Setelah Reina selesai bicara, dia mengambil tas di mejanya dan keluar kantor. Maxime hanya bisa menatapnya dengan tatapan tidak percaya.Maxime memandangi kepergian Reina cukup lama, masih terngiang perkataannya tadi.Tadi itu ... Reina?Istrinya yang terbiasa toleran terhadap orang lain, bisa bersikap begini?Entah kenapa, Maxime tidak marah sama sekali saat Reina memarahinya.Sebaliknya, kali ini ada sedikit kekaguman pada pribadi Reina. Sepertinya selama ini Maxime sudah meremehkan istrinya.Melihat Maxime sudah sendirian, Ekki pun mengetuk pintu dan masuk."Pak Maxime."Maxime menjawab tanpa meliriknya, "Ada apa?""Harga saham Happi Media baru-baru ini jatuh karena insiden Marshanda. Kita biarkan Happi Media menanganinya sendiri atau kita minta humas menanganinya?"Ekki bertanya karena Maxime pernah berpesan tidak akan lagi berhubungan dengan urusan Marshanda.Jadi Ekki tidak berani mengambil keputusan sendiri.Maxime memijit pelipisnya dan berkata, "Cari dulu informasi seseorang.
Dengan janji Marshanda ini, Roy bahkan rela mempertaruhkan nyawanya.Roy menginjak pedal gas dalam-dalam dan mendekati mobil Reina saat jalanan sepi.Reina dan sopir juga menyadari ada yang tidak beres.Sopirnya dengan cepat memutar kemudi untuk menghindari.Tapi taksi itu melaju dengan kecepatan tinggi, sehingga tabrakan yang kuat pun terjadi."Brak!" Terjadi kecelakaan hebat, badan mobil penyok dan terpelanting ke samping.Sopir Reina jatuh koma di tempat.Reina sendiri kepalanya terluka, tapi dia masih sadar. Reina melihat darah memenuhi seluruh mukanya, bahkan pandangannya pun sekarang menjadi merah.Reina mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membuka pintu mobil dan keluar.Tepat pada saat itu, seorang pria bertopi berkumis berdiri di hadapan Reina dan menatapnya dengan mata jalang."To ... tolong ...."Reina kira dirinya mengalami kecelakaan lalu lintas biasa dan hendak meminta bantuan pria itu.Roy tidak ragu-ragu. Dia langsung mengunci pintu mobil sambil menatap Reina dengan sa
Kata-kata Reina ini seketika menyadarkan Roy.Roy meninju kaca mobil.Reina mundur sedikit karena ketakutan, tetapi dia tetap berpura-pura tenang, "Kalau kamu nggak percaya, telepon aja Marsha sekarang dan bilang kalau aku sudah mati."Tanpa pikir panjang, Roy langsung menelepon Marshanda.Sayang, panggilannya tidak tersambung.Marshanda sudah memblokir nomor Roy."Lihat, sepertinya dia takut dicurigai sudah terlibat denganmu.""Kalau sekarang kamu menolongku dan sopir, aku nggak akan menuntutmu. Paling kamu hanya akan dihukum karena sudah lalai dan menyebabkan kecelakaan. Kamu nggak akan dituntut hukum pidana."Pikiran Roy sudah kacau, dia tidak tahu harus percaya perkataan Reina atau tidak.Reina sudah tidak sanggup mempertahankan kesadarannya, suaranya makin lemah.Tiba-tiba ada suara berisik di sekelilingnya, entah apa yang dilihat Roy, yang jelas pria itu langsung lari.Penglihatan Reina semakin kabur dan samar-samar dia melihat seseorang bertubuh tinggi berjalan menghampirinya.B
Tak lama kemudian Reina pun bangun dan mendapati dahi, tangan dan kakinya semuanya terbalut kain kasa.Karena masih subuh, langit di luar sangat gelap.Lampu di kamar rawat Reina tidak dimatikan, dia menoleh dan melihat seseorang duduk di sampingnya."Revin ...."Reina berujar dengan bibirnya yang pucat.Revin yang tidak bisa tidur nyenyak langsung bangun ketika mendengar suara Reina yang memanggilnya dengan lembut."Sudah bangun? Mana yang sakit?"Dokter bilang Reina tidak terluka parah karena duduk di kursi belakang.Reina menggeleng dan berkata, "Sopirnya ....""Dia juga baik-baik aja karena kita menolongnya tepat waktu," jawab Revin.Reina merasa lega, lalu bertanya pada Revin apa yang terjadi setelah dia pingsan.Dari penjelasan Revin, Reina mendapati kalau dia ditolong tidak lama setelah pingsan.Revin sudah menyuruh orang-orangnya menangkap Roy yang melarikan diri."Maxime juga ada di sini, dia yang mengantarmu ke rumah sakit." Revin tidak menyembunyikan fakta ini.Tapi Revin ti
Revin mengerti maksud Reina dan menjawab, "Ya sudah kamu istirahat aja, biar aku yang urus masalah ini."Setelah itu, Revin meminta dokter untuk datang memeriksa Reina. Setelah memastikan tidak ada masalah, Revin pun pamit.Waktu Maxime kembali setelah selesai mengurus urusannya, Revin sudah tidak ada di sana.Kali ini, Jovan datang bersama Maxime.Karena suster sedang mengganti perban Reina, kedua pria itu tidak masuk dan duduk di taman rumah sakit.Jovan bertanya bingung, "Kenapa tiba-tiba bisa kecelakaan? Apa pelakunya sudah ketahuan?"Setelah Maxime mengantar Reina ke rumah sakit, Revin mencari si pemilik mobil dan sudah mengabarkannya pada Maxime.Jovan yang tidak habis pikir pun berkata, "Hebat juga orang itu, bisa-bisanya berulah di bawah pengawasanmu."Maxime tiba-tiba bertanya."Menurutmu, bagusan aku atau dia?" Maxime kembali teringat kalau orang pertama yang Reina hubungi saat kecelakaan adalah Revin.Jovan tercengang mendengarnya.Jovan tersenyum dan menjawab."Bro, kalian
Reina terbangun dan tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin.Dalam cahaya kamar yang redup, Maxime yang awalnya di ruang jaga langsung bergegas menghampiri saat mendengar Reina berteriak. Hatinya yang tegang baru tenang saat mendapati Reina baik-baik saja."Ada apa?" tanyanya.Dengan mata yang memerah, Reina menjawab, "Aku mimpi, aku mati."Perasaan itu sangat nyata.Entah kenapa kata 'mati' seakan menyentuh titik terlemah hati Maxime. Dia langsung menghampiri, memeluk Reina dan menepuk punggungnya dengan lembut sambil menenangkan Reina."Kamu nggak mati, ada aku di sini." Maxime terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Jangan takut."Reina akhirnya terbangun dari mimpi buruknya dan kembali ke dunia nyata.Reina menatap Maxime, tapi tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena cahaya di kamar terlalu gelap."Terima kasih."Kemudian, Reina menyingkirkan tangan Maxime yang memeluknya dengan lembut, lalu kembali baring di kasur.Keengganan Reina dan sikapnya yang selalu menjaga jarak memb
Roy masih menaruh harapan pada Marshanda, sampai orang-orang Revin datang ke alamat yang tadi dia beritahukan pada Marshanda.Roy yang sedang duduk di dalam sebuah mobil hitam, membelalak tidak percaya saat melihat sekelompok polisi menyelinap dari balik rumput."Bos, lihat wanita itu sama sekali nggak berniat menyelamatkanmu, dia justru memperalat bos," kata pengawal yang menjaga Roy.Roy menggeleng, "Aku nggak percaya, teleponnya mungkin disadap."Pengawal itu tidak menyangka bahwa Roy sebodoh itu sampai tidak bisa menerima kenyataan.Tugas yang diberikan oleh Revin adalah membuat Roy melihat sisi jahat Marshanda. Karena sudah begini saja Roy masih tidak percaya, mereka harus usaha ekstra untuk membuat Roy percaya.Tidak berapa lama, segerombol orang yang tadi datang untuk menangkap Roy pun pergi setelah tidak mendapati apa-apa.Awalnya Marshanda pikir Roy sudah tertangkap, tidak disangka lagi-lagi Roy berhasil lolos.Marshanda jadi gelisah, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan..
Maxime juga tidak tahu kenapa dia tiba-tiba memberi perintah seperti itu. Mungkin karena Maxime mau menyenangkan Reina yang habis mengalami kecelakaan supaya dia cepat pulih.Mungkin juga untuk menebus kesalahannya di masa lalu, juga sebagai permintaan maafnya karena sudah meminta Reina untuk mencabut gugatan kemarin lusa.Luki pun kebingungan, "Kok mendadak? Mau tanam bunga apa? Apa akan ada tamu istimewa?"Maxime berdiri di depan jendela sambil memandangi sosok wanita mungil yang berjongkok di luar, "Bunga apa saja, makin banyak jenisnya makin bagus.""Baik."Jawaban Maxime tidak memberi kepastian, Luki tidak tahu seberapa besar harapan Maxime akan jenis bunga yang harus ditanam.Dulu juga Luki yang membantu Maxime membangun Vila Magenta. Setelah mengetahui seberapa luas tamannya, dia langsung menghubungi seseorang untuk membeli bunga.Malam-malam begini, Luki pun membeli semua jenis bunga yang bisa ditemukan di Kota Simaliki, mulai dari teratai yang ditanam di air atau bunga yang di
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu