Reina menyimpan gelas airnya, lalu pergi ke ruang keamanan untuk mendapatkan rekaman kamera pengawas.Dia menyuap penjaga keamanan sejumlah besar uang untuk mendapatkan rekaman kejadian kemarin setelah pulang kerja. Terlihat di video itu, Lysia memang menambahkan sesuatu ke dalam gelas airnya.Oke bagus, sekarang bukti sudah dia pegang.Namun untuk amannya, Reina berpura-pura pergi ke toilet dan sebenarnya dia pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan informasi obat apa yang dimasukkan di dalam gelasnya.Reina menghabiskan banyak waktu bolak-balik. Bagi orang luar yang tidak tahu, mengira dia mangkir dari pekerjaan."Dengan mengandalkan dukungan Bos besar, dia berlagak semaunya, bahkan terang-terangan bolos kerja. Mempekerjakan Reina ini suatu pemborosan."Reina tidak peduli dengan ucapan orang-orang ini.Di sisi lain, Lysia duduk sambil mendengarkan semua gunjingan dan tidak berani berkomentar.Lysia dengar dari James, Bosnya, Bos Willy akan datang lagi nanti dan berpesan akan menemuinya
Lysia terkejut.Tidak jauh dari situ, terlihat Bos Willy ditabrak truk besar. Kemungkinannya kalau tidak mati, dia pasti cacat.Lysia gemetar ketakutan.Segera, area kejadian pun dikerumuni orang banyak.Ketika Lysia sadar dari rasa terkejut, dia berpikir kerja sama perusahaan pasti tidak akan batal karena terjadi sesuatu pada Bos Willy.Dia kembali ke atas dengan hati khawatir."Lysia, ada apa?" Semua orang bertanya padanya satu demi satu.Semua orang menatapnya seolah-olah sedang menonton drama, mengira Lysia akan dipecat dari perusahaan.Masih adakah persahabatan sesungguhnya di perusahaan ini? Setiap orang adalah pesaing. Jika Lysia dipecat, perusahaan harus mencari sekretaris Bos yang baru.Lysia menjadi pucat dan bicara perlahan, "Tadi waktu Bos Willy keluar gedung, dia ditabrak truk besar.""Hah?"Semua orang terkejut.Reina juga tidak percaya. Orang yang tadi baik-baik saja mendapat musibah yang tidak terduga.Tidak lama kemudian, terdengar suara ambulans di bawah.Banyak karya
"Apa-apaan kalian? Lysia, kenapa kamu mukulin orang?" tegur James.Lysia mengadu lebih dulu, "Bos, Reina yang mulai duluan, aku cuma membela diri."James hanya bisa mengernyitnya."Masih nggak mau berhenti berkelahi?"Lysia terpaksa melepaskan Reina dan mengancam dengan suara yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua, "Kamu beruntung hari ini. Tunggu pembalasanku. Selama kamu masih bertahan di sini, aku akan kasih pelajaran."Reina merapikan pakaiannya, lalu duduk kembali.Ketika hasil pemeriksaan dari rumah sakit keluar, mungkin Lysia yang akan terdepak dari kantor ini duluan!Wajah dan tangan Reina yang baru saja berkelahi dengan dua wanita pun terluka.Reina menunduk, menyembunyikan perihnya luka itu dari tatapan Bosnya dan Maxime.Ketika Lysia melihat Maxime yang tinggi, tegap dan tampan, dia pun berjalan mendekat, "Bos, siapa ini?"Sebelum James sempat menjawab, Maxime yang mengabaikan Lysia langsung berjalan menghampiri Reina.Begitu dia melihat bekas luka di wajah dan tangan R
"Ambil gajimu, lalu pergi dari sini!" kata James dengan tegas."Ya."Dia menyesal, dia tidak menyangka akan kehilangan pekerjaannya begitu saja.Lysia masih mematung di tempat, wajahnya pucat dan dia mau berdalih, "Bos, dia benar-benar yang mulai duluan."James menjadi semakin marah."Kamu masih berani tinggal di sini? Minta maaf pada Nyonya Reina atau aku akan bertindak lebih jauh lagi."Mata Lysia memerah, dia tahu dia tidak boleh menyinggung perasaan Bosnya.Namun, dia tidak sudi minta maaf pada Reina begitu saja.Reina benar-benar tidak menyangka Maxime punya hak untuk bicara. Hanya dengan satu kata, Maxime bisa membuat Bosnya membelanya.Lysia menatap Reina, "Maaf Nyonya Reina, ini semua salahku, aku harap kamu memaafkan aku dan nggak memperpanjang masalah ini lagi."Reina bahkan tidak melirik Lysia. Dia mengangkat ponselnya yang bergetar, pihak rumah sakit sudah mengirimkan laporan tes.Benar saja, masih ada sisa obat di gelas air tersebut dan kini semuanya sudah jelas."Kalau de
Suami istri?Reina bertanya-tanya apa ada yang salah dengan pikiran Maxime."Kayaknya kamu salah paham deh. Mana mungkin aku istrimu?"Maxime menatap Reina dalam-dalam dan tidak mau berpaling."Kita bukan cuma pasangan suami istri, kita sudah punya empat anak. Apa kamu lupa semua ini?"Menikah? Empat anak?Reina jadi makin terhenyak, "Pak Maxime, jangan bercanda. Mana mungkin aku nggak tahu aku punya anak?"Melihat kondisi Reina saat ini membuat hati Maxime merasa tidak nyaman."Sebenarnya kamu diapain Morgan sih? Kenapa kamu melupakan segalanya?"Maxime pun bertekad akan membuktikan ucapannya pada Reina."Sekarang juga aku telepon Riki dan Riko, kamu komentar setelah lihat mereka."Maxime mengambil ponselnya dan melakukan panggilan luar negeri.Riki langsung menelepon, "Pa, ada apa?"Ini adalah pertama kalinya Maxime berinisiatif meneleponnya lebih dulu. Riki mengernyit bingung saat melihat wajah Reina di panggilan video itu."Mama? Mama! Mama! Mama sekarang ada di mana? Aku nggak lag
Selain itu, bagaimana seseorang yang punya masalah psikologis serius bisa bekerja sama dengan Bos perusahaan asing?Reina merasa ada terlalu banyak hal yang tidak dia mengerti."Nana, ada apa?" Morgan pun bertanya ketika dilihatnya Reina diam saja sejak masuk ke dalam mobil.Reina menggeleng, "Nggak ada apa-apa."Morgan menggenggam tangan Reina.Reina spontan menarik tangannya."Apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" Reina benar-benar tidak percaya ada orang gila seperti Maxime.Morgan menegang, "Nana, kamu harus percaya padaku, aku nggak akan menyakitimu."Tentu saja Reina tahu bahwa Morgan tidak akan menyakitinya, tapi nalurinya mengatakan Morgan menyimpan banyak hal yang belum dia ceritakan padanya."Belakangan ini aku memikirkan tentang beberapa hal yang terjadi di masa lalu yang masih sangat kabur. Katamu orang tuaku meninggal, tapi aku nggak ingat bagaimana mereka meninggal, begitu pula Bu Lyann."Mendengar ini Morgan jadi panik, "Kalau kamu nggak ingat, nggak usah dipikirkan."
Kepanikan yang belum pernah terjadi sebelumnya muncul di hati Syena, "Mana mungkin? Gimana dia masih hidup?"Syena mengepalkan tinjunya erat-erat.Apa yang harus dilakukan sekarang?Reina masih hidup dan sudah merebut suaminya.Jika Reina kembali ke Kota Simaliki, dia pasti akan mengambil alih posisinya sebagai putri tunggal Keluarga Yinandar.Seluruh tubuh Syena gemetar dan pikirannya kacau untuk beberapa saat.Dia pun menelepon Marshanda.Marshanda tidak tahu yang sebenarnya, tapi dia punya alibi atas apa yang terjadi saat itu.Semua orang menyalahkan Syena atas hilangnya Reina.Sekarang Marshanda kembali muncul di layar lebar dan menjadi artis terkenal.Saat ini, di lokasi syuting.Begitu melihat Syena meneleponnya, sebenarnya Marshanda berniat menutup telepon, tapi setelah ragu-ragu beberapa saat, dia memutuskan untuk menjawabnya, dia juga mau melihat ada urusan apa Syena mencarinya."Syena, kita sudah nggak berhubungan lebih dari setahun, kenapa tiba-tiba menelepon aku? Kamu mau b
"Ada apa?"Morgan menelepon dan bertanya."Tuan Morgan, ada kabar buruk, gawat! Banyak pemegang saham menjual sahamnya. Harga saham kita anjlok. Sekarang Aarav mencoba mengadakan kembali rapat pemegang saham," ucap Jess sambil berbisik.Morgan mencengkeram ponselnya erat-erat, "Stabilkan situasi dulu, aku akan segera pulang.""Tuan Morgan, aku nggak bisa menanganinya sendirian. Nyonya Joanna juga ada di sini, tapi Aarav saja berani menghinanya dalam rapat tadi!"Jess tidak paham ada hal penting apa yang Morgan lakukan di luar negeri, kenapa bisa-bisanya menelantarkan perusahaan seperti ini.Morgan mencengkeram erat ponselnya sambil menatap Reina di depannya, dia tidak bisa mengambil keputusan.Maxime yang tahu isi panggilan teleponnya pun mengejek, "Kamu bahkan nggak bisa mengelola perusahaan dengan baik, gimana bisa menjaga Nana?"Setelah berkata demikian, Maxime membuka ponselnya dan menyerahkannya pada Reina."Nana, lihat. Ini akta nikah kita."Reina membelalak kaget menatap foto ak
Ketika Joanna mendengar ini, dia tidak bisa menahan diri dan langsung mencibir, "Pak Obin bukannya nggak kenal sama kamu, tapi dia nggak mau menggubrismu."Joanna meregangkan punggungnya."Kamu ingat saat kamu pergi ke luar negeri dan bersenang-senang di sana? Pak Obin butuh bantuan, tapi dia nggak bisa menghubungiku, jadi dia menemuimu. Tapi, kamu bahkan nggak mau dengar apa yang mau dia katakan."Ini sudah lama sekali, Daniel tentu saja melupakannya."Apa ada hal seperti itu?" Daniel sedikit canggung.Joanna memutar matanya ke arahnya. "Ingatanmu itu hebat sekali, selalu melupakan apa pun yang nggak menguntungkanmu."Daniel dipermalukan olehnya, tetapi dia tidak merasa harga dirinya hancur seperti sebelumnya.Dia juga tahu bahwa sekarang dia tengah memohon bantuan."Itu salahku. Kamu bisa minta Pak Obin menemuiku nggak? Sekalian biar aku minta maaf sama dia," kata Daniel.Joanna bingung saat melihat Daniel seperti ini. "Daniel, kamu mau apa sebenarnya? Kenapa hari ini kamu hormat beg
Melisha sangat marah ketika mengetahui bahwa putranya benar-benar diganggu. Dia mengambil tisu dan menghapus noda air mata di wajah Tommy. "Nggak usah nangis, kamu mau jadi apa nangis begitu."Tommy segera menutup mulutnya ketika mendengar ibunya memarahinya."Berani sekali mereka ganggu kamu. Aku akan membuat mereka menerima akibatnya."Melisha diam-diam memutuskan untuk memberi pelajaran kepada anak-anak Reina.Setelah Tuan Besar Latief meninggal, keluarga dari pihak Aarav sering diremehkan. Saudara dan kerabat lebih berpihak ke keluarga Daniel.Itu bukan karena Maxime telah mencuri Grup Sunandar dari mereka!Sekarang, Maxime bahkan menggabungkan Grup Sunandar ke dalam IM Group yang dia dirikan.Siapa yang bisa menjamin kalau Maxime tidak melakukan trik untuk menutup kekurangan IM Grup dengan menggunakan dana dari Grup Sunandar?Melisha makin kesal saat mendengarnya."Hmm." Tommy mengangguk berkali-kali.Sekembalinya ke rumah, Melisha mencari Aarav.Di dalam ruang kerja.Aarav sedang
Tommy menelan ludah, tetapi tidak berani mengatakan yang sebenarnya pada Melisha."Ma, aku memang jatuh sendiri, ini nggak ada hubungannya sama orang lain."Dia tidak bisa diremehkan oleh Riko dan Riki, apalagi ada banyak gadis di sini.Bagaimana mungkin dia mengandalkan ibunya saat menghadapi masalah? Dia tidak ingin dianggap anak mami oleh mereka.Melisha terpaksa harus berhenti saat melihat Tommy tidak bersedia mengatakan apa pun."Kenapa kamu ceroboh sekali. Lain kali hati-hati.""Ya." Tommy mengangguk.Setelah itu. Melisha membawanya pergi.Saat Tommy berjalan pergi, dia tidak lupa untuk menoleh ke arah Riko dan Riki.Saat ini, Reina juga baru sampai dan kebetulan melihat Tommy dan Melisha pergi.Dia bergegas ke depan. "Riko, Riki, kalian baik-baik saja?"Dia khawatir anak-anaknya diganggu oleh Melisha.Kedua anak kecil itu menggelengkan kepala dan berkata serempak, "Kami baik-baik saja."Baru setelah itu Reina menghela napas lega.Wajah Ririn mengembang dengan senyuman saat melih
Sejujurnya, Riki tidak tahu persis apa arti dari perkataan Riko, tetapi dia punya firasat bahwa itu benar.Sudut mulut Tommy bergerak pelan. Dia hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba melihat seseorang yang tidak asing."Mama, hiks ...."Ternyata Melisha datang menjemputnya.Riko dan Riki saling berpandangan dan keduanya mengerutkan kening.Riki berdecak, "Sudah besar, tapi masih mengadu saat diganggu. Ckck, nggak tahu malu."Wajah Tommy membeku, lupa untuk bersikap menyedihkan.Melisha tidak tahu apa yang telah terjadi dengan Tommy. Namun, melihat Tommy berdiri di depan Riki dan Riko dalam keadaan baju penuh debu dan wajah kotor, dia bergegas maju."Nak, kamu kenapa? Kenapa kamu nangis? Siapa yang mengganggumu?"Mata Melisha menatap dingin ke arah Riki dan Riko saat mengatakan ini.Riko tidak takut padanya dan balik menatapnya.Tatapan mata yang dingin dan gelap itu membuat Melisha sedikit takut. Anak ini benar-benar mirip dengan ayahnya, Maxime.Tommy ingin mengomel, tetapi saat dia te
Dalam perjalanan pulang, Reina sekalian menjemput Riko dan Riki.Di dalam sekolah dasar.Sekolah baru saja berakhir dan anak-anak mengemasi tas mereka, bersiap-siap untuk pulang.Ketika Tommy tiba di sekolah barunya, dia mengira semua orang akan melayaninya seperti di taman kanak-kanak. Namun, dia tidak menyangka bahwa semua anak mengelilingi Riko dan Riki.Dia sangat gelisah. Setelah mengemasi tas sekolahnya, dia melihat Alfian sedang menunggu Riko dan Riki. Dia berjalan ke arahnya dan memukul pundaknya dengan keras."Peliharaan yang baik nggak akan ngalangin jalan."Alfian langsung cemberut. "Siapa katamu?""Aku bilang sama yang jawab." Dagu Tommy terangkat tinggi, menunjukkan ekspresi seperti menantang Alfian.Alfian benar-benar tidak berani melakukan apa pun padanya. Bagaimanapun juga, perusahaan dan keluarganya masih berhubungan dengan Tommy.Dia menahan amarahnya dan tidak berani mengatakan apa-apa lagi.Tommy menjadi makin senang dengan situasi ini. Dia bahkan menjulurkan lidahn
Mendengar suara Morgan, kekhawatiran di hati Joanna akhirnya menghilang."Di negara mana kamu sekarang?" tanyanya.Di ujung telepon, Morgan berkata, "Aku ingin bebas, kalian nggak perlu tahu aku ada di mana. Jangan menghubungiku lagi untuk sementara waktu. Ketika aku ingin menghubungi kalian, aku pasti akan melakukannya."Joanna menggenggam ponsel dengan erat, kesedihan terlihat jelas di matanya."Kalau begitu, setidaknya kasih tahu Ibu kamu ada di mana.""Kalau aku bilang, kalian pasti akan datang, jadi lebih baik aku nggak bilang." Morgan melanjutkan, "Sudah, aku tutup dulu teleponnya."Joanna hendak mengatakan sesuatu yang lain, tetapi panggilan sudah dimatikan secara sepihak.Dia menghela napas panjang. "Dia kenapa sebenarnya? Pergi ke luar negeri, tapi nggak mau bilang dia pergi ke mana."Daniel pun menjadi tenang, tidak lupa menghiburnya, "Wajar saja kalau pria suka bepergian. Sudah, nggak usah khawatirkan dia."Joanna menatapnya dengan tatapan kosong. "Dia begini pasti mewarisi
"Ini darah Morgan." Maxime berbicara dengan perlahan.Mata Reina dipenuhi dengan keterkejutan. "Apa?""Aku mengurungnya. Barusan aku menemuinya dan menghajarnya lagi." Maxime menjelaskan.Lagi ....Reina hanya tahu bahwa hilangnya Morgan ada hubungannya dengan Maxime, tetapi dia tidak tahu bahwa Maxime juga memukuli adiknya sendiri."Bukannya dia lagi nggak sehat? Kamu memukulinya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu padanya?" Reina sedikit khawatir.Maxime mendengus dingin sebelum berkata, "Dia beruntung kalau sampai terjadi sesuatu dengannya."Reina terdiam, tidak tahu apa yang harus dia katakan."Sudah, aku sudah mengatakan semuanya, jadi jangan marah dan tidurlah. Aku akan memelukmu biar kamu nggak mimpi buruk lagi." Maxime berkata dengan suara hangat.Reina mengikutinya ke tempat tidur, tetapi tetap tidak bisa tidur setelah berganti posisi berkali-kali.Maxime menariknya ke dalam pelukannya. "Kenapa?""Aku nggak bisa tidur," kata Reina.Maxime menunduk dan mencium alisnya. "Ngg
Kediaman Keluarga Andara.Reina mengalami mimpi buruk lagi. Ketika terbangun dari mimpi buruknya, dia secara naluriah memeluk Maxime di sampingnya.Namun, tangannya yang terulur tidak meraih apa pun.Reina menyalakan lampu di samping tempat tidur dan menyadari bahwa Maxime tidak ada di sampingnya."Pergi ke toilet?" Reina sedikit bingung dan melihat ke arah toilet, lampu di sana juga tidak menyala.Dia jadi sulit tidur dan sedikit takut karena Maxime tidak ada. Dia langsung bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke luar.Ketika masuk ke aula, tidak ada lampu yang menyala. Rumah dalam keadaan gelap gulita.Maxime juga tidak ada di sini, kemana dia pergi selarut ini?Reina ingat bahwa mereka berdua tidur bersama, apakah ada sesuatu yang terjadi di kantor?Saat dia bertanya-tanya, pintu depan dibuka dari luar. Bersamaan dengan itu, lampu-lampu juga dinyalakan.Maxime mengenakan jas hitam, berdiri di ambang pintu. Saat mendongak, kebetulan dia melihat Reina berdiri di tangga."Kenapa kamu
Maxime tidak tahan saat melihat sikap Joanna yang seperti ini. Dia akhirnya berbicara, "Ya, aku bakal bantu cari. Ibu pulanglah.""Ya, ya." Baru setelah itu Joanna melepaskan tangannya, lalu melangkah masuk ke dalam mobil.Mobil melaju menjauh.Maxime hanya berdiri di sana.Reina berjalan ke sisinya. "Lepaskan Morgan."Dia tahu bahwa Morgan pasti sudah sangat menderita akhir-akhir ini, jadi dia tidak akan berani melakukan apa pun padanya.Dia awalnya mengira Maxime akan setuju, tetapi dia menoleh ke arah Reina. "Melepaskannya? Apa kamu bercanda?"Morgan telah melakukan sesuatu yang lebih buruk dari binatang. Dia sudah sangat berbelas kasihan karena tidak merenggut nyawanya.Reina sedikit bingung saat mendengar itu. "Tapi ibumu ....""Kamu nggak perlu khawatir soal Ibu. Kamu harus tahu, nggak peduli siapa pun yang nyakitin kamu, aku bakal selalu ada di pihakmu."Maxime berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Apa yang aku katakan pada Riki sama Riko barusan semuanya benar. Kamu itu orang ya