggalkan rumah sakit. Namun, setelah sampai di luar, tubuhnya gontai, pikirannya dipenuhi dengan tindakan Hanna saat berada di dalam bangsal barusan. Dia juga terus terngiang-ngiang apa yang dikatakan Hanna.Bagaimanapun, dia adalah seorang pria sejati, mana mungkin dia tidak ingin melakukan tindakan yang lebih intim dengan orang yang disukainya?Namun, dia juga takut menyakiti wanita itu.Sekarang, orang tua Hanna sudah merestui hubungan mereka, dia juga yakin bisa mendapatkan banyak uang ....Adrian sedikit tergoda .......Satu minggu kemudian.Reina dan sahabatnya mengunjungi pernikahan Sisil.Pernikahan Sisil diadakan di hotel paling besar di kota. Dia mengenakan pakaian berwarna putih, terlihat sangat cantik."Apa nggak apa-apa aku pakai gaun seperti ini?" Sisil berdiri di depan Reina dengan gugup.Reina menatapnya dan tersenyum. "Nggak apa-apa dong. Kamu cantik banget.""Untunglah. Jantungku sudah jedag-jedug nggak karuan." Sisil melangkah ke depan Rei
Alana tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pria tampan itu."Ya, lama nggak ketemu, tapi Revin masih tetap tampan."Brigitta menatapnya. "Hati-hati nanti Jovan tahu.""Dia menggendong anaknya setiap hari dan nggak mau lepas, mana mungkin peduli denganku yang suka melihat pria tampan?" kata Alana sambil menatap Revin penuh kekaguman.Sejak Jovan memiliki anak, kepribadiannya langsung berubah. Dia tinggal di rumah setiap hari, tidak pernah keluar kecuali ada sesuatu yang penting di rumah sakit.Dia sangat sabar, setiap hari mengawal pengasuh membawa anak, takut pengasuhnya kurang baik dalam mengurus anaknya.Alana sangat senang karena Jovan seperti ini.Memiliki ayah yang bertanggung jawab akan membuat segala sesuatunya lebih mudah untuknya.Brigitta menghela napas tanpa daya.Revin menyapa mereka sebelum mencari tempat duduk.Alana mengajak Reina dan duduk di sampingnya.Dia berbisik pelan, "Nana, apa kamu sadar, kita lama banget nggak ketemu Revin, bukankah dia jadi lebih jantan?"
Di dalam arena bermain, semua orang memilih permainan yang ingin mereka mainkan.Brigitta melihat sebuah boneka lucu di dalam mesin capit dan langsung memutuskan untuk menangkapnya, lalu memberikannya kepada Erina.Alana menemaninya bermain mesin capit, sementara Gaby pergi memancing.Revin masih bersama Reina dan bertanya, "Kamu mau main apa?"Reina melihat sekeliling dan akhirnya memilih permainan lempar koin.Kebetulan ada beberapa kursi kosong di sini, jadi Revin duduk dan main bersamanya.Melempar koin, Reina menggunakan satu koin untuk mengenai sekumpulan koin. Semua koin yang berhasil dirobohkan akan didapatkan sebagai hadiah.Tentu saja, koin yang jatuh biasanya tidak banyak, karena pemilik tempat ini tidak mau rugi.Reina duduk dan bermain dengan sungguh-sungguh, bermain sambil berbincang dengan Revin.Revin tidak bersungguh-sungguh. Dia tidak terlalu tertarik dengan permainan ini, dia lebih ingin berbicara dengan Reina.Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengannya. Dia menya
Reina menoleh ke arah gadis itu yang menunjuk ke arah Revin. Dia menggeleng dan menyangkal, "Bukan, kami cuma teman.""Teman?" Mata gadis itu berbinar. "Serius?"Reina mengangguk. "Hmm, ya."Gadis itu tersenyum ke arahnya. "Terima kasih."Reina bingung.Dia hanya menjawab jujur, kenapa gadis itu berterima kasih kepadanya?Setelah gadis itu berterima kasih pada Reina, dia bergegas menghampiri Revin.Segera setelah gadis itu pergi, beberapa gadis lain yang mendengar percakapan gadis itu dan Reina mulai melihat ke arah Revin, salah satunya bahkan mendekati Revin dengan berani.Reina sedikit termenung. Dia melihat gadis-gadis itu pergi dan berbicara dengan Revin, seketika menyadari apa yang sedang terjadi.Jadi mereka tertarik dengan Revin.Revin sekarang sudah berusia tiga puluhan, tetapi dia tidak kalah dengan talenta muda yang sering muncul di TV. Dia bahkan lebih tampan dari para selebriti itu.Reina melihat beberapa gadis mulai mendekati Revin, mencoba mendapatkan kontaknya. Melihat i
Reina tersedak.Dia memang pernah berkata seperti itu dan selalu merasa seperti itu.Jika tidak menyukai seseorang, kenapa harus memberikan harapan kepadanya?Namun, ini tidak berlaku untuk orang asing. Orang asing hanya ditemui satu kali saja, jadi tidak perlu terlalu terang-terangan. Setidaknya, dia bisa mengatakan kepada mereka untuk tidak menghabiskan terlalu banyak uang."Sudahlah, kamu benar," kata Reina.Sudut mulut Revin terangkat lagi. "Jadi, lanjut main."Dia duduk di kursi gadis yang baru saja pergi, dengan cepat memenangkan kembali semua koin yang dihabiskan gadis itu barusan.Sebelum Reina sempat mengambilnya, Alana datang membawa beberapa tas besar berisi boneka.Dia datang membawa begitu banyak boneka, menarik perhatian banyak orang, terutama beberapa anak. Mata mereka berbinar-binar, memegang tangan ayah dan ibu mereka sambil menunjuk ke arah Alana."Tante itu dapat banyak boneka, hebat banget."Mereka mengira Alana sangat terampil, tetapi sebenarnya dia sudah menggunak
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba