"Aku masih ingat dulu waktu pertama kali ketemu Reina, aku memanggilnya kakak."Begitu teringat masa muda saat dirinya masih masa bodoh, Ari pun tersenyum, "Waktu itu Reina bilang aku sangat berbakat dan dia benar-benar memperlakukan aku seperti adiknya, dia ngajarin aku semua hal.""Dia bahkan menulis lagu buat aku dan nemenin aku ke banyak perusahaan. Kalau bukan karena dia, aku nggak akan jadi artis."Ari rindu masa lalu.Dia rindu masa-masa di mana dirinya memanggil Reina 'Kakak'.Ari juga tidak tahu kenapa dia jatuh cinta pada Reina. Awalnya Ari pikir ketertarikannya pada Reina hanya sebatas karena dia sangat berterima kasih, tetapi lambat laun, Ari merasa tidak banyak wanita yang bisa mengaguminya seperti Reina."Kayaknya, Reina itu cinta pertamaku."Setelah mendengar cerita ini, Revin pun paham posisi Ari."Kamu pernah kepikir nggak kalau perasaanmu ke Reina itu mungkin bukan cinta, tapi hanya sebatas rasa kagum?"Ari kembali menatap Revin dan bersikap sombong seperti biasa, "Ja
Brigitta menatap telepon yang diputus dan merasa tertekan.Karena sebentar lagi jam masuk kerja, Brigitta pun malas mengajak Ethan berdebat.Begitu pulang kerja, Brigitta baru tahu kalau Erina hilang.Dia langsung panik, "Erina pergi ke mana? Bukannya selalu bareng kamu?"Brigitta bertanya dengan panik sambil menggenggam tangan pengasuh Erina.Pengasuh itu terlihat bersalah, "Aku juga nggak tahu. Tadi Pak Ethan bilang mau ngajak Nona Erina main sendirian sebentar, aku nggak nyangka cuma kutinggal sebentar, mereka menghilang."Pak Ethan?Ethan?Hati Brigitta berdebar, sudah pasti Ethan yang membawa putrinya pergi.Dia tidak khawatir akan keselamatan Erina, tetapi dia tetap menyalahkan pengasuh, "Kenapa kamu bisa ngasih Erina gitu aja ke dia? Kenapa kamu nggak nanya aku dulu?"Pengasuh itu menggeleng dan menjelaskan, "Maaf, aku lupa.""Selama setahun ini, Pak Ethan sering datang ke sini dan sering menemani Nona Erina, lagi pula dia ayah Nona Erina, jadi kupikir dia nggak mungkin menyakit
Reina tahu bahwa mencampuri urusan orang lain itu tidak baik, tetapi dia tidak tega melihat Brigitta seperti itu.Maxime tahu Reina tidak pandai menolak permintaan orang lain, dia pun berkata, "Nana, coba kamu pikir. Erina itu bukan putri Brigitta seorang, dia juga putri Ethan. Wajar kalau Ethan bawa pergi Erina, kita sebagai orang luar nggak bisa apa-apa.""Ya, aku mengerti." Reina juga akan bersikap logis."Jangan khawatir, aku kenal Ethan. Dia bukan orang jahat dan pasti akan menjaga Erina baik-baik. Dia sebenarnya sayang sama Brigitta, aku yakin dia melakukan hal ini supaya Brigitta nggak jadi menceraikannya.""Ya."Reina mengangguk.Begitu Reina kembali ke ruang tamu, Brigitta buru-buru menghampirinya."Nana, gimana?"Reina menggeleng.Brigitta pikir Reina dapat membantunya untuk memohon pada Maxime supaya Maxime mau membujuk Ethan."Nggak bisa nih. Aku harus ngomong sama dia!"Brigitta pun hendak pergi.Reina menghentikannya, "Sekarang kalian semua lagi marah, nggak bisa mikir pa
Sore ini, Ethan sudah cerita pada Maxime.Maxime menjawab, "Aku nggak nganggur ya.""Terus kamu mau apa?""Belakangan ini Aarav terlihat tenang, kamu harus awasi baik-baik."Jangan sampai ini ketenangan sebelum badai.Ethan langsung terlihat serius, "Oke, aku tahu."Sebelum menutup telepon, Maxime bertanya, "Jadi gimana? Kalian benar-benar akan bercerai?""Nggak! Aku nggak akan menceraikannya. Kami sudah punya anak, kami juga bukan anak kecil." Ethan berujar dengan tegas."Oke, kamu bujuk aja dia baik-baik. Nggak bagus mengundur hal kayak gini lama-lama."Maxime punya pengalaman di bidang ini.Ethan terdiam beberapa saat, lalu berkata, "Aku masih kesal dia mau menggugat cerai aku. Sudahlah, tunggu aku tenang dulu."Setelah keduanya mengobrol, Maxime memberi tahu Reina semua informasi yang dia dapatkan dari Ethan.Reina juga merasa tidak baik baginya untuk campur tangan.Ethan dan Brigitta sama-sama tidak salah, mereka hanya punya pendirian yang berbeda.Jadi, mereka tidak bisa hanya me
Bahkan Syena tahu tentang pernikahan Ekki. Dia meremehkan, "Cuma asisten aja yang nikah kok heboh."Syena sedang memainkan ponselnya saat Tabitha mulai menangis dan pengasuh tidak dapat menenangkannya.Syena merasa terganggu dengan keributan ini, dia pun memarahi pengasuh itu, "Kamu kerja nggak becus banget sih? Urus dong yang bener. Sana bawa keluar! Ganggu aku aja."Ini pertama kalinya bibi pengasuh melihat ibu seperti Syena. Sudah nggak menghibur anak yang menangis, masih diusir keluar supaya tidak mengganggu pula.Memang benar, tidak semua orangtua di dunia menyayangi anaknya.Ketika Liane lewat, dia melihat Tabitha menangis. Liane langsung memeluknya."Kenapa?""Aku juga nggak tahu kenapa, tapi anak ini gampang nangis," ucap pengasuh itu."Anak kecil memang suka nangis, tapi nggak mungkin nangis tanpa alasan." Liane mengernyit, "Kayaknya dia sakit deh, coba panggil dokter."Mendengar ribut-ribut di luar, Syena pun keluar kamar. "Nggak usah khawatir Bu, wajar kok anak kecil nangis,
"Tabitha pingsan, kamu bisa ke rumah sakit?" Syena terdengar menahan tangis.Ketika Morgan mendengar ini, ekspresinya menjadi dingin, "Dia bukan putriku, apa hubungannya sama aku?"Mendengar ini, Syena merasa hatinya seperti ditusuk jarum."Tapi kamu memintaku untuk melahirkannya." Padahal Syena pikir setelah ada anak di pernikahan mereka, Morgan akan memperlakukannya dengan lebih baik.Tidak disangka, putrinya hanya menjadi alat balas dendam Morgan padanya.Dan alasannya karena dia sudah pernah membius Morgan."Ya obatin dong?" Morgan langsung menutup telepon.Saat ini, Jess berdiri di sebelah Morgan.Meski Jess tidak bisa mendengar jelas ucapan Syena, dia merinding mendengar ucapan Morgan."Tuan Morgan, apa Tabitha sakit?"Kasihan sekali anak sebaik itu tidak disayang siapa pun.Morgan mengangguk, "Ya.""Apa dia baik-baik saja? Perlu kita jenguk?" Karena sering ikut Morgan, Jess pernah bertemu Tabitha beberapa kali."Jess, dia bukan putri kandungku dan kamu nggak perlu peduliin dia."
Jess tersenyum sopan, "Lama nggak ketemu, kalian lagi apa?""Oh, cuma jalan-jalan bareng aja," jawab Sisil.Mereka saling menyapa sebentar, lalu pergi ke tujuan masing-masing.Gaby pun bertanya, "Dia asisten Morgan?""Ya." Sisil mengangguk."Kelihatannya orang baik," kata Gaby tulus.Jess mungkin bukan tipe wanita cantik yang mempesona, tapi dia punya daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki wanita pada umumnya.Saat mereka hendak lanjut pergi jalan-jalan, tiba-tiba mereka mendengar suara orang ribut-ribut.Reina dan yang lain langsung menoleh ke belakang dan melihat Jess dihadang oleh Erik.Jess mau pergi, tapi Erik menghadangnya."Jess, gimanapun juga, boleh nggak kamu ngasih aku kesempatan?" Erik mengabaikan tatapan aneh dari orang-orang di sekitarnya dan berhenti di depan Jess.Jess mengernyit, "Maaf, nggak ada yang perlu kita bicarakan."Jess bukan orang yang ceroboh. Karena dia sudah yakin Erik bukan pasangan yang cocok untuknya, dia tentu tidak akan terlalu banyak berinteraksi
Erik tidak punya pilihan selain menyerah saat melihat keempat wanita itu dan para pengunjung lain menatapnya."Sudahlah."Dia menatap Sisil untuk terakhir kalinya dan sebelum pergi, dia berkata, "Maaf, aku mengagetkan kalian."Setelah Erik pergi, kekacauan pun berakhir dan para penonton pun bubar.Jess menatap Reina dan yang lainnya dengan penuh rasa terima kasih dan berkata, "Terima kasih.""Nggak apa-apa, kita semua sama-sama wanita, jadi harus saling membantu," kata Sisil sambil tersenyum."Ya."Jess hendak melangkah pergi, tapi Reina menghentikannya, "Mau pergi belanja bareng?"Bagaimana kalau nanti Erik kembali lagi?Jess ragu-ragu sejenak dan mengangguk, "Oke."Mereka pun jalan-jalan bersama.Firasat Reina memang tepat, Erik tidak benar-benar pergi. Dia dari kejauhan menyuruh orang mengawasi Jess.Anak buah Erik merasa situasi ini agak keterlaluan, "Bos, nggak sopan deh kayaknya kita membuntuti wanita kayak gini?"Dia jadi merasa dirinya mesum.Erik duduk kembali di dalam mobil,
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba