Maxime yang dikunci di luar pun hanya bisa menatap ke pintu yang terkunci dengan pasrah.Kapan dia benar-benar bisa tinggal bersama istrinya?Mereka bukan pasangan yang baru menikah, tapi kedekatan mereka bahkan lebih sedikit dari pasangan yang baru menikah.Sekitar jam sembilan pagi Syena dapat kabar kalau Liane sudah sadar.Dia langsung datang ke kamar rawat dan melihat Liane mengobrol dengan dokter. Dia merasa sangat gugup, "Ibu sudah sadar? Kok sekretarismu nggak ngasih tahu aku?"Liane menatap Syena dengan dingin. Liane meminta dokter keluar dulu, lalu berkata, "Sekretarisku bilang sepanjang malam kamu dan Nana nemenin aku, aku nggak mau ganggu istirahatmu."Syena berjalan mendekatinya selangkah demi selangkah dengan hati yang gugup."Bu, aku 'kan putrimu, aku nggak mungkin merasa terganggu lah."Setelah itu, Syena bertanya dengan prihatin, "Gimana kondisi Ibu sekarang? Apa kata dokter?""Sudah mendingan." Liane terdiam sesaat sebelum melanjutkan, "Dokter bilang, aku mungkin kerac
Semua orang di Grup Yinandar tahu betul betapa Syena disukai oleh Liane.Mereka sama sekali tidak berani menyinggung Syena.Kondisi fisik Liane memang sudah ada di ujung tombak, begitu Liane meninggal, wajar kalau Grup Yinandar kembali ke tangan Syena.Semua orang sebenarnya tidak suka dengan Syena, tapi tidak berani angkat bicara.Oleh karena itu, Liane yang sedang dalam masa pemulihan di rumah sakit, tidak mengetahui apa yang terjadi di perusahaan.Saat mengambil alih perusahaan, Syena melenyapkan para pembangkang.Rizki, yang dibebaskan oleh Maxime beberapa hari lalu pun tak luput.Rizki langsung meninggalkan Grup Yinandar tanpa berdebat.Belakangan ini dia sering datang ke rumah sakit, menjaga Liane dari kejauhan, berharap Liane selamat dan sehat.Sekretaris pribadi Liane langsung memanggil Rizki begitu melihatnya, "Pak Rizki, kok ada di sini? Kamu datang menemui Bu Liane?"Rizki tersenyum malu-malu."Oh, aku ... aku cuma kebetulan lewat."Mana mungkin sekretaris Liane bisa dibohon
Ucapan Liane tidak hanya membuat Reina terkejut, sekretaris di sampingnya juga terkejut.Begitu Reina sadar dari lamunannya, dia langsung menolak, "Maaf, aku nggak bisa.""Nggak apa-apa, anggap saja latihan," jawab Liane."Untuk masalah sebesar ini, sebaiknya Anda minta Syena aja," kata Reina.Liane tahu Reina tidak akan setuju, satu-satunya jalan adalah memakai cara yang diajarkan adiknya."Nana, kondisiku hari demi hari makin memburuk, aku nggak tahu berapa lama lagi aku bisa hidup. Apa boleh kabulkan permintaanku yang sedang sekarat ini? Syena nggak cocok mengelola perusahaan, kalau aku memberikan posisi itu padanya, Grup Yinandar akan bangkrut.""Lagian kamu itu putri kandungku. Apa pun yang terjadi, kamu harus jadi pengelola perusahaan."Reina terdiam mendengarkan ucapan Liane di telepon.Dia saja tidak bisa mengelola perusahaannya sendiri dengan baik, bagaimana dia bisa mengelola Grup Yinandar yang begitu besar?"Nggak, aku benar-benar nggak bisa. Kalau Anda nggak percaya Syena,
Reina tiba-tiba tercerahkan oleh ucapan Revin."Oke, kalau begitu aku akan mencobanya."Reina juga ingin melatih dirinya, menggunakan kesempatan ini untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama Liane."Ya."Reina pun merasa jauh lebih baik.Revin pun pergi setelah melihat Reina tidak lagi gundah.Reina menelepon Liane balik dan menyetujui permintaan Liane.Liane memintanya datang ke rumah sakit sore ini, lalu besok ke Grup Yinandar.Reina menyetujuinya.Dia mengirim pesan pada Maxime dan memberitahunya tidak perlu datang menjemputnya.Maxime langsung menelepon dan menanyakan alasannya.Reina menceritakan semuanya pada Maxime.Maxime terkejut, bukan karena Liane meminta Reina untuk bekerja di perusahaan, tapi karena Reina setuju.Reina memberitahunya kalau ini semua keputusan setelah bicara dengan Revin yang mengatakan padanya untuk menyelesaikan masalahnya secara langsung.Maxime tidak bicara apa-apa meski merasa cemburu."Oke, cepat pulang ya," ucap Maxime.Reina mematikan teleponnya
Reina menatap Maxime dan berkata, "Terus harusnya aku baca apa?""Sekarang, harusnya kamu isi ulang tenagamu, jangan sampai ketiduran di rapat. Terus kamu harus paham posisimu, jangan mudah ditindas. Sudah deh, sisanya pasti akan ada yang bantu kamu."Sekarang, Reina jadi mengantuk.Dia mematikan komputer, "Kalau begitu aku tidur dulu, kamu juga tidur aja.""Ya."Maxime menunggu Reina pergi dan mematikan komputer untuknya.Setelah itu, Maxime menelepon seseorang."Besok Nana akan mulai kerja di Grup Yinandar, kalau dia kesulitan, langsung kasih tahu aku."Maxime juga sudah menempatkan orang-orangnya di Grup Yinandar....Belakangan ini Syena sedang bersenang-senang. Padahal pihak rumah sakit sudah memberi tahu kalau anaknya kembali kritis beberapa kali, tetapi dia selalu mengabaikannya.Tanu juga ditarik Syena masuk ke perusahaan, mereka berdua membuat perusahaan berantakan.Mereka belum tahu Liane sudah mengatur agar Reina datang dan mengambil alih posisinya sebagai CEO.Keesokan hari
"Oke." Tanu mengikuti Syena ke bawah untuk memeriksa.Mereka sangat terkejut begitu melihat siapa yang ada di bawah.Dikelilingi oleh semua pejabat senior, tidak lain tidak bukan orang itu adalah Reina!Reina mengenakan setelan formal sederhana dan auranya persis sama seperti Liane.Saat Rizki melihatnya, rasanya seperti melihat Liane waktu masih muda."Bu Reina," panggil Rizki dengan hormat.Yang lain mengikutinya.Reina menjawab dengan sopan, "Mohon bantuan kalian semua ya.""Bu Reina, Anda 'kan baru sampai, ayo kita ngobrol di atas," ucap Rizki."Oke."Reina dituntun ke atas oleh Rizki dan tentu tidak bisa menghindar dari Syena.Syena tertegun cukup lama sampai Reina mendatanginya, dia langsung menghalangi mereka."Reina, apa-apaan ini?"Kemudian, dia menatap Rizki, "Paman Rizki! Jadi dia CEO barunya?""Ya."Syena terasa seperti disambar petir, "Kamu bercanda? Dia cuma gadis kampung yang nggak ngerti apa-apa, kenapa dia yang mengelola perusahaan?"Tatapan Rizki terlihat dingin."Kar
"Syena, ada apa?" Liane tahu kenapa Syena menelepon, tapi dia tetap bertanya.Syena hanya bisa memasang wajah cemberut, "Bu, kenapa Ibu nyuruh adik datang ke kantor dan membiarkannya ambil alih kantor?""Kamu masih nanya? Ya tentu karena aku mau Nana ambil alih perusahaan ke depannya, kamu harus mendukung dan bantuin dia ya."Hati Syena tiba-tiba terasa dingin.Dia hendak bertanya, tapi untungnya Tanu menghentikannya.Syena melunakkan nadanya, "Oke Bu, aku ngerti. Reina 'kan putri kandungmu, wajar kalau Ibu ngasih perusahaan ke Nana. Tapi, sekarang dia nggak paham apa-apa, masa jadi CEO? Nanti orang-orang nggak setuju lho.""Justru karena dia belum paham, Ibu suruh dia datang ke kantor untuk belajar lebih banyak. Jangan khawatir, Ibu sudah kasih tahu semua pimpinan kok, nggak mungkin ada yang berontak." Liane terdiam sesaat, lalu berkata, "Apa ... jangan-jangan kamu yang nggak setuju?"Syena terdiam cukup lama, lalu menjawab, "Ah, nggak kok.""Baguslah. Kondisi Ibu makin buruk, mulai s
"Bos, perusahaan besar memang beda banget ya sama perusahaan kecil. Coba lihat peserta rapat tadi, sudah sesepuh semua," kata Sisil yang kaget.Reina juga gugup, "Ya, masih banyak hal yang harus kupelajari.""Iya, tapi hari ini Syena lucu banget."Sisil sangat membenci Syena yang arogan.Reina pulang dan mulai membaca notulensi rapat hari ini.Betapa terkejutnya Reina melihat perubahan besar yang dilakukan Syena di perusahaan dalam beberapa hari terakhir.Syena sudah merombak total perusahaan.Reina diam-diam membuat rencananya sendiri.Meski sudah sangat malam, Sisil tidak ingin pulang."Sisil, sana pulang dan istirahat dulu.""Nggak usah Bos."Sisil tidak ingin pulang begitu teringat sekarang dia masih serumah dengan Deron.Sekarang setiap kali melihat wajah Deron, hati Sisil terasa sangat pedih.Hanya dengan kerja Sisil bisa melupakan semuanya.Barulah Reina ingat sepertinya ada salah paham antara kedua orang ini."Bos, tiap kali ingat Deron, hatiku rasanya sesak." Sisil mengusap uj
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu