Entah bagaimana Adrian meninggalkan rumah sakit. Namun, setelah sampai di luar, tubuhnya gontai, pikirannya dipenuhi dengan tindakan Hanna saat berada di dalam bangsal barusan. Dia juga terus terngiang-ngiang apa yang dikatakan Hanna.Bagaimanapun, dia adalah seorang pria sejati, mana mungkin dia tidak ingin melakukan tindakan yang lebih intim dengan orang yang disukainya?Namun, dia juga takut menyakiti wanita itu.Sekarang, orang tua Hanna sudah merestui hubungan mereka, dia juga yakin bisa mendapatkan banyak uang ....Adrian sedikit tergoda .......Satu minggu kemudian.Reina dan sahabatnya mengunjungi pernikahan Sisil.Pernikahan Sisil diadakan di hotel paling besar di kota. Dia mengenakan pakaian berwarna putih, terlihat sangat cantik."Apa nggak apa-apa aku pakai gaun seperti ini?" Sisil berdiri di depan Reina dengan gugup.Reina menatapnya dan tersenyum. "Nggak apa-apa dong. Kamu cantik banget.""Untunglah. Jantungku sudah jedag-jedug nggak karuan." Sisil melangkah ke depan Rei
Alana tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pria tampan itu."Ya, lama nggak ketemu, tapi Revin masih tetap tampan."Brigitta menatapnya. "Hati-hati nanti Jovan tahu.""Dia menggendong anaknya setiap hari dan nggak mau lepas, mana mungkin peduli denganku yang suka melihat pria tampan?" kata Alana sambil menatap Revin penuh kekaguman.Sejak Jovan memiliki anak, kepribadiannya langsung berubah. Dia tinggal di rumah setiap hari, tidak pernah keluar kecuali ada sesuatu yang penting di rumah sakit.Dia sangat sabar, setiap hari mengawal pengasuh membawa anak, takut pengasuhnya kurang baik dalam mengurus anaknya.Alana sangat senang karena Jovan seperti ini.Memiliki ayah yang bertanggung jawab akan membuat segala sesuatunya lebih mudah untuknya.Brigitta menghela napas tanpa daya.Revin menyapa mereka sebelum mencari tempat duduk.Alana mengajak Reina dan duduk di sampingnya.Dia berbisik pelan, "Nana, apa kamu sadar, kita lama banget nggak ketemu Revin, bukankah dia jadi lebih jantan?"
Di dalam arena bermain, semua orang memilih permainan yang ingin mereka mainkan.Brigitta melihat sebuah boneka lucu di dalam mesin capit dan langsung memutuskan untuk menangkapnya, lalu memberikannya kepada Erina.Alana menemaninya bermain mesin capit, sementara Gaby pergi memancing.Revin masih bersama Reina dan bertanya, "Kamu mau main apa?"Reina melihat sekeliling dan akhirnya memilih permainan lempar koin.Kebetulan ada beberapa kursi kosong di sini, jadi Revin duduk dan main bersamanya.Melempar koin, Reina menggunakan satu koin untuk mengenai sekumpulan koin. Semua koin yang berhasil dirobohkan akan didapatkan sebagai hadiah.Tentu saja, koin yang jatuh biasanya tidak banyak, karena pemilik tempat ini tidak mau rugi.Reina duduk dan bermain dengan sungguh-sungguh, bermain sambil berbincang dengan Revin.Revin tidak bersungguh-sungguh. Dia tidak terlalu tertarik dengan permainan ini, dia lebih ingin berbicara dengan Reina.Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengannya. Dia menya
Reina menoleh ke arah gadis itu yang menunjuk ke arah Revin. Dia menggeleng dan menyangkal, "Bukan, kami cuma teman.""Teman?" Mata gadis itu berbinar. "Serius?"Reina mengangguk. "Hmm, ya."Gadis itu tersenyum ke arahnya. "Terima kasih."Reina bingung.Dia hanya menjawab jujur, kenapa gadis itu berterima kasih kepadanya?Setelah gadis itu berterima kasih pada Reina, dia bergegas menghampiri Revin.Segera setelah gadis itu pergi, beberapa gadis lain yang mendengar percakapan gadis itu dan Reina mulai melihat ke arah Revin, salah satunya bahkan mendekati Revin dengan berani.Reina sedikit termenung. Dia melihat gadis-gadis itu pergi dan berbicara dengan Revin, seketika menyadari apa yang sedang terjadi.Jadi mereka tertarik dengan Revin.Revin sekarang sudah berusia tiga puluhan, tetapi dia tidak kalah dengan talenta muda yang sering muncul di TV. Dia bahkan lebih tampan dari para selebriti itu.Reina melihat beberapa gadis mulai mendekati Revin, mencoba mendapatkan kontaknya. Melihat i
Reina tersedak.Dia memang pernah berkata seperti itu dan selalu merasa seperti itu.Jika tidak menyukai seseorang, kenapa harus memberikan harapan kepadanya?Namun, ini tidak berlaku untuk orang asing. Orang asing hanya ditemui satu kali saja, jadi tidak perlu terlalu terang-terangan. Setidaknya, dia bisa mengatakan kepada mereka untuk tidak menghabiskan terlalu banyak uang."Sudahlah, kamu benar," kata Reina.Sudut mulut Revin terangkat lagi. "Jadi, lanjut main."Dia duduk di kursi gadis yang baru saja pergi, dengan cepat memenangkan kembali semua koin yang dihabiskan gadis itu barusan.Sebelum Reina sempat mengambilnya, Alana datang membawa beberapa tas besar berisi boneka.Dia datang membawa begitu banyak boneka, menarik perhatian banyak orang, terutama beberapa anak. Mata mereka berbinar-binar, memegang tangan ayah dan ibu mereka sambil menunjuk ke arah Alana."Tante itu dapat banyak boneka, hebat banget."Mereka mengira Alana sangat terampil, tetapi sebenarnya dia sudah menggunak
Mata Brigitta sangat serius.Reina sedikit cemas. Dia telah memperhatikan beberapa pria sudah membantu Brigitta untuk menangkap boneka ini saat mereka bermain di sini.Sayangnya, semuanya gagal.Brigitta sangat cantik, bahkan jika dia sudah menjadi seorang ibu, beberapa pria masih berusaha mendekatinya.Reina menoleh ke belakang dan bertanya pada pemilik tempat ini. "Pak, boleh jual boneka itu pada kami?""Ini ...." Pemilik tempat ini pura-pura kesulitan. "Kalian bisa membawanya kalau bisa mendapatkannya lewat mesin capit."Begitu dia mengatakan ini, Revin menimpali."Apa koin ini cukup buat dapat boneka itu tanpa main dulu?" tanyanya.Bos itu melihat tumpukan koin game. Tanpa berpikir panjang, dia menganggukkan kepalanya berulang kali. "Cukup, sangat cukup. Tentu saja sangat cukup. Dengan banyaknya koin ini, mana mungkin nggak cukup?"Tidak lama kemudian, bos itu memanggil karyawannya dan mengeluarkan boneka itu, lalu menyerahkannya kepada Brigitta.Brigitta menoleh ke arah Revin, mat
Tangan Morgan yang mencengkeram Reina terlihat menegang.Reina juga merasakannya, jadi dia melanjutkan, "Jauh sebelum kamu nikah sama Syena, aku tahu kalau dia suka sama kamu. Aku saja bisa tahu, kenapa kamu nggak sadar?"Morgan terdiam.Reina mungkin mengerti mentalitas seperti apa yang Morgan miliki."Saat itu kamu sudah tahu, tapi pura-pura nggak tahu?"Morgan tidak bisa mengatakan sepatah kata pun ketika perkataan Reina mengenai lubuk hatinya.Melihat ini, Reina mencibir, "Ternyata memang benar seperti apa yang aku pikirkan. Kamu mengabaikan rasa suka Jess kepadamu. Sekarang, dia sudah menikah dan menyukai orang lain, kamu bilang dia berubah?""Dulu, aku memang salah menilai orang. Aku bersalah kepadamu, tapi aku nggak salah nilai Jess."Tenggorokan Morgan menegang.Dia tahu apa yang dikatakan Reina benar, tetapi dia masih belum bisa menerimanya."Nana, kenapa dulu aku nggak tahu kalau kamu pintar bicara?" Dia menundukkan kepalanya lebih dekat pada Reina, napas panasnya menerpa leh
Hujan turun dengan deras di hari ziarah makam.Saat ini, di pintu masuk rumah sakit.Reina yang bertubuh kurus sedang memegang laporan tes kehamilan dari rumah sakit, di kertas itu tertera sebuah kata yang tercetak tebal."Negatif.""Sudah tiga tahun menikah belum hamil juga?""Astaga, bisa-bisanya ada wanita yang begitu nggak berguna seperti kamu. Kalau nggak cepat hamil, kamu pasti akan didepak keluar dari Keluarga Sunandar, lalu bagaimana dengan Keluarga Andara?"Treya Libera yang berpakaian anggun mengentakkan sepatu hak tingginya. Dia menunjuk Reina dan terlihat sangat kecewa.Reina menatap kosong, begitu banyak kalimat yang ingin dia ungkapkan, tetapi pada akhirnya hanya terucap sebuah kata."Maaf.""Aku nggak butuh maaf. Aku mau kamu hamil anak Maxime, ngerti?"Reina tercekat, tidak tahu harus menjawab apa.Reina dan Maxime sudah menikah selama tiga tahun, tetapi Maxime tidak pernah sekalipun menyentuhnya.Mana mungkin dia bisa hamil?Treya kembali melirik Reina yang terlihat le
Tangan Morgan yang mencengkeram Reina terlihat menegang.Reina juga merasakannya, jadi dia melanjutkan, "Jauh sebelum kamu nikah sama Syena, aku tahu kalau dia suka sama kamu. Aku saja bisa tahu, kenapa kamu nggak sadar?"Morgan terdiam.Reina mungkin mengerti mentalitas seperti apa yang Morgan miliki."Saat itu kamu sudah tahu, tapi pura-pura nggak tahu?"Morgan tidak bisa mengatakan sepatah kata pun ketika perkataan Reina mengenai lubuk hatinya.Melihat ini, Reina mencibir, "Ternyata memang benar seperti apa yang aku pikirkan. Kamu mengabaikan rasa suka Jess kepadamu. Sekarang, dia sudah menikah dan menyukai orang lain, kamu bilang dia berubah?""Dulu, aku memang salah menilai orang. Aku bersalah kepadamu, tapi aku nggak salah nilai Jess."Tenggorokan Morgan menegang.Dia tahu apa yang dikatakan Reina benar, tetapi dia masih belum bisa menerimanya."Nana, kenapa dulu aku nggak tahu kalau kamu pintar bicara?" Dia menundukkan kepalanya lebih dekat pada Reina, napas panasnya menerpa leh
Mata Brigitta sangat serius.Reina sedikit cemas. Dia telah memperhatikan beberapa pria sudah membantu Brigitta untuk menangkap boneka ini saat mereka bermain di sini.Sayangnya, semuanya gagal.Brigitta sangat cantik, bahkan jika dia sudah menjadi seorang ibu, beberapa pria masih berusaha mendekatinya.Reina menoleh ke belakang dan bertanya pada pemilik tempat ini. "Pak, boleh jual boneka itu pada kami?""Ini ...." Pemilik tempat ini pura-pura kesulitan. "Kalian bisa membawanya kalau bisa mendapatkannya lewat mesin capit."Begitu dia mengatakan ini, Revin menimpali."Apa koin ini cukup buat dapat boneka itu tanpa main dulu?" tanyanya.Bos itu melihat tumpukan koin game. Tanpa berpikir panjang, dia menganggukkan kepalanya berulang kali. "Cukup, sangat cukup. Tentu saja sangat cukup. Dengan banyaknya koin ini, mana mungkin nggak cukup?"Tidak lama kemudian, bos itu memanggil karyawannya dan mengeluarkan boneka itu, lalu menyerahkannya kepada Brigitta.Brigitta menoleh ke arah Revin, mat
Reina tersedak.Dia memang pernah berkata seperti itu dan selalu merasa seperti itu.Jika tidak menyukai seseorang, kenapa harus memberikan harapan kepadanya?Namun, ini tidak berlaku untuk orang asing. Orang asing hanya ditemui satu kali saja, jadi tidak perlu terlalu terang-terangan. Setidaknya, dia bisa mengatakan kepada mereka untuk tidak menghabiskan terlalu banyak uang."Sudahlah, kamu benar," kata Reina.Sudut mulut Revin terangkat lagi. "Jadi, lanjut main."Dia duduk di kursi gadis yang baru saja pergi, dengan cepat memenangkan kembali semua koin yang dihabiskan gadis itu barusan.Sebelum Reina sempat mengambilnya, Alana datang membawa beberapa tas besar berisi boneka.Dia datang membawa begitu banyak boneka, menarik perhatian banyak orang, terutama beberapa anak. Mata mereka berbinar-binar, memegang tangan ayah dan ibu mereka sambil menunjuk ke arah Alana."Tante itu dapat banyak boneka, hebat banget."Mereka mengira Alana sangat terampil, tetapi sebenarnya dia sudah menggunak
Reina menoleh ke arah gadis itu yang menunjuk ke arah Revin. Dia menggeleng dan menyangkal, "Bukan, kami cuma teman.""Teman?" Mata gadis itu berbinar. "Serius?"Reina mengangguk. "Hmm, ya."Gadis itu tersenyum ke arahnya. "Terima kasih."Reina bingung.Dia hanya menjawab jujur, kenapa gadis itu berterima kasih kepadanya?Setelah gadis itu berterima kasih pada Reina, dia bergegas menghampiri Revin.Segera setelah gadis itu pergi, beberapa gadis lain yang mendengar percakapan gadis itu dan Reina mulai melihat ke arah Revin, salah satunya bahkan mendekati Revin dengan berani.Reina sedikit termenung. Dia melihat gadis-gadis itu pergi dan berbicara dengan Revin, seketika menyadari apa yang sedang terjadi.Jadi mereka tertarik dengan Revin.Revin sekarang sudah berusia tiga puluhan, tetapi dia tidak kalah dengan talenta muda yang sering muncul di TV. Dia bahkan lebih tampan dari para selebriti itu.Reina melihat beberapa gadis mulai mendekati Revin, mencoba mendapatkan kontaknya. Melihat i
Di dalam arena bermain, semua orang memilih permainan yang ingin mereka mainkan.Brigitta melihat sebuah boneka lucu di dalam mesin capit dan langsung memutuskan untuk menangkapnya, lalu memberikannya kepada Erina.Alana menemaninya bermain mesin capit, sementara Gaby pergi memancing.Revin masih bersama Reina dan bertanya, "Kamu mau main apa?"Reina melihat sekeliling dan akhirnya memilih permainan lempar koin.Kebetulan ada beberapa kursi kosong di sini, jadi Revin duduk dan main bersamanya.Melempar koin, Reina menggunakan satu koin untuk mengenai sekumpulan koin. Semua koin yang berhasil dirobohkan akan didapatkan sebagai hadiah.Tentu saja, koin yang jatuh biasanya tidak banyak, karena pemilik tempat ini tidak mau rugi.Reina duduk dan bermain dengan sungguh-sungguh, bermain sambil berbincang dengan Revin.Revin tidak bersungguh-sungguh. Dia tidak terlalu tertarik dengan permainan ini, dia lebih ingin berbicara dengan Reina.Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengannya. Dia menya
Alana tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pria tampan itu."Ya, lama nggak ketemu, tapi Revin masih tetap tampan."Brigitta menatapnya. "Hati-hati nanti Jovan tahu.""Dia menggendong anaknya setiap hari dan nggak mau lepas, mana mungkin peduli denganku yang suka melihat pria tampan?" kata Alana sambil menatap Revin penuh kekaguman.Sejak Jovan memiliki anak, kepribadiannya langsung berubah. Dia tinggal di rumah setiap hari, tidak pernah keluar kecuali ada sesuatu yang penting di rumah sakit.Dia sangat sabar, setiap hari mengawal pengasuh membawa anak, takut pengasuhnya kurang baik dalam mengurus anaknya.Alana sangat senang karena Jovan seperti ini.Memiliki ayah yang bertanggung jawab akan membuat segala sesuatunya lebih mudah untuknya.Brigitta menghela napas tanpa daya.Revin menyapa mereka sebelum mencari tempat duduk.Alana mengajak Reina dan duduk di sampingnya.Dia berbisik pelan, "Nana, apa kamu sadar, kita lama banget nggak ketemu Revin, bukankah dia jadi lebih jantan?"
Entah bagaimana Adrian meninggalkan rumah sakit. Namun, setelah sampai di luar, tubuhnya gontai, pikirannya dipenuhi dengan tindakan Hanna saat berada di dalam bangsal barusan. Dia juga terus terngiang-ngiang apa yang dikatakan Hanna.Bagaimanapun, dia adalah seorang pria sejati, mana mungkin dia tidak ingin melakukan tindakan yang lebih intim dengan orang yang disukainya?Namun, dia juga takut menyakiti wanita itu.Sekarang, orang tua Hanna sudah merestui hubungan mereka, dia juga yakin bisa mendapatkan banyak uang ....Adrian sedikit tergoda .......Satu minggu kemudian.Reina dan sahabatnya mengunjungi pernikahan Sisil.Pernikahan Sisil diadakan di hotel paling besar di kota. Dia mengenakan pakaian berwarna putih, terlihat sangat cantik."Apa nggak apa-apa aku pakai gaun seperti ini?" Sisil berdiri di depan Reina dengan gugup.Reina menatapnya dan tersenyum. "Nggak apa-apa dong. Kamu cantik banget.""Untunglah. Jantungku sudah jedag-jedug nggak karuan." Sisil melangkah ke depan Rei
Seketika, penilaian Malik terhadap Adrian langsung berubah."Kamu yakin?"Jika perjanjian itu ditandatangani, di masa depan, keuangan milik Keluarga Sunandar benar-benar tidak terkait dengan Adrian. Kalaupun dia menikahi Hanna, dia tidak akan mendapatkan keuntungan sepeser pun. Jika suatu saat dia bercerai dengan Hanna, dia juga tidak akan mendapatkan harta gono-gini.Adrian mengangguk berat. "Aku yakin, asalkan Om mau menikahkan Hanna denganku, aku akan memenuhi semua syarat yang kalian minta.""Selain itu, kalau Om mau percaya padaku, aku akan berbakti kepada Om dan Tante." Adrian berkata dengan sungguh-sungguh.Malik terdiam.Bukannya tidak bersedia, dia hanya masih ragu.Dia adalah seorang pengusaha, jadi dia tahu bahwa hati manusia itu jahat."Sudahlah, kamu dan Hanna bisa menjalin hubungan. Kalau tahun ini hubungan kalian masih baik-baik saja dan kariermu melesat, aku akan merestui hubungan kalian." Malik menambahkan, "Tentu saja, sebelum kalian menikah, kamu harus tanda tangan p
Hati Hanna langsung cemas saat mendengar bahwa ayahnya menyuruh Adrian datang."Kenapa Ayah minta kamu datang?"Hanna khawatir ayahnya akan mempermalukan Adrian dan mengatakan sesuatu yang buruk.Adrian menggeleng. "Entahlah, katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganku.""Baiklah."Hanna berbicara sedikit tidak enak hati, "Kalau nanti Ayah bicara aneh-aneh, kamu jangan marah."Adrian tidak bisa menahan senyumnya."Jangan khawatir, aku nggak akan marah nggak peduli semenyakitkan apa pun perkataannya."Sebagai seorang pria, jika dia memiliki seorang anak perempuan dan akan diambil oleh orang lain, apalagi pria itu orang miskin, dia juga tidak akan menyukainya.Sebagai orang tua, siapa yang tidak ingin anaknya memiliki kehidupan yang baik?"Hmm."Ketika mereka berdua sedang berbicara, Malik dan Ines tiba.Mereka mendorong pintu dan melihat sikap manis keduanya, sedikit canggung.Malik berjalan menghampiri mereka, melewati Adrian dan mendekati putrinya."Kenapa dekat-dekat begitu s