"Hahh, aku benar-benar nggak nyangka kamu bakal jadi kayak gini."Kata-kata Melisha mengandung banyak maksud tersembunyi.Dia masih ingat cara Marshanda memamerkan kekuatannya di depan Reina."Marshanda, kamu masih ingat nggak ucapanmu di depan teman-teman Reina dan Maxime, juga di depan wartawan? Bukannya kamu bilang kamu mau merebut Maxime kembali?"Wajah Marshanda langsung memucat."A, aku salah. Aku nggak berani berpikir atau bicara sembarangan lagi."Setelah itu, Marshanda menatap Melisha dengan penuh harap, "Nona Melisha, tolong bantu aku, aku cuma mau hidup kayak orang normal."Melisha sangat kecewa pada Marshanda dan berbalik untuk pergi."Nona Melisha!" Marshanda menyusul Melisha.Melisha berbalik dan membentaknya, "Jangan ikuti aku, atau aku akan kasih kamu pelajaran!"Langkah kaki Marshanda terhenti.Saat Melisha pergi dari rumah Marshanda, perasaannya makin nggak karuan.Kalau Marshanda masih punya semangat juang, dia masih bisa membantu, tapi sekarang sepertinya wanita itu
Maxime langsung menolak permintaan Marshanda.Tapi Marshanda menolak, "Maxime, cuma ini permintaanku. Aku nggak mau yang lain."Maxime terkekeh."Harusnya kamu tahu meski kita pacaran, kamu nggak akan dapat apa-apa. Aku sama sekali nggak suka sama kamu dan kamu nggak mungkin bisa jadi istriku."Maxime menjelaskan semuanya dengan jelas.Maxime pikir Marshanda akan menyerah, tapi tiba-tiba dia berkata, "Nggak masalah, aku nggak mau apa pun. Aku cuma mau jadi pacarmu selama satu tahun.""Maksudmu, kamu cuma mau status?" tanya Maxime.Marshanda mengangguk sungguh-sungguh.Maxime pun menyetujuinya.Begitu Maxime setuju, orang pertama yang Marshanda beri tahu adalah Reina.Dia tahu Reina menyukai Maxime."Nana, kamu tahu nggak? Maxime ngaku dia suka sama aku, jadi sekarang kami pacaran, senang banget deh! Kamu ikut senang, 'kan?"Sampai saat ini, Marshanda masih ingat wajah pucat Reina hari itu.Itu adalah pertama dan satu-satunya saat di mana Marshanda bisa mengalahkan Reina dan mendapat se
Di rumah Keluarga Tambolo.Setelah Tuan Besar Jacob tahu Riko akan pergi ke rumah nenek Reina, dia menyuruh orang menyiapkan segala sesuatunya."Riko, sampai di sana ingat ya buat telepon Kakek. Kalau nggak, Kakek kangen nanti."Riko mengangguk dengan patuh, "Jangan khawatir, Kakek buyut."Tuan Besar Jacob menatap Riko dengan tatapan tidak rela.Keesokan harinya, dia sendiri yang mengantar Riko ke bandara.Di dalam bandara.Liane, Reina dan Riki semuanya sudah datang.Tuan Besar Jacob juga bicara dengan Liane, baru setelah itu dia pulang.Liane menatap punggung Tuan Besar Jacob itu dan menghela napas, "Tuan Besar Jacob sayang banget ya sama Riko.""Ya."Tuan Besar Jacob sangat baik pada Riko, sama seperti cicitnya sendiri. Sekarang Riko sampai punya banyak aset Keluarga Tambolo."Di usia setua ini, dia pasti sangat ingin punya cicit sendiri," ucap Liane.Dulu sebelum menemukan Reina, Liane juga merasa sangat iri ketika melihat orang lain seusianya sudah punya cucu.Terkadang, dia sampa
"Ini Riko dan Riki?" Mata nenek Reina berbinar saat menatap si kembar.Riko dan Riki menyapa dengan sopan, "Nenek buyut, Kakek buyut.""Ya! Sini ke Nenek dan Kakek, ayo kita masuk dulu."Nenek Reina makin bahagia saat mendengar cicitnya memanggilnya.Wajah Kakek Reina juga terlihat penuh kegembiraan. Awalnya mereka pikir Keluarga Yinandar tidak akan punya penerus, tapi sekarang mereka tidak perlu khawatir sama sekali.Saat berjalan masuk, mereka pun bertanya, "Dua cicitku lagi mana?"Liane menjawab, "Mereka masih terlalu kecil. Aku takut mereka nggak bisa menyesuaikan diri dengan tempat asing, jadi nggak aku ajak. Lain kali aja ya."Kedua orangtua Liane melambaikan tangannya berulang kali, "Nggak apa-apa. Lain kali kami yang akan datang ke Kota Simaliki buat ketemu mereka.""Hah?" Liane tercengang.Awalnya Liane mau melarang karena usia kedua orangtuanya sudah tua, tapi sebelum sempat menyahut, Naria menyela.Naria menatap Liane dan berbisik. "Kak, mereka lagi senang, jangan membuat me
Di kamar tidur besar, terdapat sebuah kasur seperti zaman kerajaan.Mungkin lebih tepatnya bukan kasur, tapi kamar.Reina dengar, konon ceritanya wanita zaman dulu bisa seharian berdiam diri di kasur. Reina sampai bingung kenapa mereka diam di kasur.Sekarang setelah dia melihat kasur yang disiapkan oleh kakek dan neneknya, Reina baru tahu alasannya. Karena kasur ini sudah dilengkapi dengan meja rias, wastafel dan perkakas lainnya. Pantas saja para wanita kaya raya zaman dulu betah tinggal seharian di kasur.Katanya tempat tidur seperti ini harus disiapkan sebelum anak lahir.Setidaknya butuh waktu lima tahun untuk membuatnya.Harganya sudah pasti tidak ternilai.Reina masuk dan berbaring di kasurnya.Reina pun berandai-andai. Kalau dulu tidak terjadi kecelakaan, kalau dulu dia tidak dimasukkan ke panti asuhan, bukankah dia bisa menikmati kasih sayang keluarga yang begitu hangat ini?Sayang, di dunia ini tidak ada kata 'kalau'.Reina tersadar. Sekarang dia merasa beruntung karena akhir
"Kamu aja nggak pulang, ngapain aku pulang? Kalau kamu kerja di sini selama setahun, ya aku juga akan kerja di sini. Kita akan balik bareng tahun depan." Jovan memutuskan.Alana tercengang dan langsung berkata, "Sebagian besar bisnis Keluarga Tambolo 'kan ada di Kota Simaliki, bukannya kamu malah bikin kacau kalau ada di sini? Lagian Kakek sudah tua lho, harus ada yang jagain. Mendingan kamu pulang deh."Jovan menatap Alana dengan tajam, mencoba membaca pikiran istrinya ini."Alana, kenapa aku ngerasa kamu ngusir aku dari sini? Kenapa?"Alana tercekat.Jovan terus bicara, "Bukannya enak kalau aku di sini? Kita 'kan bisa saling jaga satu sama lain?"Alana tidak tahu bagaimana harus menjawab.Alana memalingkan wajah dan mengepalkan tangannya."Pokoknya, aku mau tinggal di sini sendirian. Kamu pulang saja. Aku nggak mau sama kamu."Ucapan Alana menusuk hati Jovan seperti jarum.Jovan tiba-tiba merasa ruangan itu terasa pengap.Jovan mengesampingkan semuanya dan bertanya dengan nada menggo
Alana bukannya tidak peduli dengan kesehatannya, ini semua karena dia hamil muda dan hanya sedikit makanan yang bisa dia telan. Kalau Alana paksa, dia bisa muntah.Hari ini kebetulan nafsu makannya bagus, Alana pun makan dengan lahap.Kata dokter, dengan kondisinya saat ini, dia boleh makan apa pun yang dia bisa makan, yang terpenting adalah tidak kelaparan.Sesampainya di hotel, Alana masih ingin makan camilan saat tiba-tiba perutnya terasa mual.Alana tidak bisa menahan diri dan langsung berlari ke kamar mandi untuk muntah.Jovan langsung mengikuti dan membawakan tisu serta air hangat untuknya."Kamu sakit perut? Ayo kita ke rumah sakit."Alana yang tahu kenapa dia muntah pun melambaikan tangannya berulang kali, "Nggak, aku nggak mau ke rumah sakit.""Kenapa kamu bandel ya? Sudah sebesar ini masih jajan makanan nggak sehat. Disuruh ke rumah sakit, juga nggak mau."Jovan yang mengkhawatirkan Alana pun menggerutu."Alana belum pernah merasa Jovan begitu menyebalkan dan membuatnya marah
"Ayahmu ... dia sebenarnya pria biasa. Tapi ..." Liane terpikir sesuatu dan tersenyum, "Tapi dia ganteng banget, kalau nggak, aku mau sama dia."Reina mengangguk.Liane menghela napas, "Sebenarnya, aku nggak tahu harus mulai dari mana cerita tentang dia. Dia dari keluarga biasa.""Tapi dia pekerja keras dan membuat namanya terkenal di ibu kota sendirian.""Kami bertemu di sebuah pesta bisnis dan entah gimana akhirnya kami pacaran.""Lalu kami menikah dan melahirkanmu."Liane menceritakan masa lalu."Waktu itu Keluarga Yinandar belum stabil, aku punya kakak laki-laki yang diadopsi oleh kakek dan nenekmu. Waktu dia tahu aku menikah dan hamil, dia takut kami akan bersaing dengannya memperebutkan harta Keluarga Yinandar, jadi diam-diam dia menyerang kami.""Dia yang membuangmu ke panti asuhan. Lebih tepatnya, dia mau membunuhmu, untung anak buahnya nggak tega dan melepaskanmu.""Setelah melahirkan, kondisiku sangat lemah. Aku bahkan hampir mati terbakar gara-gara dia.""Ayahmu yang menyela
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa
Sudut mulut Imran bergerak pelan, apakah itu kabar baik?"Lalu bagaimana sekarang?"Mereka berharap bisa bertemu dengan calon menantu mereka hari ini, tetapi tidak disangka semuanya tidak seperti yang mereka bayangkan.Retno berpikir sejenak, lalu menjawab, "Karena anak kita lebih suka yang sudah menikah, kenapa kita nggak carikan janda saja untuknya?"Raut wajah Imran terlihat makin aneh."Kamu nggak lagi bercanda?""Di zaman sekarang ini, bercerai bukanlah masalah besar." Retno berpikiran terbuka. "Yang penting anak kita bisa cepat menikah dan memberi kita cucu."Imran tidak menolak atau membantah.Dia hanya diam saja.Retno menganggapnya sebagai jawaban persetujuan darinya."Ayo. Karena ini salah paham, kita pulang saja." Imran berdiri.Pada saat itulah dia tiba-tiba mendengar Ari berkata lagi, "Bu Reina, apa kamu dan Tuan Maxime rujuk? Kamu sudah yakin nggak mau mempertimbangkan yang lain?"Reina sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu."Kenapa kamu tanya begitu?""Mak
Reina dan Maxime tiba di dalam restoran sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Maxime menerima telepon dan keluar sebentar.Melihatnya dari kejauhan, Ari langsung berjalan cepat ke arahnya.Setelah sampai di tempat itu, dia melihat sekeliling dan bertanya, "Katanya Tuan Maxime datang juga, di mana dia?""Oh, dia keluar sebentar buat jawab telepon," jawab Reina.Mendengar itu, Ari mengangguk dan duduk di seberang Reina.Dia tidak menyadari bahwa saat ini orang tuanya sedang duduk di ruang sebelah.Orang tua Ari senang saat melihat orang yang ditemui putra mereka adalah seorang wanita dan memiliki penampilan yang khas."Ternyata dia sudah punya pacar, tapi menyembunyikannya dari kita," kata Imran.Retno bertanya bingung, "Apa kamu nggak merasa wanita ini agak familier? Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat."Sebelumnya, Ari dan Reina pernah digosipkan dan berita keduanya menjadi pemberitaan hangat.Pada waktu itu, Retno sempat melihat foto profil Reina di berita."Memang n
Ibu kota.Keluarga Yinandar sangat meriah seperti biasa, Naria takut kedua orang tua itu kesepian, jadi meminta Reta untuk kembali lebih awal untuk menemani mereka merayakan Tahun Baru.Begitu Reina dan yang lainnya tiba, keduanya terlihat sangat gembira.Keempat cicit kecil itu memanggil mereka, kemudian mereka memberi keempatnya hadiah.Reina melihat bahwa mereka tidak bisa memegang semua hadiah itu dengan tangan mereka."Kakek, Nenek, kenapa beli banyak hadiah begini?""Kami senang karena mereka datang. Setiap kali kami melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan, kami berpikir untuk membelinya dan menyimpannya untuk mereka."Reina tidak berkata apa-apa lagi saat mendengar ini.Reina meminta keempat anaknya bermain bersama kakek dan neneknya, kemudian dia dan Maxime bisa keluar jalan-jalan, lalu sorenya menemui Ari....Rumah Ari.Ayah dan ibunya memegang banyak foto perempuan cantik dan menyerahkannya kepadanya. "Coba lihat."Ari hanya melirik mereka dan mengalihkan pandangannya."
"Ya."Riko mengiakan dengan sangat patuhDia menguap dan menyuruh ketiga adiknya untuk bangun.Kedua adiknya yang paling kecil langsung bangun, tetapi Riki yang selalu bersikap malas tidak mau bangun."Hoaam, Kak, aku masih ingin tidur. Kamu balik dulu saja, aku mau tidur sambil peluk Mama."Reina tidak bisa menahan tawa saat melihat adegan ini."Ya, kalian istirahat di sini dulu saja." Reina tidak tega berpisah dengan beberapa anak.Rasanya sangat bahagia bisa bersama anak-anak.Namun, Maxime berkata dengan tidak sabar, "Cepatlah."Riki beranjak dari lantai dengan gusar saat mendengar suara marah papanya."Ayo pergi." Dia menepuk lipatan di tubuhnya. Ternyata dia sudah bangun sejak tadi, dia hanya sengaja tidak ingin meninggalkan tempat itu.Reina melihat tanpa daya saat keempat anaknya pergi. Lalu, dia menggerutu kepada Maxime, "Kamu kenapa, sih? Kenapa ngusir mereka begitu?"Maxime bergegas menghampirinya dan memeluknya."Kalau ada mereka, bagaimana kita bisa punya waktu berdua?"".
Ketika Morgan pergi, dia melewati ruang tamu, melewati Aarav dan Daniel."Kamu baru pulang, apa sudah mau pergi lagi?" Daniel bertanya saat melihat Aarav akan keluar rumah."Hmm," jawab Morgan singkat.Daniel mengerutkan keningnya. "Jangan pergi, tunggu sampai makan nanti."Morgan tidak sependapat, bersikap seakan tidak mendengar perkataannya dan terus melangkahkan kakinya keluar rumah.Sikapnya membuat Daniel merasa canggung.Aarav yang berada di sampingnya memperhatikan semuanya dalam diam. Dia menyesap tehnya, lalu berkata, "Anak-anak sudah besar, jadi suka memberontak. Rendy juga sering membuatku kesal, jadi jangan ambil pusing.""Hmm." Daniel mengangguk."Kalau nggak ada yang lain, kami akan pulang dulu. Aku minta tolong kepadamu untuk bicara dengan Max terkait kerja sama ini." Aarav berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Bagaimanapun juga, kamu itu ayah Max, kepala keluarga.""Kak, jangan khawatir."Daniel mengantarnya pergi.Sebenarnya Daniel tidak bodoh, mana mungkin dia tidak ta
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim